BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia 2.1.1 Pengertian - Pengaruh Terapi Musik Terhadap Tanda Dan Gejala Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skizofrenia

  2.1.1 Pengertian

  Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003). Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berfikir, bahasa, amosi, dan perilaku sosialnya. (Melinda Hermann, 2008).

  Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, ‘miskin’ kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif.

  2.1.2 Epidemiologi

  Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan daerah rural (Sadock, 2003).

  Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray, 1993 di seluruh dunia prevalensi seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan diperkirakan sekitar 0,2%-1,5%. Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia di antara laki-laki dan perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal umur dan onset-nya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur 36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki (Durand, 2007).

2.1.3 Etiologi

  Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab skizofrenia, antara lain :

1. Faktor Genetik

  Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 – 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%.

  Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut

  

quantitative trait loci . Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin

  disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007).

2. Faktor Biokimia

  Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007).

3. Faktor Psikologis dan Sosial

  Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan

  (Wiraminaradja & Sutardjo, 2005). Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya (Durand & Barlow, 2007).

  Menurut Coleman dan Maramis (1994 dalam Baihaqi et al, 2005), keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.

2.1.4 Tanda dan Gejala Skizofrenia

  Tidak ada gejala yang spesifik pada pendeita skizofrenia karena semua gejala penyakit ini juga dapat ditemukan pada gangguan otak lainnya dan gejala dapat berubah sepanjang waktu. Skizofrenia di karakteristikkan dengan gejala positif yakni halusinasi pendengaran, delusi, dan gangguan berpikir, serta gejala negatif seperti demotivation, self neglect, dan redue emotion (Nadeem et al., 2004).

  Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (self

  

insight ) buruk. Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu

1. Gejala Positif Skizofrenia a.

  Delusi atau Waham Suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap menyakini kebenarannya.

  b.

  Halusinasi Pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya penderita mendengar suarasuara atau bisikan-bisikan ditelinganya padahal tidak ada sumber dari suara atau bisikan itu.

  c.

  Kekacauan alam pikiran Dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidakdapat diikuti alur pikiranya.

  d.

  Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.

  e.

  Merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan sejenisnya.

  f.

  Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.

  g.

  Menyimpan rasa permusuhan 2. Gejala Negatif Skizofrenia

  Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah sebagai berikut: Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukan ekspresi.

  b.

  Menarik diri atau mengasingkan diri (with drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day reaming).

  c. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.

  d. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.

  e. Sulit dalam berpikir abstrak f. Pola pikir streotip.

  g. Tidak ada atau kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu) (Hawari, 2009).

2.1.5 Penatalaksanaan

  1. Terapi Biologis Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan pembedahan bagian otak. Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala- gejala skizofrenia. Obat yang digunakan adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi penderita skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan (Durand, 2007).

  Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an, electroconvulsive therapy (ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia.Tetapi terapi ini telah menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan.

  ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk skizofrenia.

2.2 Halusinasi

2.2.1 Pengertian Halusinasi

  Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar. Walaupun tampak sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “ terepsesi”. Halusinasi dapat terjadi karena dasar-dasar organic fungsional, psikotik maupun histerik.( Yosep, 2007).

  Halusinasi adalah sensasi panca indra tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau dan ada rasa kecap meskipun tidak ada suatu rangsang yang tertuju pada kelima indra tersebut ( Damaiyanti, 2008 ). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal ( pikiran ) dan rangsangan eksternal (dunia luar).Klien memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang

  2.2.2 Penyebab Halusinasi

  Menurut Yosep (2007) penyebab halusinasi ada faktor predisposisi dan factor presipitasi :

  1. Faktor Predisposisi

  a. Genetik

  b. Neurobiology

  c. Neurotransmitter

  d. Abnormal perkembangan saraf

  e. Psikologis

  2. Faktor Presipitasi

  a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan

  b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal c. Adanya gejala pemicu.

  2.2.3 Tahapan Halusinasi

  Menurut Direja (2011) Halusinasi melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :

1. Fase 1 (Non-psikotik)

  Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi sedang. secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang menyenangkan bagi klien

  a. Karakteristik : Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan,Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan, b. Perilaku yang muncul : Tersenyum atau tertawa sendiri, Menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, Respons verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi.

  3. Fase II (Non-psikotik) Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan berat. secara umum halusinasi yang ada dapat menyebabkan antisipasi.

  a. Karakteristik : Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalam tersebut, Mulai merasa kehilangan kontrol, Menarik diri dari orang lain.

  b. Perilaku yang muncul : Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah, Perhatian terhadap lingkungan menurun, konsentrasi terhadap pengalaman sensori pun menurun, Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan realita.

