BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum - BAB II SYAMSUL BACHRI TS'18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kurnyawan (2015), menggunakan judul Pengaruh Abu Batu Sebagai Pengganti Pasir Untuk Pembuatan Beton. Membuat benda uji untuk

  mengetahui nilai kuat tekan pada beton normal dengan variasi abu batu sebagai pengganti pasir. Digunakan 18 buah benda uji berukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm dengan kuat rencana, f'c = 20 MPa. Silinder- silinder tersebut ditinjau kuat tekan maksimumnya. Terdapat 6 jenis variasi beton yang akan diuji yaitu 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% abu batu sebagai pengganti pasir. Dari hasil penelitian yang dilakukan, untuk 0% abu batu menghasilkan fcr = 20,67 MPa, 20% abu batu menghasilkan fcr = 19,44 MPa, 40% abu batu menghasilkan fcr = 18,14% MPa, 60% abu batu menghasilkan fcr = 17,03 MPa, 80% abu batu menghasilkan fcr = 15,94 MPa dan untuk 100% abu batu menghasilkan fcr = 15,01 MPa.

  Kemudian ada juga sebuah penelitian yang dilakukan oleh para staf pengajar dari UNY dengan judul penelitian Pemanfaatan Limbah Abu Batu Sebagai Bahan Pengisi Dalam Produksi Self-Compacting Concrete mengatakan bahwa dalam penelitian ini didapatkan kesimpulan penggunaan abu batu sebagai filler dalam produksi SCC dapat meningkatkan kuat tekan beton sebesar 3,5%, pada penambahan abu batu dengan takaran 25% berat semen (Widodo dkk, 2003).

  B. Landasan Teori

  Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture atau additive). Untuk mengetahui dan mempelajari perilaku elemen gabungan (bahan-bahan penyusun beton), kita memerlukan pengetahuan mengenaikarakteristik masing-masing komponen. (Mulyono, 2004)

  Kualitas atau mutu dari suatu beton sangat bergantung kepada komponen penyusun atau bahan dasar beton, bahan tambahan, cara pembuatan dan alat yang digunakan. Mutu beton digolongkan ke dalam 3 kelas mutu, yaitu beton kelas I, beton kelas II, dan beton kelas III. Beton kelas I :

  f’c = 7,4 Mpa (K-100), f’c = 9,8 Mpa (K125), f’c = 12,2 Mpa (K-

  150), digunakan untuk bukan pekerjaan struktur. Beton Kelas II :

  f’c = 14,5

  Mpa (K-175),

  f’c = 16,9 Mpa (K-200), f’c = 19,3 Mpa (K-225), f’c = 21,7

  Mpa (K-250),

  f’c = 24 Mpa (K-275) digunakankan untuk pekerjaan struktur

  seperti lantai, jalan, pondasi, sloof, kolom, dll. Beton Kelas III :

  f’c = 28,8

  Mpa (K-325),

  f’c = 31,2 Mpa (K-350), adalah beton khusus, misalnya untuk balok dan lantai jembatan, landasan pesawat, dan lain-lain.

  C. Sifat-Sifat Beton

  Pada umumnya beton terdiri dari kurang lebih 15% semen, 8% air, 3% udara, dan selebihnya agregat kasar dan agregat halus. Campuran tersebut setelah mengeras mempunyai sifat yang berbeda-beda tergantung pada cara pembuatan, perbandingan campuran, cara campuran, cara mengangkut, cara mencetak, cara memadatkan dan cara merawat akan mempengaruhi sifat-sifat beton.

  Sifat-sifat beton yang diuraikan tidak selalu semua harus dimiliki oleh setiap konstruksi beton, dan sifat-sifat tersebut juga relatif ditinjau dari sudut pemakaian beton itu sendiri. Yang terpenting beton harus memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan tujuan pemakaian beton. Misalnya suatu kolom bangunan, yang terpenting harus memiliki kuat tekan yang tinggi cukup kuat untuk menahan beban bangunan itu, ssedang sifat kerapatan air tidak untuk diperhatikan, sebaliknya ssuatu bak air harus memiliki sifat rapat air. (Dr. Mulyati dan Arman. A, 2014).

  Untuk keperluan perancangan dan pelaksanaan struktur beton, maka pengetahuan tentang sifat-sifat beton setelah mengeras perlu diketahui, sifat- sifat tersebut antara lain: 1.

