BAB II KAJIAN PUSTAKA - Budi Prasetyo BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar.

  Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.

  Menurut pengertian psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut:” Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkunngannya”.

  Belajar adalah suatu proses yang kompleks, sejalan dengan itu menurut Robert M. Gagne (Sagala 2010:17) belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan: (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Belajar terjadi bila ada hasilnya yang dapat diperlihatkan, anak-anak

  8 demikian juga orang dewasa dapat mengingat kembali kata-kata yang pernah didengar atau dipelajarinya.

  Gagne (Sagala 2010:17) belajar adalah perubahan yang terjadi dalam dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja.

  Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni komponen eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam acara belajar, kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Kondisi belajar ini berinteraksi dengan kondisi eksternal belajar, dari interaksi tersebut tampaklah hasil belajar.

  Menurut Gagne (Sagala 2010:13) mengemukakan belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Henry E. Garret berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Kemudian Lester D. Crow mengemukakan belajar ialah upaya untuk memperoleh kebiasaan- kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap. Belajar dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya, maka belajar seperti ini disebut “rote learning”. Kemudian jika telah dipelajari itu mampu disampaikan dan diekspresikan dalam bahasa sendiri, maka disebut “overlearning”.

  Witting (Muhibbin Syah, 2010:89) mendefinisikan belajar sebagai: any relatively permanent change in a organism’s behavioral

  repertoire that occurs as a result of experience. Belajar ialah

  perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.

  Reber dalam kamus susunannya yang tergolong modern,

  dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam

  definisi yakni. Pertama, belajar adalah The process of acquiring

  knowlegde, yakni proses memperoleh pengetahuan. Pengertian ini

  biasanya lebih sering dipakai dalam pembahasan psikologi kognitif yang oleh sebagian ahli dipandang kurang represesntatif karena tidak mengikutsertakan perolehan keterampilan nonkognitif.

  Kedua, belajar adalah A relatifely permanent change in respons

  potentialy which accurs as a result of reinforced practice, yaitu suatu

  perubahan kemampuan beraksi yang relatif langgeng sebagai hasil praktek yang diperkuat.

  Biggs (Muhibbin Syah, 2010:90) dalam pendahuluan Teaching

  for Learning mendefinisikan belajar dalam tiga rumusan, yaitu:

  rumusan kuantitatif: rumusan institusional: rumusan kualitatif. Dalam rumusan-rumusan ini, kata-kata seperti perubahan dan tingkah laku tidak lagi disebut secara eksplisit mengingat kedua istilah ini sudah menjadi kebenaran umum yang diketahui semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan.

  Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut banyaknya materi yang dikuasai siswa.

  Secara institusional (tinjau kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar akan sbaik pula mutu perolehan yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor.

  Adapun pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.

  Dari beberapa pendapat beberapa ahli tentang pengertian belajar, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha menuju perubahan tingkah laku untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor manusia untuk dapat meningkatkan taraf hidunya sebagai masyarakat maupun sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa.

  b. Faktor-faktor yang mempengeruhi belajar Belajar yang efektif sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional yang ada, menurut Hamalik (2005 : 32-33) faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1) Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan; siswa yang belajar melakukan banyak kegiatan baik kegiatan neural system, seperti melihat, mendengar, merasakan, berfikir kegiatan motoris dan sebagainya maupun kegiatan-kegiatan lainnya yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan, sikap, kebiasaan dan minat. Apa yang telah dipelajari perlu digunakan secara kontinu di bawah kondisi yang serasi, sehingga penguasaan hasil belajar menjadi lebih mantap.

  2) Belajar memerlukan latihan, dengan jalan: relearning, recalling, dan reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali dan pelajaran yang belum dikuasai akan dapat lebih mudah dipahami.

  3) Belajar siswa lebih berhasil, belajar akan lebih berhasil jika siswa merasa berhasil dan mendapatkan kepuasaannya. Belajar hendaknya dilakukan dalam suasana yang menyenangkan.

  4) Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal dalam belajarnya. Keberhasilan akan menimbulkan kepuasan dan mendorong belajar lebih baik, sedangkan kegagalan akan menimbulkan frustasi.

  5) Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar, karena semua pengalaman belajar antara yang lama dengan yang baru, secara berurutan diasosiasikan, sehingga menjadi satu kesatuan pengalaman.