  4. Fase III (Psikotik) Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi a. Karakteristik : Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya,

  Isi halusinasi menjadi atraktif, Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir.

  b. Perilaku yang muncul : Klien menuruti perintah halusinasi, Sulit berhubungan dengan orang lain, Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat, Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata, Klien tampak tremor dan berkeringat.

5. Fase IV ( Psikotik )

  Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik Prilaku yang muncul : Resiko tinggi mencederai, Agitasi / kataton, Tidak mampu merespons rangsangan yang ada.

2.2.4 Tanda dan Gejala Halusinasi 1.

  Respon terhadap realita tidak tepat Respon yang tidak tepat ini dapat terjadi pada kelima panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan. Isi halusinasi dapat bermacam- macam.

  a.

  Halusinasi pendengaran b. Halusinasi penciuman c. Haluinasi penglihatan d. Halusinasi perabaan e. Halusinasi pengecapan 2. Tersenyum dan tertawa sendiri (Towsend, 2005)

  Pasien tertawa sendiri karena isi halusinasi pasien berisikan hal yang menyenangkan bagi pasien. Hal ini sesuai dengan Stuart & Laraia (2005) yang menyatakan bahwa memang pada tahap satu dari tahapan intensitas halusinasi adalah halusinasi bersifat menyenangkan dan perilaku pasien yang tampak adalah pasien terlihat tersenyum ataupun tertawa sendiri.

  3. Berbicara sendiri (Towsend, 2005) Stuart & Laraia (2005) menyebutkan bahwa perilaku pasien pada tahap satu halusinasi adalah pasien menggerakkan bibir tanpa suara. Pada tahap ini halusinasi umumnya menyenangkan dan pasien mengalami ansietas sedang. Pengalaman halusinasi menunjukkan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah, takut dan mencoba memfokuskan pada fikiran yang menyenangkan untuk mengurangi ansietas. Individu mengetahui bahwa pikiran dan pengalaman sensorinya dapat dikontrol jika ansietasnya dapat diatasi.

  4. Melakukan aktivitas fisik yang merefleksikan isi halusinasi (Stuart & Laraia, 20005)

  Berdasarkan Stuart & Laraia (2005) pada tahap ketiga halusinasi, halusinasi bersifat mengendalikan. Pengalaman sensori mulai mengendalikan dan individu mengalami ansietas berat. Individu mulai menyerah untuk mencoba melawan pengalaman halusinasinya dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi dapat berupa permohonan. Individu mengalami kesepian apabila halusinasinya berakhir. Perilaku pasien lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada menolaknya. Tahapan berlanjut diberikan oleh halusinasinya dari pada menolaknya. Tahapn berlanjut pada tahap keempat dimana pengalaman sensori menjadi menakutkan apabila individu tidak mengikuti perintah yang akhirnya dapat berakhir dengan pasien melakukan tindakan yang beresiko terhadap keamanan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar.

  5. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu / memiringkan kepala ke satu sisi seperti jika seorang sedang mendengarkan sesuatu (Towsend, 2005) Sama seperti perilaku sebelumnya parilaku ini terjadi karena individu dikendalikan oleh halusinasinya. Perilaku pasien lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada menolaknya (Stuart & Laraia, 2005).

  6. Kurangnya interaksi dengan oranglain (Copel, 2007) Stuart & Laraia (2005), menyebutkan bahwa individu merasa malu dengan penggalaman sensorinya dan menarik diri dari oranglain. Dan hal ini terjadi pada tahap kedua tahapan intensitas halusinasi. Halusinasi umumnya menjijikkan dan pasien mengalami ansietas berat. Pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan individu mulai merasa kehilangan control dan berusaha menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan. Dan apabila tahapan berlanjut individu akan mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan oranglain.

  7. Kurang dapat berkonsentrasi (Copel, 2007; Towsend, 2005) Berdasarkan Stuart & Laraia (2005), berkurangnya kemampuan individu berkonsentrasi terjadi pada tahap dua intensitas halusinasi. Pada tahap ini pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, individu mulai merasa kehilangan control dan berusaha menjatuhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan.

2.2.5Jenis-Jenis halusinasi 1.

  Halusinasi audio/dengar Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan, mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam keaadan sadar tanpa adanya rangsangan apapun (maramis,2005). Halusinasi pendengaran adalah persepsi sensorik yang keliru melibatkan panca indra pendengaran (isaac,2002).

  2. Halusinasi Visual/Lihat Halusinasi dari organ penglihatan (mata). Pasien melihat, sedang orang di sekitar sama sekali tidak. Atau kenyataannya di mata orang lain tidak ada apa-apa sedangkan pasien yakin sekali melihat. Misalnya, melihat bentangan alam yang indah, melihat hewan-hewan, monster, dan lain-lain.

