BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Yang Relevan 1. Penelitian yang berjudul “ Gaya Bahasa Sindiran Dalam Acara Sentilan Sentilun di Metro TV Episode September 2015” karya Anggun Fitriyana Humairotun Nisa (2015), Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwoke

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Yang Relevan 1. Penelitian yang berjudul “ Gaya Bahasa Sindiran Dalam Acara Sentilan Sentilun di Metro TV Episode September 2015” karya Anggun Fitriyana Humairotun Nisa (2015), Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Penelitian yang membahas gaya bahasa sindiran sudah pernah dilakukan

  sebelumnya. Pelitian yang dilakukan oleh Anggun Fitriyana Humairotun Nisa yang berjudul “Gaya Bahasa Sindiran Dalam Acara Sentilan Sentilun Di Metro TV Episode September 2015”. Penelitian tersebut memperoleh hasil 3 jenis gaya bahasa sindiran. Jenis gaya bahasa sindiran yang ditemukan meliputi ironi sebanyak 4 data (2,24%). Gaya bahasa sinisme sebanyak 43 data (76,78%). Gaya bahasa sindira sarkasme sebanyak 9 data (16,07%). Gaya bahasa sindiran yang paling sedikit adalah gaya bahasa sindiran ironi sebanyak empat data (2,24%).

  Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya ialah sama-sama mengambil permasalahan mengenai gaya bahasa sindiran. Perbedaan dari penelitian sebelumnya dengan penelitian yang peneliti ini terletak pada data, sumber data dan metode analisis data. Data penelitian yang peneliti lakukan diperoleh dari tuturan para

  

comic dalam acara Stand Up Comedy Show di Metro TV. Sedangkan data penelitian

  yang dilakukan oleh Anggun Fitriyana Humairotun Nisa diperoleh dari tuturan Sentilan Sentilun. Sumber data dalam penelitian yang peneliti lakukan diperoleh dari acara Stand Up Comedy Show di Metro TV dalam waktu satu bulan yang didalamnya terdapat empat episode dalam bulan Oktober 2016. Sedangkan sumber data yang

  9 dilakukan oleh Anggun Fitriyana Humairotun Nisa adalah empat episode Sentilan Sentilun pada bulan September 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan pragmatis. Sedangkan pada penelitian Anggun Fitriyana Humairotun Nisa menggunakan metode padan ferensial.

2. Penelitian yang berjudul “Sarkasme pada Ragam Bahasa Makian dalam Film Radit dan Jani Beserta Saran Implementasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas ” karya Menik Sri Rahayu Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  Penelitian mengenai sarkasme pernah di teliti oleh Menik Sri Rahayu berjudul Sarkasme pada Ragam Bahasa Makian dalam Film Radit dan Jani Beserta Saran Implementasinya dalam Pemelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas.

  Penelitian tersebut memperoleh hasil bentuk-bentuk sarkasme berupa kata yaitu kata benda 6 data (54,5%), kata sifat ada 4 data (36,4%), dan kata kerja ada 1 data (9,1%) dengan makna konotasi tidak baik yang meliputi: konotasi tidak enak ada 1 data (9,1%), konotasi kasar ada 6 data (54,5%), dan konotasi keras ada 4 data (36,4%).

  Perubahan makna sarkasme yang ditemukan dalam penlitian yaitu perluasan makna (meluas) ada 6 data (54,5%) dan pengasaran (disfemia) ada 5 data (45,5%). Faktor penyebab perubahan makna yang ditemukan hanya satu faktor, yaitu faktor psikologis yang berhubungan dengan emosi ada 11 data (100%). Sarkasme pada film Radit & Jani dapat dijadikan sebagai materi pembelajaran kelas X, Semester 1 untuk Standar Kompetensi (SK) berbicara (menceritakan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan berkenalan, berdiskusi, bercerita) dengan Kompetensi Dasar (KD) menceritakan berbagai pengalaman dengan pilihan kata dan ekspresi yang tepat.