  Tahan Lama (Durrability) Merupakan kemampuan beton bertahan seperti kondisi yang direncakan tanpa terjadi korosi dalam jangka waktu yang direncakan. Dalam hal ini perlu pembatasan nilai faktor air semen maksimum maupun pembatasan dosis semen minimum yang digunakan sesuai dengan kondisi lingkungan.

  Sifat tahan lama pada beton dapat dibedakan dalam beberapa hal, antara lain sebagai berikut : a.

  Tahan terhadap pengaruh cuaca Pengaruh cuaca yang dimaksud adalah pengaruh yang berupa hujan dan pembekuan pada musim dingin, serta pengembangan dan penyusutan yang diakibatkan oleh basah dan kering silih berganti.

  b.

  Tahan terhadap zat kimia Daya perusak zat kimiawi oleh bahan-bahan seperti air laut, rawa- rawa, dan limbah, zat kimia hasil industri, buangan air kotor dari kota dan sebagainya perlu diperhatikan terhadap keawetan beton.

  c.

  Tahan terhadap erosi Beton dapat mengalami kikisan yang diakibatkan oleh adanya orang yang berjalan kaki dan gerakan lalu lintas diatasnya, gerakan ombak laut, atau oleh partikel yang terbawa oleh air laut atau angin laut.

  2. Kuat Tekan Kuat tekan ditentukan berdasarkan pembebanan maksimal benda uji silinder beton dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm dengan satuan Mpa (N/mm

  2 ).

  3. Kuat Tarik Kuat tarik beton jauh lebih kecil dari kuat tekannyaa, yaitu sekitar 10% - 15% dari kuat tekannya. Kuat tarik beton merupakan sifat yang penting untuk memprdiksi retak dan defleksi balok.

  4. Modulus Elastisitas Modulus elastisitas beton adalah perbandingan antara kuat tekan beton dengan regangan beton biasanya ditentukan pada 25% - 50% dari kuat tekan beton.

  5. Rangkak (creep) Merupakan salah satu sifat dimana beton mengalami defomasi teruss menerus menurut waktu dibawah beban yang dipikul.

  6. Susut (shrinkage) Merupakan perubahan volume yang tidak berhubungan dengan pembebanan.

  7. Kemudahan Dikerjakan (workability)

  Workability adalah bahwa bahan-bahan beton setelah diaduk bersama,

  menghasilkan adukan yang bersifat sedemikian rupa sehingga adukan mudah diangkut, dituang, dicetak, atau dipadatkan menurut tujuan pekerjaan tanpa terjadinya perubahan yang menimbulkan kesukaran atau penurunan mutu.

D. Bahan Pembuat Beton

  Bahan yang baik diperlukan bahan-bahan dengan persyaratan khusus da perhitungan yang tepat. Material pembentuk beton terdiri atas : semen, agregat (agregat halus ddan agregat kasar) dan air. Material tersebut apabila dicampur secara baik akan menghasilkan campuran yang homogen dan bersifat plastis sehingga mudah dituang kedalam cetakan da kemudian akan mengalami proses kimia sehingga mengeras. Bahan-bahan tersebut antara lain :

1. Semen Portland

  Semen yang digunakan untuk bahan beton adalah semen portland, yaitu berupa semen hidrolik yang berfungsi sebagai bahan perekat beton.

  Dengan jenis semen tersebut diperlukan air guna berlangsungnya reaksi kimia pada proses hidrasi. Pada proses hidrasi semen yang mengeras dan mengikat bahan penyusun beton sehingga membentuk massa padat (Tjokrodimuljo, 1995).

  Semen portland dapat dibedakan dengan semen lainnya berdasarkan susunan kimianya maupun kehalusan butimya. Perbandingan bahan- bahan utama penyusun semen portland adalah kapur (CaO) sekitar 60%- 65%, silika (SiO2) sekitar 20%-25%, dan oksida besi serta alumina (Fe2O3 dan Al2O3) sekitar 7%-12%. Sifat-sifat semen portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sifat fisika dan sifat kimia. berikut ini adalah sifat-sifat Semen Portland : a.

  Kehalusan Butir.

  b.

  Kepadatan (density).

  c.

  Konsistensi.

  d.

  Waktu Pengikatan.

  e.

  Panas Hidrasi.

2. Agregat

  Agregat terbagi atas agregat kasar dan agregat halus. Agregat halus umumnya terdiri dari pasir atau partikel-partikel yang lewat saringan 4 atau 5mm. sedangkan agregat kasar tidak dapat melewati saringan tersebut atau diameter butir lebih dari 5mm (Dipohusodo : 1999).

  a.