  6) Pengalaman masa lampau (bahan apersepsi) dan pengertian- pengertian yang telah dimiliki oleh siswa, besar peranannya dalam proses belajar. Pengalaman dan pengertian itu menjadi dasar untuk menerima pengalaman-pengalaman baru dan pengertian-pengertian baru. 7) Faktor kesiapan belajar. Murid yang telah siap belajar akan dapat melakukan kegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil. Faktor kesiapan ini erat hubungannya dengan masalah kematangan, minat, kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan.

  8) Faktor minat dan usaha. Belajar dengan minat akan mendorong siswa belajar lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat ini timbul apabila murid tertarik akan sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasa bahwa sesuatu yang akan dipelajari dirasakan bermakna bagi dirinya. Namun demikian, minat tanpa adanya usaha yang baik maka belajar juga sulit untuk berhasil.

  9) Faktor-faktor fisiologis. Kondisi badan siswa yang belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar. Badan yang lemah, lelah akan menyebabkan perhatian tak mungkin akan melakukan kegiatan belajar yang sempurna. Karena itu faktor fisiologis sangat menentukan berhasil atau tidaknya murid yang belajar. 10)Faktor intelegensi. Murid yang cerdas akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar, karena ia lebih mudah menangkap dan memahami pelajaran dan lebih mudah mengingat-ngingatnya. Anak yang cerdas akan lebih mudah berfikir kreatif dan lebih cepat mengambil keputusan. Hal ini berbeda dengan siswa yang kurang cerdas, para siswa yang lamban.

  Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni:

  1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa;

  2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa) yakni, kondisi lingkungan di sekitar siswa;

  3. Faktor pendekatan belajar (approah to learning),yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran. (Muhibbin Syah, 2010:129) c. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 2009:22).

  Sedangkan Mulyasa (2008:212) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dasar dan derajat perubahan perilaku yang bersangkutan. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

  Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan kemampuan pada ranah-ranah: 1) Kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analysis, sintesis dan evaluasi.

  2) Afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup.

  3) Psikomotor yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreatifitas.

  Benjamin Bloom (1956) dalam bukunya Mulyasa (2008:212) membagi tujuan pendidikan menjadi tiga kawasan (domain), yaitu: 1) Domain Kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri dari enam macam kemampuan yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analysis, sintesis, dan penilaian.

  2) Domain afektif mencakup kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal yang meliputi lima aspek, yaitu: kesabaran, partisipasi, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai, dan karakterisasi diri.

  3) Domain psikomotor yaitu kemampuan-kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan, terdiri dari: gerakan reflek, gerakan dasar, kemampuan perceptual, kemampuan jasmani, gerakan-gerakan terlatih dan komunikasi nondiskursif. Hasil belajar yang dikemukakan di atas sebenarnya tidak berdiri sendiri, tetapi selau berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan. Seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya.

  Tujuan langsung pendidikan adalah perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Peningkatan ini tidak sekedar menignkatan belaka, tetapi peningkatan yang hasilnya dapat dipergunakan menigkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, pekerja, professional, warga masyarakat, warga Negara, dan sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Dari penjelasan di atas dapat di tegaskan bahwa belajar adalah perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, sebagai masyarakat, maupun sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa.

  d. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau lingungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapainya. Seperti dikemukakan oleh Clark (Sudjana, 2010:39) bahwa hasil belajar siswa dicapai di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.

  Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga adda faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Adanya pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakekat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan didasarinya. Siswa harus merasakan, adanya suatu kebutuhan untuk belajar dan berprestasi, siswa harus berusaha mengarahkan segala daya dan upaya untuk dapat mencapianya.

  Sungguhpun demikian, hasil yang dapat diraih masih juga bergantung dari. Artinya, ada faktor-faktor yang berada di luar dirinya yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah, ialah kualitas pengajaran, yang dimaksud dengan kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Hasil belajar pada hakekatnya tersirat dalam tujuan pengajaran. Oleh sebab itu hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran. Pendapat ini sejalan dengan teori belajar di sekolah (Theory of school learning) dari Bloom (Sudjana, 2010:40) yang mengatakan ada tiga variabel utama dalam teori belajar di sekolah, yakni karakteristik indivdual, kualitas pengajaran, dan hasil belajar siswa. Sedangkan Caroll berpendapat bahawa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yakni (a) bakat pelajar, (b) waktu yang tersedia untuk belajar, (c) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, (d) kualitas pengajaran, dan (e) kemampuan individu. Empat faktor yang disebut di atas (a b c e) berkenaan dengan kemampuan individu dan faktor (d) adalah faktor di luar individu (lingkungan).