  Perbedaan dari penelitian sebelumnya dengan penelitian peneliti ini terletak pada data dan sumber data. Data penelitian yang peneliti lakukan diperoleh dari tuturan para comic dalam acara Stand Up Comedy Show di Metro TV. Sedangkan data penelitian yang dilakukan oleh Menik Sri Rahayu adalah tuturan dalam film Radit & Jani. Sumber data dalam penelitian yang peneliti lakukan diperoleh dari Stand Up

  

Comedy Show di Metro TV dalam waktu satu bulan yang didalamnya terdapat empat

  episode dalam bulan Oktober 2016. Sedangkan sumber data yang dilakukan oleh Menik Sri Rahayu adalah film Radit & Jani. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan pragmatis. Sedangkan pada penelitian Menik Sri Rahayu menggunakan metode simak. Saran penerapannya dalam pembelajaran pada penelitian yang peneliti lakukan yaitu pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan menggunakan Kurikulum 2013, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Menik Sri Rahayu saran penerapannya dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

B. Bahasa 1. Pengertian Bahasa

  Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004: 2). Sedangkan menurut Chaer (2007: 32) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter, yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Senada dengan yang dikemukakan Kridalaksana (2008:24) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulankan bahwa bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dalam rangka bersosialisasi dengan orang lain. Seseorang dapat dikatakan berhasil bersosialisasi dengan orang lain apabila menggunakan bahasa yang baik.

2. Fungsi Bahasa

  Keraf (2004: 3) mengungkapkan bahwa fungsi bahasa dapat diturunkan dari motif pertumbuhan bahasa itu sendiri jika ditinjau kembali sejarah pertumbuhan bahasa itu sejak awal hingga sekarang. Motif pertumbuhan bahasa itu dalam garis besarnya sebagai berikut, bahasa sebagai alat menyatakan ekspresi diri, bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa sebagai alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan bahasa sebagai alat mengadakan kontrol sosial. Berikut uraian keempat fungsi bahasa tersebut.

  Pertama, bahasa sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri. Ekspresi diri berarti mengungkapkan segala hal yang dirasakan oleh pikirian dan perasaan manusia.

  Bahasa menyatakan secara terbuka segala yang tersirat di dalam dada kita, sekurang- kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorog ekspresi diri antara lain untuk menarik perhatian orang lain terhadap kita, yaitu digunakan sebagai alat untuk mencari perhatian orang lain terhadap hal-hal yang sedang dirasakan. Selain itu bahasa untuk menyatakan ekspresi diri juga bertujuan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi. Artinya bahasa dapat mengontrol emosi yang terjadi pada diri manusia.

  Kedua, bahasa sebagai alat komunikasi. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi bersifat intrapersonal karena bahasa digunakan sebagai alat untuk saling bertukar pikiran dan perasaan serta memungkinkan menciptakan kerja sama antar manusia. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami orang lain. Dengan komunikasi kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan kepada orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan lepas dari peristiwa komunikasi dengan media bahasa sebagai alat penyampaiannya yang dapat mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan, dan mengarahkan masa depan penggunanya.

  Ketiga, Sebagai alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Dalam kehidupan manusia selalu membutuhkan eksistensi untuk diterima dan diakui oleh masyarakatnya. Dalam pembentukan eksistensi itulah, manusia akan melakukan integrasi (pembaharuan) dan adaptasi (penyesuaian diri) dengan masyarakat. Dalam proses integrasi dan adaptasi ini manusia selalu menggunakan bahasa sebagai perantaranya, dengan bahasa seorang anggota masyarakat akan mengenal dan belajar terhadap segala adat istiadat, tingkah laku dan tata krama masyarakat. Oleh karena itu, secara sosial bahasa mempuyai peran penting sebagai media untuk membentuk keharmonisan kehidupan masyarakat dalam proses integrasi dan adaptasi sosial.

  Keempat, Sebagai alat mengadakan kontrol sosial. Bahasa sebagai kontrol sosial digunakan setelah seseorang beradabtasi dan berintegrasi dengan masyarakat dan berhasil bisa diterima menjadi bagian masyarakat tersebut. Proses selanjutnya ialah bahasa yang akan digunakan setiap orang sebagai cara untuk melakukan kontrol sosial. Kontrol sosial itu sendiri adalah usaha untuk mempengaruhi pikiran dan tindakan seseorang. Semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena diatur dengan menggunakan bahasa tentunya keberhasilan seseorang dalam melakukan kontrol sosial sangat dipengaruhi oleh penggunaan bahasa yang tepat. Dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, maka seseorang dapat mempengaruhi pikiran dan tindakan orang lain sesuai dengan apa yang diharapkan.