  3. Halusinasi Olfaktorik/Penciuman (Bau/Hidu) Tidak ada sumber bau, tetapi penderita yakin menghirup bau-bau tertentu.

  Misalnya bau parfum, bau busuk, bau menyengat, dan lain-lain. Kelainan ini jarang terjadi, dan ada dugaan kelainan ini muncul dengan kecenderungan adanya kerusakan otak organik.

  4. Halusinasi Gustatorik/Kecap Penderita merasakan sensasi rasa di mulutnya. Kelainan ini sering terjadi bergandengan dengan adanya gangguan penghidu/pembau/olfaktorik.

  5. Halusinasi Taktil/Raba-Rasa/Kinestetik Penderita merasakan sensasi taktil/raba-rasa di tubuhnya yang tentu saja tanpa sumber/stimulus/rangsangan/trigger. Misalnya penderita merasakan sakit, kedinginan. Lebih khusus lagi dari gangguan ke-5 ini: Jika sensasi raba yang dirasakan penderita adalah rangsangan erotis (seksual) maka disebut sebagai halusinasi heptik; Jika pasien melaporkan adanya perasaan sedang merasakan proses pembentukan cairan tubuh, seperti merasakan pembentukan feses, urin, atau darah maka disebut halusinasi cenesthetik; Sedangkan yang dimaksud halusinasi kinestetik apabila pasien merasakan dirinya bergerak padahal posisinya saat itu tidak bergerak sama sekali.

2.2.6 Tindakan Keperawatan 1.

  Membantu pasien mengenali halusinasi.

  Dapat melakukan dengan berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/ dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekwensi terjadi halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul 2.

  Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara : a.

  Menghardik halusinasi Menjelaskan cara menghardik halusinasi, memperagakan cara menghardik, meminta pasien memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini dan menguatkan perilaku pasien.

  b.

  Bercakap-cakap dengan orang lain Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan c.

  Melakukan aktivitas yang terjadwal Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dapat dilakukan dengan cara : menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi, mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien, melatih pasien melakukan aktivitas, menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih, memantau pelaksanaan jadwal kegiatan dan memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.

  d.

  Menggunakan obat secara teratur Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat : jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa, jelaskan akibat bila putus obat, jelaskan cara mendapat obat/ berobat, jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis).

2.3 Terapi Musik

2.3.1 Pengertian Musik

  Dari penulis-penulis Indonesia di antaranya dapat dijumpai sejumlah definisi tentang musik: Jamalus (1988, 1) berpendapat bahwa musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk dan struktur lagu dan ekspresi sebagai satu satu cabang kesenian yang pengungkapannya dilakukan melalui suara atau bunyibunyian. Prier (1991, 9) setuju dengan pendapat Aristoteles bahwa musik merupakan curahan kekuatan tenaga penggambaran yang berasal dari gerakan rasa dalam suatu rentetan suara (melodi) yang berirama.

  Menurut ahli perkamusan (lexicographer) musik ialah: ”Ilmu dan seni dari kombinasi ritmis nada-nada, vokal maupun instrumental, yang melibatkan melodi dan harmoni untuk mengekspresikan apa saja yang memungkinkan, namun khususnya bersifat emosional”1 Walaupun demikian selama berabad-abad para ahli menganggap bahwa definisi kamus tersebut kurang memuaskan. Sebagai alternatif, di antaranya ada yang memahami musik sebagai ”bahasa para dewa”; yang lain mengatakan bahwa: ”music begins where speech ends” (musik mulai ketika ucapan berhenti). Romain Rolland berpendapat bahwa musik adalah suatu janji keabadian; bagi Sydney Smith musik ialah satusatunya pesona termurah dan halal di muka bumi.

  Goethe berpendapat bahwa musik mengangkat dan memuliakan apa saja yang diekspresikannya. Mendelssohn meyakini bahwa musik dapat mencapai suatu wilayah yang kata-kata tidak sanggup mengikutinya, dan Tchaikovsky berkata bahwa musik adalah ilham yang menurunkan kepada kita keindahan yang tiada taranya. Musik adalah logika bunyi yang tidak seperti sebuah buku teks atau sebuah pendapat. Ia merupakan suatu susunan vitalitas, suatu mimpi yang kaya akan bunyi, yang terorganisasi dan terkristalisasi. Sehubungan dengan itu Herbert Spencer, seorang filsuf Inggris mempertimbangkan musik sebagai seni murni tidak mudah dibandingkan pada setiap orang, sebagaimana seseorang dapat mengatakan sesuatu dengan berbagai cara (Ewen 1963, vii-viii).

