Konflik kewenangan Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam pengelolaan terminal Purabaya.

KONFLIK KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA DAN
PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO DALAM PENGELOLAAN
TERMINAL PURABAYA
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:
MUHAMMAD TOYYIB AMIRUDDIN
NIM:
E04212035

PROGRAM STUDI POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017

KONFLIK KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA
DAN PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO DALAM
PENGELOLAAN TERMINAL PURABAYA

Skripsi
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1)
Program Studi Politik Islam

Oleh:

MUHAMMAD TOYYIB AMIRUDDIN
NIM:
E04212035

PROGRAM STUDI POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017

KONFLIK KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA

DAN

PEMERINTAH

KABUPATEN

SIDOARJO

DALAM

PENGELOLAAN TERMINAL PURABAYA
Oleh:
Muhammad Toyyib AMIRUDDIN
ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji tentang konflik kewenangan pemerintah Kota Surabaya dan
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam pengelolaan Terminal Purabaya. Dalam
penelitian ini difokuskan untuk menjawab masalah utama, yakni: Bagaimana konflik
terjadi dan dinamika kepentingan politik aktor untuk memperoleh perubahan
prosentase bagi hasil Mou Kerjasama dan Penyelesian naskah perjanjian Kerjasama
menggunakan proses negosiasi antar pemerintah daerah.

Pendekatan dalam penelitian ini yaitu deskriptif yang menggunakan analisis
kualitatif. Sedangkan penetuan informan menggunakan teknik purposive sampling.
Hasil penelitian mengambarkan bahwa konflik berawal dari keterlambatan pemerintah
Kota Surabaya dalam membayar hasil seluruh pengelolaan dan manajemen kepada
pemerintah Kabupaten Sidoarjo selama 3 tahun dari tahun 2015.
Adapun dinamika konflik politik antar aktor eksekutifberpusat pada kekuasaan
dan kewenangan diantara kedua belah pihak yakni pemerintah Kota Surabaya dan
pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Kewenangan pemerintah Kota Surabaya dalam
mengelolan terminal Purabaya sesuai dengan Perwali Kota Surabaya No. 77 Tahun
2011 tentang Tugas dan Fungsi UPTD dan Perwali Kota Surabaya No. 42 Tahun 2011
tugas dinas dan fungsi Walikota Surabaya. Dari Kabupaten Sidoarjo kewenangan
Pada Perda Kabupaten Sidoarjo No.3 Tahun 2011 tentang Retrebusi terminal. Yang
mengguatkan Peraturan daerah terdapat di naskah perjanjian kerjasama pemerintah
Kota Surabaya dan pemerinntah Kabupaten Sidoarjo tahun 1998.

Kata Kunci: Konflik kewenangan, dinamika kepentingan aktor eksekutif

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

Lembar Cover Dalam…..……………………………………..

II

Abstrak………………………………………………………..

III

Persetujuan Pembimbing …………………………………….

IV

Halaman pengesahan………………………………………….

V

Pernyataan Keaslian…….…………………………………….

VI


Halaman Motto……………………………………………….

VII

Halaman Dedikasi……………………………………………

VIII

Kata Pengatar…………………………………………………

IX

Daftar Isi………………..…………………………………….

XI

Daftar Tabel…………………………………………………..

XIII


BAB 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang……………………………………….

1

B. Rumusan Masalah …………………………………..

7

C. Tujuan Penelitian ……………………………………

7

D. Manfaat Penelitian …………………………………..

8

E. Penelitian Terdahulu ………………………………..

9


F. Sistematika Pembahasan …………………………….

12

BAB 2 Kajian Teori
A. Konsep Konflik politik….……………………………

14

B. Konsep Kewenangan…….……………………………

19

C. Konsep Kekuasaan ……..……………………………

23

BAB 3 Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian ………………………………………


35

B. Lokasi Penelitian ………..……………………………

35

C. Sumber Data …………………………………………

36

D. Teknik Pengumpulan Data….……………………….

38

E. Teknik Analisis Data………..……………………….

41

F. Teknik Keabsahan Data……..……………………….


43

BAB 4 Penyajian Data dan Pembahasan
A. Gambaran Umum terminal Purabaya….……………

46

B. Penyajian Data Konflik Purabaya……………….…..

51

C. Pembahasan……………………….………………...

54

XI

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


BAB 5 Penutup
A. Kesimpulan ………………………………………….

82

B. Saran……...………………………………………….

83

Daftar Pustaka……..………………………………………….

84

Lampiran
Naskah Perjanjian Kerjasama……………………………
Lampiran Hasil Observasi……………………………….
Daftar Riwayat Hidup penulis……………………………

XII


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR TABEL
KONSEP ALUR KONFLIK POLITIK…………………………………….

18

POTENSI PENDAPATAN TERMINAL…………………………………..

50

PERBANDINGAN JUMLAH PENDAPATAN…………………………...

51

STRUKTUR ORGANISASI TERMINAL…………………………………

58

GAMBAR SUASANA TERMINAL……………………………………….

61

XIII

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pasca Reformasi, Kewenangan dan urusan-urusan yang berada didaerah
tidak lagi diatur oleh Pemerintah Pusat atau Negara. Dikarenakan setelah
Pasca Reformasi pada tahun 1998 banyak daerah mengurus sistem
kepemerintah daerahnya sendiri. Hal ini menyebabkan daerah sulit untuk
menerima baik Perkembangan dan pembangun daerahnya sendiri.
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendri urusan pemerintah dan kepentingan
masyrakatsetempat

sesuai

dengan

peraturan-peraturan

Perundangan-undangan. Sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk
mengatur sendiri atau kewengan untuk membuat aturan guna mengurus
rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyrakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah.
Dan pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-undang No.32
Tahun 2014 mengatur dan pelaksaan Aset Negara didaerah Meliputi: Sektor
Pelayanan publik diberbgai bidang didaerah, Kesejahteraan masyrakat
didaerah Tersebut, Membuat Kebijakan Umum didaerah dan Membuat
Peraturan Perundang-undang Daerah, dan Mengelola hasil dan Pendapatan
daerah.

