BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI GEL FRAKSI AIR EKSTRAK METANOL BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi, L.) DAN AKTIVITAS PENANGKAPAN RADIKAL BEBAS DENGAN METODE DPPH - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan

  sebelumnya. Kuncahyo dan Sunardi (2007) melakukan penelitian tentang aktivitas antioksidan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) terhadap DPPH. Hasil penelitian menunjukkan fraksi air ekstrak metanol buah belimbing wuluh merupakan fraksi aktif yang mempunyai aktivitas antioksidan ditunjukkan dengan nilai IC 50 sebesar 44,01 ppm.

B. Tinjauan Pustaka 1. Radikal Bebas

  Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan (unpaired electron) sehingga bersifat tidak stabil dan cenderung sangat reaktif untuk mendapatkan pasangan elektron dengan mengikat sel-sel tubuh. Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus maka dapat mengakibatkan kerusakan bahkan kematian sel (Winarsi, 2007). Selama metabolisme oksidatif, banyak oksigen yang dikonsumsi akan terkait pada hidrogen selama fosforilasi oksidatif, kemudian membentuk air. Namun, 4-5% oksigen yang dikonsumsi saat bernapas tidak diubah menjadi air, tetapi akan membentuk radikal bebas. Tubuh mempunyai sistem pertahanan antioksidan yang tergantung dari asupan vitamin, antioksidan dan mineral serta produksi antioksidan endogen seperti glutation (Clarkson dan Thompson, 2000).

  Pada keadaan normal sistem pertahanan antioksidan di dalam tubuh dapat secara mudah mengatasi radikal bebas yang terbentuk. Selama waktu terjadi peningkatan pemakaian oksigen, produksi radikal bebas berperan menyebabkan penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakit

  

Alzheimer dan Parkinson (Capelli dan Cysewski, 2006). Pada keadaan

  sehat, tubuh dapat mencegah terbentuknya radikal bebas karena sistem pertahanan natural antioksidan tubuh yang mempunyai kemampuan melawan aksi oksigen dari radikal bebas. Menurunnya efektivitas sistem tersebut menyebabkan defisiensi absolut atau relatif kadar antioksidan di dalam tubuh (Iorio, 2007).

  Radikal bebas berpotensi bahaya, karena cenderung mengisi orbit terluar yang tunggal dengan elektron lain. Adanya dua elektron pada orbit yang sama merupakan kondisi energi yang stabil secara maksimal. Ketika radikal bebas dekat dengan target molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron seperti molekul dari asam lemak tidak jenuh, radikal bebas tersebut akan segera menarik keluar elektron dari target molekul tadi. Karena efek aksi oksigen ini, radikal bebas akan kehilangan potensi berbahayanya (Iorio, 2007).

  Mekanisme reaksi pembentukan radikal bebas terdiri atas tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Tahap inisiasi merupakan tahap awal pembentukan radikal bebas. Tahap kedua adalah propagasi, yaitu perubahan suatu molekul radikal bebas menjadi bentuk lain (pembentukan radikal bebas baru). Tahap yang terakhir adalah terminasi, yaitu tahap di mana terjadi penggabungan dua molekul radikal bebas dan membentuk produk yang stabil.

  Mekanisme reaksi ketiga tahapan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: Inisiasi

  • RH + OH R + H

  

2 O

  Propagasi

  R + O

2 ROO

  ROO + RH ROOH + R

  Terminasi

  ROO + ROO ROOR + O

  2

  ROO + R ROOR

  R + R RR (Kurniawan, 2011) 2.

   Antioksidan

  Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghilangkan, membersihkan, menahan pembentukan Senyawa Oksigen Reaktif (SOR) dan radikal bebas dalam tubuh. (Lautan, 1997; Sies, 1993). Fungsi utama antioksidan yaitu untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan, meningkatkan stabilitas lemak dalam makanan, dan memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan (Tahir et al., 2003).

  Berkaitan dengan fungsinya, senyawa antioksidan di klasifikasikan dalam lima tipe antioksidan, yaitu:

  1. Primary antioxidants, yaitu senyawa-senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak. Dalam hal ini memberikan atom hydrogen yang berasal dari gugus hidroksi senyawa fenol hingga terbentuk senyawa yang stabil. Senyawa antioksidan yang termasuk dalam kelompok ini, misalnya BHA, BHT, PH, TBHP, dan tokoferol.

