BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Definisi Posyandu - Yumianti BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Definisi Posyandu Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh,

  untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006).

  Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini.

  Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana.

  Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapain Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).

  11 Posyandu adalah salah satu bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat yang sudah menjadi milik masyarakat serta menyatu dalam kehidupan dan budaya masyarakat. Meskipun dalam satu dasa warsa terakhir ini terjadi perubahan tatanan kepemerintahan di Indonesia, tetapi Posyandu masih tetap ada di tengah-tengah masyarakat kita.

  Peran serta masyarakat dalam mewujudkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat amatlah penting. Wujud nyata bentuk peran serta masyarakat antara lain muncul dan berkembangnya Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), misalnya Posyandu. Sebagai indikator peran aktif masyarakat melalui pengembangan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) digunakan persentase desa yang memiliki Posyandu. Posyandu merupakan wahana kesehatan bersumberdaya masyarakat yang memberikan layanan 5 kegiatan utama Kesehatan Ibu Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Gizi, Imunisasi dan P2 Diare dilakukan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat.

  Keaktifan ibu pada setiap kegiatan posyandu tentu akan berpengaruh pada keadaan status gizi anak balitanya. Karena salah satunya tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status gizi masyarakat terutama anak balita dan ibu hamil. Agar tercapai itu semua maka ibu yang memiliki anak balita hendaknya aktif dalam kegiatan posyandu agar status gizi balitanya terpantau (Kristiani, 2007).

  Kegiatan di posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat, yang dilaksanakan oleh kade- kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar.

  Pengintegrasian layanan sosial dasar di Posyandu adalah suatu upaya mensinergikan berbagai layanan yang dibutuhkan masyarakat meliputi perbaikan kesehatan dan gizi, pendidikan dan perkembangan anak, peningkatan ekonomi keluarga, ketahanan pangan keluarga dan kesejahteraan sosial.

  Keberadaan Posyandu sangat diperlukan dalam mendekatkan upaya promotif dan preventif kepada masyarakat, utamanya terkait dengan upaya peningkatan status gizi masyarakat serta upaya kesehatan ibu dan anak. Peran dan dukungan Pemerintah kepada Posyandu melalui Puskesmas sangat penting untuk memfasilitasi pelaksanaan berbagai kegiatan kesehatan di Posyandu.

2. Prinsip Dasar Posyandu (Nasrul, 1997)

  a. Pos pelayanan terpadu merupakan usaha masyarakat dimana terdapat perpaduan antara pelayanan profesional dan nonprofesional (oleh masyarakat ).

  b. Adanya kerja sama lintas program yang baik, Kesehatan ibu Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), gizi immunisasi, penanggulangan diare maupun lintas sektoral (Dep. KES. RI, Depdagri/Bangdes, dan BKKBN ).

  c. Kelembagaan masyarakat ( pos desa, kelompok timbang/pos timbang, pos immunisasi, pos kesehatan lain-lain ).

  d. Mempunyai sasran penduduk yang sama ( Bayi 0-1 tahun, anak balita 1-4 tahun, ibu hamil, Pasangan Usia Subur (PUS)).

  e. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)/ Primary Health Care) PHC.

3. Tingkat Perkembangan Posyandu (Kemenkes, 2011)

  a. Posyandu Pratama Posyandu yang masih belum mantap kegiatannya, kegiatan belum rutin setiap bulan, kader aktifnya terbatas kurang dari 5 orang.

  b. Posyandu Madya Sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali pertahun, jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, cakupan program utamanya masih rendah yaitu kurang dari 50%.

  c. Posyandu Purnama Posyandu yang frekuensinya lebih dari 8x setahun, jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, cakupan 5 program utamanya lebih dari 50% sudah ada program tambahan bahkan mungkin sudah ada dana sehat yang masih sederhana. d. Posyandu Mandiri Sudah dapat melaksanakan kegiatan secara teratur, jumlah kader rata- rata 5 orang atau lebih, cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan dana sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK.

4. Tujuan Posyandu (Nasrul, 1997)

  Tujuan pokok dari pelayanan pos pelayanan terpadu adalah untuk (Nasrul, 1997):

  a. Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak b. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR.

  c. Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)

  d. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat

  e. Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan letak geografi.

  f. Meningkatkan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi untuk swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat.