C. Diksi

  Menurut Kridalaksana (2008: 50) diksi adalah pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara di depan umum atau dalam karang mengarang. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007: 264) diksi adalah pemilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik. Pengertian diksi (pilihan kata) jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu.

  Keraf (2009: 24) menurunkan tiga pengertian mengenai diksi. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana bentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedah secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sementara itu, yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pilihan kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan yang penggunanya disesuaikan dengan konteks guna untuk memperoleh efek tertentu.

D. Gaya Bahasa 1. Pengertian Gaya Bahasa

  Aminuddin (1997: 1) mengemukakan gaya adalah perwujudan penggunaan bahasa oleh seseorang penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan dan pendapat dan mebuahkan efek tertentu bagi penanggapannya sebagai mana cara yang digunakannya. Menurut Keraf (2009: 112) gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah. Gaya bahasa menurut Mujlana (dalam Waridah, 2016:368) merupakan susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca, karena mempergunakan kata-kata indah dan bernilai artistik tinggi.

2. Jenis Gaya Bahasa

  Gaya bahasa sesorang pada saat mengungkapkan perasaannya, baik secara lisan maupun tulisan dapat menimbulkan reaksi pembaca berupa tanggapan. Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandang. Oleh sebab itu, sulit diperoleh kata sepakat mengenai suatu pembagian yang bersifat menyeluruh dan dapat diterima oleh semua pihak. Dilihat dari unsur-unsur bahasa yang digunakan, gaya bahasa dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: (1) pilihan kata, (2) nada yang terkandung dalam wacana, (3) struktur kalimat, (4) langsung tidaknya makna (Keraf, 2009: 116-135). Berikut merupakan jenis gaya bahasa menurut Keraf: a.

   Berdasarkan Pilihan Kata Gaya Bahasa

  Gaya bahasa bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karaktristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi. Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi- posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam hal ini,kita dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan sesorang dalam mempergunakan gaya bahasa ketika menghadapi situasi-situasi tertentu. Jenis gaya bahasa berdasarkan pilihan kata dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu, gaya bahasa resmi, gaya bahasa tidak resmi, dan gaya bahasa percakapan.

b. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada yang Terkandung dalam Wacana

  Gaya bahasa berdasarkan nada tergantung pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini akan lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti suara dari pembicara memiliki hubungan yang erat. Hubungan tersebut akan menghidupkan wacana yang dibaca menggunakan suara dan nada yang tepat. Jenis gaya bahasa berdasarkan nada dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu,gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan gaya mengeluh.

  c. Berdasarkan Struktur Kalimat Gaya Bahasa

  Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa. Dalam hal ini, struktur kalimat merupakan tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik, bila ingin yang terpenting atau gagasan yang mendapat penekanan ditempatkan pada akhir kalimat. Bagian-bagian yang kurang penting atau semakin kurang penting dideretkan sesudah bagian yang dipentingkan tadi, dan jenis yang ketiga adalah kalimat berimbang, yaitu kalimat yang mengandung dua bagian atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat. Jenis gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dapat dibedakan menjadi lima jenis, yaitu, klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repitisi.

  d. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna

  Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya, atau sudah ada penyimpangan.

  Bila acuan yang digunakan itu mempertahankan makna, maka bahasa itu masih bersifat polos. Bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna motifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya bahasa yang dimaksud disini. Jenis gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gaya bahsa retoris dan gaya bahasa kiasan. (a) gaya bahasa retoris terdiri atas alitrasi, asonansi, anastrof, apofasis,

  

apostrof, asindenton, polisindenton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, histeron

proteon, plonasme dan taulogi, perifrasis, prolepsis, erotesis, silepsis, koreksio,

hiprbola, paradoks, oksimoron; dan (b) gaya bahasa kiasan terdiri atas persamaan,

  

metafora, alegori, personifikasi, metonimia, ironi, sarkasme, inuendo, antifrasis.

