BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Akseptor Keluarga Berencana (KB). - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSEPTOR KB MEMILIH METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA TINGGARJAYA KECAMATAN JATILAWANG BANYUMAS - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Akseptor Keluarga Berencana (KB).

  a.

  Pengertian.

  Akseptor KB adalah anggota masyarakat yang mengikuti gerakan KB dengan melaksanakan penggunaan alat kontrasepsi. Akseptor KB menurut sasarannya terbagi menjadi tiga fase yaitu fase menunda atau mencegah kehamilan, fase penjarangan kehamilan dan fase menghentikan atau mengakhiri kehamilan atau kesuburan. Akseptor KB lebih disarankan untuk Pasangan Usia Subur (PUS) dengan menggunakan alat kontrasepsi. Pada PUS inilah yang lebih berpeluang besar untuk menghasilkan keturunan dan dapat meningkatkan angka kelahiran (Manuaba, 1998).

  b. Macam-macam Akseptor KB yang diikuti oleh PUS dapat dibagi menjadi tiga macam: 1)

  Akseptor atau peserta KB baru, yaitu PUS yang pertamakali menggunakan kontrasepsi setelah mengalami kehamilan yang berakhir dengan keguguran atau persalinan. 2)

  Akseptor atau peserta KB lama, yaitu peserta yang masih menggunakan kontrasepsi tanpa diselingi kehamilan.

  13 Akseptor atau peserta KB ganti cara, yaitu peserta KB yang ganti pemakaian dari suatu metode kontrasepsi ke metode kontrasepsi lainnya.

  Pengertian kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan kontrasepsi adalah pertemuan antara sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut (Manuaba, 1998).

2. Keluarga Berencana (KB).

  a.

  Pengertian Keluarga Berencana atau Family Planning menurut WHO “An

  Expert Committee” (1974) dalam Hartanto (2004) adalah usaha

  menolong individu atau pasangan antara lain untuk: 1)

  Mendapatkan objektif-objektif tertentu 2)

  Mencegah terjadinya kelahiran yang tidak dikehendaki atau sebaliknya bagi pasangan yang menginginkan anak.

  3) Mengatur interval waktu kehamilan. 4) Mengontrol waktu kelahiran berhubungan dengan usia orang tua. 5) Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

  Ruang lingkup program KB yang modern tidak hanya sebatas pada definisi, tetapi juga melaksanakan program sterilisasi, pendidikan seks, tes skrining pada kelainan patologis sistem repsroduksi, konsultasi sebelum dan sesudah perkawinan, mengajar masyarakat cara meningkatkan ekonomi dan gizi keluarga dan kegiatan lain. Secara garis besar definisi ini mencakup beberapa komponen dalam pelayanan Kependudukan atau KB yang dapat diberikan sebagai berikut: 1) Komunikasi, inforasi dan edukasi (KIE). 2) Konseling. 3) Pelayanan kontrasepsi (PK). 4) Pelayanan infertilitas. 5) Pendidikan seks (sex education). 6) Konsultasi pra-perkawinan dan konsultasi perkawinan. 7) Konsultasi genetik. 8) Test keganasan. 9) Adopsi. (Hartanto, 2004).

  b.

  Sejarah Keluarga Berencana.

  Gerakan KB ini bermula dari kepeloporan beberapa orang tokoh, baik di dalam mau pun di luar negeri. Pada awal abad ke 19, di Inggris, upaya KB mula-mula timbul atas prakasa sekelompok orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu. Maria Stopes (1880- 1950) menganjurkan peraturan kehamilan di kalangan kaum buruh di inggris. Di Amerika Serikat dikenal Margareth Sanger (1883-1966) yang dengan program birth control-nya merupakan pelopor KB modern.

  Pada 1917 didirikan National Birth Control League dan pada November 1921 diadakan American National Birth Control Conference yang pertama. Salah satu hasil konferensi tersebut adalah pendirian

  American Birth Control League dengan Margareth Sanger sebagai

  ketuanya. Pada 1925 mengorganisasi Konferensi Internaional di New York yang menghasilkan pembentukan Internasional Federation of Birth

  Control League. Selanjutnya pada 1927 Margareth Sanger

  menyelenggarakan World Population Conference di Jenewa yang melahirkan International Women for Scientific Study on Population dan

  

International Medical Group for the Investigation of Contraception.

  Pada 1948 Margareth Sanger ikut mempelopori pembentukan

  International Committe on Planned Paranthood yang dalam

  konferensinya di New Delhi pada 1952 meresmikan berdirinya

  International Planned Parenthood Federation (IPPF). Federai ini

  memilih Margareth Sanger dan Rama Ran dari india sebagai pimpinannya. Sejak saat itu berdirilah perkumpulan-perkumpulan KB di seluruh dunia, termasuk di Indonesia yang mendirikan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) (Wiknjosastro, 2007).

3. Kontrasepsi a.

  Pengertian Kontrasepsi yaitu bentuk pencegahan pembuahan (fertilisasi) atau kehamilan secara sengaja, dapat dicapai dengan berbagai cara. Beberapa metode kontrasepsi mencegah pelepasan telur dan sperma dewasa dari gonad, metode lain mencegah pembuahan dengan cara menjaga sperma dan telur tetap terpisah dan tidak pernah bertemu, dan metode yang lain lagi mencegah implantasi embrio atau menyebabkan aborsi embrio. Fertilisasi dapat dicegah dengan berpantang berhubungan kelamin atau dengan menggunakan salah satu dari berbagai rintangan sehingga menghalangi sperma hidup menemui sel telur. Kontrasepsi merupakan upaya untuk menunda kehamilan. Bagi yang ingin menunda kehamilan karena berbagai alasan, menggunakan cara kontrasepsi. Terdapat dua jenis kontrasepsi, yaitu kontrasepsi hormonal dan non hormonal.

  Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi yang menggunakan hormon, sebaliknya non hormonal berarti tidak menggunakan hormon.

  Berikut adalah penjelasan singkat mengenai jenis-jenis kontrasepsi serta penggunaannya (Siswosuharjo, 2010).

  b.

  Kontrasepsi Hormonal 1)

  Pil KB Kombinasi Pil KB kombinasi merupakan salah satu jenis KB yang mudah dilakukan. Dengan meminumnya setiap hari pada waktu yang sama, sesuai anjuran dokter. Pemakaian pil sebagai alat kontrasepsi akan sangat efektif bila diminum setiap hari. Oleh karena itu dibutuhkan kedisiplinan yang tinggi untuk penggunaannya. Pemakaian yang tidak tertur akan mengakibatkan kehamilan. Cara kerja pil KB yaitu dengan mengentalkan lendir leher rahim sehingga sperma akan sulit masuk dan mencapai sel telur. Lapisan dinding rahim juga akan dirubah sehingga tidak siap menerima dan menghidupi sel telur yang telah dibuahi. Pil KB juga dapat mencegah indung telur melepaskan sel telur setiap bulannya (ovulasi).

  Penggunaan pertama mungkin akan menimbulkan efek samping, misalnya, mual, pendarahan atau flek di masa haid, kenaikan berat badan, dan sakit kepala. Selain itu, pil ini juga tidak mempengaruhi kesuburan, jadi meskipun diminum dalam jangka waktu yang lama, tetap bisa hamil jika berhenti meminumnya. Pil KB juga dapat mengatasi nyeri haid, mencegah kurang darah dan mencegah penyakit kanker. Apabila menyusui segera konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan pil KB. Tidak semua pil KB bisa digunakan oleh ibu menyusui. Hampir sebagaian pil KB (terutama pil KB dengan hormon kombinasi progesteron dan estrogen) dapat menghentikan produksi ASI (Siswosuharjo, 2010).

  2) Suntik KB

  Termasuk kontrasepsi yang paling banyak diminati oleh banyak perempuan. Suntik KB bisa dilakukan setiap 1 bulan atau 3 bulan sekali. Suntik KB digunakan bagi wanita menyusui setelah 6 minggu pasca persalinan. Efek samping yang biasa terjadi adalah keluar flek-flek, perdarahan ringan di antara dua masa haid, sakit kepala, dan kenaikan berat badan. Jika dihentikan bisa hamil lagi dengan segera (Siswosuharjo, 2010). 3)

  Susuk KB Susuk KB digunakan dengan cara memasukkan susuk pada lengan bagian atas. Ada beberapa jenis susuk yang masa penggunaannya berbeda. Susuk 1 dan 2 batang bisa digunakan selama 3 tahun, sedangkan susuk 6 batang digunakan selama 5 tahun. Susuk KB aman digunakan bagi wanita menyusui dan dapat dipasang setelah 6 minggu pasca persalinan. Efek samping yang biasanya terjadi adalah perubahan pola haid dalam batas normal, perdarahan ringan diantara masa haid, keluar flek-flek, dan tidak haid serta sakit kepala (Siswosuharjo, 2010).

  c.

  Kontrasepsi Nonhormonal 1)

  Kondom Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang tipis yang terbuat dari berbagai bahan di antaranya lateks (karet), plastik

  (vinil), atau bahan alami (produk hewani) berwarna atau tidak berwarna yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual.

  Berbagai bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektivitasnya (misalnya penambahan spermicide) maupun sebagai aksesoris aktivitas seksual. Modifikasi tersebut dilakukan dalam hal: bentuk, warna, pelumas, rasa, ketebalan, dan bahan (Hartanto, 2004). Menurut Hartanto (2004), keuntungan menggunakan kondom yaitu:

a) Mencegah kehamilan.

  b) Memberi perlindungan terhadap penyakit-penyakit akibat hubungan seks (PHS). c) Dapat diandalkan.

  d) Relatif murah.

  e) Sederhana, ringan, disposable.

  f) Tidak memerlukan pemeriksaan medis, supervise atau follow-up.

  g) Reversibel.

  h) Pria ikut secara aktif dalam program KB. Sedangkan kerugian menggunakan kondom, yaitu

  a) Angka kegagalan relatif tinggi

  b) Perlu menghentikan sementara aktivitas hubungan seks guna memasang kondom c)

  Perlu dipakai secara konsisten, hati-hati dan terus menerus pada setiap senggama.

2) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).