  Dari perspektif interpretasi atau penikmatannya, musik juga dapat dipahami sebagai bahasa karena ia memiliki beberapa karakteristik yang mirip dengan bahasa. Berkaitan dengan hal tersebut Machlis (1963, 4) memahami musik sebagai bahasa emosi-emosi yang tujuannya sama seperti bahasa pada umumnya, yaitu untuk mengkomunikasikan pemahaman. Sebagai bahasa musik juga memiliki tata bahasa, sintaksis, dan retorika, namun tentunya musik merupakan bahasa yang berbeda. Setiap kata-kata memiliki pengertian yang kongkrit, sementara nada-nada memiliki pengertian karena hubungannya dengan nada-nada yang lain. Kata-kata mengekspresikan ide-ide yang spesifik sedangkan musik menyugestikan pernyataan-pernyataan misterius dari pikiran atau perasaan.

  Dari beberapa pendapat di atas setidaknya dapat dipahami bahwa musik merupakan salah satu cabang seni pertunjukan seperti tari, drama, puisi, dan sebagainya. Sebagai sebuah karya seni, musik adalah ungkapan perasaan seseorang yang dituangkan lewat komposisi jalinan nada atau melodi, baik dalam bentuk karya vokal maupun instrumental. Di samping itu musik adalah suatu karya seni yang tersusun atas kesatuan unsur-unsur seperti irama, melodi, harmoni, bentuk atau struktur, dan ekspresi.

2.3.2 Pengertian Terapi Musik

  Terapi musik adalah materi yang mampu mempengaruhi kondisiseseorangbaik fisik maupun mental. Musik memberi mendengar,berbicara, serta analisis intelek dan fungsi kesadaran (Satiadarma, 2004).Terapi musik merupakan suatu disiplinilmu yang rasional yang memberinilai tambah pada musik sebagai dimensi baru secara bersama dapatmempersatukan seni, ilmu pengetahuan dan emosi (Widodo, 2000).

2.3.3 Manfaat Musik

  Dari perspektif filsafat, musik diartikan sebagai bahasa nurani yang menghubungkan pemahaman dan pengertian antar manusia pada sudut-sudut ruang dan waktu, di mana pun kita berada. Oleh karena itu Nietzsche, seorang filsuf Jerman, meyakini bahwa musik tidak diragukan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi kehidupan manusia. Sehubungan dengan itu ia mengatakan: "Without music, life would be an error." Dalam kenyataannya musik memang memiliki fungsi atau peran yang sangat penting sehingga tidak satupun manusia yang bisa lepas dari keberadaan musik.

1. Musik Sebagai Hiburan

  Aristoteles, filsuf Yunani yang lahir di Stagira pada tahun 384 SM, mengatakan bahwa musik mempunyai kemampuan untuk mendamaikan hati yang gundah. Sehubungan dengan itu musik memiliki efek terapi yang rekreatif dan lebih jauh lagi dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Pandangan Aristoteles ini setidaknya memberikan gambaran kepada kita bahwa dalam mengarungi bahtera kehidupannya, manusia tidak selalu menjumpai hal-hal yang menyenangkan.

  Suatu ketika ia bisa mengalami peristiwa yang menyedihkan, memilukan, atau bahkan menyakitkan, sedangkan di lain waktu, bisa juga mengalami peristiwa

  Musik dapat mempengaruhi hidup seseorang, hanya dengan musik, suasana ruang batin seseorang dapat dipengaruhi. Entah apakah itu suasana bahagia ataupun sedih, bergantung pada pendengar itu sendiri. Yang pasti, musik dapat memberi semangat pada jiwa yang lelah, resah dan lesu. Apalagi bagi seseorang yang sedang jatuh cinta, musik seakan-akan dapat menjadi kekuatan untuk menyemangati perjalanan cinta seseorang. Sebagai hiburan, musik dapat memberikan rasa santai dan nyaman atau penyegaran pada pendengarnya. Terkadang pada saat pikiran kita lagi risau, serba buntu, dan tidak tahu apa yang harus dilakukan; dengan mendengarkan musik, segala pikiran bisa kembali segar.

  Hasilnya, kita bersemangat kembali mengerjakan sesuatu yang tertunda.

  Di samping itu sebagai hiburan, musik juga dapat menyembuhkan depresi, musik terbukti dapat menurunkan denyut jantung. Ini membantu menenangkan dan merangsang bagian otak yang terkait ke aktivitas emosi dan tidur. Peneliti dari Science University of Tokyo menunjukkan bahwa musik dapat membantu menurunkan tingkat stres dan gelisah. Penelitian menunjukkan bahwa mendengarkan musik klasik adalah cara terbaik untuk membantu mengatasi depresi

2. Terapi Kesehatan

  Musik dapat berfungsi sebagai alat terapi kesehatan. Ketika seseorang mendengarkan musik, gelombang listrik yang ada di otaknya dapat diperlambat atau dipercepat dan pada saat yang sama kinerja sistem tubuh pun mengalami perubahan. Bahkan, musik mampu mengatur hormon-hormon yang kesehatan memiliki kaitan erat, dan tidak diragukan bahwa dengan mendengarkan musik kesukaannya seseorang akan mampu terbawa ke dalam suasana hati yang baik dalam waktu singkat.