  Menurut Waridah (2016:376) ironi, sinisme, sarkasme, antifrasis, dan inuendo, itu termasuk gaya bahasa sindiran.

3. Gaya Bahasa Sindiran

  Penggunaan gaya bahasa tentunya sangat disadari oleh seseorang. Hal ini bertujuan unuk memperoleh keindahan secara maksimal. Secara garis besar, gaya bahasa terdiri atas empat jenis, yaitu gaya bahasa penegasan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa perbandingan, dan gaya bahasa sindiran (Waridah, 2016: 368). Gaya bahasa sindiran menurut Waridah (2016: 376-377) terdiri atas ironi,

  

sinisme, sarkasme, antifrasis, dan inuendo. Penulis mengambil gaya bahasa sindiran

  menurut Waridah dalam penelitian ini, sebagai berikut: a.

   Ironi

  Ironi diturunkan dari kata eironeia yang berarti penipuan atau pura-pura (Keraf, 2006: 143). Menurut Ratna (2013: 447) ironi adalah sindiran halus. Menurut Waridah (2016: 376), ironi adalah gaya bahasa untuk menyatakan suatu maksud dengan menggunakan kata-kata yang berlainan atau bertolak belakang dengan maksud tertentu. Jadi dapat disimpulkan ironi adalah sindiran halus untuk menyatakan suatu maksud tertentu dengan menggunakan kata-kata yang berlainan atau bertolak belakang. Contoh: Rapi sekali kamarmu sampai-sampai tidak satupun sudut ruangan

  

yang tidak ditutupi sampah kertas. Rapi sekali berarti tempat yang bersih dan tertata

  rapi. Berbeda dengan hal yang paling berlawanan yaitu rapi sekali dengan tidak satu

  

pun sudut ruangan yang tidak tertutupi sampah kertas . Penggunaan kata rapi sekali,

  tidak secara langsung menyebutkan kata kotor (ruangan kotor). Namun pada kalimat

  

tidak satu pun sudut ruangan yang tidak tertutupi sampah kertas menyebutkan bahwa

ruangan tersebut sangat kotor.

  b. Sinisme

  Menurut Ratna (2013: 447) sinisme adalah sindiran agak kasar. Sedangkan menurut Keraf (2009: 143) Sinisme yang diartikan sebagai sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme diturunkan dari nama suatu aliran filsafat Yunani yang mula-mula mengajarkan bahwa kebajikan adalah satu-satunya kebaikan, serta hakikatnya terletak dalam pengendalian diri dan kebebasan. Kemudian mereka menjadi kritikus yang keras atas kebiasaan sosial dan filsafat-filsafat lainnya. Hal tersebut diperkuat menurut Waridah (2016: 376) Sinisme juga merupakan sindiran yang berbentuk kesangsian cerita mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Contoh: memang anda adalah seorang

  

gadis yang tercantik di seantero jagad ini yang mampu menghacurkan seluruh isi

jagad ini. Tuturan tersebut menggambarkan seorang wanita pekerja tuna susila,

  karena dengan kecantikan yang dia miliki, dia dapat melakukan apa saja termasuk menghancurkan generasi muda.

  c. Sarkasme

  Menurut Ratna (2013: 447) sarkasme merupakan gaya bahasa yang berisi sindiran kasar. Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme ia adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Kata sarkasme diturunkan dari kata Yunani sarkasmus, yang lebih jauh di turunkan dari kata kerja sakasein yang berarti merobek-robek daging seperti anjing. Waridah (2016: 376) menjelaskan bahwa sarkasme merupakan gaya bahasa yang berisi sindiran kasar. Jadi dapat disimpulkan bahwa sarkasme merupakan sindiran dengan menggunakan kata-kata yang kasar. Contoh: Mulutmu harimaumu. Mulut adalah alat ucap manusia, sedangkan harimau adalah binatang yang menakutkan. Dalam ungkapan tersebut dapat diartikan bahwa dalam berbicara kita harus hati-hati, karena apa yang kita ucapkan dapat saja menjatuhkan diri kita sendiri. Dalam kalimat di atas,