  Kemampuan faktor di atas (kemampuan siswa dan kualitas pengajaran) mempunyai hubungan berbanding lurus dengan hasil belajar siswa. Artinya semakin tini kemampuan siswa dan kualitas pengajaran, maikin tinggi pula hasil belajar siswa.

2. Hakekat Membaca

  a. Pengertian Membaca Pada hakekatnya, aktivitas membaca terdiri dari dua bagian, yaitu membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk. Membaca sebagai proses mengacu pada aktivitas fisik dan mental. Sedangkan membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari aktivitas yang dilakukan pada saat membaca

  Membaca adalah proses yang sangat kompleks. Membaca efektif melibatkan semua poses menta yang lebih tinggi. Selain itu, membaca juga melibatkan ingatan, pikiran, daya khayal, pengaturan, penerapan, dan pemecahan masalah seperti: 1) Kemampuan memahami kata yang terpakai dan kemampuan mamahami istilah yang memiliki arti khusus.

  2) Kemampuan mamahami pola kalimat dan bentuk kata. 3) Kemampuan menafsirkan dengan tepat lambang atau tanda dalam bentuk tulis.

  4) Kemampuan memahami gagasan yang mendukung gagasan pokok yang diungkapkan penulis.

  5) Kemampuan menarik kesimpulan yang tpat, betul, dan nalar tentang apa yang dibaca.(Sri Hastuti 1985:6)

  Proses membaca sangat kompleks dan rumit karena melibatkan beberapa aktivitas, baik berupa kegiatan fisik maupun kegiatan mental.

  Proses membaca terdiri dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah (a) aspek sensori, yaitu kemampuan untuk memahami simbol-simbol tertulis, (b) aspek perceptual, yaitu kemampuan untuk menginterprestasikan apa yang dilihat sebagai symbol, (c) aspek schemata, yaitu kemampuan menghubungkan informasi tertulis dengan struktur pengetahuan yang telah ada, (d) aspek berpikir, yaitu kemampuan membuat inferensi dan evaluasi dari materi dipelajari, dan (e) aspek afektif, yaitu aspek yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengaruh terhadap kegiatan membaca. Interaksi antara kelima aspek tersebut secara harmonis akan menghasilkan pemahaman membaca yang baik, yakni terciptanya komunikasi yang baik antara pembaca dan penulis

  Menurut Tampubolon (1987: 5-6) Membaca adalah satu dari empat kemampuan bahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan. Dalam komunikasi tulisan, sebagaimana telah dikatakan, lambing-lambang tulisan atau huruf-huruf. Dalam hal ini huruf- huruf menurut alfabert Latin.

  Bahasa tulisan mengandung ide-ide atau pikiran-pikiran , maka dalam memahami bahasa tulisan dengan membaca, proses-proses kognitif (penalaran) lah yang terutama bekerja. Oleh sebab itu, dapat pula dikatakan bahwa membaca adalah suatu cara untuk membina daya nalar menurut Tampubolon.

  Dalam GBPP 1994 dijelaskan membaca adalah kegiatan yang “aktif”. Agar siswa dapat membaca secara “aktif”. Mereka perlu dilatih untuk dapat ‘mengkomunikasikan” dua hal berikut: (a) apa yang sudah mereka ketahui (apa yang ada di pikiran mereka) dengan (b) isi atau cerita yang sedang mereka telusuri melalui kegiatan membaca teks.

  b. Membaca Pemahaman Membaca pemahaman merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi keterampilan-keterampilan yang perlu dipahami dan menerapkan informasi yang ada dalam bahan-bahan tertulis.

  Thorndike dalam Novi Resmini dkk :45 membaca merupakan proses berfikir dan upaya untuk meningkatkan pemahaman harus berpusat pada keterampilan berfikir itu.