  Musik juga memiliki kekuatan memengaruhi denyut jantung dan tekanan darah sesuai dengan frekuensi, tempo, dan volumenya. Makin lambat tempo musik, denyut jantung semakin lambat dan tekanan darah menurun. Akhirnya, pendengar pun terbawa dalam suasana santai, baik itu pada pikiran maupun tubuh.

  Oleh karena itu, sejumlah rumah sakit di luar negeri mulai menerapkan terapi musik pada pasiennya yang mengalami rawat inap.

  Musik dapat menyembuhkan sakit punggung kronis, ia bekerja pada sistem syaraf otonom yaitu bagian sistem syaraf yang bertanggung jawab mengontrol tekanan darah, denyut jantung, dan fungsi otak yang mengontrol perasaan dan emosi. Menurut penelitian, kedua sistem tersebut bereaksi sensitif terhadap musik.

  Ketika kita merasa sakit, kita menjadi takut, frustasi dan marah yang membuat kita menegangkan ratusan otot dalam punggung. Mendengarkan musik secara teratur membantu tubuh santai secara fisik dan mental sehingga membantu menyembuhkan dan mencegah sakit punggung. Para ahli yakin setiap jenis musik klasik seperti Mozart atau Beethoven dapat membantu sakit otot.

3. Kecerdasan Musik memiliki pengaruh terhadap peningkatan kecerdasan manusia.

  Salah satu istilah untuk sebuah efek yang bisa dihasilkan sebuah musik yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan intelegensia seseorang, yaitu Efek sedang hamil duduk tenang, seakan terbuai alunan musik tadi yang juga ia perdengarkan di perutnya. Hal ini dimaksudkan agar kelak si bayi akan memiliki tingkat intelegensia yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang dibesarkan tanpa diperkenalkan pada musik. Dengan cara tertentu, otak pun akan distimulasi untuk “belajar” segala sesuatu lewat nada-nada musik. Selain itu, musik-musik yang berirama klasik adalah jenis musik yang dianjurkan banyak pakar buat ibu hamil dan si bayi, yaitu bisa mencerdaskan bayi dan juga bisa memberi ketenangan buat ibu yang sedang hamil.

  Sehubungan dengan itu mencegah kehilangan daya ingat. Bagi banyak orang yang mengalami kehilangan daya ingat dimana berbicara dengan bahasa menjadi tidak berguna. Musik dapat membantu pasien mengingat nada atau lagu dan berkomunikasi dengan sejarah mereka. Ini karena bagian otak yang memproses musik terletak sebelah memori. Para peneliti menunjukkan bahwa orang dengan kehilangan daya ingat merespon lebih baik terhadap jenis musik pilihannya.

4. Musik dan Kepribadian

  Musik diyakini dapat meningkatkan motivasi seseorang. Motivasi adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan perasaan dan suasana hati tertentu. Apabila ada motivasi, semangat pun akan muncul dan segala kegiatan bisa dilakukan. Begitu juga sebaliknya, jika motivasi terbelenggu, maka semangat pun menjadi luruh, lemas, tak ada tenaga untuk beraktivitas. Coba saja diingat saat upacara bendera setiap Senin pagi yang di dalam upacara tersebut kita diwajibkan motivasi mencintai negeri, mengenang jasa pahlawan, dan memberi semangat baru pada pesertanya. Hal ini seharusnya berlaku juga pada irama mars yang merupakan irama untuk mengobarkan semangat perjuangan.

  Perkembangan kepribadian seseorang juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh jenis musik yang didengar. Sewaktu kecil kita suka mendengarkan lagu-lagu anak, setelah dewasa kita pun akan memilih sendiri jenis musik yang kita sukai. Pemilihan jenis musik yang disukai bisa dibilang membantu kita untuk memberikan nuansa hidup yang kita butuhkan.

  Musik adalah pengatur yang baik membentuk tubuh dan pikiran untuksaling bekerjasama. Musik berguna untuk (1) memberi pengulangan yangmenguatkan pembelajaran (2) memberi ketukan yang berirama yangmembantu koordinasi (3) memberi pola yang membimbing gunamengantisipasi apa yang akan terjadi berikutnya (4) memberi kata-kata yangmenyatukan bahasa dankemampuan membaca (5) memberi melodi yangmenarik hati dan perhatian dengan kegembiraan (Sari, 2005).Menurut Fauzi (2006), musik memberi pengaruh yang kuat untuk (1)Membantu perkembangan otak bayi (2) Membantu perkembangan bahasa(3) Menjadi jembatan belajar membaca (4) Memberi perangkat bagi mentaluntuk memecahkan masalah (5) meningkatkan keterampilan kognitif danperilaku (6) Menumbuhkan rasa percaya diri.