  2. Oxygen scavengers, yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Dalam hal ini, senyawa tersebut akan mengadakan reaksi dengan oksigen yang berbeda dalam sistem sehingga jumlah oksigen akan berkurang. Contoh dari senyawa-senyawa kelompok ini adalah vitamin C, asam eritorbat, askorbilpalminat dan sulfit. kemampuan untuk berdekomposisi hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil. Tipe antioksidan ini pada umumnya digunakan untuk menstabilkam poliolefin resin. Contohnya, asam tiodipropionat dan dilauriltiopropionat.

  4. Antioxidative enzyme, yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal bebas. Contohnya, glukosa oksidase, superoksidase dismutase (SOD), glutation peroksidase, dan kalalase.

  5. Chelators sequestrants, yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi dan tembaga yang mampu mengkatalis reaksi oksidasi lemak. Senyawa yang termasuk di dalamnya adalah asam sitrat, asam amino, ethylene diamine tetra acetic acid (EDTA) dan fosfolipid (Maulida, 2010).

  Antioksidan tidak hanya digunakan dalam industri farmasi, tetapi juga digunakan secara luas seperti pada industri makanan, industri petroleum, industri karet dan sebagainya. Antioksidan dapat ditemukan pada zat sintetis maupun zat alami hasil isolasi. Adanya antioksidan mampu menghambat oksidasi lipid, mencegah kerusakan, perubahan dan degradasi komponen organik dalam bahan makanan. Beberapa senyawa antioksidan sintetis yang umum digunakan adalah butylated hydroxytoluen (BHT), butylated hydroxyanisole (BHA), tertbutylhydroxyquinone (TBHQ), asam galat dan propil galat. Sedangkan, antioksidan alami keberadaanya sangat melimpah di alam, dapat diperoleh dari makanan sehari-hari seperti sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, vitamin

  A, vitamin C, vitamin E, asam-asam fenolat, dan senyawa flavonoid (Pokorny et al., 2001; Rohdiana, 2001; Tahir et al., 2003).

3. Gel

  Gel merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik berukuran kecil atau molekul organik berukuran besar terpenetrasi oleh suatu cairan (Dirjen BPOM, 1995). mempunyai aliran tiksotropik dan pseudoplastik yaitu berbentuk padat apabila disimpan dan akan segera mencair bila dikocok, konsentrasi bahan pembentuk gel yang dibutuhkan hanya sedikit untuk membentuk massa gel yang baik, viskositas gel tidak mengalami perubahan yang berarti pada suhu penyimpanan (Lieberman, 1989).

  Klasifikasi gel didasarkan pada pertimbangan karakteristik dari masing-masing kedua fase gel dikelompokkan pada gel organik dan anorganik berdasarkan sifat fase koloidal. Gel organik dibagi menjadi gom alam (seperti gom arab, karagen, dan gom xantan), dan gom hasil sintesa (seperti hidroksipropil selulosa dan metilhidroksipropil selulosa). Sifat pelarut akan menentukan apakah gel merupakan hidrogel (dasar air) atau organogel (dengan pelarut bukan air). Gel padat dengan konsentrasi pelarut rendah dikenal sebagai xero gel, sering dihasilkan dengan cara penguapan pelarut, sehingga menghasilkan kerangka gel (Agoes & Darijanto, 1993).

  Pemilihan bahan pembentuk gel dalam setiap formulasi bertujuan membentuk sifat seperti padatan yang cukup baik selama penyimpanan yang dengan mudah dapat dipecah bila diberikan gaya pada sistem. Misalnya, dengan pengocokan botol, memencet tube atau selama aplikasi topikal. Pertimbangan harga menyebabkan pilihan jatuh pada zat pembentuk gel yang mampu dalam konsentrasi rendah menghasilkan karakteristik yang diinginkan. Gel seharusnya hanya menunjukkan perubahan viskositas yang relatif kecil pada variasi normal temperatur kamar dan pemakaian (Agoes & Darijanto, 1993).

  Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.

  1. Dasar gel hidrofobik Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan prosedur yang khusus (Ansel, 1989).

  2. Dasar gel hidrofilik Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet (Voigt, 1994).

  Menurut Voigt (1994), beberapa keuntungan sediaan gel adalah sebagai berikut:

  1. Kemampuan penyebarannya baik pada kulit

  2. Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit

  3. Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

  4. Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik

  5. Pelepasan obatnya baik Gel yang mengandung zat antioksidan dapat digunakan sebagai sediaan topikal untuk menangkal radikal bebas. Apabila suatu sistem obat digunakan secara topikal, maka obat akan keluar dari pembawanya dan berdifusi ke permukaan jaringan kulit, ada 3 jalan masuk yang utama melalui daerah kantung rambut, melalui kelenjar keringat, dan stratum korneum yang terletak diantara kelenjar keringat dan kantung rambut (Ansel, 1989).