  Beery dalam Novi Resmini dkk :46 keterampilan itu ada tetapi tidak dapat digunakan secara terpisah. Seorang pembaca tidaklah membaca hanya untuk memperoleh gagasan utama atau gagasan rincian tetapi menggunakan keterampilan-keterampilan itu secara bersama-sama, berpindah dari satu keterampilan ke keterampilan yang lain agar ia dapat memperoleh pemahaman.

  Goodman dalam buku Novi Resmini dkk :46 mendeskripsikan membaca sebagai proses psikolinguistik, yakni pikiran dan bahasa saling berhubungan tetapi keduanya tidaklah sama. Pembaca mengalami siklus berfikir reflektif dalam menanggapi kata-kata yang tercetak, pembaca berinteraksi dengan masukan yang berupa tulisan dan pembaca berupaya untuk merekonstruksi pesan yang disampaikan oleh penulis.

  Keberhasilan pemahaman bergantung kepada seberapa jauh pesan yang dikonstruksi pembaca itu cocok dengan dengan pesan yang dimaksudkan penulis. Smith dalam buku Novi Resmini dkk :46 menyatakan bahwa membaca merupakan kegiatan visual dan nonvisual. Kegiatan visual berasal dari apa-apa yang dilihatnya, yakni halaman yang tercetak. Kegiatan nonvisual dari apa yang dipikirkan otaknya. Informasi nonvisual adalah apa yang telah diketahui pembaca tentang membaca, bahasa dan dunia pada umumnya. Selanjutnya terjadi tukar menukar antara visual dan nonvisual. Semakin banyak yang diketahui otak, semakin sedikit informasi visual yang diisyaratkan untuk mengidentifikasi huruf, kata atau makna dan sebaliknya.

  Pemahaman dipandang sebagai proses total akan menjadi lebih mudah untuk diajarkan jika dapat dibagi menjadi unit-unit atau subketerampilan tertentu. Untuk dapat memperoleh pemahaman setotal mungkin subketerampilan di bawah ini perlu dipahami.

  1. Memahami makna kata

  2. Identifikasi rincian

  3. Identifikasi gagasan utama

  4. Identifikasi urutan

  5. Identifikasi sebab akibat

  6. Membuat inferensi

  7. Membuat generelasi simpulan

  8. Identifikasi nada dan suasana (mood)

  9. Identifikasi tema

  10.Identifikasi perwatakan

  11.Identifikasi fakta, fiksi, dan opini 12.Identtikasi Propaganda.

  c. Tujuan Pembelajaran Membaca Tujuan pembelajaran kurikulum 1994 disesuaikan dengan bobot kelas atau tingkat kelasnya. Di bawah ini dituliskan tujuan pembelajaran masing-masing kelas yaitu kelas 3, 4, 5, dan 6.

  Kelas Tujuan Pengajaran membaca Pemahaman

  3

  1. Siswa mampu membaca bacaan dengan lancar dan dapat menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri,

  2. Siswa mampu membaca puisi dengan inonasi yang tepat.

  3. Siswa mampu megungkapkan perasaan, dan mengatakan pendapat mengenai bermacam-macam sifat, kebiasaan dan watak pelaku dalam bacaan atau cerita yang didengar.

  4

  1. Siswa mampu membaca bacaan dengan lancar dan memahami isinya serta dapat mencari arti kata-kata sukar dengan menggunakan kamus atau sumber- sumber yang lain.

  5

  1. Siswa mampu membaca teks bacaan dan menyimpulkan isinya dengan kata-kata sendiri.

  2. Siswa mampu membaca teks bacaan secara tepat dan dapat mencatata gagasan-gagasan utama.

  3. Siswa mampu menyerap isi cerita, puisi, dan drama serta dapat memberi tanggapan.

  6

  1. Siswa mampu membaca teks bacaan serta dapat mengutarakan pendapat dan tanggapan mengenai isinya.

  2. Siswa mampu membaca sekilas suatu teks bacaan dan menemukan garis besar isinya.

  3. Siswa mampu memahami cerita, puisi, drama dan dapat menceritakan kembali, memberikan kesan dan tanggapan.

  d. Tujuan Membaca Tujuan setiap pembaca adalah memahami bacaan yang di bacanya.

  Dengan demikian, pemahaman merupakan faktor yang amat penting dalam membaca.