  Agregat Halus Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasil oleh alat-alat pemecah batu. Adapun syarat-syarat dari agregat halus yang digunakan menurut SNI 03-1750-1990, antara lain :

  1) Pasir terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Bersifat kekal artinya tidak mudah lapuk oleh pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan.

  2) Tidak mengandung lumpur lebih dari 5%. Lumpur adalah bagian- bagian yang bisa melewati ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur lebih dari 5%, maka harus dicuci. Khususnya pasir untuk bahan pembuat beton.

  3) Tidak mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak yang dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Harder. Agregat yang tidak memenuhi syarat percobaan ini bisa dipakai apabila kekuatan tekan adukan agregat tersebut pada umur 7 dan 28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan beton dengan agregat yangs sama tapi dicuci dalam larutan 3% NaOH yang kemudian dicuci dengan air hingga bersih pada umur yang sama.

  b.

  Agregat Kasar Agregat kasar dapat berupa kerikil hasil desintergrasi alami dari batuan-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu dengan besar butir lebih dari 5 mm. Kerikil, dalam penggunaannya harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut: 1)

  Butir-butir keras yang tidak berpori serta bersifat kekal yang artinya tidak pecah karena pengaruh cuaca seperti sinar matahari dan hujan. 2)

  Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%, apabila melebihi maka harus dicuci lebih dahulu sebelum menggunakannya.

  3) Tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak batuan seperti zat

  • –zat yang reaktif terhadap alkali. Agregat kasar yang berbutir pipih hanya dapat digunakan apabila jumlahnya tidak melebihi 20% dari berat keseluruhan.

3. Pasir Giling

  Pasir giling atau Abu batu merupakan jenis batu split yang ukurannya paling kecil, yaitu yang memiliki diameter dibawah 4,75 mm yang banyak dihasilkan dalam industri pemecah batu dan jumlahnya tidak sedikit. Materi pembentuk Pasir giling yaitu silika dioksida. Pasir giling juga dapat digunakan untuk bahan bangunan bila dicampur Semen. Pasir giling tersebut mirip dengan pasir karena kandungan senyawa kimia SiO2 di dalam Pasir giling, yang mana kandungan senyawa tersebut sama halnya dengan pasir.

4. Air

  Air yang digunakan untuk membuat beton harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam, zat organik atau bahan-bahan lain yang bersifat merusak beton beton dan baja tulangan. Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton disebut factor air semen (fas). Agar terjadi proses hidrasi yang sempurna dalam adukan beton, pada umumnya dipakai nilai factor air semen 0,40-0,60 tergantung mutu beton yang hendak dicapai (Dipohusodo : 1999).

  Persyaratan air yang digunakan dalam campuran beton adalah sebagai berikut: a.

  Air tidak boleh mengandung lumpur (benda-benda melayang lain) lebih dari 2 gram/liter.

  b.

  Air tidak boleh mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

  c.

  Air tidak boleh mengandung Chlorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

  d.

  Air tidak boleh mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

E. Mix Design

  Berdasarkan SNI 03-2834-2000 Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, mix design beton normal dapat diringkas dalam langkah-langkah seperti dibawah ini.

1. Menentukan Kuat Tekan Beton Karakteristik Yang Disyaratkan (F’c) Pada Umur Tertentu.

  Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian pelaksanaan pencampuran beton. semakin baik mutu pelaksanaan maka nilai deviasi standar semakin kecil.

  Sumber : SNI T-15-1990-03

  7 Tanpa Kendali 8,4

  Sangat Baik 3,5 Baik 4,2 Cukup 5,6 Jelek

  Deviasi Standar (Mpa) Memuaskan 2,8

  Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan

Tabel 2.3 Asumsi Standar DeviasaTabel 2.1 Notasi Kuat Tekan Beton

  Notasi Bentuk Benda Uji Ukuran Umur K Kubus 15x15x15 28 hari

  28

  21 0,96

  Umur Perbandingan Kuat Tekan Beton 3 0,46 7 0,70 14 0,88

Tabel 2.2 Konversi Umur Uji Kuat Tekan Beton

  Sumber : SNI 03-2834-2000 Jika umur beton yang dikehendaki saat diuji belum mencapai 28 hari maka harus dikonversi sebagai berikut :

  F’C Silinder D 15 cm, Tinggi 30 cm 28 hari

  1 Sumber : SNI 03-2834-2000 2. Menetapkan Deviasi Standar (SD)

  3. Menghitung Nilai Tambah (M) M = k × SD Keterangan : M = Nilai tambah (Mpa).

  SD = Deviasi standar (Mpa). k = tetapan statistik yang nilainya tergantung pada presentase hasil uji yang lebih rendah dari

  f’c. Dalam hal ini diambil 5%, sehingga nilai k = 1,64.