  

mulut manusia disamakan dengan harimau, karena kata-kata yang dikeluarkan dari

mulut tersebut sangatlah kasar, seperti harimau, binatang buas biasanya identik

  dengan kasar.

d. Antifrasis

  Menurut Ratna (2013: 447) antifrasis adalah sindiran dengan makna yang berlawanan. Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata- kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan roh jahat, dan sebagainya (Keraf, 2009: 144). Menurut Waridah (2016: 377) antifrasis adalah gaya bahasa ironi dengan kata atau kelompok kata yang maknanya berlawanan. Jadi dapat disimpulakan bahwa antifrasis adalah gaya bahasa ironi yang maknanya berlawanan. Contoh: lihatlah sang

  

Raksasa telah tiba (maksudnya sicebol). Antifrasis akan diketahui dengan jelas,bila

  pembaca atau pendengar mengetahui atau dihadapakan pada kenyataan yang dikatakan itu adalah sebaliknya. Bila diketahui yang datang adalah seorang yang cebol, maka contoh tersebut adalah antifrasis. Kalau tidak diketahui secara pasti, maka ia disebut ironi (Keraf, 2009: 145).

e. Inuendo

  Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan keyataan yang sebenarnya. Ia menyatatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampanya tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu (Keraf, 2009: 144). Menurut Ratna (2013: 447) inuendo adalah mengecilkan keadaan yang sesungguhnya. Hal tersebut senada dengan Waridah (2016: 377) inuendo adalah sindiran yang bersifat mengecilkan fakta yang sesungguhnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa inuendo adalah gaya bahasa yang berisi sindiran dengan mengecilkan fakta atau kenyataan yang sebenarnya. Contoh: Setiap kali ada pesta, pasti ia akan mabuk

  

karena terlalu kebanyakan minum . Minum adalah suatu kegiatan yang kita lakukan

  setiap hari. Namun minum yang dimaksud disini adalah minum alkohol yang dapat menyebabkan orang bisa menjadi mabuk.

E. Stand Up Comedy 1. Pengertian Stand Up Comedy

  Menurut Dewi (2014: 207-209) Stand Up Comedy adalah seni melawak (komedi) yang disampaikan di depan penonton secara langsung (live). Para comic biasanya memberikan beragam cerita humor, lelucon pendek atau kritik-kritik berupa sindiran terhadap sesuatu hal. Dalam Stand Up Comedy, cimic harus memiliki konsep atau bahan untuk lawakannya. Bukan hal yang tidak mungkin jika ada lawakan yang berbentuk rasis, jorok serta vulgar hadir dalam di Stand Up Comedy. Mereka biasanya membuat skrip atau catatan-catatan kecil agar memudahkan mereka dalam Stand Up

  Comedy .

  Seorang comic dituntut untuk memiliki kepekaan sosial, daya observasi dan kecerdasan yang mampu dia tuangkan menjadi suatu bahan renungan lewat komedi.

  Saat seorang geli, risih, aneh dengan suatu hal tertentu dia mengangkat tema tersebut menjadi seuah komedi cerdas. Berbeda dengan jenis-jenis humor dan lelucon yang sudah umum di Indonesia. Stand Up Comedy sesuatu yang aneh dan kontrovesial, kritik sosial, dan hal-hal tau dapar disampaikan melalui cara yang berbeda dan dapat membuat orang tertawa. Hal itu menjadikan Stand Up Comedy suatu hiburan yang layak disimak dan bukan lelucon yang memodohi penonton.

2. Stand Up Comedy Show

  Stand Up Comedy Show adalah program acara yang ditayangkan pada stasiun

  televisi Metro TV. Stand Up Comedy Show menampilkan 3 orang comic dengan durasi tayang 30 menit. Stand Up Comedy Show di Metro TV ini tayang setiap Jumat pukul

  22.30 WIB. Hal inilah membuat Stand Up Comedy Show menjadi terlihat berbeda dengan program komedi yang sudah ada di Indonesia selama ini. Materi yang dihadirkan berdasarkan pada berita-berita yang ada di situs berita Metro TV News.