  AKDR terbuat dari bahan plastik yang lentur yang kemudian dimasukkan ke dalam rongga rahim oleh bidan atau dokter yang terlatih. Bentuknya kecil dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama, yaitu sekitar 8 tahun. Meskipun demikian pemeriksaan rutin tetap perlu dilakukan karena jika pemasangan AKDR posisinya berubah, bisa memungkinkan terjadinya kehamilan. AKDR sangat efektif mencegah kehamilan, efek samping yang mungkin timbul antara lain masa haid lebih lama dan banyak, serta terdapat kemungkinan terjadi infeksi panggul. (Siswosuharjo, 2010). Menurut Hartanto (2004) indikasi dan kontraindikasi kontrasepsi AKDR adalah:

  a) Partner seksual yang banyak dari partner akseptor AKDR.

  b) Kesukaran memperoleh pertolongan gawat darurat bila terjadi komplikasi.

  c) Kelainan darah yang tidak diketahui sebabnya.

  d) Riwayat kehamilan ektopik atau keadaan-keadaan yang menyebabkan predisposisi untuk terjadinya kehamilan ektopik.

  e) Pernah mengalami infeksi pelvis satu kali dan masih menginginkan kehamilan selanjutnya.

  f) Gangguan respons tubuh terhadap infeksi AIDS, diabetes mellitus, pengobatan dengan kortikosteroid dan lain-lain).

  g) Kelainan pembekuan darah. 3)

  Tubektomi Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seseorang perempuan dengan cara mengikat dan memotong atau memasang cincin pada saluran tuba sehingga ovum tidak dapat bertemu dengan sel sperma. Tubektomi merupakan cara KB permanen bagi perempuan yang tidak ingin mempunyai anak. Tubektomi dilakukan dengan cara operasi yang sederhana, hanya membutuhkan bius lokal. Cara ini sangat efektif mencegah kehamilan dan belum ditemukan adanya efek samping jangka panjang, hanya rasa tidak nyaman setelah melakukan operasi (Siswosuharjo, 2010).

  4) Vasektomi

  Vasektomi merupakan kontap atau metode operasi pria (MOP), dengan jalan memotong vas deferens sehingga saat ejakulasi tidak terdapat spermatozoa dalam cairan sperma. Setelah menjalani vasektomi tidak segera akan steril, tetapi memerlukan sekitar dua belas kali ejakulasi, baru sama sekali bebas dari spermatozoa. Oleh karena itu diperlukan penggunaan kondom selama dua belas kali sehingga bebas untuk melakukan hubungan seks (Ester, 2006).

4. Metode Kontrasepsi Wanita (MOW).

  MOW adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita atau saluran bibit pria yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi. Kontrasepsi itu hanya dipakai untuk jangka panjang, walaupun kadang-kadang masih dapat dipulihkan kembali seperti semula. Dahulu disebut sterilisasi dan dilakukan terutama atas indikasi medik, misalnya kelainan jiwa ibu, atau penyakit keturunan. Peledakan penduduk dunia telah mengubah konsep itu, sehingga kini telah dilakukan untuk membatasi jumlah anak.

  Sterilisasi wanita pada abad ke-19 dilakukan dengan mengangkat uterus atau kedua ovarium. Pada tahun 1950an dilakukan dengan memasukkan AgNO

  3 melalui kanalis servikalis ke-dalam tuba. Pada akhir

  abad ke 19 dilakukan dengan pengikatan tuba, tetapi angka kegagalannya ternyata tinggi sekali. Untuk mengurangi kegagalan ini, kemudian dilakukan pemotongan dan pengikatan tuba. Operasi dilakukan dengan anastesia umum dan insisi lebar, yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Kini tubektomi telah berkembang cukup pesat, sehingga operasinya dapat dikerjakan tanpa anastesia umum, dengan insisi kecil, dan tidak usah dirawat (Wiknjosastro, 2007).

  a.

  Cara Tubektomi Tubektomi dibagi menjadi tiga yaitu: saat operasi, cara mencapai tuba, dan cara penutupan tuba.

  a) Saat Operasi

  Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan, atau masa interval. Sesudah suatu keguguran tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat- lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin. Tubektomi pasca persalinan lewat 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba, infeksi, dan kegagalan. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke 7-10 pasca persalian. Tubektomi setelah hari itu akan lebih sulit dilakukan karena alat-alat genital telah menciut dan mudah berdarah (Wiknjosastro, 2007).

  b) Cara Mencapai Tuba

  Cara-cara yang dilakukan di Indonesia saat ini ialah dengan laparatomi, laparotomi mini, dan laparoskopi.

  (a) Laparotomi

  Cara mencapai tuba melalui laparatomi biasa, terutama pada masa pasca persalinan, merupakan cara yang banyak dilakukan di Indonesia sebelum tahun tujuh puluhan. Tubektomi juga dilakukan bersamaan dengan seksio sesarea, dimana kehamilan selanjutnya tidak diinginkan lagi. Sebaiknya setiap laparotomi harus dijadikan kesempatan untuk menawaran tubektomi (Wiknjosastro, 2007). (b)

  Laparatomi Mini Laparotomi khusus untuk tubektomi ini paling mudah dilakukan 1-2 hari pascapersalinan. Uterus yang masih besar, tuba yang masih panjang, dan dinding perut yang masih longgar memudahkan mencapai tuba dengan sayatan kecil sepanjang 1-2 cm di bawah pusat yng berbentuk bulan sabit ditegangkan antara 2 buah doekklem hingga menjadi lurus. Pada tempat lipatan kulit disayat sepanjang 1-2 cm sampai hampir menembus rongga peritoneum, tempat yang hampir menembus rongga peritoneum itu ditembus sekaligus dengan sebuah cunam pean, kemudian lubangnya dilebarkan dengan cuman itu. Lubangnya harus cukup besar untuk dimasuki sebuah jari telunjuk dan sebuah cunam tampon (tampon tang). Kalau tubektomi dilakukan pada 3-5 hari postpartum, maka dapat dilakukan insisi mediana karena uterus dan tuba telah berinvolusi. Dilakukan insisi mediana setinggi dua jari di bawah fundus uteri sepanjang 1-2 cm. Untuk ini kulit perut ditembus dengan sebuah pisau yang berujung tajam, kalau dapat yang bermata dua. Lemak dipotong dengan gunting mayo sampai mencapai simpai rektus abdominis. Simpai otot tadi kemudian dijepit dengan 2 buah cunam kocher sampai tampak melalui lubang sayatan, kemudian digunting atau disayat dengan pisau.