  Pemahaman terhadap bacaan dapat dipandang sebagai suatu proses yang bergulir, terus-menerus, dan berkelanjutan. Membaca pemahaman sebagai sebuah proses mempercayai bahwa upaya memahami bacaan sudah terjadi ketika kita belum membaca apa pun. Kemudian, pemahaman itu menapaki tahapan yang berbeda dan terus berubah saat baris demi baris, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf dari bacaan mulai kita baca. Selanjutnya, pemahaman bacaan itu akan mencapai tahapan yang lainnya ketika kita sampai pada bagiuan terakhir bacaaan itu, yakni ketika menutup buku (Santoso Puji, 2000: 6.4).

  Pembelajaran membaca harus mempuyai tujuan yang jelas. Tujuan yang dimaksud meliputi: 1) Menikmati keindahan yang terkandung dalam bacaan; 2) Membaca bersuara untuk memberikan kesempatan kepada siswa menikmati bacaan; 3) Menggunakan strategi tertentu untuk memahami bacaan; 4) Menggali simpanan pengetahuan atau skemata siswa tentang suatu topic; 5) Menghubungkan pengetahuan baru dengan skemata siswa;

  6) Mencari informasi untuk pembuatan laporan yang akan disampaikan dengan lisan maupun tertulis; 7) Melakukan penguatan atau penolakan terhadap ramalan-ramalan yang dibuat oleh siswa sebelum melakukan perbuatan membaca; 8) Memberikan kesempatan kepada siswa melakukan eksperimentasi untuk meneliti sesuatu yang dipaparkan dalam dalam sebuah bacaan;

  9) Mempelajari struktur bacaan;

  10) Menjawab pertanyaan khusus yang dikembangkan oleh guru atau sengaja diberikan oleh penulis bacaan (Santoso Puji, 2000: 6.5) Secara garis besar kegiatan membaca mempunyai dua maksud utama, yaitu:

  A. Tujuan behavioral, yang disebut juga tujuan tertutup, ataupun tujuan instruksional B. Tujuan ekspresif atau tujuan terbuka.Tarigan (1993: 2)

  Tujuan behavioral ini biasanya diarahkan pada kegiatan-kegiatan membaca: a. Memahami makna kata (word attack)

  b. Keterampilan-keterampilan studi (study skills)

  c. Pemahaman (comprehension) Tujuan ekspresif terkandung dalam kegiatan-kegiatan:

  a. Membaca pengarahan diri (self-directed reading)

b. Membaca penafsiran, membaca interpretatif (interpretative reading)

  c. Membaca kreatif (creative reading). Tarigan (1993: 3)

  3. a. Teknik Bacaan rumpang (Cloze Procerdure)

  Bacaan rumpang (clozze procedure) adalah strategi yang menggunakan sebuah cerita atau teks dengan menghilangkan beberapa kalimat dalam teks tersebut. Strategi cloze procedure dapat digunakan untuk mengajarkan membaca. Guru dapat menyiapkan bacaan sebelumnya di rumah. Dari teks yang lengkap itu, kalimat pertama dan terkhir dibiarkan tetap utuh. Hanya kalimat ke-2 dan seterusnyalah yang boleh dihilangkan secara otomatis, misalnya berjarak interval interval 8-10 kata atau setiap kata ke-8 dihilangkan. Semakin dekat jarak kata yang dihilangkan, semakin sulit siswa menerka isi bacaan. Dengan strategi- strategi tersebut di atas guru membutuhkan alat peraga. Salah satu diantaranya yaitu alat peraga kartu kata. Dengan demikian peranan guru sangat besar dalam menunjang keberhasilan pengajaran Membaca pemahaman. (Santoso Puji, 2000: 6.11)

  Klos berasal dari kata “CLOZURE” yaitu suatu istilah dari ilmu jiwa Gestalt. Hal ini seperti yang dikemukakan Wilson Taylor yang dikutip oleh Kamidjan, bahwa: Konsep teknik klos ini menjelaskan tentang kecenderungan orang untuk menyempurnakan suatu pola yang tidak lengkap menjadi suatu kesatuan yang utuh.(Kamidjan, 1996:66).

  Berdasarkan pendapat di atas, dalam teknik klos pembaca diminta untuk memahami wacana yang tidak lengkap, karena bagian tertentu telah dihilangkan akan tetapi pemahaman pembaca tetap sempurna.