  Hasil riset menunjukkan bahwa pelatihan dengan musikmenunjukkan bahwa musik lebih daripada sekedar hubungan sebab akibatterhadap alunan beberapa jenis musik mampu memberikan pengaruhtertentu pada pergerakan gelombang otak (Fauzi, 2006).

2.3.4 Prinsip Terapi Musik

  Seluruh makhluk hidup yang terdapat dalam alam semesta di ciptakan dari sebentuk energi. Energi tersebut bermanifestasi dalam bentuk raga atau disebut wujud fisik. Dalam raga terdapat jiwa yang berinteraksi dengan energy di sekelilingnya. Terapi musik adalah metode penyembuhan dengan musik melalui energi yang dihasilkan dari musik itu sendiri. Prinsip dalam terapi musik meliputi; 1.

  Semua makhluk hidup adalah musikal dan masing-masing memiliki design tersendiri dalam proses penyembuhan.

  2. Musik merupakan ekspresi dari emosi yang ditimbulkan oleh factor-faktor dalam musik itu sendiri.

  3. Musik merupakan fasilitator antara terapis dengan tubuh klien,sehingga tubuh atau fisik akan member respon terhadapenergi yang dialirkan.

  4. Musik merupakan sumber emosi kebahagiaan, karena musik menghasilkan hormone betha-endophin dalam tubuh manusia.

  5. Secara alamiah musik memberi hiburan bagi manusia, melalui tarian, drama, nyanyian dan sebagainya.

  6. Harus dibedakan dengan jelas antara terapi musik dan belajar instrumen musik. Dua hal ini sangat berbeda, dalam terapi musik seorang klien terlibat dalam bermusik untuk proses penyembuhan dirinya sedangkan dalam belajar

2.3.5 Jenis-Jenis Musik

  Seiring dengan perkembangan dan kemajuan tehnologi juga semakin meningkatkan jenis-jenis musik seperti musik Rok, musik Contry, MusikJazz, musik Barok, musik Klasik (Mozart), dll. Sebagian dari musik ini dapatdigunakan untuk merangsang kecerdasan, walau demikian bukan berartimusik lain tidak berpengaruh sama sekali (Satiadarma, 2004). Jenis musikyang sudah diteliti dapat meningkatkan kecerdasan adalah: 1) Musik Klasik

  Secara umum beberapa musik klasik dianggapmemiliki dampak psikofisik yang menimbulkan kesan rileks, santai,cenderung membuat detak nadi bersifat konstan, memberi dampakmenenangkan, dan menurunkan stress. Tetapi pemakaian musik jenis ini perlupertimbangan tentang waktu tampilan musik, taraf usia perkembangan, danlatar belakang budaya, serta aktivitas motorik yang sesuai dan diassosiasikandengan kasih sayang dan estetika (Fauzi, 2006).

  Musik klasik Mozart adalah musik klasik yang muncul 250 tahun yang lalu. Diciptakan oleh Wolgang Amadeus Mozart. Musik klasik Mozart memberikan ketenangan, memperbaiki persepsi spasial dan memungkinkan pasien untuk berkomunikasi baik dengan hati maupun pikiran. Musik klasik Mozart juga memiliki irama, melodi, dan frekuensi tinggi yang dapat merangsang dan menguatkan wilayah kreatif dan motivasi di otak. Musik klasik Mozart memiliki efek yang tidak dimiliki komposer lain. Musik klasik Mozart memiliki kekuatan yang membebaskan, mengobati dan dan menyembuhkan (Musbikin, 2009).

  2) Musik Barok Musik jenis ini dianggap sebagai sooting music atau musik yangmembelai, menimbulkan rasa tenang dan nyaman.Musik barok ini juga membangkitkan suasana positif dalam bermain. Musik jenis ini cenderung mendorong seseorang untuk berani bereksplorasi dalamsuasana yang menggembirakan.

  Pada hakikatnya musik ini membangkitkan aktivitas kesenimanan dalamdiri ( the artist within). Dengan memperdengarkan musik ini kemampuankreatif juga dibangkitkan karena dapat mengembangkan daya imajinasi, kondisi ini memungkinkan seseorang untuk berekspresi (Satiadarma, 2004). 3) Musik Nature Sounds

  Musik nature sounds atau Nature sounds music bukan merupakan bagian dari musik klasik. Musik jenis ini justru merupakan temuan baru akibatmodernisasi tehnologi rekaman suara. Nature sounds music merupakan bentukintegrative musik klasik dengan suara-suara alam. Komposisi musik inidisertai dengan latar belakang suara ombak lautan atau gemerisik pepohonan,dan suara alam lainya. Jenis musik nature sounds ini cenderung lebihmendekatkan pendengar dengan suasana alam. Bagi anak suara alam ini tidaksekadar membangkitkan assosiasi tertentu tetapi juga merupakan stimulustertentu sebagai sarana belajar. Iringan musik ini dalam situasi yang tenangsangat membantu memperkuat imajinasi danassosiasinya (Satiadarma, 2004).