  Otot disisihkan dengan ujung jari telunjuk sampai teraba peritneum yang dilandaskan korpus uteri. Peritoneum dijepit dengan 2 buah kocher, kemudian dipotong dengan pisau atau gunting. Agar peritoneum tidak menghilang atau terobek lebih panjang pada waktu eksplorasi, pinggir peritoneum diikatkan kepada pinggir kulit. Pada kedua keadaan di atas tuba ditampilkan dengan jalan mendorong uterus dan tubanya dengan jari lewat lubang sayatan. Apabila dorongan dilepaskan, diharapkan tuba akan kembali ke tempatnya semula lewat lubang itu. Pada saat tuba tampak melewati lubang, segera dijepit dengan sebuah cunam babcock atau pinset. Tuba dapat pula ditampilkan dengan mendorong uterus dan tubanya dengan pangkal pinset, kemudian mempertahankannya di bawah lubang. Biasanya, sebagian tuba atau ovarium akan tampak, lalu dijepit dengan sebuah cunam babcock atau pinset. Tubektomi yang dapat dilakukan ialah cara pomeroy atau kroener (Wiknjosastro, 2007).

  (c) Laparoskopi

  Pasien diletakkan dalam sikap litotomi. kanula rubin dipasang pada kanalis servikalis dan bibir depan serviks dijepit dengan tenakulum bersama-sama. Pemasangan alat-alat ini dimasukkan untuk mengemudikan uterus selagi operasi dilakukan. Kulit kiri kanan pusat dijepit dengan 2 cunam allis dan dengan pisau runcing ditusuk ditengah dadiperlebar sampai 1,5 cm. Melalui sayatan ini, jarum verres ditusukkan sampai masuk ke dalam rongga peritoneum. Setelah diyakinkan ujung jarum berada dalam rongga pritoneum, melalui jarum tersebut dimasukkan gas CO

  2 kira-kira 1-1,5 liter dengan kecepatan 1

  liter/menit. Setelah terjadi pneumopritoneum yang ditandai dengan hilangnya peka hati dan menggembungnya perut secara simetris, melalui luka sayatan tadi dimasukkan trokar dan selubungnya. Laproskop dimasukkan kedalam selubung dan alat panggul diperiksa. Tuba dicari dengan bantuan manipulasi uterus dari kanula rubin, lalu sterilisasi dilakukan dengan menggunakan cincin folope yang dipasang pada pars ampularis tuba. Setelah yakin tidak terdapat perdarahan, pnemoperitoneum dikluarkan dengan menekan dinding perut. Luka ditutup dengan 2 jahitan subtikuler, lalu dipasang band aid. Pasien dapat dipulangkan 6-8 jam kemudian apabila dipakai neuroleptanagesia. Komplikasi yang mungkin dijumpai pada tubektomi laparoskopi ialah perdarahan mesosalping, atau perlukaan. Perlukaan pada pembuluh darah abdominal dapat pula terjadi. Komplikasi lain berupa emfisema subkutan, dan perforasi uterus oleh kanula Rubin. Kegagalan sterilisasi bervariasi antara 0-7%, yang dapat disebabkan oleh reseksi tuba yang tidak sempurna dan kesalahan identifikasi rotundum yang dikira tuba (Wiknjosastro, 2007).

  c) Cara Penutupan Tuba

  Cara tubektomi yang dapat dilakukan ialah cara pomeroy, kroener, Irving, pemasangan cincin falove, klip filshie, dan elektro- koagulasi disertai pemutusan tuba (Wiknjosastro, 2007). (a) Cara Pomeroy.

  Tuba dijepit kira-kira pada pertengahannya, kemudian diangkat sampai melipat. Dasar lipatan diikat dengan sehelai

  catgut tadi. Tujuan pemakaian catgut biasa ini ialah agar lekas

  diabsorpsi, sehingga kedua ujung tuba yang dipotong lekas menjauhkan diri; dengan demikian, rekanalisasi tidak dimungkinkan (Wiknjosastro, 2007). (b) Cara Kroener.

  Fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba proksima dari jepitan diikat dengan sehelai benang sutera, atau dengan catgut yang tidak mudah diabsorpsi. Bagian tuba distal dari jepitan dipotong (Wiknjosastro, 2007).

  (c) Cara Irving.

  Tuba dipotong pada pertengahan panangnya setelah kedua ujung potongan diikat dengan catgut kromik No. 0 atau 00. Ujung potongan proksimal ditanamkan di dalam ligamentum latum. Dengan cara ini rekanalisasi spontan tidak ungkin terjadi. Cara tubektomi ini hanya dapat dilakukan pada laparotomi besar seperti seksio sesarea (Wiknjosastro, 2007). (d) Pemasangan Cincin Falope.

  Cincin falope (yoon ring) terbuat dari silikon, dengan aplikator bagian ismus tuba ditarik dan cincin dipasang di tuba tersebut. Sesudah terpasang lipatan tuba tampak keputih-putihan oleh karena tidak mendapat suplai darah lagi dan akan menjadi Jibrotik. Cincin falope dapat dipasang pada laparotomi mini, laparoskopi, atau dengan laprokator (Wiknjosastro, 2007).