  4. Menetapkan Kuat Tekan Rata-Rata (F’cr)

  f’cr = f’c + M

  Keterangan : f’cr = Kuat tekan rata-rata (Mpa).

  f'c = Kuat tekan yang disyaratkan (Mpa).

  M = Nilai tambah (Mpa).

  5. Penetapan Jenis Semen Portland Menurut SNI 15-2049-1994 di indonesia semen portland dibedakan menjadi lima jenis yaitu tipe I,II,III,IV,V. Jenis I merupakan jenis semen biasa, sedangkan jenis III merupakan semen yang dipakai untuk struktur yang menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi, atau dengan kata lain sering disebut cepat mengeras. Pada langkah ini ditetapkan apakah dipakai semen biasa atau semen yang cepat mengeras.

  6. Penetapan Jenis Agregat Jenis agregat kasar dan agregat halus ditetapkan, apakah berupa alami atau batu pecah.

  21

  28

  32

  40

  45

  48

  54 Kubus Semen Tipe III Alami

  Pecah

  25

  20

  28

  33

  38

  44

  44

  48 Silinder Sumber : SNI 03-2834-2000

Gambar 2.1 Grafik Penetapan F.A.S Berdasarkan Jenis Semen Dan Kuat Tekan

  25

  Alami Pecah

  7. Penetapan Faktor Air Semen (F.a.s) Penetapan faktor air semen maksimum faktor air semen maksimum harus memenuhi SNI 03-1915-1992 tentang Spesifikasi Beton Tanah Sulfat dan SNI 03-2914-1994 tentang Spesifikasi Beton Bertulang Kedap Air.

  Pecah

Tabel 2.4 Kuat Tekan Beton (Mpa) Dengan Air Semen Dan Agregat Yang

  Biasa Dipakai Jenis

  Semen Jenis Agregat

  Kasar Umur 3 hari

  Umur 7 hari Umur 28 hari

  Umur 91 hari Bentuk

  Uji Semen tipe I Alami

  17

  Sulfat Tipe II, V

  19

  23

  27

  33

  37

  40

  45 Silinder Semen tahan

  Rata-Rata

Tabel 2.5 Penetapan F.A.S Maksimum Untuk Berbagai Pembetonan Dari

  10 Alami 150 180 205 225 Pecah 180 205 230 250

  c.

  Sepertiga dari tebal pelat.

  b.

  Seperlima jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan.

  Besar Butir Agregat Maksimum tidak boleh melebihi : a.

  Sumber : SNI 03-2834-2000 9. Penetapan Besarnya Butir Agregat Maksimum

  40 Alami 115 140 160 175 Pecah 155 175 190 205

  20 Alami 135 160 180 195 Pecah 170 190 210 255

  0-10 10-30 30-60 60-80

  Lingkungan Khusus Jenis Pembetonan f.a.s max 1. Keadaan keliling non korosif.

  Batuan Slump

  Ukuran maks kerikil (mm) Jenis

Tabel 2.6 Penetapan Nilai Slump

  Penetapan nilai slump dilakukan dengan memperhatikan pelaksanaan pembuatan, pengangkutan, penuangan, pemadatan maupun jenis strukturnya.

  0,55 Sumber : SNI 03-2834-2000 8. Penetapan Nilai Slump

  0,6 5. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti.

  0,55 4. Terlindung dari hujan dan panas.

  0,52 3. Tidak terlindung dari hujan dan panas.

  0,6 2. Keadaan keliling non korosif oleh kondensasi.

  Tiga perempat dari jarak bersih minimum di antara batang-batang atau berkas-berkas tulangan.

  10. Hitung Berat Semen Yang Diperlukan Berat semen per m3 beton dihitung dengan membagi jumlah air (dari langkah 9) dengan f.a.s yang diperoleh pada (langkah 7).

  11. Kebutuhan Semen Minimum

Tabel 2.7 Kebutuhan Semen Minimum

  Jenis Pembetonan Semen min 1.

  275 Keadaan keliling non korosif 2.

  325 Keadaan keliling non korosif oleh kondensasi 3.

  325 Tidak terlindung dari hujan dan panas 4.

  275 terlindung dari hujan dan panas

  5.