2.3.6 Cara kerja Terapi Musik Klasik

  Musik klasik bersifat terapeutik artinya dapat menyembuhkan. Salah satu alasannya karena musik klasik menghasilkan rangsangan ritmis yang kemudian ditangkap melalui organ pendengaran dan diolah di dalam sistem saraf tubuh dan kelenjar pada otak yang selanjutnya mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme internal pendengarnya. Ritme internal ini mempengaruhi metabolisme tubuh manusia sehingga prosesnya berlangsung dengan lebih baik. Dengan metabolisme yang lebih baik, tubuh akan mampu membangun sistem kekebalan yang lebih baik, dan dengan sistem kekebalan yang lebih baik tubuh menjadi lebih tangguh terhadap kemungkinan serangan penyakit (Satiadarma, 2002). Sebagian besar perubahan fisiologis tersebut terjadi akibat aktivitas dua sistem neuroendokrin yang dikendalikan oleh hipotalamus yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal (Prabowo & Regina, 2007).

  Hipotalamus juga dinamakan pusat stres otak karena fungsi gandanya dalam keadaan darurat. Fungsi pertamanya adalah mengaktifkan cabang simpatis dan sistem saraf otonom. Hipotalamus menghantarkan impuls saraf ke nukleus- nukleus di batang otak yang mengendalikan fungsi sistem saraf otonom. Cabang simpatis dari sistem saraf otonom bereaksi langsung pada otot polos dan organ internal untuk menghasilkan beberapa perubahan tubuh seperti peningkatan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah. Sistem simpatis juga menstimulasimedula adrenal untuk melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan denyut jantung dan tekanan darah, dan norepinefrin secara tidak langsung melalui aksinya pada kelenjar hipofisis melepaskan gula dari hati. ArdenalCorticotropin

  

Hormon (ACTH) menstimulasi lapisan luar kelenjar adrenal (korteks adrenal)

  yang menyebabkan pelepasan hormon (salah satu yang utama adalah kortisol) yang meregulasi kadar glukosa dan mineral tertentu (Atkinson cit Primadita, 2011).

  Salah satu manfaat musik klasik sebagai terapi adalah self-mastery yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri. Musik mengandung vibrasi energi, vibrasi ini juga mengaktifkan sel-sel di dalam diri seseorang, sehingga dengan aktifnya sel-sel tersebut sistem kekebalan tubuh seseorang lebih berpeluang untuk aktif dan meningkat fungsinya. Selain itu, musik dapat meningkatkan serotonin dan pertumbuhan hormon yang sama baiknya dengan menurunkan hormon ACTH (Satiadarma, 2002). Pemberian intervensi terapi musik klasik membuat seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih, melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat stres, sehingga dapat menyebabkan penurunan kecemasan (Musbikin, 2009). Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan Ardenal Corticotropin Hormon (ACTH) yang merupakan hormon stres (Djohan, 2005).

2.3.7 Rangsangan Terapi Musik Terhadap Fungsi Otak

  Musik memberi rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi pada otak(fungsi ingatan, belajar, bahasa, berbicara, analisis intelek dan fungsikecerdasan).Dengan menikmati musik, gudang ingatan semakin lamasemakin berkembang, sehingga Musik juga dapat berpengaruh untuk: 1) Merangsang otak secara fisik

  Musik mampu mengaktifkan fungsi fisik otak yang telah mengalamipenurunan akibat adanya ganguan fisik. Ada yang beranggapan bahwa bukanmusik yang memperbaiki kondisi fisik otak, melainkan kondisi fisik otak yanglebih memungkinkan seseorang untuk belajar musik. Bagian otak yangberperan dalam fungsi pendengaran dan kemampuan verbal (planumtemporal) dan bagian otak yang berfungsi sebagai lintas transformasi sinyaldari belahan otak kanan dan belahan otak kiri ( corpus collosum) pada musisiumumnya lebih besar karena musisi belajar musik relatif lebih lama daripadaorang lain (Rahmawati, 2001).