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Pelaksanaan otonomi daerah di beberapa daerah diindonesia menuai
konflik didaerah tersebut. Baik mulai perbedaan mengelola hasil dan
pendapat daerah, Kebijakan dan lain-lain. Hal ini tidak sesuai dengan
Undang-undang tentang pelaksanaan Otonomi Daerah.
Maka

dari

masalah

otonomi

daerah

melaksanakan penelitian yang berjudul

ini

penulis/peneliti

akan

KONFLIK KEWENANGAN

Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam
PENGELOLAAN TERMINAL PURABAYA.
Terminal Purabaya merupakan pengembangan dari Terminal Joyoboyo
yang kapasitasnya sudah tidak memadai serta berada dipusat kota yang tidak
memungkinkan dilakukan pengembangan. Pembangunan terminal Type A
Purabaya sudah direncanakan sejak tahun 1982 berdasarkan surat Persetujuan
Gubernur Jawa Timur namun baru dapat dilaksanakan pembangunan pada
1989 serta diresmikan pengoperasiannya oleh Menteri Perhubungan RI pada
tahun 19911.
Lokasi pembangunan terminal Purabaya berada di desa Bungurasih
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dengan luas ± 12 Ha2. Walaupun lokasi
terminal Purabaya berada di Kabupaten Sidoarjo namun pengelolaan terminal
dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Kepemilikan tanah dari Terminal
Purabaya ini adalah Pemerintah Kota Surabaya, Tidak hanya Kepemilikan
Tanah saja pegawai Secara Keseluruhan dalam Terminal Purabaya adalah
milik Kota Surabaya.
1

Sejarah profil Terminal, diunggah senin, (18/10/2016),
https://purabayabusterminal.wordpress.com/profil/diunggah tanggal 11/11/ 2016.
2
Ibiid. Hlm.1.

2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

Hal tersebut berdasarkan perjanjian kerjasama (MOU) antara Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo dengan Pemerintah Kota Surabaya 3 .Sejarah terminal
Purabaya ini sebelum berada didesa Bungurasih Kecamatan waru Kabupaten
Sidoarjo. Dulu pada tahun 1977 terminal Jayabaya dibagi dengan Dua Sistem.
Menurut Kepala Bagian Terminal Purabaya bahwa4:
“sebelum diabngunya terminal Purabaya ini dulu terminal Jayabaya adalah
terminal terbesar yang dimiliki oleh pemerintah Kota Surabaya. Dan letak
terminal Jayabaya ini akses sangat mudah dan kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah Kota Surabaya semakin baik dalam pengelolaan adapun dulu
terminal Jayabaya ini dibagi dua sistem yakni Armada yang termasuk Kawasan
AKAP diletak di terminal Bratang yang saat ini masih baik dan beroperasi untuk
terminal kekecamatan diSurabaya. Dan Kawasan AKDP masih tetap
dioperasikan diJabaya. Dikarenakan kebijakan tersebut menyusahkan masyrakat
KOta Surabaya, maka pemerintah Kota Surabaya inisiatif membuat terminal
besar yang menampung dua sistem ini”.

Untuk Pembagian hasil antara Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo dalam melakukan kerjasama pengelolaan pembagian
pendapatan Terminal Purabaya dari mulai awal di bangunnya Terminal pada
tahun 1988 hingga saat ini 2016. Seiring perjalanan waktu dalam kerjasama
tersebut menimbulkan ketidak sepahaman antara kedua daerah yaitu
Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. dalam
memperoleh bagi hasil pendapatan Terminal Purabaya. Dalam terdapat
kepentingan-kepentingan di dalamnya untuk memperoleh Kekuasaan dalam
pengelolaan Terminal Purabaya.
Sedangkan untuk langkah-langkah penyelesaian antara kedua belah pihak
adalah perubahan MoU pada tahun 1998 dan penyelesian Kerjasama Mou

3

Naskah Mou Kerjasama Terminal Purabaya, berdasarkan Pasal 2,4, 5, 6, dan 7.

4

Harfjo wawancara Kepala Bagian Keamana Terminal Purabaya.

3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Terminal Purabaya dikarenakan pengelolaan Terminal Purabaya dilakukan
oleh Kementerian Perhubungan dibantu oleh Pemerintah Daerah.
Berdasarkan perjanjian yang dibuat pada awal pengoperasian Terminal
Purabaya, pembagian hasil pendapatan dijelaskan dalam pasal tersebut dan
diatur berdasarkan Perda Kabupaten Sidoarjo. Awal tahun berdirinya 20%
untuk Kota Surabaya dan 5% untuk Kabupaten setelah 10 Tahun setelahnya.
Kemudian, untuk 10 tahun berikutnya, Sidoarjo mendapat 30 persen dan
Surabaya 70 persen5.
Sebagai konsekuensi dari Penjelasan diatas mengenai Sejarah berdiri nya
Terminal Purabaya dan Pembagian hasil pendapatan sesuai dengan MOU
Kerja Sama Terminal Purabaya No. 30 Tahun 1991 dan No. 32 Tahun 1991.
Sejak tahun 2012 kemarin kita duduk bareng dengan pihak sidoarjo,
Sebenarnya pemkot Surabaya pernah membahas dengan tingkat Eksekutif
Siodarjo (Pemkab) sampai 6 kali pertemuan, dan disepakati Bruto 80 untuk
Surabaya, 20 untuk Sidoarjo. Tapi setelah hasil kesepakatan ini kembali ke
tingkat legislatif (DPRD) kesepakatanya kembali berubah. Tak selesainya
konflik bagi hasil terminal Purabaya, menunjukan jika kedua pihak berkonflik
sama-sama tak ada itikad baik menyelesaikannya.
Pihak yang berkonflik dalam hal ini adalah Pemkot Surabaya dan
Pemkab Sidoarjo. Dikarenakan pihak Pemkot Surabaya merasa Implementasi
dari kebijakan hubungan Kerjaasama dalam pengelolaan Terminal Purabaya
terkendala masalah pendapatan dan tata kelola keuangan di APBD milik
5

Surat Keputusan Bersama No. 30 dan No. 32 Tahun 199. pasal 8 Bab 6 tentang Pengunan
Pendapaaan, Hlm. 5

