BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Musik 1. Definisi Terapi Musik Klasik - Lintiya Devi Yulinda BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Musik 1. Definisi Terapi Musik Klasik Terapi musik merupakan intervensi alami non invasif yang dapat

  diterapkan secara sederhana tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi, harga terjangkau dan tidak menimbulkan efek samping (Samuel, 2007 dalam Pratiwi 2014).

  Terapi musik adalah suatu terapi kesehatan menggunakan musik dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif, dan sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia (Suhartini, 2008).

  Musik klasik adalah komposisi musik yang lahir dari budaya Eropa sekitar tahun 1750-1825. Musik klasik bermanfaat untuk membuat seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih, menurunkan tingkat kecemasan pasien pra operasi dan melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat stress (Musbikin, 2009 dalam Pratiwi 2014).

  Musik klasik adalah sebuah musik yang dibuat dan ditampilkan oleh orang yang terlatih secara professional melalui pendidikan musik.

  Musik klasik juga merupakan suatu tradisi dalam menulis musik, yaitu ditulis dalam bentuk notasi musik dan dimainkan sesuai dengan notasi yang ditulis. Musik klasik adalah musik yang komposisinya lahir dari budaya Eropa dan digolongkan melalui periodisasi tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

2. Manfaat Terapi Musik

  Manfaat terapi musik antara lain (Djohan, 2006) : a.

  Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan b. Mempengaruhi pernafasan c. Mempengaruhi denyut jantung, nadi dan tekanan darah manusia d. Bisa mempengaruhi suhu tubuh manusia e. Bisa menimbulkan rasa aman dan sejahtera f. Bisa mempengaruhi rasa sakit.

  Terapi musik dapat menyembuhkan warga frankfurt yang menderita penyakit keturunan yang menyakitkan dan sampai saat ini belum ada obatnya. Jaringan ikatnya melemah hingga menggangu organ dalam lainnya termasuk jantung. Sudah tiga kali mengalami serangan jantung ringan, pada mulanya musik dari

  handphone selama 15 menit untuk membebaskan dari keadaan stress , berdasarkan perantauan aktivitas ototnya. Setelah tiga

  minggu dirawat dengan terapi musik, cuman 5 menit mendengarkan musik sudah bisa tenang (Faradisi, 2012).

  3. Jenis Terapi Musik Jenis terapi musik antara lain musik instrumental dan musik klasik.

  Musik instrumental bermanfaat menjadikan badan, pikiran, dan mental menjadi lebih sehat. Musik klasik bermanfaat untuk membuat seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih menurunkan tingkat kecemasan pasien pra operasi dan melepaskan rasa sakit dan menurunkan stress (Aditia, 2012).

  4. Mekanisme Musik Klasik Sebagai Terapi

  Setelah mendengarkan musik klasik implus atau rangsangan suara akan diterima oleh daun telinga pembacanya. Kemudian telinga memulai proses mendengarkan. Secara fisiologi pendengaran merupakan proses dimana telinga menerima gelombang suara, membedakan frekuensi dan mengirim informasi kesusunan saraf pusat. Setiap bunyi yang dihasilkan oleh sumber bunyi atau getaran udara akan diterima oleh telinga. Getaran tesebut diubah menjadi implus mekanik ditelinga tengah dan diubah menjadi implus elektrik ditelinga dalam yang diteruskan melalui saraf pendengaran menuju ke korteks pendengaran diotak. Disamping menerima sinyal dari talamus (salah satu bagian otak yang berfungsi menerima pesan dari indara dan diteruskan kebagian otak lain). Amigdala juga menerima sinyal dari semua bagian korteks limbic (emosi /prilaku) seperti juga neokorteks lobus temporal (korteks atau lapisan otak yang hanya ada pada manusia) parietal (bagaian otak tengah) dan oksipital (otak belakang) terutama diarea asosiasi auditorik dan area asosiasi visual.