4. Belimbing Wuluh

  Belimbing wuluh ditunjukkan pada (Gambar 1.) merupakan tanaman perdu yang dapat hidup di daerah rendah sampai dengan ketinggian sekitar 500 meter di atas permukaan laut. Belimbing wuluh pada semua jenis tanah (Purwaningsih, 2007).

  

Gambar 1. Belimbing Wuluh

a.

   Klasifikasi

  Klasifikasi belimbing wuluh adalah sebagai berikut (Dasuki, 1991): Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Classis : Dicotyledoneae Ordo : Geraniales Familia : Oxalidaceae Genus : Averrhoa Spesies : Averrhoa bilimbi L b.

   Nama Daerah

  Nama lain dari belimbing wuluh menurut Agromedia (2008) antara lain: Belimbing asam (Indonesia, Malaysia), Belimbing wuluh (Jawa), Calincing (Sunda), Asom belimbing, balimbingan (Batak), Iba (Tagalog), Bhalimbing bulu (Madura), Balimbing (Lampung), Selimeng (Aceh), Selemeng (Gayo), Blimbing buluh (Bali), Balimbeng (Flores), Celane (Bugis), Takurela (Ambon), Malimbi (Nias), Balimbieng (Minangkabau), Belerang (Sangi), Libi (Sawu), Limbi (Bima).

  c. Morfologi Tanaman

  Pohon belimbing dapat tumbuh dengan ketinggian mencapai hingga 10m. Batang utamanya pendek, berbenjol-benjol, cabangnya rendah dan berjumlah sedikit, batangnya bergelombang atau tidak rata. Bentuk daunnya majemuk menyirip ganjil 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek berbentuk bulat telur sampai jorong, ujungnya runcing, pangkal membulat, tepi rata, panjang 2-10 cm dan lebar 1-3 cm berwarna hijau, permukaan daun berwarna hijau muda. Bunga belimbing wulu berbentuk kecil berwarna ungu kemerahan , berkelompok, keluar dari batang dan cabang-cabangnya dengan tangkai bunga berambut, menggantung, panjang 5-20 cm, mahkota bunga biasanya berjumlah 5, panjang kelopak 5-7 mm, helaian mahkota bunga berbentuk elips, panjang 13-20 mm, berwarna ungu gelap sedangkan bagian pangkalnya berwarna ungu muda (Arland, 2006; Dalimartha, 2008).

  Buah belimbing wuluh berbentuk bulat lonjong persegi, panjang sekitar 4-6 cm, warnanya hijau kekuningan, bila sudah masak banyak mengandung air dan rasanya masam. Biji belimbing wuluh berbentuk bulat telur dan gepeng (Arland, 2006).

  d. Khasiat

  Menurut Arland (2006), belimbing wuluh banyak ditanam sebagai pohon buah. Tanaman ini dapat mengobati bermacam-macam penyakit. Kebanyakan pemanfaatan belimbing wuluh digunakan untuk sirup, manisan atau bumbu masak. Namun, secara tradisional belimbing wuluh dapat mengobati berbagai penyakit seperti batuk, diabetes, rematik, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah, jerawat hingga hipertensi.

  e. Kandungan

  flavonoid, saponin dan triterpen. Kandungan kimianya terdiri dari asam sitrat, asam amino, fenolat, gula, ion kalium dan sianidin-3-O-H-D- glukosida. Selain itu, buah belimbing wuluh juga kaya akan vitamin C, mineral, abu, dan protein. Penelitian tentang efek etanol belimbing wuluh terbukti memiliki aktivitas antidiabetik dan hiplogikemik.

  Kandungan kimia pada tanaman belimbing wuluh secara lebih rinci yaitu pada daunnya mengandung tanin, sulfur, asam format, kalium sitrat dan kalsium oksalat. Sedangkan ibu tangkai daunnya mengandung alkaloid dan polifenol. Batang pada tanaman belimbing mengandung senyawa saponin, tanin, glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, peroksidase, dan buahnya mengandung senyawa flavonoid dan triterpenoid (Permadi, 2006). Menurut Ardananurdin (2004), bunga belimbing wuluh mengandung golongan senyawa kimia yang bersifat antibakteri seperi saponin, flavonoid dan polifenol.