4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Surabaya. Akibat terkendala dari masalah pendapatan Pemkot Surabaya
merasa merugi disebabkan APBD Surabaya berkurang untuk menutupi biaya
pelayanan di Terminal Purabaya. Sedangkan Pemkab Sidoarjo inginkan
mengusulkan untuk Tarif Penumpang Masuk Terminal.
Kewenangan Pemkot Surabaya melakukan upaya lobbi dan Negosiasi
dengan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui Walikota Surabaya, Wakil
Walikota dan DPRD Kota Surabaya.Dari fenomena dan fakta diatas maka
penulis mengutip wawancara Ibu Walikota Surabaya Ibu Tri Risma Harini
dan Beserta DRPD Surabaya tentang Konflik Kewenangan Terminal
Purabaya di berita Nasional Dinamika Politiknya adalah:
“Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan tidak akan melepaskan
kepemilikan Terminal Purabaya, Bungurasih, ke Pemkab Sidoarjo. Hal itu
disampaikan untuk menepis keinginan Pemkab Sidoarjo yang berharap bisa
mengelola terminal terbesar di Jawa Timur tersebut. Tanah dan infrastruktur
terminal itu sudah masuk dalam daftar aset pemkot”.
“Menurut Risma, “sebenarnya pengoperasian Terminal Purabaya tidak
ditujukan untuk mendapat keuntungan. Sebab, terminal memang berfungsi
sebagai tempat pelayanan publik. Karena itu, kepentingan umum lebih
diutamakan daripada mencari keuntungan berlimpah untuk menyokong
pendapatan daerah6.”
“Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya yang keberatan atas pengambilalihan
terminal Tipe A dan telah menyampaikannya ke Kemenhub. Ajak Temui
Pemerintah Pusat Sementara itu, Pemkot Surabaya akan berupaya pengelolaan
Terminal Purabaya tidak diambil alih pemerintah pusat”.
“Menurut Wakil Walikota Surabaya, Whisnu Sakti Buana penulis mengutip
wawancara berita tersebut di mengungkapkan, agar Terminal Purabaya tak
diambil alih pemerintah pusat, Walikota Surabaya Tri Rismaharini berniat
bertemu dengan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah. Bahkan mengajak Bupati Saiful ke
Jakarta, agar pengelolaan Terminal Purabaya tak ditarik Pusat, melainkan tetap
dalam kendali Pemkot Surabaya. “Bu Wali berniat bertemu Bupati Sidoarjo7”.
Menurut Wakil ketua Komisi A Adi Sutarwijono adalah “Sebenarnya
Pemkot Surabaya masih punya kesempatan untuk tetap mengelola sendiri
terminal Purabaya meski ada undang-undang yang meminta penyerahan
pengelolaan pada pemerintah pusat. Namun karena saat ini konflik kerja sama
6

http://www2.jawapos.com/baca/artikel/9082/sudah-konsultasi-pusat-risma-tak-akan-lepas-puraba
ya
7
http://rss.surabayapagi.com/index.php?read=Baru-Dilantik,-Risma---Saiful-Gegeran-Lagi;3b1ca0
a43b79bdfd9f9305b8129829621428b72be156448c71590ffec8d05569

5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

terminal Purabaya dengan Pemkab Sidoarjo belum terselesaikan, peluang itu
menjadi berkurang.
Legislatif sudah berulang kali meminta Pemkot Surabaya untuk tangkas
menyelesaikan konflik kerja sama Purabaya dengan Pemkab Sidoarjo. Desakan
ini, lanjut Awi, karena legislatif sudah melihat kemungkinan pengambilalihan
terminal tipe A itu oleh pemerintah pusat.
Awi menyatakan pengelolaan terminal tipe A oleh pemerintah daerah lebih
masuk akal bila dibandingkan dikelola pemerintah pusat. Pengelolaan terminal,
lanjutnya, sangat terkait dengan trayek angkutan, jalur lalu lintas, kondisi sosial
dan ekonomi wilayah yang kesemuanya di bawah wewenang pemerintah
daerah8.

Kewenangan Pemkab Sidoarjo melakukan penolakan dari upaya lobbi
dan Negosiasi dengan Pemkot SurabayaPeranan Bupati Sidoarjo Bapak Saiful
Illah dalam konflik Terminal Purabaya ini adalah:
“Melalui Bupati Sidoarjo dan DPRD Kabuapten Sidoarjo, Pemkab Sidoarjo
menjelas kan bahwa melihat lahan milik Pemkab Sidoarjo seluas 6 hektar di sisi
utara terminal.Lahan yang kini masih di kontrak pihak swasta ini, dinilai
memiliki nilai ekonomis jika bisa dikelola sendiri oleh pihak Pemkab. Kita
wacanakan lahan ini bisa buka untuk akses perekonomian. Karena saat ini
masih dibatasi oleh pagar terminal, ke depan nanti kita harapkan bisa
dimaksimalkan untuk tambahan PAD kita.
Ketua DPRD Sidoarjo Sulamul Hadi Nurmawan mengatakan, pada
perjanjian kerja di 1991 lalu, telah ditetapkan bahwa bagi hasil dari bruto
sebesar 80:20. Namun tiba – tiba Pemkot Surabaya menginginkan perubahan
bagi hasil bruto sebesar 90:10, dengan alasan pengelolaan Terminal Purabaya
dilakukan oleh Pemkot Surabaya. Menurut Sulamul Hadi Nurmawan, terminal
Purabaya termasuk tipe A yang seharusnya dikelola pemerintah pusat atau
pemerintah provinsi9.
“Bupati Sidoarjo Saiful Ilah menolak untuk bekerja sama kembali. Bahkan,
Saiful menuding Pemkot Surabaya yang dipimpin Walikota Tri Rismaharini ini
tidak transparan dalam pengelolaan terminal tipe A tersebut. Sebelumnya,
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah menegaskan sangat siap bila diberi mandat untuk
mengelola terminal tersebut. Dia memandang, memang lebih tepat pengelolaan
diserahkan ke wilayah tempat terminal itu berdiri.” Bupati Saiful ke Jakarta,
agar pengelolaan Terminal Purabaya tak ditarik Pusat, melainkan tetap dalam
kendali Pemkot Surabaya. “Bu Wali berniat bertemu Bupati Sidoarjo10.

8

http://www.centroone.com/News/Detail/2016/3/1/7464/pemkot-tolak-terminal-purabaya-dikelolapusat
9
http://www.humas-protokol.sidoarjokab.go.id/berita-650-sidak-terminal-purabaya-komisi-a-dan-b
-bersama-eksekutif-pantau-lahan-milik-pemkab.html
10
Ibid. Surya Pagi.