  Bagian - bagian kata yang dihilangkan itu biasanya disebut kata ke – an. Kata ke – an itu diganti dengan tanda garis mendatar atau tanda titik- titik, karena kata ke – an bisa berupa kata benda, kata kerja, kata penghubung, dan kata lain yang dianggap penting. Tugas pembaca ialah mengisi bagian-bagian yang kosong itu sama dengan wacana aslinya.

  b. Manfaat Teknik Cloze Procedure

  Metode Klos menurut Heilman, Hittleman, dan Bartmuth (dalam Sujana,1987:144). menyatakan bahwa, teknik klos ini bukan sekedar bermanfaat untuk mengukur tingkat keterbacaan wacana, melainkan juga mengukur tingkat keterpahaman pembacanya. Melalui teknik ini kita akan mengetahui perkembangan konsep, pemahaman, pemahaman, dan pengetahuan linguistik siswa. Hal ini sangat berguna untuk menentukan tingkat instruksional yang tepat murid-muridnya.

  Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan beberapa manfaat dari metode klos ini yaitu dapat mengetahui tingkat keterbacaan sebuah wacana, tingkat keterbacaan siswa, dan latar belakang pengalaman yang berupa minat, dan kemampuan bahasa siswa.

c. Keunggulan dan Kelemahan Teknik Cloze

  Menurut Kamidjan (1996:72) suatu alat ukur tentu memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulannya sebagai berikut : adanya pola interaksi antara pembaca dan penulis, menilai keterbacaan sekaligus keterampilan membaca, teknik klos merupakan alat tes yang bersifat fleksibel dan singkat, tes klos dapat menjangkau jumlah pembaca yang banyak, teknik klos dapat juga dipakai sebagai alat untuk mengajar di kelas, tes ini juga bisa dipakai untuk latihan membaca pemahaman, dan melatih siswa (pembaca) bersikap kritis terhadap wacana. Sedangkan kelemahannya yaitu : validitas keunggulan pemahaman kurang, pembaca belum tentu mengatasi pemahaman wacana tersebut, dan adanya kelipatan pengisian yang konsistensi.

4. Pengertian Media

  Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara” atau “pengantar”. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau mengantar pesan dari pengirim kepada penerima. Garlach & Ely (Azhar Arsyad, 2007: 3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

  Acapkali kata media pendidikan digunakan secara bergantian dengan istilah alat bantu atau media komunikasi seperti yang dikemukakan oleh Hamlik (Azhar Arsyad, 2007: 4) dimana ia melihat bahwa hubungan komunikasi akan berjalan dengan lancar dengan hasil yang maksimal apabila menggunakan alat bantu ayng disebut media komunikasi. Sementara itu Gagne & Briggs (Azhar Arsyad, 2007: 4) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi, materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film,

  slide (gambar berbingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.

  Dengan kata lain, media adalah komponen sumber-sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

  Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media adalah sarana atau wahana yang ada di lingkungan siswa yang digunakan dalam pengajaran untuk memerangsang siswa untuk belajar.

5. Fungsi Media

  Levie & Lents (Azhar Arsyad, 2007: 16-17) mengemukakqan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu: a) Fungsi Atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.

  b) Fungsi Afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras.

  c) Fungsi Kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapain tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.

  d) Fungsi Kompesantoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.

  Dengan kata lain, media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan dengan verbal.

6. Kartu Kata

  Media kartu kata pada teknik bacaan rumpang digunakan untuk memancing membaca pemahaman siswa, dengan media kartu ini maka siswa akan dapat menerka isi dari bacaan yang berupa kalimat yang dirumpangkan. Kartu kata ini berupa kartu-kartu yang berisi kalimat- kalimat dari perumpangan kalimat dalam bacaan.

B. Hasil Penelitian Yang Relevansi

  Supikati. 2010. Penggunaan Media Kartu Kalimat Rumpang untuk Meningkatkan Keterampilan Menceritakan Kembali Isi Bacaan secara tertulis pada Siswa Kelas II SSDN Warungdowo I Pohjentrek Pasuruan. Fakultas Ilmu Pendidikan. Program S-1 PGSD PJJ Universitas Negeri Malang.