  Talamus juga menjalankan sinyal ke neokorteks (area otak yang berfungsi untuk berfikir atau mengolah data serta infomasi yang masuk ke otak). Di neokorteks sinyal disusun menjadi benda yang difahami dan dipilah-pilah menurut maknanya, sehingga otak mengenali masing masing objek dan arti kehadirannya. Kemudian amigdala menjalankan sinyal ke hipokampus. Hipokampus sangat penting untuk membantu otak dalam menyimpan ingatan yang baru. Hal ini dimungkinkan karena hipokampus merupakan salah satu dari sekian banyak jalur keluar penting yang berasal dari area “ganjaran” dan “hukuman”. Diantara motivasi-motivasi itu terdapat dorongan dalam otak untuk mengingat pengalaman-pengalaman, pikiran-pikiran yang menyenangkan, dan tidak menyenagkan . walaupun demikian mendengarkan musik klasik tanpa mengetahui maknanya juga tetap bermanfaat apabila mendengarkan dengan keikhlasan dan kerendahan hati. Sebab musik klasik akan memberikan kesan positif pada hipokampus dan amigdala sehingga menimbulkan suasana hati yang positif. Selain dengan mendengarkan musik klasik kita juga dapat memperoleh manfaat dengan hanya mendengarkan nya.

  Hipotalamus juga dinamakan pusat stress otak karena fungsi gandanya dalam keadaan darurat. Fungsi pertamanya mengaktifkan cabang simpatis dan sistem otonom. Hipotalamus menghantarkan implus saraf ke nukleus-nukleus dibatang otak yang mengendalikan fungsi sistem saraf otonom cabang simpatis saraf otonom bereaksi langsung pada otot polos dan organ internal yang menghasilkan beberapa perubahan tubuh seperti peningkatan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah (Primadita, 2011).

  Daun Telingga Musik

  Kokhlea Telingga Tengah

  Klasik Amigdala Talamus

  Hipotalamus Pelepasan Hipokampus

  Endorfin

Gambar 2.1 Bagan Mekanisme Musik Klasik Sebagai Terapi 5.

   Pengaruh Musik Klasik Terhadap Kecemasan

  Musik diyakini dapat digunakan untuk relaksasi, meringankan

  stress , dan mengurangi kecemasan karena musik merupakan sebuah

  rangsangan pendengaran yang terorganisasi, yang terdiri atas melodi, ritme, harmoni, bentuk, dan gaya. Ada salah satu cara dalam mengurangi kecemasan, salah satunya dengan mendengarkan musik mozart/musik klasik. Musik klasik adalah musik yang mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan dan persepsi social.

  Musik dapat meningkatan kreativitas, membangun kepercayaan diri, mengembangkan keterampilan sosial, dan meningkatan keterampilan motorik, persepsi, serta perkembangan psikomotorik, musik juga bisa dijadikan terapi untuk berbagai kebutuhan, seperti pengganti obat depresan bagi mereka yang akan menghadapi meja operasi di rumah sakit (Haruman, 2013).

B. Relaksasi Nafas Dalam 1. Definisi Relaksasi Nafas Dalam

  Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002).

  Teknik relaksasi (relaxation) adalah kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stres. Relaksasi nafas dalam merupakan teknik relaksasi termudah dan paling sederhana, dengan bernafas yang pelan, sadar dan dalam serta dapat dilakukan secara normal tanpa perlu berfikir atau merasa ragu (Alfarini, 2012).

  2. Tujuan Relaksasi Nafas Dalam

  Tujuan teknik nafas dalam (Smeltzer dan Bare, 2002) : Tujuan relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, merilekskan tegangan otot, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri (mengontrol atau mengurangi nyeri) dan menurunkan kecemasan. Selain itu tujuan nafas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernafas (Suddarth dan Brunner, 2002).

  3. Penatalaksanaan Teknik Relaksasi Nafas Dalam

  Ada beberapa posisi relaksasi nafas dalam yang dapat dilakukan (Smeltzer & Bare,2002) :

  a. Posisi relaksasi dengan terlentang Berbaring terlentang, kedua tungkai kaki lurus dan terbuka sedikit, kedua tangan rileks disamping bawah lutut dan kepala diberi bantal. b. Posisi relaksasi dengan berbaring miring Berbaring miring, kedua lutut ditekuk, dibawah kepala diberi bantal dan dibawah perut sebaiknya diberi bantal juga, agar perut tidak menggantung.

  c. Posisi relaksasi dalam keadaan berbaring terlentang Kedua lutut ditekuk, berbaring terlentang, kedua lutut ditekuk, kedua lengan disamping telinga.

  d. Posisi relaksasi dengan duduk Duduk membungkuk, kedua lengan diatas sandaran kursi atau diatas tempat tidur, kedua kaki tidak boleh menggantung.