6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

Selain itu, kurangnya peran dari para pemangku kepentingan lainnya
untuk turut serta berkontribusi dalam melakukan optimalisasi menjadikan
permasalahan tersendiri yang mengakibatkan kurang optimalnya hasil
serta pengelolahan nantinya11.
Dari Penjelasan diatas menunjukan bagaimana konflik Kewenangan
dan Pengelolaan Terminal Purabaya yang semakin tambah tidak tertata
lagi dan perkembangan isu-isu mulai dari diambil oleh pusat dan PNS
didalamnya siap jika dikelola Pusat. Dinamika politik actor eksekutif
antar Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo dengan tujuan memperoleh
kewenanngan namun kewenangan tersebut akhirnya diambil olhe
Pemerintah Pusat sebagai pemilik lahan kewennangan tersebut. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk meneliti dan membahas lebih jauh
mengenai Konflik pengelolaan Terminal Purabaya Antara Pemkot
Surabaya dan Pemkab Sidoarjo dan penulis tidak melakukan PLAGIAT
namun penulis hanya mengembangkan dari skripsi-skripsi sebelumnya
yang ada di telaah pustaka semakin bertambahnya tahun semakin
tambahnya problem pelayanan publik.
B. RUMUSAN MASALAH
Pada setiap pelaksanaan penelitian pada dasarnya dimulai dari sesuatu
yang dianggap sebagai permasalahan yang perlu dicari jawabannya. Berawal
dari latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka untuk lebih

11

http://gusgusara.blogspot.co.id/2014/02/pembiayaan-terminal-purabaya-milik-siapa.html

7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

memfokuskan kajian masalah pada penelitian ini, maka rumusan masalah
tersebut disusun kedalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1.

Bagaimana permasalahan dan penyelesain Konflik Terminal
Purabaya antara Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo

2.

Bagaimana dinamika politik actor eksekutif antara Pemkot
Surabaya dan Pemkab Sidoarjo dan apa ada yang di penting dari
salah satu pihak tersebut

C. TUJUAN PENELETIAN
Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka peneliti mempuyai
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Adapun tujuan dari
penelitian ini agar memperoleh gambaran yang jelas dan tepat serta terhindar
dari adanya interpretasi dan meluasya masalah dalam memahami isi
penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk memperjelas bagaiamana peranan Actor Eksekutif
dalam mengelola Terminal Purabaya.
2. Untuk memperjelas proses terjadinya konflik dua daerah
yang merebutkan terminal Purabaya yang dikelola oleh
Dinas Perhubungan Kota Surabaya beradasarkan Regulasi
pemerintah dan Bagaimana Peran Pemerintah pusat dalam
hal ini sebagai pelaksanakan terhadap daerah yang
berdasarkan asas undang-undang.

8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

D. MANFAAT PENELITIAN
Berhubungan dengan tujuan penelitian di atas maka peneliti dapat
paparkan bahwa manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Dari segi teoritis penelitian ini merupakan kegiatan dalam
rangka mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya wacana
politik. Secara akademis penelitian ini diharapkan mampu
memberi sumbangan kepada UIN Sunan Ampel Surabaya
khususya kepada mahasiswa/mahasiswi maupun dosen dan
perpustakaan sebagai bahan bacaan yang bersifat ilmiah dan
sebagai kontribusi intelektual.
2. Manfaat Praktis
Sebagai tambahan

referensi

bagi

peneliti

lain

yang

akan melakukan penelitian yang terkait dengan KONFLIK
PENGELOLAAN TERMINAL PURABAYA ANTARA
PEMKOT SURABAYA DAN PEMKAB SIDOARJO.

9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

E. TELAAH PUSTAKA
A. Konflik Kepentingan Politik dalam Proses Negosiasi Hubungan
Kerjasama “Study kasus tentang pembagian hasil pengelolaan Terminal
Purabaya antara Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo” Oleh: Permata ,
Ratih Sulanjari Diskha.
Skripsi diatas dengan Judul Proposal penulis berbeda dengan
skripsi diatas karena tempat sama namun hanya permasalahan yang
diangkat beda dikarenakan permasalhan dibahas terkait dengan
Peroleh Kewenangan sedangkan penulis peroleh kekuasaan dalam
hal pengelolaan terminal. Memiliki keputusan atau kebijakan publik
yang berbeda dari pustaka tersebut dulu Terminal Purabaya hanya
sampai naik berapa persen sekarang bukan hanya hasil Retrebusi
atau kewengan melainkan adanya pihak ketiga dalam proses konflik
tersebut membuat sebuah isu yakni Pengelolaan Terminal Purabaya
akan diambil Oleh Pemerintah Pusat Yakni Menteri Perhubungan.
Namun Fokus Judul Skripsi saya terletak pada Kewenangan Kedua
Pemerintah Daerah tingkat dua ini dengan aktor baik di ranah
Eksekutif, Legislatif.
Namun dari permasalahan yang diajukan oleh sebelumnya
menggakat terkait dengan sebuah kebijakan perubahan Mou
kerjasama

Terminal

bukan

penyelesian

kerjasama

terminal

dikarenakan adanya peralihan kewenangan pengelolaan terminal oleh
Menteri Perhubungan. Para elit kedua daerah menyatakan tidak ada

10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

konflik diantara kedua daerah hanya perbedaan persepsi dalam
penyelesian dan pelepasan kepentingan politik untuk kemaslahtan
bersama dan memberikan keputusan sesuai dengan Rapat kedua
pemerintahan daerah tingkat II.
B. KINERJA BIROKRASI DALAM PENGELOLAAN TERMINAL DAN
JASA TRANSPORTASI KOTA DEPOKOleh: Hendra Kurniawan.
Terminal Depok diresmikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Jawa Barat pada tahun 1992. Luas areal sekitar + 31.500 m². Pada tahun
2002-2004, terminal Depok ini pernah dikelola oleh perusahaan swasta
yaitu oleh CV Bakti Perwira Utama. Ketika tahun 2005 sudah diambil
alih oleh Dinas LLAJ dan sebagai unit pelaksananya adalah Seksi
Terminal dengan seluruh stafnya. Tugas pokok Dinas LLAJ adalah
pengaturan, tertib lalu lintas di terminal. Selain itu juga sebagai unit
penghasil atau pendapatan. Di samping mengelola terminal, Dinas LLAJ
bertugas pula membuat kenyamanan, ketertiban di lingkungan terminal.
Fasilitas utama terminal terdiri dari : (1) Jalur pemberangkatan
kendaraan umum; (2) Jalur kedatangan kendaraan umum; (3) Tempat
parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan termasuk
didalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum; (4)
Bangunan kantor terminal; (5) Tempat tunggu penumpang dan atau
pengantar; (6) Menara pengawas (7) Loket penjualan karcis; (8)
Rambu-rambu dan papan informasi yang sekarang kurang memuat info
terbaru mengenai petunjuk jurusan, tarif dan jadwal pemberangkatan; (9)