  (e) Pemasangan Klip

  Berbagai jenis klip telah dikembangkan untuk memperoleh kerusakan minimal agar dapat dilakukan rekanalisasi bila diperlukan kelak. Keuntungan klip filshie dapat digunakan pada tuba yang edema (Wiknjosastro, 2007).

  (f) Elektro-Koagulasi dan Pemutusan Tuba

  Cara ini dahulu banyak dikerjakan pada tubektomi laparoskopik. Dengan memasukkan grasping forceps melalui laparoskop tuba dijepit kurang lebih 2 cm dari kornua, diangkat menjauhi uterus dan alat-alat panggul lainnya, kemudian dilakukan kauterisasi. Tuba terbakar kurang lebih 1 cm ke proksimal, dan distal serta mesosapling terbakar sejauh 2 cm. Pada saat kauterisasi tuba tampak putih, menggelembung, lalu putus. Cara ini sekarang banyak ditinggalkan (Wiknjosastro, 2007).

  d) Syarat Melakukan MOW

  Syarat dilakukan MOW menurut Saiffudin (2002) yaitu sebagai berikut: (1)

  Syarat Sukarela Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan tentang cara-cara kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta pengetahuan tentang sifat permanen pada kontrasepsi ini (Wiknjosastro, 2007).

  (2) Syarat Bahagia

  Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan harmonis, umur istri sekurang kurangnya 25 dengan sekurang kurangnya 2 orang anak hidup dan anak terkecil lebih dari 2 tahun (Wiknjosastro, 2007).

  (3) Syarat Medik

  Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat memenuhi syarat kesehatan, artinya tidak ditemukan hambatan atau kontraindikasi untuk menjalani kontrasepsi mantap. Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk dapat memutuskan apakah seseorang dapat menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu yang mengalamai peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan ibu yang sedang hamil atau dicurigai sedang hamil (BKKBN, 2006).

  e) Teknik Melakukan MOW

  Tahap persiapan pelaksanaan (1)

  Informed consent (2)

  Riwayat medis/kesehatan (3)

  Pemeriksaan laboratorium (4)

  Pengosongan kandung kencing, asepsis dan antisepsis daerah abdomen (5)

  Anastesi

  f) Cara kerja Hal ini mencegah pertemuan sel telur dengan sperma.

  g) Efektivitas

  Dalam teori : 99,9 % Dalam praktek : 99 %. h) Keuntungan

  1) Paling efektif

  2) Mengakhiri kesuburan selamanya (keberhasilan pembalikan tidak bisa dijamin). Rekanalisasi dengan microsurgery sedang dikembangkan.

3) Tidak perlu perawatan khusus.

  i) Baik untuk pasangan yang:

  1) Sudah yakin tidak ingin punya anak lagi

  2) Jika hamil akan membahayakan jiwanya

  3) Ingin metode yang tidak menganggu

Tabel 2.1. Perbandingan Jenis Kontrasepsi Jenis kontrasepsi Kegagalan teoritis per 100 wanita Kegagalan dalam praktek per 100 wanita Efektivitas biaya

  Kondom 3-4% 10-20 % Rp. 3.000/strip tergantung frekuensi senggama

  Pil KB 0,1-5 % 0,7-7 % Rp. 2.000/strip tiap 1 bulan Suntik 0,3 % 3-5 % Rp. 10.000/strip tiap 3 bulan

  Implant 0,05-1 % Belum ada data Rp. 15.000/pasang tiap 3 bulan AKDR/IUD 0,6-0,8 % 1-3 %

  Rp. 10.000/pasang tiap 8 tahun MOP 0,1-0,15 % 0,2-0,6 % Tergantung RS rujukan MOW 0,05 % 0,1-0,5 % Tergantung RS rujukan

  Sumber: Wawancara dengan Petugas KB Puskesmas Jatilawang.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi.

  Menurut teori Lawrence Green (1980) dalam Hikmawati (2011) yang mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.

  Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non

  

behaviour causes ) dikenal dengan model PRECEDE (predisposing,

reinforcing, and enabling cauce in educational diagnostic and evaluating ).

  Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor : a.

  Faktor Predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak. Dalam arti umum kita dapat mengatakan faktor predisposisi sebagai preferensi pribadi yang dibawa seseorang atau kelompok kedalam suatu pengalaman belajar. Prefensi ini mungkin mendukung atau menghambat perilaku kesehatan, dalam setiap kasus, faktor ini mempunyai pengaruh. Meskipun berbagai faktor demografis seperti status sosial ekonomi, umur, jenis kelamin dan ukuran keluarga saat ini juga penting sebagai faktor predisposisi. 1)

  Tingkat Pengetahuan

  a) Pengertian

  Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjadi jawaban pertanyaan “what”. Pengetahuan juga merupakan hasil tahu dari, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan yang diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2005).

  Dalam memperkenalkan cara-cara kontrasepsi kepada masyarakat tidak mudah untuk segera diterima karena menyangkut pengambilan keputusan oleh masyarakat untuk menerima cara-cara kontrasepsi tersebut. Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), ada empat tahap untuk mengambil keputusan untuk menerima inovasi tersebut yaitu tahap pengetahuan (knowledge), tahap persuasi (persuasion), tahap pengambilan keputusan

  

(decision), dan tahap konfirmasi (confirmation). Melalui tahap-

tahap tersebut, inovasi bisa diterima maupun ditolak.

b) Tingkatan pengetahuan.