4. Langkah-langkah Teknik Relaksasi 1.

  Atur pasien pada posisi yang nyaman 2. Minta pasien untuk menempatkan tangannya ke perut 3. Minta pasien untuk bernafas secara pelan, dalam, dan merasakan kembang-kempisnya perut.

  4. Minta pasien untuk menahan nafas selama beberapa detik, kemudian keluarkan nafas secara perlahan melalui mulut

  5. Beritahukan pasien bahwa pada saat mengeluarkan nafas, mulut pada posisi mencucu (pursed lip)

6. Minta pasien untuk mengeluarkan nafas sampai perut mengempis 7.

  Lakukan latihan nafas dalam hingga 3-4 kali (Depkes, 2009).

C. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan

  Kecemasan merupakan keadaan yang menggambarkan adanya rasa khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik.

  Keadaan tersebut dapat terjadi atau menyertai berbagai kondisi atau situasi kehidupan dan berbagai gangguan sakit (Depkes. R.I. 2004).

  Kecemasan merupakan respons individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Kecemasan pada individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup.

  Kecemasan sebagai respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasi secara interpersonal.

  Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati, dkk, 2005).

  Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik. Kondisi dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap suatu yang berbahaya (Stuart dan Sundeen, 2007).

  Perasaan tidak menentu ini pada umumnya tidak menyenangkan dan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis (misal gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan psikologis (misalnya panik, tegang, bingung, tidak bisa berkonsentrasi). kecemasan adalah suatu keadaan dimana individu atau kelompok mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivasi sistem saraf otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman yang tidak spesifik (Carpenito, 2002).

  Berdasarkan beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan tidak menentu ini pada umumnya tidak menyenangkan dan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis (misal gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan psikologis (misalnya panik, tegang, bingung, tidak bisa berkonsentrasi).

2. Tingkat Kecemasan

  Peplau dalam Suliswati (2005) menggolongkan tingkat kecemasan menjadi empat tingkatan yang dialami oleh individu, yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat dan panik.

  a.

  Kecemasan Ringan (mild anxiety) Kecemasan ringan, erat hubunganya dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Seseorang masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indera. Hal ini, dapat mendorong individu tersebut untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan timbal baliknya menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas, contohnya ketika mahasiswa akan mempresentasikan hasil kerja individunya di depan para dosen dan teman sekelasnya.

  b.

  Kecemasan Sedang (moderat anxiety) Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, lapangan persepsi terjadi penyempitan, individu masih mampu melakukan sesuatu sesuai arahan orang lain. Contohnya, seserorang yang mengetahui bahwa dirinya terdiagnosa terkena penyakit kronis.

  c.

  Kecemasan Berat (severe anxiety) Persepsi individu sangat sempit. Perhatiannya berpusat pada hal- hal kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal lain. Berusaha keras untuk mengurangi kecemasan dan memerlukan banyak arahan untuk terfokus pada area lain. Contohnya, seseorang yang mengalami putus hubungan kerja (PHK) dengan perusahaannya, dimana dirinya sebagai tulang punggung keluarga.

  d.

  Panik (disorganisasi personality) Individu tidak dapat mengendalikan dirinya dan perhatian pada hal-hal yang detail hilang. Karena hilangnya kontrol, maka meskipun dengan arahan tidak mampu melakukan apapun. Aktivitas motori meningkat, kemampuan berhubungan dengan orang lain berkurang, terjadi penyimpangan persepsi dan pikiran rasional seseorang akan menghilang, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.