11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

Pelataran parkir kendaraan pengantar atau taksi.
Gambaran penelitian terdahulu diatas yang peneliti ambil adalah
kinerja UPTD terminal. Dulu terminal ini adalah milik swasta, sekarang
sudah milik daerah tingkat II. Dan kepemilikan ini disah oleh pemerintah
pusat. Yang membedakan Judul peneliti dengan Penelitian ini adalah inti
masalah judul yang diangkat dan tempat yang diangkat. Namun tema
yang diangkat sama tentang pengelolaan terminal angkutan umum darat.
C. PERAN UNIT PENGELOLAAN TERMINAL ANGKUTAN JAlan
PROVINSI DKI JAKARTA DALAM MERELOKASI PEDAGANG KAKI
LIMA DI TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN JAKARTA TIMUR. Oleh:
Sahril Sidik.
Banyaknya individu atau masyarakat yang terjun ke dunia kerja
informal disebabkan pemerintah belum bisa menyediakan lapangan
pekerjaan formal yang banyak untuk masyarakat, seta adanya mekanisasi
di sektor modern (industri). sehingga membatasi dalam menyerap para
pekerja. Dengan adanya permasalahan ini perlu bagi pemerintah
membuat kebijakan relokasi kepada pedagang kaki lima untuk
mendapatkan tempat yang layak dan aman dalam melakukan aktifitasnya.
Secara garis besar penelitian ini ingin mengetahui bagaimana Unit
Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta dalam
merelokasi pedagang kaki lima di terminal Kampung Rambutan Jakarta
Timur.

12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

penelitian

ini

ingin

mengetahui

gambaran

mengenai

peran

pemerintah dalam menjalankan program relokasi terhadap pedagang kaki
lima diterminal Kampung RambutanJakarta Timur.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, relokasi yang dilakukan
oleh Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta yaitu
mengalokasikan para pedagang kaki lima yang melakukan kegiatan
usahanya secara liar di lingkungan terminal ke tempat fasilitas penunjang
terminal yang letak bangunannya terdapat di jalur keluar terminal
Kampung Rambutan Jakarta Timur.
Selain itu, terdapat kebijakan sementara yang diberikan kepada
pedagang kaki lima yang tidak memiliki tempat (tidak resmi atau liar)
oleh pihak terminal, yaitu jam operasional, lokasi usaha, membayar
retribusi

untuk

kebersihan,

dan

konsekuensi

atau

tindakan

represif.Gambaran dari abstrak penelitian terdahulu nomer 3. merupakan
bahwa masalah utama ini adalah relokasi pedagang kaki lima yang
berada sekitar terminal tersebut.
Terbilang menganggu aktifitas dari program terminal. Sedangkan
lokasi penelitian penelitian terdahulu dengan peneliti sangat berbeda
karena dua kota khsus ini memiliki jumlah masyrakat banyak dan disebut
dengan

jantungya

Kota

bisnisnya

Indonesia.

Sedangkan

tema

permaslahan tentang pengelolaan terminal.

F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

Agar lebih sistematis dan memudahkan untuk memahami hasil penelitian
ini, maka penulis perlu mendiskripsikan muatan yang terkandung dalam
penelitian ini yaitu:
Bab I:

Yaitu pendahuluan, pada bab ini terdiri atas enam sub bab

antar lain: latar belakang masalah, Batasan Penelitian atau Identifikasi
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika pembahasan.
Bab II: Yaitu kajian pembahasan,pada bab ini terdiri dari tiga sub
bab, sub bab pertama yaitu pembahasan kajian Konseptual dalam kajian
konsep penelitia membahas 3 konsep yakni(Konsep kebijakan publik
namun yang dipakai adalah Implementasi kebijakan dan analisis
kebijakan, konsep Konflik politik, Konsep Kewenangan), sub bab kedua
Kajian Teoritik dan sub bab ketiga yakni hasil penelitian yang relevan.
Bab III : Yaitu metode penelitian pada bab ini terdiri dari enam sub
bab yaitu pendekatan dan jenis penelitian, lokasi Penelitian, Instrumen
Penelitian, Sumber data dan tahap – tahap penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik keabsahan data.
Bab IV : Yaitu Hasil penelitian dan Pembehasan, terdiri dari dua
Subab adalah subab pertama tentang gambaran umum Uptd Terminal
Purabaya dan Mou Kerjasama. Dan Subab kedua tentang Pembahasan.
Bab V : Yaitu penutup yang terdiri dari kesimpulan yang ditutup
dengan saran.
LAMPIRAN.

14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam Kajian Pustaka yang saya ambil adalah kajian Konseptual Konflik Politik
dengan konsep Kebijakan publik, konsep Kewenangan
A. Konsep Konflik Politik
Konflik merupakan suatu gejala yang tidak dapat dipisahkan dalam
masyarakat.Fenomena konflik tersebut mendapat perhatian bagi manusia,
sehingga

muncul

penelitian-penelitan

yang

menciptakan

dan

mengembangkan berbagai pandangan tentang konflik 1 .Pengertian konflik
merupakan suatu perselisihan yang terjadi antara dua pihak, ketika keduanya
menginginkan suatu kebutuhan yang sama dan ketika adanya hambatan dari
kedua pihak2.
Istilah konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan
seperti kerusuhan, kudeta, terorisme,danrefolusi. Konflik mengandung
pengertian “benturan” seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan
pertentangan antar individu dan individu, kelompok dan kelompok, antara
individu dan kelompok atau pemerintah3.
Jadi konflik politik dirumuskan secara luas sebagai perbedaan pendapat,
persaingan, dan pertentangan diantara sejumlah individu, kelompok ataupun
oraganisasi dalam upaya mendapatkan atau mempertahankan sumber-sumber

1
Dr. Wirawan. MSL, Sp.A., M.M., M.Si., 2010, konflik dan Manajemen konflik, jakarta, Salemba
Humanika., Hlm. 1-2.

2

Rumlan Surbakti, memahami ilmu politik,jakarta, PT gramedia widiasararna
indonesia,1992,hal149

3

Ibid. Ramlan Surbakti, Hlm. 190-191.