  Tingkatan pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005) adalah sebagai berikut: (1) Tahu (know).

  Diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa KB adalah usaha untuk merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi.

  (2) Memahami (comprehensif).

  Memahami suatu objek bukan sekedar tahu tentang objek tersebut, tidak sekedar bisa menyebutkan, tetapi harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

  (3) Aplikasi (application).

  Diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya ibu yang telah paham tentang proses perencanaan, maka ibu harus dapat membuat perencanaan program pelaksanaan keluarga berencana (KB). (4) Analisis (analysis).

  Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

  (5) Sintesis (syntesis).

  Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata dengan kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar. (6) Evaluasi (evaluation).

  Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana (KB), dan sebagainya.

c) Cara Memperoleh Pengetahuan.

  Menurut Notoatmodjo (2010) cara memperoleh pengetahuan dibagi menjadi dua cara, yaitu cara tradisional atau non ilmiah dan cara modern atau ilmiah. (1) Cara Tradisional atau Non Ilmiah.

  Ada 10 cara tradisional yang digunakan yaitu : (a)

  Cara Coba Salah (trial and error) Cara ini dilakukan dengan mencoba-coba beberapa kemungkinan. Bila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain sampai berhasil. (b) Secara Kebetulan.

  Terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan.

  (c) Cara Kekuasaan atau Otoritas.

  Pengetahuan dari hasil menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenarannya

  (d) Berdasarkan Pengalaman Pribadi.

  Pengalaman seseorang dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.

  (e) Cara Akal Sehat.

  Cara akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran.

  (f) Kebenaran Melalui Wahyu.

  Pengetahuan dari ajaran agama yang di yakini oleh pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari pengetahuan tersebut rasional atau tidak. (g) Kebenaran Secara Intuitif.

  Pengetahuan yang diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara hati atau bisikan hati saja.

  (h) Melalui Jalan Pikiran.

  Menggunakan penalaran untuk memperoleh pengetahuan. Dengan berkembangnya jaman, cara berpikir manusia juga berkembang.

  (i) Induksi.

  Proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum.

  (j) Deduksi.

  Proses penarikan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum ke khusus.

  (2) Cara Modern Atau Ilmiah.

  Cara untuk memperoleh pengetahuan dengan mengadakan pengamatan langsung, kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan kemudian diambil kesimpulan umum. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamatinya (Notoatmodjo, 2010).

2) Sikap.

a) Definisi Sikap.

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup pada seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Widayatun (2009), sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap

  p

  enting, pengaruh kebudayaan. media massa sebagai sarana komunikasi, lembaga pendidikan dan lembaga agama, pengaruh faktor emosional.

b) Tingkatan Sikap.

  Menurut Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu : 1) Menerima (receiving).

  Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

  2) Merespon (responding).

  Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Kerena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

  3) Menghargai (valuing).

  Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga.

  4) Bertanggung Jawab (responsible).

  Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

c) Struktur Sikap.

  Struktur sikap terdiri atas tiga komponen menurut Azwar (2009) yaitu: 1) Komponen Kognitif (cognitive).

  Disebut juga komponen perceptual, yang berisi kepercayaan yang berhubungan dengan persepsi individu terhadap objek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui, pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional, dan informasi dari orang lain.

  2) Komponen Afektif (komponen emosional).

  Komponen ini menunjukkan dimensi emosional subjektif individu terhadap objek sikap, baik bersikap positif (rasa senang) maupun negatif (rasa tidak senang). Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek sikap tersebut.

  3) Komponen konatif (komponen perilaku).

  Komponen ini merupakan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.

d) Faktor Pembentukan Sikap.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2009) adalah:

  1) Pengalaman Pribadi.

  Sesuatu yang telah dan sedang kita alami akanikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.

  Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis. 2) Kebudayaan.

  Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual. Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok, maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif terhadap kehidupan individualis yang mengutamakan kepentingan perorangan. 3) Orang Lain yang Dianggap Penting.

  Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak dan tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita, akan banyak yang mempengaruhi pembentukan sikap terhadap sesuatu. Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami dan lain-lain. 4) Media Masa.

  Media masa sebagai sarana komunikasi. Berbagai bentuk media seperti televise, radio, surat kabar, majalah dll, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya. Media masa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal yang memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

  5) Institusi atau Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama.

  Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antar sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

6) Faktor Emosi dalam Diri Individu.

  Bentuk sikap tidak semuanya ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakansikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

  Selain dari faktor-faktor diatas yang mempengaruhi sikap, menurut Walgito (2003) adalah faktor pengetahuan.

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, individu mempuyai dorongan untuk mengerti, dengan pengalamannya untuk memperoleh pengetahuan. Sikap seseorang terhadap suatu objek menunjukkan pengetahuan tersebut mengenai objek yang bersangkutan.

3) Persepsi tentang anak.

a) Pengertian Persepsi.

  Persepsi menurut Kartono & Gulo (2000), adalah proses dimana seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya, pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi data indera. Menurut Sobur (2009), persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapakan kepada manusia. Persepsi dan kognisi diperlukan dalam semua kegiatan kehidupan.

  Dengan demikian, persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsangan melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada di luar maupun

  .

  dalam diri individu (Sunaryo, 2004)

  b) Macam-macam Persepsi.

  Terdapat dua macam persepsi, yaitu external perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu dan self perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri. Dengan persepsi, individu dapat menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang keadaan diri individu (Sunaryo, 2004).

  c) Proses Persepsi.