  Skema kecemasan :

  Ringan Sedang Berat

  Panik

Gambar 2.2 Intensitas Kecemasan

  Sumber: Hawari (2001)

3. Karakteristik Tingkat Kecemasan

  Karakteristik kecemasan menurut Stuart and Sundeen (1991) adalah: a.

  Kecemasan ringan Fisik: Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, gejala ringan berkeringat.

  Kognitif: Lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah aktual. Perilaku dan emosi: Tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi.

  b.

  Kecemasan sedang Fisik: Sering nafas pendek, nadi ekstra sistole, tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare atau kontipasi, gelisah.

  Kognitif: Lapang persepsi meningkat, tidak mampu menerima rangsang lagi, berfokus pada apa yang menjadi perhatianya.

  Perilaku dan emosi: Gerakan tersentak-sentak, meremas tangan, bicara lebih banyak dan cepat, susah tidur dan perasaan tidak aman.

  c.

  Kecemasan berat Fisik: Nafas pendek nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur dan ketegangan.

  Kognitif: Lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah.

  Perilaku dan emosi: Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat.

4. Faktor Pencetus Kecemasan

  Faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang merasa cemas dapat berasal dari diri sendiri (factor internal) maupun dari luar dirinya (factor eksternal). Namun demikian pencetus kecemasan dapat dikelompokkan kedalam dua katagori yaitu: a.

  Ancaman terhadap intregritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktivitas-aktivitas sehari hari guna pemenuhan terhadap kebutuhan dasarnya.

  b.

  Ancaman terhadap system diri yaitu adanya Sesuatu yang dapat mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan status/peran diri dan hubunga interpersonal (Asmadi, 2008).

5. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

  Stuart dan Sundeen (1998) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain: a.

  Usia dan tingkat perkembangan Semakin tua usia seseorang, tingkat kecemasan dan kekuatan seseorang semakin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi.

  b.

  Jenis kelamin Menurut jenis kelamin, laki-laki lebih tinggi kecemasannya dibandingkan dengan perempuan. Hal ini dibuktikan dari hasil pemeriksaan asam lemak bebas menunjukan nilai yang tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita.

  c.

  Pengalaman individu Pengalaman individu sangat mempengaruhi respon kecemasan karena pengalaman dapat dijadikan suatu pembelajaran dalam menghadapi suatu stressor atau masalah. Jika respon kecemasan yang semakin berkurang bila dibandingkan dengan seseorang yang baru pertama kali menghadapi masalah tersebut.

6. Teori Kecemasan

  Kecemasan merupakan pengalaman subyektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa obyek yang spesifik. Kecemasan pada individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup. Kecemasan berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah obyek atau sumber yang spesifik dan dapat didenfikasi serta dapat dijelaskan oleh individu. Rasa takut terbentuk dari proses kognitif yang melibatkan penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam. Ketakutan disebabkan oleh hal yang bersifat fisik dan psikologis ketika individu dapat mengidentifikasi dan menggambarkannya (Suliswati dkk, 2005).

  a.

  Teori Psikoanalitik Terjadi reaksi psikologis individu sebagai akibat munculnya kecemasan pada seseorang dikarenakan dalam hubungan seksualnya tubuh tidak mampu mencapai orgasme. Rasa cemas dapat terjadi akibat energi seksual yang tidak terekspresikan.

  Secara otomatis, kecemasan akan muncul akibat stimulus internal dan ekternal yang berlebihan. Akibat stimulus yang berlebihan sehingga melampaui kemampuan individu untuk menanganinya. Ada dua tipe kecemasan yaitu kecemasan primer dan kecemasan subsekuen.

  1. Kecemasan primer Kejadian traumatik yang diawali saat bayi akibat adanya stimulasi tiba-tiba dan trauma pada saat persalinan, kemudian berlanjut dengan kemungkinan tidak tercapainya rasa puas akibat kelaparan atau kehausan. Penyebab kecemasan primer adalah keadaan ketegangan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor eksternal.

  2. Kecemasan subsekuen Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, Freud melihat ada jenis kecemasan lain akibat konflik emosi diantara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Freud menjelaskan bila terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai pengembang id dan superego berada pada kondisi bahaya.

  b.