  

Kompas TV yang mengusung format kompetisi menyelingi Stand Up Comedy dengan

komentar juri, celetukan pembawa acara.

   di akses pada 16 Januari 2016 pukul 20.45.

  F.

  

Penerapan Gaya Bahasa dalam Pembelajaan Bahasa Indonesia Di SMK

Kelas X

  Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan. Mulyasa (2013: 163-164), mengatakan kurikulum 2013 ini berbasis karakter dan kompetensi, yang secara konseptual memiliki beberapa keunggulan.

  

Pertama: kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah

  (kontekstual), karena peserta didik hakikatnya untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Dalam hal ini peserta didik merupakan subjek belajar, dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan mengalami sesuatu bukan transfer pengetahuan (transfer of knowledge). Kedua: kurikulum yang berbasis karakter dan kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan ilmu pengetahuan, dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu. Ketiga: ada bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang berkaitan dengan keterampilan.

  Pembelajaan Bahasa Indonesia di SMK tidak hanya pada keterampilan berbahasa saja, seperti menulis, membaca, menyimak, dan berbicara, akan tetapi di dalamnya terdapat pengajaran kesusastraan. Untuk itu, pengajaran bahasa Indonesia penting dengan mempertimbangkan aspek yang diajarkan. Pengajaran merupakan suatu usaha memberikan pendidikan terhadap etika dan pengetahuan pada peserta didik. Nugiyantoro (2001: 21), mengatakan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses pengubahan tingkah laku yang disebabkan adanya interaksi dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud disini sangat luas, tetapi yang dimaksud disini adalah lingkungan pendidikan yang berupa kegiatan belajar mengajar.

  Pemilihan penggunaan seperti media pembelajaran, pemilihan metode pembelajaran, keterampilan menilai hasil belajar peseta didik, serta memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan pembelajaran agar silabus dapat disampaikan dengan baik sesuai dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Kompetensi- kompetensi tersebut mengarahkan guru sebagai tenaga kerja profesional yang hanya dapat dikuasai dengan baik melalui praktik yang intensif. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia saat ini sudah menggunakan kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013. Materi pembelajaran bahasa Indonesia khususnya kelas X di SMK telah terperinci dalam Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang telah menjadi acuan guru dalam penyampaiannya. Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang telah tersusun maka akan dijabarkan melalui kegiatan pembelajaran (telah di tabelkan pada tabel 1 halaman 80).

  Agar kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik dan lancar guru juga harus terlebih dahulu menyusun rancangan kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Mulyasa (2013: 132-133) mengatakan pendekatan saintifik termasuk dalam kategori keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 berbasis kompetensi dan karakter dalam jangka panjang. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Peran guru lebih banyak menetapkan diri sebagai pembimbing belajar dan memotivasi belajar. Menurut Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 (Yani, 2014: 125-126) ada lima langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik : a.

   Mengamati

  Mengamati yaitu kegiatan yang dapat diperoleh dari indera penglihatan, pembau, pendengar, pengecap, dan peraba. Proses mengamati dapat dilakukan dengan cara observasi lingkungan seperti menonton video, mengamati gambar, membaca tabel dan grafik data, menganalisis peta, membaca buku, mendengar radio, menyimak cerita, dan mencari informasi yang ada di internet atau media masa. mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

b. Menanya

  Menannya adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Menanya yaitu kegiatan yang dilakukan secara rasional mengenai apa yang ingin diketahui berkenaan dengan suatu objek, atau peristiwa tertentu. Dalam kegiatan ini peserta didik dapat mengajukan pertanyaan kepada guru, nara sumber, atau kepada sesama peserta didik. Pertanyaan yang diajukan secara lisan ataupun tulisan untuk meminta informasi, konfirmasi, menyamakan pendapat, atau bersifat jawaban sementara.

  c. Mengeksperimen

  Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi.