  325 Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti

  Sumber : SNI 03-2834-2000 12.

  Penyesuaian Kebutuhan Semen Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari no 10 ternyata lebih sedikit dari kebutuhan minimum no 11 maka kebutuhan semen harus dipakai yang minimum nilainya lebih besar.

  13. Penyesuaian Jumlah Air Atau F.A.S Jika semen ada perubahan akibat langkah 12 maka nilai f.a.s berubah.

  Dalam hal ini dapat dilakukan dengan 2 cara :

  a) Pertama, faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan jumlah semen minimum.

  b) Kedua, jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen minimum dengan faktor air semen.

  Catatan : cara pertama akan menurunkan faktor air semen, sedangkan cara kedua akan menaikan jumlah air yaang diperlukan.

14. Penentuan Daerah Gradasi Agregat Halus

  Berdasarkan gradasinya (hasil analisis ayakan) agregat halus yang akan dipakai diklasifikasikan menjadi 4 daerah. Penentuan daerah gradasi tersebut didasarkan atas grafik gradasi yang ada dalam tabel berikut :

Tabel 2.8 Batas Gradasi Pasir

  Lubang Persen butir yang Lewat Ayakan Ayakan (mm)

  Gradasi Gradasi Gradasi Gradasi No. 1 No. 2 No. 3 No. 4

  9,50 100 100 100 100 4,75 90-100 90-100 90-100 95-100 2,36 60-95 75-100 85-100 95-100 1,18 30-70 55-90 75-100 90-100 0,60 15-34 35-59 60-79 80-90 0,30 5-20 8-30 12-40 15-50 0,15 0-10 0-10 0-10 0-15

  Sumber : SNI 03-2834-2000 15.

  Perbandingan Agregat Halus Dan Agregat Kasar Nilai banding antara berat agregat halus dan agregat kasar diperlukan untuk memperoleh gradasi agregat campuran yang baik.

Gambar 2.2 Grafik Presentase Agregat Halus Terhadap Agregat

  Keseluruhan

  16. Berat Jenis Agregat Campuran Berat jenis agregat campuran dapat dihitung dengan rumus Bj campuran = P100

  • K100 Dengan : Bj campuran = berat jenis agregat campuran kg/m3. Bj agr halus = berat jenis agregat halus kg/m3. Bj agr kasar = berat jenis agregat kasar kg/m3. P = persentase agregat halus terhadap agregat kasar (%). K = persentase agregat kasar terhadap agregat halus (%).

  17. Penentuan Berat Beton Untuk menentukan berat beton dapat digunakan data berat jenis campuran dan kebutuhan air tiap m3, setelah itu kemudian data dimasukan dalam grafik berikut :

Gambar 2.3 Grafik Hubungan Kandungan Air, Berat Jenis Agregat

  Campuran Dan Berat Beton

  18. Menentukan Kebutuhan Pasir Dan Kerikil Berat pasir + berat kerikil = berat beton

  • – kebutuhan air – kebutuhan semen.

  19. Menentukan Kebutuhan Pasir Kebutuhan pasir = kebutuhan pasir dan kerikil x % berat pasir.

  20. Menentukan Kebutuhan Kerikil Kebutuhan kerikil = kebutuhan pasir dan kerikil – kebutuhan pasir.

F. Kuat Tekan Beton

  Beton yang baik adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan. Kuat desak beton merupakan sifat terpenting dalam kualitas beton dibandingkan dengan sifat-sifat beton yang lain. Nilai kuat tekan beton seringkali menjadi parameter utama untuk mengenali kinerja beton, karena kuat tekan beton mengidentifikasi mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Kuat tekan beton diwakili

  2

  oleh tegangan maksimum atau Mpa. Nilai kuat

  fc’ dengan satuan kg/cm

  tekan beton umumnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya, oleh karena itu untuk meninjau mutu beton biasanya secara kasar hanya ditinjau kuat tekannya saja (Tjokrodimujo, 1995).

  Berdasarkan kuat tekan silinder beton dapat dihitung dengan persamaan (SNI 03-197-1990) :

  ′ = Keterangan : f’c = kuat tekan beton (Mpa).

  P = beban tekan maksimum (N). A = luas permukaan benda uji (cm²). Pengukuran kuat tekan dilakukan dengan membuat sampel beenda uji berbentuk silinder dan kubus untuk diuji kekuatannya. Dalam hal ini benda uji yang digunakan berbentuk silinder.