  Teori Interpersonal Kecemasan adalah akibat ketidakmampuan individu untuk berinteraksi dnegan interpersonal dan sebagai akibat penolakan.

  Kecemasan bisa dirasakan bila individu mempunyai kepekaan lingkungan. Pertama kali kecemasan terjadi ditentukan oleh hubungan ibu dengan bayinya pada awal kehidupannya, bayi berespon seolah-olah ia dan ibunya adalah satu unit. Dengan bertambahnya usia, anak melihat ketidaknyamanan yang timbul akibat tindakannya sendiri dan diyakini bahwa ibunya setuju atau tidak setuju dengan perilaku itu. c.

  Teori Perilaku Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi akibat berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai tujuan yang diinginkan, misalnya mendapatkan ranking pertama dikelasnya, menjadi juara perlombaan, kesuksesan dalam karier. Perilaku merupakan hasil belajar dari pengalaman yang pernah dialami. Kecemasan dapat juga muncul melalui konflik antara dua pilihan yang saling berlawanan dan individu harus memilih salah satu. Kecemasan ditimbulkan oleh konflik dan kecemasan itu sendiri akan mengakibatkan pandangan terhadap konflik dengan timbulnya perasaan ketidakberdayaan. Konflik muncul dari dua kecenderungan yaitu approach dan avoidance. Approach merupakan kecenderungan untuk melakukan atau menggerakkan sesuatu. Avoidance adalah kebalikannya yaitu tidak melakukan atau menggerakkan sesuatu melalui sesuatu.

  d.

  Teori Keluarga Studi yang dilakukan pada keluarga dan epidemiologi memperlihatkan bahwa kecemasan selalu ada pada setiap keluarga dalam berbagai bentuk dan bersifat heterogen.

  e.

  Teori Biologik Reseptor khusus yang dimiliki otak terhadap

  

benzodiazepin , fungsi reseptor tersebut adalah membantu regulasi

  kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan aktivitas

  neurotransmitter gamma amino butyric acid (GABA) dimana

  fungsi neurotransmitter ini adalah mengontrol aktivitas neuron di bagian otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

  Bila GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan dengan reseptor GABA pada membran post-sinaps akan membuka saluan pintu reseptor sehingga terjadi perpindahan ion. Perubahan ini akan mengkibatkan eksitasi sel dan memperlambat aktivitas sel. Teori ini menjelaskan bahwa masalah proses neurotransmitter ini dapat menjadi indikator bahwa individu sering mengalami kecemasan.

  Mekanisme koping juga dapat terganggu akibat pengaruh toksik, kekurangan nutrsi, suplai darah menurun, hormon mengalami perubahan dan penyebab fisik lainnya. Kelelahan juga dapat meningkatkan iritabilitas dan perasaan cemas.

7. Penyebab/Etiologi Kecemasan

  Kusmawati dan Hartono (2010) mengemukakan beberapa penyebab kecemasan antara lain: a.

  Factor presdisposisi (pendukung) 1)

  Peristiwa traumatic 2)

  Konflik emosional 3)

  Gangguan konsep diri 4)

  Frustasi Gangguan fisik 5)

  Pola mekanisme koping keluarga

  6) Riwayat gangguan kecemasan

  7) Medikasi b.

  Factor presipitasi 1)

  Ancaman terhadap intregritas fisik

  a) Sumber internal

  b) Sumber eksternal

  2) Ancaman terhadap harga diri

  a) Sumber internal

  b) Sumber eksternal 8.

   Respon Kecemasan

  Ada 2 macam respon yang dialami seseorang ketika mengalami kecemasan (Stuart, 2007) :

1. Respon Fisiologis terhadap Kecemasan.

  a.

  Kardio vaskuler Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.

  b.

  Respirasi Napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.

  c.

  Kulit Perasaan panas atau dingin pada kulit, seluruh tubuh, rasa terbakar pada berkeringat, gatal- gatal. d.

  Gastrointestinal Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea, diare.

  e.

  Neuromuskuler Reflek meningkat, reaksi kejutan, insomnia, tremor, kejang, wajah tegang,

2. Respon Psikologis terhadap Kecemasan a.

  Perilaku Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.

  b.