15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

dari keputusan yang dibuat yang dilaksanankan oleh pemerintah. Yang
dimaksud dengan pemerintah meliputi lembaga legislatif, yudikatif dan
eksekutif.
Sebaliknya secara sempit konflik politik dapat dirumuskan sebagai
kegiatan kolektif warga masyarakat yang diarahkan untuk menentang
kebijakan umum dan pelaksanaannya,juga prilaku penguasa, beserta segenap
aturan, struktur, dan prosedur yang mengatur hubungan-hubungan diantara
partisipan politik4.
1. Penyebab Konflik Politik
Pada dasarnya konflik politik disebabkan oleh dua hal. Konflik
politik itu mencakup kemajemukan horizontal dan kemajemukan vertical.
Yang dimaksud dengan kemajemukan horizontal ialah struktur
masyarakat yang majemuk secara cultural, seperti suku bangsa, daerah,
agama, dan ras. Kemajemukan horizontal social dapat menimbulkan
konflik sebab masing-masing kelompok yang berdasarkan pekerjaan dan
profesi serta tempat tinggal tersebut memiliki kepentingan berbeda
bahkan saling bertentangan.
Kemajemukan vertical ialah struktur masyarakat yang berlawanan
menurut

pemilikan

kekayaan,

pengetahuan,

dan

kekuasaan.

Kemajemukan vertical dapat menimbulkan konflik sebab sebagian besar
masyarakat tidak memiliki atau hanya memiliki sedikit kekayaan,
pengetahuan,

dan

kekuasaan

akan

memiliki

kepentingan

yang

4

Drs. Arbi sanit, perwakilan politik indonesia, jakarta, CV Rajawali, 1985 hal 131.

16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

bertentangan dengan kelompok kecil masyarakat yang mendominasi. Jadi,
kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan merupakan penyebab utama
tmbulnya suatu konflik politk.
Dengan kata lain, perbedaan kepentingan karena kemajemukan
vertical dan horizontal merupakan kondisi yang harus ada bagi timbulnya
konflik, tetapi perbedaan kepentingan itu bukan kondisi yang memadai
untuk menimbulkan konflik5.
2. Tujuan Konflik Politik
Adapun tujuan konflik sebagai beriku6t:
1. Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik memiliki tujuan yang
sama, yakni sama-sama berupaya mendapatkan kekuasaan, kekayaan,
kesempatan, dan kehormatan.
2. Disatu pihakhendak mendapatkan, sedangkan di pihak lain
berupaya keras mempertahankan apa yang dimiliki.
3.

Konflik dan Proses Politik
Konflik merupakaan gejala serba hadir dalam kehidupan manusia

bermasyarakat dan bernegara. sementara itu, salah satu dimensi penting
proses politik ialah penyelesaian konflik yang melibatkan pemerintah.
Proses dalam ”penyelesaian” konflik politik yang tak bersifat kekerasan
dibagi menjadi 3 tahap, meliputi7:
1.

Tahap politisasi dan atau koalisi

2.

Tahap pembuatan keputusan

5

Denny, membaca isu-isu politik, (Yogyakarta, LKIS, 2006), hal 17

6
7

Ibid Ramlan Surbakti, Hlm. 198-199.
Ibid, Ramlan,Hlm. 209-212.

17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

3.

Tahap pelaksaan dan integras

B. Konsep Kebijakan
a.

Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari

bahasa Inggris. Kata policy diartikan sebagai sebuah rencana kegiatan atau
pernyataan mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau diadopsi oleh suatu
pemerintahan, partai politik, dan lain-lain. Kebijakan juga diartikan sebagai
pernyataan-pernyataan mengenai kontrak penjaminan atau pernyataan tertulis.
Pengertian ini mengandung arti bahwa yang disebut kebijakan adalah
mengenai suatu rencana, pernyataan tujuan, kontrak penjaminan dan
pernyataan tertulis baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, partai politik, dan
lain-lain8.
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik
dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu
aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku
mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai
dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan
masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi.
Istilah “kebijakan atau policy” biasanya digunakan untuk menunjuk
perilaku seseorang atau sejumlah aktor dalam suatu bidang tertentu (misalnya:
pejabat, suatu kelompok, lembaga pemerintah).

8

https://fuadinotkamal.wordpress.com/2012/03/24/kebijakan-dan-analisis-kebijakan/ diunggah
tanggal 26/02/2017.

18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

Kebijakan Publik adalah segala tindakan yang dibuat dan dilaksanakan
oleh Pemerintah yang dampaknya menjagkau atau dirasakan oleh seluruh
lapisan masyrakat. Kebijakan publik suatu usulan arah tindakan atau
kebijakan yang diajukan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah guna
mengatasi hambatan atau untuk memanfaatkan kesempatan pada suatu
lingkungan tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan
suatu sasaran9.
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai
kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum.
Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya
secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan
bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi
kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para
pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi
suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi
Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah
maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.
Kebijakan publik menurut Sulaiman Bahwa :
“Sebagai suatu proses yang mengandung berbagai pola aktivitas tertentu
dan merupakan seperangkat keputusan yang bersangkutan dengan tindakan
untuk mencapai tujuan dalam beberapa cara yang khusus. Dengan demikian,
maka konsep kebijakan publik berhubungan dengan tujuan dengan pola
aktivitas pemerintahan mengenai sejumlah masalah serta mengandung tujuan”.