  Rasa dan nalar bukan merupakan bagaian yang perlu dari situasi rangsangan tanggapan, sekalipun kebanyakan tanggapan individu yang sadar dan bebas terhadap satu rangsangan atau terhadap satu bidang rangsangan sampai tingkat tertentu dianggap dipengaruhi oleh akal atau emosi atau kedua-duanya (Sobur, 2009). Dalam proses persepsi terdapat 3 komponen utama yaitu:

  (1) Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

  (2) Interpretasi (penafsiran), yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang.

  Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai factor seperti pengalaman masa lalu, system nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang di terimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang komplek menjadi sederhana.

  (3) Interpretasi dan persepsi kemudian deterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi yaitu bertindak sehubungan dengan apa yang telah di serap yang terdiri dari reaksi tersembunyi sebagai pendapat/sikap dan reaksi terbuka sebagai tindakan yang nyata sehubungan dengan tindakan yang tersembunyi (pembentukan kesan) (Sobur, 2009).

  Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi. Dua faktor menentukan seleksi rangsangan itu, yaitu faktor intern dan faktor ekstern (Sobur, 2009). (1) Faktor Internal.

  (a) Kebutuhan psikologis, kebutuhan psikologis seseorang mempengaruhi persepsinya.

  (b) Latar belakang, latar belakang mempengaruhi hal-hal yang dipilih dalam persepsinya.

  (c) Pengalaman, pengalaman mempersiapkan seseorang untuk mencari orang-orang, hal-hal, dan gejala yang mungkin serupa dengan pengalaman pribadinya.

  (d) Kepribadian, kepribadian mempengaruhi persepsi, seseorang yang intovert mungkin akan tertarik kepada orang-orang yang sama sekali berbeda.

  (e) Sikap dan kepercayaan umum, sikap dan kepercayaan umum juga mempengaruhi persepsi.

  (f) Penerimaan diri, penerimaan diri merupakan sifat penting yang mempengaruhi persepsi. Beberapa telah menunjukkan bahwa mereka yang lebih ikhlas menerima kenyataan diri akan lebih tepat menyerap sesuatu daripada mereka yang kurang ikhlas menerima realitas dirinya.

  (2) Faktor Eksternal.

  Beberapa faktor yang dianggap penting pengaruhnya terhadap seleksi rangsangan ialah: (a)

  Intesitas, pada umumnya rangsangan yang lebih intensif mendapatkan lebih banyak tanggapan daripada rangsangan yang kurang intens. (b)

  Ukuran, pada umumnya benda-benda yang lebih besar lebih menarik perhatiannya.

  (c) Kontras, hal lain yang biasa kita lihat akan cepat menarik perhatian.

  (d) Gerakan, hal-hal yang bergerak lebih menarik perhatian dari pada hal-hal yang diam.

  (e) Ulangan, hal-hal yang berulang dapat menarik perhatian.

  Ulangan mempunyai nilai yang menarik perhatian selama digunakan dengan hati-hati.

  (f) Keakraban, hal-hal yang akrab atau dikenal lebih menarik perhatian. Hal ini terutama jika hal tertentu tidak diharapkan dalam rangka tertentu.

  (g) Sesuatu yang baru bertentangan dengan faktor keakraban, akan tetapi hal-hal baru juga menarik perhatian.

d) Nilai Anak.

  Perkawinan dan anak merupakan hal yang berkaitan. Keduanya saling memberi pengesahan satu lain, diamana salah satu tujuan perkawinan adalah untuk memiliki anak (Woolet, 1991).

  Anak juga merupakan salah satu alasan yang melatarbelakangi pasangan untuk menikah (Turner & Helms, 1995). Woolet, Phoenix, dan Lloyd (1991) menjelaskan nilai anak bagi orang tua antara lain sebagai berikut:

1) Primary Group Ties.

  Anak memberikan orangtua kesempatan untuk mengekspresikan dan menerima afeksi, serta membangun hubungan yang kuat dengan orang lain. Beberapa orang tua menekankan nilai anak dalam memperkuat hubungan ayah ibu serta dengan kerabat lainnya.

  2) Enjoyment and Fun.

  Anak dilihat sebagai pembawa kebahagiaan dan warna bagi kehidupan orangtua

  3) Expansion of Self.

  Menjadi orangtua dapat dilihat sebagai satu suatu pertumbuhan, sebagai hal yang dapat menambah arti bagi kehidupan, memastikan kelanjutan sebagai orangtua.

  4) Validation of Adult Status and Identity.

  Menjadi orangtua dilihat sebagai kesatuan bagian dari sesorang, mengizinkan sesorang untuk menerima dirinya sebagai orang yang bertanggung jawab dan anggota yang dewasa dalam komunitasnya.

  5) Achievment and Creativity from Helping Children Grow.

  Kuasa serta pengaruh orangtua atas anak dan prestige dari hal yang telah dicapai anak merupakan hal yang berarti bagi orang tua.

  6) Contribution to Personal Development.

  Memiliki anak membantu orang tua untuk menjadi tidak egois, dan juga membantu untuk berkontribusi dalam lingkungan masyarakat. Alasan untuk memiliki anak menurut Campbell, dkk, Daniels & Weingarten, dan Kaffman & manis dalam Martin (1987) adalah: 1)

  Peran sebagai orangtua terasa menantang (challenging), memberikan kesempatan untuk mempelajari sejauh mana kemampuan mereka. 2)

  Menjadi orangtua terkadang dipandang sebagai simbol status orang dewasa (adult status).