  5. Sasaran Posyandu (Nasrul, 1997)

  Yang menjadi sasaran dalam pelayanan kesehatan di posyandu adalah:

  a. Bayi berusia kurang dari 1 tahun

  b. Anak balita usia sampai 5 tahun

  c. Ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu nifas

  d. Wanita Usia Subur 6.

   Fungsi Posyandu (Kemenkes, 2011)

  a. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKBA).

  b. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKBA).

  7. Manfaat Posyandu (Kemenkes, 2011)

  a. Bagi masyarakat 1) Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan

  Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Balita (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKBA).

  2) Memperoleh layanan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan terutama terkait kesehatan ibu, bayi, dan balita.

  3) Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar terpadu dan pelayanan sosial dasar sektor lain terkait.

  b. Bagi kader dan tokoh masyarakat 1) Mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka

  Kematian Balita (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKBA). 2) Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan Angka

  Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Balita (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKBA).

  c. Bagi Puskesmas 1) Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan perorangan primer, dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer.

  2) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan sesuai kondisi setempat.

  3) Mendekatkan akses pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat. d. Bagi sektor lain 1) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan dan sosial dasar lainnya, terutama yang terkait dengan upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Balita (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKBA) sesuai kondisi setempat.

  2) Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing sektor.

8. Kegiatan Posyandu (Nasrul, 1997)

  a. Lima kegiatan posyandu ( Panca Krida Posyandu ) 1) Kesehatan ibu dan anak 2) Keluarga berencana 3) Imunisasi 4) Peningkatan gizi 5) Penanggulangan diare

  b. Tujuan kegiatan posyandu ( Sapta Krida Posyandu ) 1) Kesehatan ibu dan anak 2) Keluarga berencana 3) Immunisasi 4) Peningkatan gizi 5) Penanggulangan diare

  6) Sanitasi dasar 7) Penyediaan obat esensial 9.

   Kriteria Kunjungan Ke Posyandu

  Dikatakan posyandu berhasil itu harus memenuhi target kunjungan posyandu dalam 1 tahun. Sedangkan tahapannya adalah untuk posyandu pratam a frekuensi penimbangannya ≤ 8x per tahun, posyandu madya frekuensinya ≥ 8x per tahun, posyandu purnama frekuensi penimbangannya ≥ 8x per tahun dan posyandu mandiri frekuensi penimbangannya ≥ 8x per tahun (Runjati, 2010. hal. 79).

  Data hasil pengukuran antropometri diolah menggunakan klasifikasi status gizi menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2000). Data tingkat kehadiran balita dikategorikan menjadi dua, yaitu “Aktif” bila hadir dalam kegiatan penimbangan di posyandu sebanyak ≥ 8 kali dalam satu tahun,”Tidak aktif” apabila < 8 kali dalam satu tahun (Jahari, A.B. 2000).

  Ibu dikatakan aktif ke posyandu jika ibu hadir dalam mengunjungi posyandu sebanyak ≥ 8 kali dalam 1 tahun, sedangkan ibu dikatakan tidak aktif ke posyandu jika ibu hadir dalam mengunjungi posyandu < 8 kali dalam 1 tahun (Departemen Kesehatan RI, 2008b).

10. Pembentukan Posyandu (Kemenkes, 2011)

  Pembentukan Posyandu bersifat fleksibel, dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, permasalahan dan kemampuan sumber daya. Langkah- langkah pembentukan Posyandu dapat dilakukan dengan tahapan berikut.

  a. Pendekatan internal Tujuannya adalah mempersiapkan para petugas sehingga bersedia dan memiliki kemampuan mengelola Posyandu melalui berbagai orientasi dan pelatihan dengan melibatkan seluruh petugas Puskesmas.

  b. Pendekatan eksternal Tujuannya adalah mempersiapkan masyarakat, khususnya tokoh masyarakat sehingga bersedia mendukung penyelenggaraan Posyandu melalui berbagai pendekatan dengan tokoh masyarakat setempat.

  c. Survei mawas diri (SMD) Tujuannya adalah menimbulkan rasa memiliki masyarakat (sense of

  belonging) melalui penemuan sendiri masalah yang dihadapi serta

  potensi yang dimiliki dengan bimbingan petugas Puskesmas, aparat pemerintahan desa kelurahan dan forum peduli Kesehatan Kecamatan (jika sudah terbentuk).

  d. Musyawarah masyarakat desa (MMD)

  Inisiatif penyelenggaraan MMD adalah para tokoh masyarakat yang mendukung pembentukan Posyandu atau forum peduli ke sehatan kecamatan. Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti (Nasrul, 1997): 1) Pos penimbangan balita 2) Pos immunisasi 3) Pos keluarga berencana desa 4) Pos kesehatan 5) Pos lainya yang dibentuk baru 11.