Kebijakan tersebut akhirnya disebut juga dengan kebijakan

9

Fatahullah Jurdi, 2014, Studi Ilmu Politik, Yogyakarta, Graha Ilmu, Hlm. 303

19

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

pemerintah atau negara seperti yang didefinisikan oleh suradinata
Sebagai berikut :
“Kebijakan negara/pemerintah adalah kebijakan yang dikembangkan
oleh badan-badan atau lembaga dan pejabat pemerintah. kebijakan negara
dalam pelaksanaannya meliputi beberapa aspek, berpedoman pada
ketentuan yang berlaku, berorientasi pada kepentingan umum dan masa
depan, serta strategi pemecahan masalah yang terbaik”.

Sementara

itu

pakar

kebijakan

publik

Thomas

R.

Dye.

mendefinisikan bahwa kebijakan publik Bahwa:
“Segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah,
mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi
kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar
kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan
berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang
merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang
dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam
menetapkan suatu kebijakan”.

Arena dalam Kebijakan adalah Formulasi, Implementasi Kebijakan
dan Evaluasi Kebijakan. Formulasi adalah arena dimana berbagai
kepentingan yang ada dalam masyrakat ‘dikompetisikan untuk
ditemukan rumusan terbaik yang dapat diterima oleh mayoritas
masyrakat10. Dalam formulasi ada 3 tahapan yaitu11:
A. Penyusunan agenda
B. Legistimasi
C. Pernyataan kebijakan.
Implementasi kebijakan adalah rangkian tindakan kongkret untuk
mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Evaluasi adalah performa dari
pelaksana dinilai, apakah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan,

10
11

Ibid, Fatahulah, Hlm 303.
Ibid.

20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

memenuhi kriteria yang ditentukan, serta dilakukan tepat waktu.
Pada dasarnya rumusan kebijakan memang harus bersifat obyektif
baik sebagai dasar analisisnya maupun kondisi kebutuhan masyarakat
atau obyek yang akan terkena dampak dari kebijakan yang akan diambil
serta dapat memudahkan penentuan kebijakan untuk mengadakan revisi
atau perbaikan, jika ternyata pelaksanaannya tidak sesuai dengan harapan
obyektif tadi.
C. Konsep Kewenangan
Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan sering ditemukan istilah
kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan biasanya berbentuk
hubungan dalam arti bahwa “ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain
yang diperintah” (the rule and the ruled) 12 . Kekuasaan merupakan unsur
esensial dari suatu Negara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di
samping unsur-unsur lainnya, yaitu: hukum, kewenangan (wewenang),
keadilan, kejujuran, kebijakbestarian, dan kebijakan 13 . Kewenangan adalah
kekuasaan yang mendapatkan keabsahan (legitimate power).
Sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Apabila
kekuasaan

politik

dirumuskan

sebagai

kemampuan

menggunakan

sumber-sumber untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan plitik maka, kewenangan adalah hak moral untuk membuat dan
melaksanakan keputusan politik.

12

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), Hlm.
35-36
13
Rusadi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, Makalah, (Yogyakarta:Universitas Islam
Indonesia, 1998), hlm. 37-38

21

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Orang yang mempunyai kekuasaan politik belum tentu memiliki hak
moral untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik, sedangkan orang
yang memiliki kewenangan politik berarti memiliki hak moral. Prinsip moral
kewenangan: menentukan siapa yang berhak memerintah dan mengatur cara
dan prosedur melaksanakan wewenang.
Prinsip moral dapat berwujud hukum yang tertulis dan dapat pila
berwujud tradisi atau hukum yang tidak tertulis. Nilai dan norma yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat akan mempengaruhi pelaksanaan
kewenangan politik. Wewenang adalah kekuasaan yang terdapat pada
seseorang

karena

mendapat

pengakuan

atau

dukungan

dari

masyarakat. Kewenangan menimbulkan hak-hak tertentu pada penguasa yang
memungkinkan ia melakukan suatu kebijakan.
Sifat dari kewenangan adalah top-down, dari penguasa ke rakyat.
Wewenang timbul, karena dukungan dari rakyat tersebut memberikan
semacam hak bagi penguasa untuk melakukan kebijakan berkaitan dengan
tugasnya. Hubungan timbal-balik tersebut timbul karena adanya suatu
kesepahaman antara yang memimpin dan dipimpin. Kekuasaan dalam arti
kewenangan diartikan bahwa pemegang kekuasaan memiliki sifat-sifat yang
sesuai dengan cita-cita dan keyakinan sebagian besar masyarakatnya.
Kewenangan ini tidak sama pada setiap pemegang kekuasaan14.

a. Sumber Kewenangan

14

Makalah Rizal S., https://rizalsagala.wordpress.com/2012/10/06/10/

22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Sumber kewengan untuk memerintah diuraikan sebagai berikut:
a) Hak memerintah berasal dari tradisi. Artinya, kepercayaan yang telah
berakar dipelihara secara terus menerus oleh masyarakat.
b) Hak memerintah berasal dari Tuhan, Dewa, atau Wahyu. Atas dasar
itu, hak memerintah dianggap bersifat sakral.
c) Hak memerintah berasal dari kualitas pribadi sang pemimpin, baik
penampilannya

yang

agung

dan

diri

pribadinya

yang

populer maupun karena kharisma.
d) Hak

memerintah

masyarakat

berasal

dari

peraturan

perundang-undangan yang mengatur prosedur dan syarat-syarat
menjadi pemimpin pemerintahan.
e) Hak memerintah berasal dari sumber yang bersifat instrumental
seperti keahlian dan kekayaan.
Kelima sumber kewenangan itu disimpulkan menjadi dua tipe
kewenangan utama, yaitu kewenangan yang bersifat prosedural dan
substansi, Kewenangan yang bersifat prosedural ialah hak memerintah
berdasarkan peraturan perundang- undangannya yang bersifat tertulis
maupun tak tertulis, Kewenangan yang bersifat substansi ialah hak
memerintah berdasarkan faktor yang melekat pada diri pemimpin seperti
tradisi, sakral, kualitas pribadi dan instrumental.