5. Ekstraksi

  Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tetentu dan menggunakan medium pengekstraksi (menstrum) yang tertentu pula (Agoes, 2007).

  Pada dasarnya terdapat dua prosedur untuk membuat sediaan obat tumbuhan, salah satunya dengan cara ekstraksi. Cara ekstraksi yaitu bahan segar yang telah dikeringkan dan dihaluskan, diproses dengan suatu cairan pengekstraksi. Jenis ekstraksi yang digunakan tergantung dari kelarutan bahan yang terkandung dalam tanaman serta stabilitasnya (Voigt, 1995). Menurut Harborne (1987), ekstraksi yang tepat tergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi.

  Proses ekstraksi merupakan proses penarikan zat pokok yang dipilih dengan zat yang diinginkan larut (Voigt, 1995). Kandungan kimia dari suatu tanaman yang berkhasiat obat umumnya mempunyai sifat kepolaran yang berbeda-beda, sehingga perlu untuk memisahkan secara selektif menjadi kelompok-kelompok tertentu. Serbuk simplisia diekstraksi berturut-turut dengan pelarut yang berbeda polarisnya (Harborne, 1987).

  Pada penelitian ini, metode ekstraksi yang digunakan adalah soxhlet. Soxhlet adalah alat ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Wadah gelas yang mengandung kantong diletakan diantara labu suling dan suatu pendingin balik melalui pipa pipet dan berkondensasi di dalamnya menetes ke atas bahan yang diekstraksi membawa keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan mencapai tinggi maksimal secara otomatis di tarik ke dalam labu, dengan demikian zat yang terekstraksi tertimbun melalui penguapan kontinyu dari bahan pelarut murni (Voigt, 1995).

  Ekstraksi sinambung dengan menggunakan alat soxhlet merupakan suatu prosedur ekstraksi konstituen kimia tumbuhan dari jaringan tumbuhan yang telah dikeringkan. Prosedur ini biasanya digunakan untuk ekstraksi konstituen kimia yang relatif tahan terhadap pengaruh pemanasan dan hanya dapat digunakan untuk simplisia tumbuhan dalam jumlah kecil oleh karena terbatasnya daya tampung dari soxhlet tersebut (Voigt, 1995).

6. Hidroksi Propil Metilselulose (HPMC)

  HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri- ciri serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga produk kosmetik dan aplikasi lainnya (Rowe et al., 2005). Struktur HPMC ditunjukkan pada (Gambar 2.)

  Gambar 2. Struktur HPMC (Rowe et al., 2005)

  HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pengsuspensi, dan sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep. Sebagai koloid pelindung yaitu dapat mencegah tetesan air dan partikel dari penggabungan atau aglomerasi, sehingga menghambat pembentukan sedimen (Rowe et al., 2005).

7. Propilenglikol

  Propilenglikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang yang tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilen gilkol adalah cairan bening, tidak berwarna, kental, dan hampir tidak berbau. Memiliki rasa manis sedikit tajam menyerupai gliserol. Dalam kondisi biasa, propilen glikol stabil dalam wadah yang tertutup baik dan juga merupakan suatu zat kimia yang stabil bila dicampur dengan gliserin, air, atau alkohol. Propilen glikol juga digunakan sebagai penghambat pertumbuhan jamur. Data klinis telah menunjukkan reaksi iritasi kulit pada pemakaian propilen glikol dibawah 10% dan dermatitis dibawah 2% (Lodėn, 2009). Struktur propilenglikol ditunjukkan pada (Gambar 3.)

Gambar 3. Struktur Propilenglikol (Rowe et al., 2005).

  Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut dan pengawet dalam berbagai formulasi parenteral dan nonparenteral. Propilen glikol secara umum merupakan pelarut yang lebih baik dari gliserin dan dapat melarutkan berbagai bahan, seperti kortikosteroid, fenol, obat-obatan sulfa, barbiturat, vitamin A dan D, alkaloid, dan banyak anestesi lokal (Rowe et al., 2005).

8. Metil Paraben

  Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Rowe et al., 2005). Struktur metil paraben ditunjukkan pada (Gambar 4.)

  

Gambar 4. Struktur Metil Paraben (Rowe et al., 2005).

  Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Rowe et al., 2005).

9. Uji Aktivitas Antioksidan

  Reagen DPPH pertama kali ditemukan oleh Goldschmidt dan Renn pada tahun 1942. DPPH merupakan senyawa radikal bebas berwarna ungu, dan pada awalnya digunakan sebagai reagen kolorimetri. Selain itu, reagen DPPH juga berfungsi untuk investigasi reaksi inhibisi polimerasi, uji antioksidan (amina, fenol, dan vitamin), serta inhibisi reaksi homolitik (Kurniawan, 2011).

  DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH berpasangan, maka warna larutan berbah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur secara stoikiometri sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang dita ngkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan (Mun’im et

  al ., 2008)

  Metode DPPH secara umum digunakan untuk screening berbagai sampel dalam penentuan aktivitas antioksidan. Metode DPPH dapan digunakan untuk sampel padatan maupun larutan, dan tidak spesifik untuk komponen antioksidan partikular, tetapi dapat digunakan untuk pengukuran kapasitas antioksidan secara keseluruhan pada suatu sampel (Kurniawan, 2011).

  Parameter yang dipakai untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisiensi atau Efficient Concentration (EC

  50 ) atau

Inhibition Concentration (IC ) yaitu konsentrasi yang dapat menyebabkan

  50

  antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC atau

  50 IC yang rendah. Hal ini dapat diacapai dengan cara menginterpretasikan

  50 data eksperimental dari metode tersebut (Andarwulan et al., 1996).

  Gambar 5. Struktur DPPH (Kurniawan, 2011).

C. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep penelitian formulasi gel fraksi air ekstrak metanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) dan aktivitas penangkapan radikal bebas dengan metode DPPH ditunjukkan pada gambar 6.

  Uji aktivitas antioksidan buah belimbing wuluh diperoleh nilai IC fraksi 50 air ekstrak metanol buah belimbing wuluh sebesar 44,01 ppm. (Kuncahyo dan Sunardi, 2007) Diformulasikan dalam bentuk sediaan gel menggunakan HPMC sebagai gelling agent dengan variasi konsentrasi fraksi air ekstrak metanol buah belimbing wuluh

  

Gel dengan Gel dengan

Gel dengan Gel tanpa fraksi

konsentrasi fraksi konsentrasi fraksi

konsentrasi fraksi air

air 0,9% air 1,8%

air 0,45%

  Uji aktivitas Pengujian sifat penangkapan fisik radikal bebas Gel fraksi air ekstrak metanol buah belimbing wuluh dengan perbedaan Data sifat fisik konsentrasi memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas yang berbeda-beda

  Gambar 6. Kerangka Konsep Penelitian

D. Hipotesis

  Fraksi air ekstrak metanol buah belimbing wuluh bila diformulasikan ke dalam sediaan gel mempunyai sifat fisik yang baik dan mempunyai aktivitas penangkapan radikal bebas.

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS AIR PERASAN BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) DALAM MEMBENTUK MIKROPOROSITAS EMAIL

0 4 11

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI AKTIF TERSTANDAR FLAVONOID DARI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) ANTIBACTERIAL ACTIVITY ASSAY OF STANDARDIZED ACTIVE FRACTION FROM BELIMBING WULUH LEAF (Averrhoa Bilimbi L.) Dyah Aryantini, Fita Sari, Juleha

0 0 8

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KAYU BAYUR SULAWESI (Pterospermum celebicum Miq.) DENGAN METODE PENANGKAPAN RADIKAL BEBAS DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazyl)

0 0 8

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL SERTA FRAKSI- FRAKSI BUNGA BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN

0 4 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAN FRAKSI BATANG SEREH (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) TERHADAP BAKTERI Streptococcus mutans - repository perpustakaan

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - OPTIMASI KOMPOSISI SPAN 60 DAN TWEEN 80 SEBAGAI EMULGATOR TERHADAP STABILITAS FISIK FORMULASI KRIM EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa L.) DENGAN METODE SIMPLEX LATTICE DESIGN - repository perpustakaan

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI AKTIVITAS PENANGKAP RADIKAL BEBAS EKSTRAK METANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L) BESERTA FRAKSINYA DENGAN METODE DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) - repository perpustakaan

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI SEDIAAN KRIM TABIR SURYA EKSTRAK DAUN SIRSAK(Annona muricata L.) DAN UJI AKTIVITAS PERLINDUNGAN SINAR UV SECARA IN VITRO - repository perpustakaan

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tanaman buah manggis - FORMULASI LIPSTIK EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia Mangostana L ) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH - repository perpustakaan

0 0 9

FORMULASI GEL FRAKSI AIR EKSTRAK METANOL BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi, L.) DAN AKTIVITAS PENANGKAPAN RADIKAL BEBAS DENGAN METODE DPPH

0 0 17