  2) Merangsang fungsi kognitif Fungsi kognitif (nalar) merupakan fungsi yang sangat penting dalamaktifitas kerja otak. Fungsi kognitif memungkinkan seseorang untuk berfikir,mengingat, menganalisa, belajar dan melakukan aktifitas mental yang lebihtinggi. Secara umum musik mampu membantu seseorang untuk meningkatkankonsentrasi, menenangkan pikiran, memberi ketenangan dan membantuseseorang untuk melakukan motivasi dengan kata lain musik dapat membantuindividu mengembangkan proses mental dan meningkatkan kesadaran(Satiadarma, 2004).

  3) Merangsang rekognisi (mengenali kembali) Proses rekognisi merupakan salah satu proses penting dalam kerjaotak. Pada awalnya rangsang diterima oleh penginderaan dan di sampaikan keotak dengan menggunakan sinyal tertentu melintas pada jaringan saraf,kemudian otak menganalisa sinyal yang dikirimkan oleh penginderaan,mencari pendengaranya dengan koleksi data yang ada di gudang ingatan(Satiadarma, 2004).Jika seseorang mendengar alunan musik, saraf indra pendengaranmengirim sinyal ke otak untuk mengenal alunan musik tersebut. Jika individupernah mendengar alunan serupa maka individu yang bersangkutan akanmerespon alunan serupa misalnya dengan hentakan kaki, bersiul mengikutilagu yang didengarnya (Satiadarma, 2004). 4) Memperluas gudang ingatan

  Berbagai bentuk pengalaman memberikan konstribusi koleksi data dalamgudang ingatan. Ragam musik juga memberikan kontribusi data di dalamgudang ingatan, akan tetapi gudang ingatan memiliki keterbatasan jika jumlahdata yang masuk jauh lebih besar dari daya tampung dalam gudang ingatan.Musik mampu mengubah individu untuk memanggil kembali data lainyakarena adanya proses assosiatif. Banyaknya ragam musik yang direkam dalamingatan seseorang memperkaya koleksi ingatan dengan ragam bentuk datayang terorganisir sehingga individu lebih mampu mengklasifikasikankelompok ingatan dan mengaitkanya dengan musik (Satiadarma, 2004).

  5) Merangsang perkembangan bahasa Dalam bidang pendidikan diberbagai lembaga bahasa, musik serta belajarbahasa. Lirik musik juga mengubah individu untuk memahami kata dan ragamungkapan dalam lirik lagu tersebut (Fauzi, 2006).

2.3.8 Terapi Musik pada Skizofrenia

  Musik memiliki efek mendalam pada tubuh dan jiwa. Ini adalah bagian tak terpisahkan dari pengalaman manusia dan komponan penting untuk mencapai kualitas hidup ( Dileo & Bradt, 2009), terapi musik sangat bermanfaat bagi kesehatan. Terapi musik telah terbukti merupakan salah satu intervensi yang bermanfaat bagi orang yang memiliki penyakit mental abadi (Grocke, 2008; Edwards, 2006).

  Terapi musik dapat dianggap sebagai salah satu bentuk rehabilitasi psikososial karena dapat meningkatkan kekompakan sosial, dan dapat mempengaruhi psikologos individu dan kesejahteraan fisiologis, seperti fungsi kognitif dan ekspresi emosional (Yang, 1998), hal ini didefinisikan sebagai metode psikoterapi yang menggunakan interaksi musik sebagai sarana komunikasi dan ekspresi (Emas, 2009). Peng et al (2010) dan Sousa dan Sousa (2010) menemukan bahwa terapi musik adalah alat yang efektif untuk perbaikan dan rehabilitasi gejala skizofrenia bila digunakan sebagai tambahan untuk farmakoterapi.

  Dalam sebuah penelitian yang membandingkan perawatan standar ditambah terapi musik untuk perawatan standar saja, hasil penelitian menunjukkan Hayashi et al (2002) juga menemukan efek terapi musik pada gejala negatif dan kualitas hidup. Dalam meta-analisis, ditemukan bahwa terapi musik memiliki efek positif pada gejala positif dan gejala negatif skizofrenia (Emas, 2005). Talwar et al (2006) dan Ulrich et al (2007) juga menemukan efek positif dari terapi musik pada gejala negatif. Selain itu, Na dan Yang (2009) menunjukkan penurunan signifikan secara statistic pada frekuensi halusinasi pendengaran dan penurunan yang signifikkan untuk gejala negatif setelah mendengarkan musik (Mohhammadi, 2012).

2.3.9 Tata Cara Pemberian Terapi Musik

  Belum ada rekomendasi mengenai durasi yang optimal dalam pemberian terapi musik. Seringkali durasi yang diberikan dalam pemberian terapi musik adalah selama 10-15 menit. Ketika mendengarkan terapi musik klien berbaring dengan posisi yang nyaman, sedangkan tempo harus sedikit lebih lambat, 50 - 70 ketukan/menit, menggunakan irama yang tenang (Schou, 2007).