  Mengkspimen yaitu mengumpulkan data melalui kegiatan observasi, wawancara atau uji coba di laboraturium. Uji coba bisa dilakukan dengan cara membaca buku, observasi lapangan, wawancara, dan lain-lain. Data yang diperoleh memiliki sifat yang dapat dianalisis dan disimpulkan.

  d. Mengasosiasi

  Mengasosiasi yaitu suatu kegiatan yang dilakukan peserta didik seperti mengkritisi, menilai, membandingkan, atau mengajukan pendapat berdasarkan data hasil penelitian. Kegiatan mengasosiasi juga dapat diartikan dengan proses membandingkan antara data yang telah diperolehnya dengan teori yang ada sehingga dapat ditarik kesimpulan. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

e. Mengomunikasikan

  Mengomunikasikan yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik berupa menyampaikan hasil temuannya di hadapan orang lain baik berupa lisan maupun tulisan. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola.

  Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Jadi langkah saintifik tersebut melatih peserta didik untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam melakukan observasi atau eksperimen dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir.

G. Teks Anekdot 1. Pengertian Teks Anekdot

  Menurut Mahsun (2014: 23), teks anekdot merupakan genre sastra yang termasuk dalam jenis teks tunggal. Kosasih (2013: 177) anekdot yakni sebuah cerita lucu atau menggelitik yang bertujuan memberikan suatu pelajaran tertentu. Kisah dalam anekdot biasanya melibatkan tokoh tertentu yang bersifat faktual maupun terkenal. Anekdot tidak semata-mata menghadirkan hal-hal yang lucu-lucu saja, guyonan, ataupun humor. Akan tetapi, terdapat pula tujuan lain dibalik cerita itu, yakni berupa pesan yang diharapkan bisa memberikan pelajaran kepada khalayak. Kemendikbud (2014: 99) teks anekdot ialah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau terkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya.

  Teks anekdot juga dapat berisi peristiwa yang membuat jengkel atau konyol partisipan yang mengalaminya. Perasaan jengkel dan konyol seperti itu merupakan krisis yang ditanggapi dengan reaksi dari pertentangan antara nyaman dan tidak nyaman, puas dan frustrasi, serta tercapai dan gagal. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa teks anekdot merupakan teks cerita singkat yang di dalamnya mengandung cerita lucu dan biasanya bercerita tentang orang terkenal. Teks anekdot tidak hanya berisi cerita lucu saja akan tetapi di dalamnya juga mengandung pesan yang diharapkan mampu memberikan pelajaran kepada kita semua.

  2. Struktur Teks Anekdot

  Kemendikbud (2014: 101) mengemukakan struktur teks anekdot terdiri atas abstrak, orientasi, krisis, reaksi dan koda. Pertama, abstrak sangat umum berupa suatu pernyataan retorik atau pernyataan yang berupa eklamasi. Bagian abstrak adalah bagian yang bisa menentukan apakah para pembaca tertarik secara emosional. Kedua,

  

orientasi adalah bagian awal yang menujukkan kejadian, permulaan, atau latar

  belakang peristiwa tersebut terjadi. Ketiga, krisis adalah bagian yang terjadinya masalah atau kejadian-kejadian. Keempat, reaksi adalah bagian cerita yang menjelaskan tentang penyelesaian sebuah masalah. Kelima, koda adalah bagian akhir yang memberikan sebuah kesimpulan.

  3. Kaidah Kebahasaan Teks Anekdot

  Teks anekdot pada umumnya menggunakan kalimat deklaratif dan juga konjungsi. Teks anekdot banyak mempergunakan kalimat deklaratif. Penggunaan bentuk lampau sangat dominan karena anekdot berisi suatu paparan cerita atau kejadian konyol di masa lalu. Penggunaan konjungsi sudah pasti diperlukan untuk menunjukkan urutan kejadian. Pertama, kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya hanya meminta pendengar atau yang mendengar kalimat itu untuk menaruh perhatian saja, tidak usah melakukan apa-apa, sebab maksud si penutur hanya untuk memberitahukan saja (Chaer & Agustina, 2010: 50). Kedua, konjungsi adalah kata atau gabungan kata yang berfungsi menghubungkan bagian ujaran yang mungkin berupa kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, maupun kalimat dengan kalimat. Misalnya kata-kata dan, sedangkan, dan meskipun. Ketiga, menggunakan majas atau gaya bahasa.