   Persyaratan Posyandu (Nasrul, 1997)

  a. Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita

  b. Terdiri dari 120 kepala keluarga

  c. Disesuaikan dengan kemampuan petugas ( bidan desa )

  d. Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam satu tempat atau kelompok tidak terlalu jauh.

12. Alasan Pendirian Posyandu (Nasrul, 1997)

  a. Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan penyakit dan Pertolongan Pertamam Pada Kecelakaan (PPPK) sekaligus dengan pelayanan Keluarga Berencana (KB). b. Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat, sehingga menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana.

  13. Penyelenggara Posyandu (Nasrul, 1997)

  a. Pelaksana kegiatan Adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader kesehatan setempat dibawah bimbingan Puskesmas.

  Pada pelaksanaan pos pelayanan terpadu melibatakan petugas puskesmas, petugas Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai penyelenggara pelayanan profesiaonal dan peran serta masyarakat secara aktif dan positif sebagai penyelenggara pelayanan non profesional secara terpadu dalam rangka alih teknologi dan swakelola masyarakat.

  1) Dari segi petugas puskesmas:

  a) Pendekatan yang dipakai adalah pengembangan dan pembinaan Pengembangan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD).

  b) Perencanaan terpadu tingkat puskesmas (mikro planing), loka karya mini.

  c) Pelaksanaan melalui sistem 5 meja dan alih teknologi. 2) Dari segi masayarakat

  a) Kegiatan swadaya masyarakat yang diharapkan adanya kader kesehatan b) Perencanaanya melalui musyawarah masyarakat desa

  c) Pelaksanaanya melalui sistem 5 meja Dukungan lintas sektoral sangat diharapkan mulai dari tahap persiapa/perencanaan, pelaksanaan bahkan penelitian dalam rangka meningkatan derajat kesehatan masyarakat, baik dalam segi motivasi maupun teknis dari masing-masing sektor.

  b. Pengelola posyandu Adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader PKK, tokoh mayarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut.

  14. Lokasi/Letak Posyandu (Nasrul, 1997)

  a. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat

  b. Ditentukan oleh masyarakat sendiri

  c. Dapat merupakan lokal tersendiri

  d. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW atau pos lainnya.

  15. Pelayanan Kesehatan yang Dijalankan Posyandu (Nasrul, 1997)

  a. Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita 1) Penimbangan bulanan 2) Pemberian tambahan makanan bagi yang berat badanya kurang 3) Immunisasi bayi 3-14 bulan 4) Pemberian oralit untuk menanggulangi diare

  5) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.

  b. Pemeliharaan kesehatan ibu hail, ibu menyusui, dan pasangan usia subur.

  1) Pemeriksaan kesehatan umum 2) Pemeriksaan kehamilan dan nifas 3) Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah.

  4) Immunisasi TT untuk ibu hamil 5) Penyuluhan kesehatan dan KB 6) Pemberian alat kontrasepsi KB 7) Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare 8) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama 9) Pertolongan pertama pada kecelakaan 16.

   Sisitem Lima Meja dalam Posyandu (Nasrul, 1997)

  a. Meja I 1) Pendaftaran 2) Pencatatan bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur b. Meja II

  1) Penimbangan balita, ibu hamil c. Meja III 1) Pengisian KMS

  d. Meja IV 1) Diketahui berat badan anak yang naik/tidak naik, ibu hamil dengan resiko tinggi, PUS yang belum mengikuti KB 2) Penyuluhan kesehatan 3) Pelayanan TMT, oralit, vitamin A, tablet zat besi, pil ulangan, kondom.

  e. Meja V 1) Pemberian immunisasi 2) Pemeriksaan kehamilan 3) Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan 4) Pelayanan kontrasepsi IUD, suntikan.

  Untuk meja I sampai IV dilakukan oleh kader kesehatan dan untuk meja V dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya: dokter, bidan, perawat, juru immunisasi dan lainya.

B. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kunjungan Ke Posyandu

  1. Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), tahayul (superstitions), dan penerangan-penerangan yang keliru (mis-informations), (Soekanto, 2002).

  Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

  Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

  Menurut Alwi (2003) pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over

  

behaviour ). Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua

  aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu.