  Kognitif Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, khawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.

  c.

  Afektif Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah.

9. Penatalaksanaan Kecemasan

  Penatalaksanaan yang paling efektif untuk pasien dengan gangguan kecemasan adalah sebagai berikut: A.

  Farmakologi Dua jenis obat utama yang harus dipertimbangkan dalam pengobatan gangguan kecemasan adalah buspirone dan benzodiazepin. Obat lain yang mungkin berguna adalah obat trisiklik (imipramin), anti histamine, dan antagonis adrenergik beta (propanol) (Kaplan & Sadock, 2002).

  B.

  Non farmakologi 1.

  Relaksasi Pendekatan utama psikoterapetik untuk gangguan kecemasan adalah kognitif-perilaku, suportif, teknik relaksasi yang dapat diberikan antara lain adalah terapi musik, nafas dalam, dan guidance imagenary. Psikoterapi berorientasi untuk memusatkan dan mengungkapkan konflik bawah sadar dan kekuatan ego. Terapi suportif menawarkan ketentraman dan kenyamanan pada pasien. Salah satu tehnik relaksasi terutama latihan nafas dalam selama 3-4 kali sering dilakukan di rumah sakit dan dapat dilakukan dimana saja baik dengan posisi duduk atau berbaring dalam posisi yang menyenangkan sehingga dapat mengurangi kecemasan.

2. Distraksi

  Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin yang bias menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak (Potter, 2005). Salah satu distraksi yang efektif adalah dengan mendengarkan musik klasik. Musik klasik bermanfaat untuk membuat seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih, menurunkan tingkat kecemasan pasien pra operasi dan melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat stress (Musbikin, 2009 dalam Pratiwi 2014).

10. Pengukuran Skala Kecemasan

  Kecemasan adalah reaksi individu terhadap hal yang akan dihadapi. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang menyakitkan, seperti kegelisahan, kebingungan, dan sebagainya, yang berhubungan dengan aspek subyektif emosi. Ketika seseorang yang sedang mengalami kecemasan, seseorang akan memperlihatkan raut muka atau ekspresi muka yang memperlihatkan dirinya sedang dalam kondisi cemas. Faces Anxiety Scale (McMurtry et al., 2010) dan digunakan untuk menilai kecemasan yang terlihat dari ekspresi wajahnya.

  1

  2

  3

  4 Gambar 2.3 Faces Anxiety Scale

   (McMurtry et al., 2010 )

  Dari ke lima ekspresi wajah tersebut dapat diketahui kecemasan yang dialami oleh seseorang. Ekspresi wajah pertama menunjukkan tidak ada kecemasan pada seseorang, ekspresi wajah kedua menunjukkan kecemasan ringan, ekspresi ketiga menunjukkan kecemasan sedang, ekspresi ke empat menunjukkan kecemasan berat, dan ekspresi ke lima menunjukkan panik.

D. High Care Unit (HCU)

  High Care Unit (HCU) adalah unit pelayanan di Rumah Sakit bagi pasien dengan kondisi stabil dari fungsi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran namun masih memerlukan pengobatan, perawatan dan pemantauan secara ketat.

  Pelayanan HCU adalah pelayanan medik pasien dengan kebutuhan memerlukan pengobatan, perawatan dan observasi secara ketat dengan tingkat pelayanan yang berada di antara ICU dan ruang rawat inap (tidak perlu perawatan ICU namun belum dapat dirawat di ruang rawat biasa karena memerlukan observasi ketat) (Kemenkes RI, 2010).

  Tindakan medik dan asuhan keperawatan yang dilakukan adalah: 1. Bantuan Hidup Dasar/ Basic Life Support (BHD/ BLS) dan Bantuan

  Hidup lanjut Advanced Life Support( BHD/A LS) a.

  Jalan nafas(Airway): Membebaskan jalan nafas, bila perlu menggunakan alat bantu jalan nafas, seperti pipa oropharingeal atau pipa nasopharingeal. Dokter HCU juga harus mampu melakukan intubasi endotrakea bila diindikasikan dan segera memindahkan/ merujukan ke ICU.

  b.