Struktur masyarakat yang kompleks ditandai oleh diferensiasi

23

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

struktur dan spesialisasi peranan, dan hubungan impersonal yang sudah
meluas sehingga masyarakat ini memerlukan pengaturan-pengaturan
yang bersifat tertulis dan rasional, Sebaliknya masyarakat yang
stukturnya masih sederhana cenderung menggunakan tipe kewenangan
substansial karena kehidupan lebih banyak berdasarkan pada tradisi,
kepercayaan pada kekuatan supranatural, dan kesetiaan pada tokoh
pemimpin.
b. Peralihan Kewenangan
Menurut Paul Conn dalam buku Ramlan Surbkati yang berjudul
memahami dasar-dasar Ilmu politik, secara umum terdapat tiga cara
peralihan kewenangan, yakni secara turun temurun, pemilihan dan
paksaan sebagai Berikut:
1) Secara turun temurun ialah jabatan dan kewenangan dialihkan
pada keturunan atau keluarga pemegang jabatan terdahulu.
2) Peralihan dengan pemilihan dapat dilakukan secara langsung
melalui badan perwakilan rakyat, Hal ini dipraktekan dalam
sistem politik demokrasi.
3) peralihan kewenangan secara paksaan ialah jabatan dan
kewenangan terpaksa dialihkan kepada orang atau kelompok
lain tidak menurut prosedur yang telah disepakati, melainkan
dengan menggunakan kekerasan seperti revolusi dan kudeta, dan
ancaman kekerasan (paksaan tak berdarah).
C. Sikap Terhadap Kewenangan

24

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

Pada umumnya sikap terhadap kewenangan dikelompokkan dalam
sikap menerima, mempertanyakan (skeptis ), dan kombinasi keduanya.
Pertama sikap masyarakat Amerika Serikat terhadap kewenangan
prosedural merupakan perpaduan antara sikap legalistik dan skeptis atas
hukum yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Masyarakat
yang semacam ini menganggap hukum bukan hal yang sakral.
Kedua, sikap masyarakat Inggris atas kewenangan prosedural tidak
sekental sikap masyarakat Amerika karena Inggris tidak memiliki
konstitusi. Hal ini tidak berarti seseorang yang memiliki kewenangan
dapat dengan semaunya menggunakan kewenangan untuk kepentingan
pribadi atau golongan.

C. Konsep Kekuasaan
Kekuasaan (power) dan politik merupakan dua konsep yang salaing
komplementer. Kedua konsep ini tidak pernah bisa dipisahkan antara satu
dengan yang lainnya. Ibarat istilah ada gula ada semut, begitulah konsep
keuasaan dan politik saling melengkapi satu sama lain. Tidak akan ada proses
politik ketika didalamnya tidak melibatkan kekuasaan. Sebaliknya tidak akan
ada ada kekuasaan jika tidak melibatkan politik didalamnya.
Jadi tidak berlebihan kalau sebagian orang mengakatakan bahwa ketika
kita berbicara mengenai politik, maka kita sesungngguhnya sedang
membicarakan kekuasaan, begitu pula sebaliknya.
Menurut Miriam Budiarjo:

25

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

“Kekuasaan adalah kemampuan sesorang atau sekelompok manusia
untuk mempengaruhi tingkah laku sesorang atau sekelompok orang lain
sehingga tingkah lakunya menjadi sesuai dengan keinginan/tujuan
seseorang/kelompok orang yang mempunyai kekuasaan tersebut 15 .
Kekuasaan menurut Miriam Budiardjo adalah kemampuan seseorang atau
sekelompok orang manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang
atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu sesuai dengan
keinginan dan tujuan dari orang atau Negara16”.

Robert A. Dahl juga menekankan “kekuassan sebagai sebuah pengaruh
(Influence). Dahl mengungkapkan bahwa konsep kekuasaan merujuk kepada
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain”. Pengertian
kekuasaan yang agak berbeda dikemukakan oleh Ramlan Surbakti17:
“kekuasaan
adalah
kemampuan
untuk
menggunakan
sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk mempengaruhi
perilaku piha lain, sehingga fihak lain berperilaku sesuai dengan
kehendak yang memberi pengaruh . Meskipun masih menekankan
pada pengaruh, Ramlan menambahkan sumber-sumber pengaruh
didalam defenisinya untuk memberi gambaran lebih lengkap
mengenai konsep kekuasaan. Jadi bisa dipastikan bahwa seseorang
berkuasa karena dia memiliki sumber-sumber pengaruh dan mampu
memanfaatkan atau mengelola sumber-sumber tersebut untuk
mempengaruhi orang lain”.
Harold D. Laswell (1984 : 9) berpendapat bahwa kekuasaan secara
umum berarti ‘’kemampuan pelaku untuk memengaruhi tingkah laku pelaku
lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai
dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan18’’.

Kekuasaan Politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan

15

Prof. Miriam Budiahrjo, Cetakan Keempat, 2008, Dasar-Dasar Ilmu politik, jakarta, Penerbit
Gramedia pustaka Utama. Hal. 59-60.
16
Miriam Budiardjo, Op.Cit, hlm. 35
17
18

Ibid. Ramlan Hlm.
Ibid. Miriam Budiarjo. Hlm.

26

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

umum (pemerintah) baik terbentuknya mapun akibat-akibatnya sesuai dengan
tujuan-tujuan penegang kekuasaan sendiri. Kekuasaan politik merupakan
bagian kekuasaan sosial yang fokusnya ditujukan kepada pengendalian
negara terhadap tingkah laku sosial masyarakat, ketaatan masyarakat, dan
mempengaruhi aktivitas negara di bidang administratif, legislatif, dan
yudikatif.
a. Dimensi Kekuasaan
Beberapa defenisi tentang kekuasaan yang dikemukakan diatas,
setidaknya telah membantu kita dalam memahami konsep kekuasaan,
meskipun tidak bisa dipungkiri pula bahwa interpretasi tiap orang tentang
kekuassan mungkin berbeda antara yang satu dengan lainnya.
Selanjutnya untuk lebih memahami konsep kekuasaan dalam ilmu
politik secara lebih komprehensif, berikut ini dikemukakan beberapa
dimensi kekuasaan antara lain19;
1. Potensial - Aktual.
Seseorang dikatakan memiliki kekuasaan potensial apabila
dia memiliki sumber-sumber kekuasaan seperti, kekayaan,
senjata, status sosial yang tiggi, popularitas, pengetahuan dan
informasi, massa yang terorganisi, serta jabatan.
2. Konsensus – Paksaan
Aspek konsensus dari kekuasaan adalah ketika kekuasaan
dijadikan alat untuk mencapai tujuan dari masyarakat secara

19

Ramlan Surbakti, 2010, Memahami Ilmu Politik,