  Hasil yang diperoleh dari penelitian mengalami peningkatan untuk keaktifan kerja kelompok dari siklus 1 ke siklus 2 adalah 6, 96%, untuk penilaian kinerja kelompok dari siklus 1 ke siklus 2 adalah 13, 26%, untuk penilaian tes secara individu siklus I ke siklus 2 adalah 22,01% dengan ketuntasan belajar pada siklus 1 sebesar 88% termasuk kategori baik dan pada siklus 2 sebesar 96% termasuk kategori amat baik.

C. Kerangka Berpikir

  Pembelajaran membaca di SD yang diselenggarakan dalam rangka mengembangkan kemampuan membaca yang harus mutlak dimiliki oleh setiap warga negara agar dapat mengembangkan diri secara berkelanjutan. Melalui pembelajaran membaca di SD, para siswa diharapkan memperoleh dasar-dasar kemampuan membaca di samping kemampuan menulis dan berhitung serta kemampuan esensial lainnya. Dengan dasar kemampuan itu, siswa dapat menyerap berbagai ilmu yang sebagian besar disampaikan melalui tulisan. Pembelajaran membaca yang diterima siswa SD terkadang bersifat kontektual atau hanya sebatas siswa disuruh untuk membaca sebuah bacaan kemudian diminta untuk mengerjakan pertanyaan-pertanyaan yang sudah ada di bawah bacaan. Hal ini tentunya sangat kurang baik untuk para siswa karena dengan pebelajaran tersebut siswa akan merasa bosan dengan pembelajaran yang seperti disebutkan di atas. kondisi awal hasil belajar dan kemampuan membaca pemahaman rendah

  Tindakan dalam pembelajaran guru menggunakan teknik bacaan rumpang dengan media kartu kata

  Siklus II Siklus I dalam pembelajaran guru dalam pembelajaran guru menggunakan teknik menggunakan teknik bacaan rumpang dengan bacaan rumpang dengan media kartu kata media kartu kata Hasil belajar dan kemampuan membaca pemahaman meningkat

  Gambar kerangka berpikir Berdasarkan kerangka berfikir di atas dapat terlihat bahwa pada kondisi awal hasil belajar siswa rendah, masih banyak siswa yang belum tuntas KKM yang ditargetan sekolah, hanya beberapa siswa yang tuntas KKM. Oleh karena itu harus ada tindakan yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut agar hasil belajar dan kemampuan membaca pemahaman siswa dapat meningkat yakni dengan pembelajaran dengan penerapan teknik bacaan rumpang (cloze procedure) dengan penggunaan media kartu kata. Pembelajaran tersebut dilaksanakan dua siklus dengan tiap siklusnya dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Dari pembelajaran membaca pemahaman dengan penerapan teknik bacaan rumpang menggunakan media kartu kata akan meningkatkan hasil belajar dan kemampuan membaca pemahaman siswa.

  Melihat kondisi awal di atas maka perlu adanya inovasi dalam pembelajaran membaca pemahaman. Dengan penerapan teknik bacaan rumpang dengan menggunakan media kartu kata maka para siswa akan berusaha untuk dapat menemukan kalimat yang dihilangkan denagn mencarinya melalui media kartu kata yang telah disediakan sehingga para siswa akan merasa senang dan aktif dalam mengikuti proses pembelajaran membaca pemahaman.

  Dengan melihat karakteristik penerapan teknik bacaan rumpang dengan penggunaan media kartu kata, maka dilakukan tindakan dengan menerapkan teknik bacaan rumpang dengan penggunaan media kartu kata dengan harapan akan dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan membaca pemahaman pada siswa serta akan dapat memberikan pengalaman baru untuk guru dalam proses belajar mengajar, sehingga dapat diduga dengan penerapan teknik bacaan rumpang dengan menggunakan media kartu kata akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia tentang kemampuan membaca pemahaman.

D. Hipotesis Tindakan

  Dari kerangka berfikir di atas, maka diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut:

  1. Hasil belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia tentang membaca pemahaman ranah kognitif dapat ditingkatkan melalui penerapan teknik bacaan rumpang dengan menggunakan media kartu kata.

  2. Hasil belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia tentang membaca pemahaman ranah afektif dapat ditingkatkan melalui penerapan teknik bacaan rumpang dengan menggunakan media kartu kata.

  3. Hasil belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia tentang membaca pemahaman ranah psikomotorik dapat ditingkatkan melalui penerapan teknik bacaan rumpang dengan menggunakan media kartu kata.