  3) Peran sebagai orangtua memberikan kesempatan untuk membangun hubungan yang lebih dekat dengan orang lain.

  4) Orangtua memiliki kesempatan yangunik untuk bertanggung jawab terhadap pendidikan dan pengembangan seseorang dan memperhatikan orang tersebut tumbuh dewasa.

  5) Beberapa orang memiliki anak untuk meneruskan garis keturunannya atau untuk memastikan bahwa sebagian dirinya bertahan dalam generasi masa depan (future generations).

  6) Anak bisa menjadi sumber kesenangan, kebanggaan dan kebahagiaan.

  Sedangkan menurut Duvall dan Miller (1985) alasan-alasan lainnya mengapa seseorang menginginkan anak di dalam perkawinannya, antara lain yaitu untuk mendapatkan cinta, untuk mendapatkan kepuasan lewat cinta dan pengasuhan, untuk garis keturunan, ekspresi orang dewasa, untuk mencapai tujuan personal, dan untuk keamanan.

4) Agama.

  Berikut ini kaidah-kaidah fiqiyah yang dapat dikemukan dalam penemuan hukum dalam masalah MOW sebagai berikut :

1. Jika keadaan MOW merupakan sesuatu yang yang bersifat darurat

  (emergency), hal ini berdasarkan kaidah :

  ﺕﺍﺭﻮﻈﺤﻤﻟﺍ ﺢ ﻴ ﺒﺗ ﺓﺭﻭﺮﻀﻟﺍ Keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang.

  ﺎﻫﺭﺬﻌﺗ ﺭﺪﻘﺑ ﺓﺭﻭﺮﻀﻠﻟ ﺢ ﻴ ﺑﺍﺎﻣ

  Sesuatu yang diperbolehkan karena terpaksa, adalah menurut kadar halangannya.

  2. Jika dilihat bahwa MOW pada mulanya haram karena pemandulan permanen, namun dengan perkembengan ilmu penegtahuan dan tekhnologi, maka hukum MOW ditolerir, dengan alasan kaidah :

  ﻢﻜﺤﻟﺍ ﻳ ﺭﻭﺪ ﻊﻣ ﺔﻠﻌﻟﺍ ﺍﺩﻮﺟﻭ ﺎﻣﺪﻋﻭ

  Hukum itu berputar bersama illatnya alasan yang menyebakan adanya hukum atau tidak adanya.

  ﺮ ﻡﺎﻜﺣﻷﺍ ﻌﺘﺑ ﻴ ﻐﺗ ﺮ ﺔﻨﻣﺯﻷﺍ ﺔﻨﻜﻣﻷﺍﻭ ﻝﺍﻮﺣﻷﺍﻭ ﻴ

  Hukum-hukum itu bisa berubah karena perubahan zaman, tempat dan keadaan.

  3. Di dalam Al-Quran dan Al-Hadis yang menjadi sumber pokok hukum Islam dan yang menjadi pedoman hidup bagi umat islam, tidak ada nash yang terang melarang ataupun yang memerintahkan MOW secara eksplisit. Karena itu, hukumnya harus dikebalikan kepada kaidah hukum Islam yang menyatakan : ﻞﺻﻷﺍ ﻰﻓ ﺷﻷﺍ ءﺎ ﻴ ﻝﺎﻌﻓﻷﺍﻭ ﺔﺣﺎ ﻰﺘﺣ ﻳ ﻳ ﻹﺍ ﻝﺪ ﻟﺪﻟﺍ ﻞ ﻰﻠﻋ ﺮﺤﺗ ﻴ ﺎﻬﻤ ﻳ

  

Pada dasarnya segala sesuatu dan perbuatan itu boleh sehingga

ada dalil yang menunjukan atas keharamannya .

  4. Metode MOW baik yang dibolehkan ataupun secara bersyarat oleh hukum islam dapat dilkukan dengan ketentuan tidak membahayakan, namun jika dapat membahayakan keselamatan manusia hukumnya dapat berbalik menjadi haram, oleh karenanya setiap kemudharatan harus dihilangkan, sebagaimana kaidah yang menyatakan:

  ءﺭﺩ ﺪﺳﺎﻔﻤﻟﺍ ﺐﻠﺟﻭ ﺢﻟﺎﺼﻤﻟﺍ Menghindari kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan.

  5. Jika MOW merupakan sesuatu yang harus ditempuh, guna untuk mendapatkan kemudahan, maka kaidah yang berkenan dengan ini adalah:

  ﺔﻘﺸﻤﻟﺍ ﺐﻠﺠﺗ ﺮ ﻴ ﺴ ﻴ ﺘﻟﺍ Kesukaran itu menimbulkan adanya kemudahan.

  ﺭﺮﻀﻟﺍ ﻳ ﻝﺍﺰ Kemadlorotan itu harus dihilangkan.

  6. Seorang dokter boleh mengerjakan profesi MOW bagi suami isteri yang menginginkannya (butuh) jika jalan ini yang lebih aman untuk melakukan KB, kaidah yang berkaitan dengan ini yaitu : ﺔﺠﺤﻟﺍ ﻝﺰﻨﺗ ﺔﻟﺰﻨﻣ ﺓﺭﻭﺮﻀﻟﺍ ﺔﻣﺎﻋ ﻧﺎﻛ ﺖ ﻡﺍ ﺔﺻﺎﺧ

  

Hajat (kebutuhan) itu menduduki kedudukan darurat, baik hajat

umum (semua orang) ataupun hajat khusus (satu golongan atau

perorangan).