  Menurut Friedman (1998) menyatakan bahwa Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata lain ibu yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku sesuai dengan apa yang ia ketahui.

  Menurut Notoatmodjo (2007) untuk mengubah pengetahuan diperlukan kondisi belajar tertentu seperti:

  1) Peserta didik harus disajikan fakta atau informasi sedemikian rupa sehingga mereka mengerti.

  2) Peserta didik mampu menyimpan fakta atau informasi dalam ingatanya, sehingga fakta tersebut mudah diingat kembali bila diperlukan. 3) Peserta didik mampu menyajikan informasi yang disajikan sehingga dapat digunakan untuk melakukan tugas atau memecahkan masalah di lapangan nantinya.

  2. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007) ada 6 tingkatan pengetahuan, yaitu :

  1) Tahu (know) Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk juga mengingat kembali suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima dengan cara menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya. 2) Memahami (Comprehention)

  Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

  3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya.

  4) Analisis (Analysis) Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut yang masih ada kaitannya antara satu dengan yang lain dapat ditunjukan dengan menggambarkan, membedakan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5) Sintesis (Synthesis)

  Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan dapat menyusun formulasi yang baru. 6) Evaluasi (Evaluation)

  Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi penelitian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang sudah ada. Pengetahuan diukur dengan wawancara atau angket tentang materi yang akan di ukur dari objek penelitian

  3. Manfaat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang

  (overt behavior). Pengetahuan seseorang akan lebih langgeng bila

  didasari dengann perilaku dan pengalaman. Sebelumnya seseorang mengadopsi perilaku batu, di dalam diri seseorang terjadi proposes berurutan yakni: 1) Awarenes (kesedaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

  2) Insert (merasa tertarik), dimana orang mulai tertarik stimulus, sikap seseorang sudah mulai timbul.

  3) Evaluation (menimbang-nimbang), dimana seseorang mulai menimbang-nimbang terhadap baik buruknya stimulus bagi dirinya.

  Hal ini berarti sikap seseorang sudah lebih baik. 4) Trial (mencoba), dimana orang mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus.

  5) Adaptasi, dimana seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

  4. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Notoatmodjo (2007), berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :

  1) Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

  Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu.

  Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.

  2) Media masa / informasi Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate

  

impact ) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan

  pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. 3) Sosial budaya dan ekonomi

  Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. 4) Lingkungan

  Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

  5) Pengalaman Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain.

  Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.

  6) Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia tengah (41-60 tahun) seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah dicapai pada usia dewasa. Sedangkan pada usia tua (> 60 tahun) adalah usia tidak produktif lagi dan hanya menikmati hasil dari prestasinya. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan sehingga menambah pengetahuan.

  5. Cara Mengukur Tingkat Pengetahuan Menurut Nursalam (2007) menyatakan bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas: 1) Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75% - 100% 2) Tingkat pengetahuan cukup bila skor 56% - 75% 3) Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 56%

  6. Definisi Sikap (Notoatmodjo, 2010) Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan ( senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya. Jadi jelas disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwan yang lain.

  Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup perilaku-perilaku tersebut diantaranya perilaku kunjungan ibu balita ke posyandu. Hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan dapat digambarkan pada bagan gambar 2.1 sebagai berikut:

  STIMULUS PROSES REAKSI STIMULUS TERBUKA (rangsangan)

  (tindakan) REAKSI TERTUTUP

  (pengetahuan dan sikap)

Gambar 2.1. Hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan (Notoatmodjo, 2010)

  7. Komponen Pokok Sikap (Notoatmodjo, 2010) Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok yakni: 1) Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan, pendapat,atau pemikiran seseorang terhadap posyandu misalnya, berarti bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap posyandu.

  2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, bagaimana penilaian (terkadang didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. Seperti contoh bagaimana orang menilai posyandu, apakah penting peranannya atau tidak.

  3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah merupakan ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya tentang contoh sikap terhadap posyandu di atas, adalah apa yang dilakukan bila ia mengikuti posyandu.

  Ketiga komponen tersebut di atas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

  Sebagai contoh seorang ibu yang telah mengetahui tentang posyandu (manfaat, tujuan, kegiatan, sasaran dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha setiap bulanya datang ke posyandu. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat akan rajin membawa balita ke posyandu setiap bulan untuk mengetahui perkembangan dan kesehatan balitanya.

  Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut: 1) Menerima (receiving):

  Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap kegiatan posyandu, dapat diketahui atau diukur dari keaktifan ibu untuk datang ke posyandu setiap bulan.

  2) Menanggapi (responding): Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya seorang ibu yang datang ke posyandu tersebut ditanya tentang balitanya oleh kader, kemudian ia menjawab atau menanggapinya.

  3) Menghargai (valuing): Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons. Contoh ibu itu mendiskusikan posyandu dengan suaminya, atau bahkan mengajak tetangganya untuk datang ke posyandu.

  4) Bertanggung jawab (responsible): Sikap yang paling tinggi tingkatanya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemooh atau adanya risiko lain. Contoh tersebut, ibu yang sudah mau datang ke posyandu, ia harus berani untuk mengorbankan waktunya, atau mungkin kehilangan penghasilannya, atau diomeli oleh mertuanya kerena meninggalkan rumah, dan sebagainya.

  8. Definisi Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan atau aktivitas utama yang dilakukan secara rutin sebagai upaya untuk membiayai keluarga serta menunjang kebutuhan rumah tangga. Salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu tidak membawa balitanya ke posyandu adalah karena mereka harus bekerja.

  Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan ibu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada sesuatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan yang sebelumnya (Anoraga, 1998).

  Ibu yang bekerja mempunyai waktu kerja sama seperti dengan pekerja lainnya. Adapun waktu kerja bagi pekerja yang waktu siang 7 jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu, atau dengan 8 jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu. Sisa waktunya 16-18 jam digunakan untuk kehidupan dalam keluarga, masyarakat, tidur, dan lain-lain (Sastrohadiwiryo, 2003).

  Bagi pekerja wanita, bagaimanapun juga mereka adalah ibu rumah tangga yang sulit lepas begitu saja dari lingkungan keluarga. Wanita mempunyai mempunyai beban dan hambatan lebih berat dibandingkan rekan prianya. Dalam arti wanita harus lebih dulu mengatasi urusan keluarga, suami, anak dan hal-hal yang menyangkut tetek bengek rumah tangganya (Anoraga, 1998).

  Aspek sosio ekonomi akan berpengaruh pada partisipasi masyarakat di Posyandu. Semua ibu yang bekerja baik di rumah atau luar rumah, keduanya akan tetap meninggalkan anak-anaknya untuk sebagian besar waktu (Niven, 2000).

  Menurut Khalimah (2007), kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya dan harapan bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada sesuatu keadaan yang lebih memuaskan dalam upaya pemenuhan kebutuhan. Pekerjaan memilki hubungan dengan pendidikan dan pendapatan serta berperan penting dalam kehidupan sosial ekonomi dan berkaitan dengan faktor lain seperti kesehatan. Hal tersebut sesuai menurut Khomsan (2007) bahwa pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan dalam keluarga dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga tersebut relatif terjamin pendapatannya setiap bulan.

  Seseorang yang mempunyai pekerjaan dengan waktu yang cukup padat akan mempengaruhi ketidakhadiran dalam pelaksanaan Posyandu.

  Orang tua yang bekerja akan tidak mempunyai waktu luang, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi aktivitas pekerjaan orang tua semakin sulit datang ke Posyandu.

  Banyak ibu-ibu bekerja mencari nafkah, baik untuk kepentingan sendiri maupun keluarga. Faktor bekerja saja Nampak berpengaruh pada peran ibu yang memiliki balita sebagai timbulnya suatu masalah pada ketidakaktifan ibu kunjungan ke posyandu, karena mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan yang belum cukup, yang berdampak pada kunjungan ke posyandu, serta tidak ada waktu ibu mencari informasi karena kesibukan mereka dalam bekerja. Kondisi kerja yang menonjol sebagai faktor yang mempengaruhi ketidakaktifan (Depkes, 2002). Hal ini dapat menyebabkan frekuensi ibu yang memiliki balita untuk kunjungan ke posyandu akan berkurang.

  9. Dukungan Keluarga Dukungan adalah bantuan, dorongan yang diberikan kepada orang lain. Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap atau tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga. Dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang mendukung akan selalu siap memberikan pertolongan atau bantuan.

  Dukungan keluarga merupakan cerminan dari dukungan sosial, dimana oleh keluarga dukungan tersebut dipandang sebagai bentuk bantuan yang dapat dimanfaatkan.