  Pernafasan/ ventilasi (Breathing): Mampu melakukan bantuan nafas (breathing support) dengan bag-mask-valve.

  c.

  Sirkulasi (Circulation): resusitasi cairan, tindakan defibrilasi, tindakan kompresi jantung luar.

2. Terapi Oksigen

  Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan pasien dengan berbagai alat pengalir oksigen, seperti: kanul nasal, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan reservoir, sungkup muka dengan katup dan sebagainya.

  3. Penggunanaa obat-obatan untuk pemeliharaan/stabilisasi (obat inotropik, obat anti nyeri, obat aritmia jantung, obat-obatan yang bersifat vasoaktif dan lain-lain).

  4. Nutrisi enteral atau nutrisi parenteral campuran.

  5. Fisioterapi sesuai dengan keadaan pasien.

  6. Evaluasi sesuai tindakan dan pengobatan yang telah diberikan.

  Tenaga yang terlibat dalam pelayanan HCU terdiri dari tenaga dokter spesialis, dokter dan perawat. Tenaga tersebut melaksanakan pelayanan HCU sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang diatur oleh masing-masing RS. Adapun susunan tim pelayanan HCU adalah sebagai berikut : 1.

  Koordinator: Dokter spesialis yang telah mengikuti pelatihan dasar- dasar ICU, yang meliputi: a.

  Pelatihan pemantauan b.

  Pelatihan penatalaksanaan jalan nafas dan terapi oksigen c. Pelatihan terapi cairan, elektrolit, dan asam basa d.

  Pelatihan pencegahan dan pengendalian infeksi e. Pelatihan manajemen HCU.

2. Anggota a.

  Dokter spesialis/dokter yang telah mengikuti Basic dan Advanced Life Support .

  b.

  Perawat yang telah mengikuti pelatihan Basic Life Support dan melakukan pemantauan menggunakan monitor.

E. Kerangka Teori

  Istilah kerangka teori secara sederhana berarti penggunaan salah satu teori atau teori-teori yang terkait untuk mendukung rasional (alasan) dilakukannya studi dan memberikan pedoman untuk menganalisis hasilnya.

  Suatu kerangka disebut dengan kerangka teoritis jika variabel-variabel yang telah dipelajari dan telah didapatkan sebelumnya dan didapatkan berhubungan satu sama lain (Brink & Wood, 2000).

  Kerangka Teori Teori Kecemasan

  1. Teori psikoanalisis

  2. Teori interpersonal Faktor Pencetus

  3. Teori prilaku

  a. Ancaman terhadap (Stuart & sundeen, intergritas diri 1991) b. Ancaman terhadap system diri

  KECEMASAN Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

  1. Usia dan tingkat perkembangan

  2. Jenis kelamin Non Farmakologi

  3. Pengalaman individu Stuart & Sundeen

  • Musik klasik Farmakologi (1998)
  • Relaksasi nafas dalam Penatalaksanaan kecemasan

Gambar 2.4 Kerangka Teori (Stuart & sundeen 1998, Stuart & Sundeen 1991)

F. Kerangka Konsep

  Variabel Independen Variabel Dependen Terapi Musik Klasik

  Penurunan Tingkat Kecemasan

  Relaksasi Nafas Dalam

Gambar 2.5 Kerangka Konsep G.

   Hipotesis

  Hipotesis adalah sebuah pernyataan sederhana mengenai perkiraan hubungan antar variabel-variabel yang sedang dipelajari. Hal tersebut sering kali disebut sebagai dugaan yang diperhitungkan atau dipikirkan seperti untuk jawaban pertanyaan studi. Dugaan tersebut harus didukung dengan teori yang ada dan temuan riset terdahulu. Didalam pernyataan hipotesis, suatu kondisi pendahuluan disebut sebagai variabel independen dikaitkan dengan terjadinya kondisi efek lain, disebut variable dependen ( Patricia & Arthur, 2002).

  Ha : Ada perbedaan efektifitas terapi musik klasik dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien di ruang HCU.

  Ho : Tidak ada perbedaan efektifitas terapi musik klasik dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien di ruang HCU.