  Istilah dukungan diterjemahkan dalam kamus bahasa Indonesia sebagai berikut: sesuatu yang didukung, sokongan dan bantuan yang diterima seseorang dari orang lain. Dukungan dapat diperoleh dari lingkungan sosial terdekatnya seperti anggota keluarga, orang tua dan teman. Dukungan sosial adalah hasil dari hubungan antara seseorang dengan orang lain yang memberikan rasa aman, tentram, merasa optimis dan berharga sebagai manusia (Kaplan, 1997)

  Kane (1998) dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya, dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan.

  Menurut Wati (2005) terdapat tiga cara pemberian dukungan keluarga yaitu: 1) Active mengagemen, dapat diberikan oleh salah satu anggota keluarga dengan cara melibatkan individu dalam sebuah diskusi dan menyatakan mengenai permasalahan perasaan individu. 2) Protective buffering, mengarah pada tingkah laku salah satu anggota keluarga yang menyembunyikan kekhawatiran, menyangkal kekhawatiran dan mengalah pada individu untuk menghindari pertengkaran.

  3) Over protective, mengarah pada tingkah salah satu anggota keluarga yang mengabaikan kemampuan individu sehingga individu memperoleh bantuan yang tidak diperlukan dan aktivitasnya dibatasi.

  10. Fungsi dukungan keluarga Menurut Friedman (1998) keluarga mempunyai berbagai jenis dukungan yang mempunyai fungsi berbeda-beda, yaitu:

  1) Dukungan informasional Berfungsi sebagai kolektor dan desiminator (penyebar) informasi berbagai hal. Manfaat dari dukungan ini adalah sebagai masukan atau penjelasan kepada anggota lain atas informasi atau pengetahuan yang didapat. Sehingga masalah yang sedang dialami dapat segera diatasi. Jenis informasi ini dapat berupa nasehat, saran, petunjuk ataupun kritikan.

  2) Dukungan penilaian Merupakan bimbingan umpan balik, membimbing, dan menengahi pemecahan masalah serta sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga. Bentuk dukungan ini yaitu support, penghargaan ataupun perhatian terhadap sesuatu yang telah dicapai oleh anggota keluarga. 3) Dukungan instrumental

  Berfungsi sebagai pertolongan praktis dan konkrit. Dalam hal ini keluarga sebagai pengambil keputusan terhadap penanganan yang harus segera diberikan baik dalam rumah ataupun tempat pelayanan kesehatan (Klinik, Puskesmas dan Rumah Sakit). Selain itu keluarga merupakan penyedia kebutuhan utama seperti makan, minum, tempat tinggal bagi anggota keluarga lainya.

  4) Dukungan emosional Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk beristirahat dan pemulihan serta membatu pengausaan terhadap emosi. Dengan adanya dukungan ini diharapkan akan bermanfaat bagi seorang yang sedang mengalami tekanan atau ketegangan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental. Bentuk dukungan ini seperti rasa suka, cinta, empati dan perhatian.

  11. Sumber Dukungan Keluarga Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberi pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman, 1998).

  a. Manfaat Dukungan Keluarga Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda- beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namaun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 1998).

C. Kerangka Teori

Gambar 2.2. Modifikasi Notoatmodjo (2010), Friedman (1998), Khomsah (2007) dan

  Depkes (2002) Awarenes

  (kesedaran) Insert (merasa tertarik) Evaluation

  (menimbang- nimbang) Trial (mencoba) Adaptasi

  Pendidikan Media masa/informasi Sosial budaya dan ekonomi Lingkungan Pengalaman Usia

  Pengetahuan Kunjungan ke Posyandu

  Dukungan keluarga Dukungan emosional Dukungan penghargaan Dukungan instrumental Dukungan emosional

  Menerima Menanggapi Menghargai Bertanggung jawab

  Kepercayaan Kehidupan Kecenderungan untuk bertindak

  Sikap Mencari nafkah Sumber pendapatan Memenuhi kebutuhan sendiri maupun keluarga

  Pekerjaan

D. Kerangka Konsep

  Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

  Pengetahuan tentang Posyandu

  Sikap tentang Posyandu

  Kunjungan ke Posyandu Pekerjaan ibu balita Dukungan keluarga untuk datang ke

  Posyandu

E. Hipotesis

  Hipotesis adalah jawaban sementara dalam suatu penelitian (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Ada pengaruh antara pengetahuan, sikap, pekerjaan, dan dukungan keluarga terhadap kunjungan ibu balita ke posyandu.