PERAN DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI PEMERINTAH KOTA SURABAYA.

(1)

PERAN DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN

DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN

DI PEMERINTAH KOTA SURABAYA

(Studi Kasus Di Kecamatan Tambaksari Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai syarat memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN ”Veteran” Jawa Timur

Oleh :

MUHAMAD ERVAN SANTOSO NPM. 0541010095

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA


(2)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi ini dengan judul PERAN DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI PEMERINTAH KOTA

SURABAYA ( STUDI KASUS DI KECAMATAN TAMBAKSARI SURABAYA).

Penulisan proposal skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar dan tidak akan terwujud tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Hartono Hidayat, Msi. selaku dosen pembimbing dengan penuh kesabaran yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan bimbingan, arahan dan bantuan kepada penulis sehingga proposal skripsi ini dapat terselesaikan. Disamping itu penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak DR. Lukman Arif, MSi, selaku Ketua Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dra. Diana Hertati, Msi, selaku Sekretaris Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.


(3)

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

5. Bapak Ir. Hidayat Syah, MT selaku Kepala Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Surabaya yang telah membantu penelitian saya “MAJU TAK GENTAR”.

6. Ibu Yustisia selaku bidang sarana dan prasarana Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya

7. Keluargaku tercinta, terima kasih atas doa restu, perhatian dan kasih sayang serta finansialnya.

8. Semua teman-teman angkatan ’45 yang telah membantu pemikiran dan waktu luang. 9. ALL CREW C123 penyemangatku dan menemaniku dalam pengerjaan laporan

skripsi.

Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mohon adanya kritik dan saran demi kesempurnaan proposal skripsi ini. Semoga proposal skripsi ini dapat memberi manfaat dan pengetahuan bagi yang memerlukan.

Surabaya, Juni 2011


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 8

2.2. Landasan Teori ... 11

2.2.1. Pengertian Peran ... 11

2.2.2. Peran Pemerintah Dalam Mewujudkan Lingkungan Yang Bersih ... 12

2.2.3. Pengawasan ... 14

2.2.3.1. Pengertian Pengawasan ... 14

2.2.3.2. Macam-macam Pengawaasan ... 16

2.2.4. Koordinasi ... 17

2.2.4.1. Arti dan Pentingnya Koordinasi ... 17

2.2.4.2. Tipe-tipe Koordinasi ... 19

2.2.4.3. Sifat-sifat Koordinasi...20

2.2.4.4. Tujuan Koordinasi ... 20

2.2.4.5. Syarat-syarat Koordinasi ... .21

2.2.4.6. Cara-cara Melakukan Koordinasi ... .22

2.2.5.Kebersihan ... 23

2.2.5.1. Pengertian Kebersihan ... 23


(5)

2.2.7. Pengelolaan Sampah Oleh Pemerintah ... 29

2.2.7.1. Sistem Pengelolaan Sampah ... 29

2.2.7.2. Sistem Pembuangan Akhir Sampah ... 33

2.2.8. Sarana dan Prasarana Kebersihan ... 36

2.3. Kerangka Berpikir ... 38

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 39

3.2. Fokus Penelitian ... 40

3.3. Sumber Data ... 42

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.5. Analisis Data ... 44

3.6. Keabsahan Data ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Dinas Kebersihan dan Pertamanan ... 50

4.1.1. Visi dan Misi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya ... 53

4.1.2. Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya ... 54

4.1.3. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya ... 56

4.1.4. Komposisi Pegawai Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya ... 65

4.2. Hasil Penelitian ... 69

4.2.1. Koordinasi ... 69

4.2.1.1. Tujuan Koordinasi ... 76

4.2.1.2. Cara-cara Melakukan Koordinasi ... 77

4.2.2. Pengawasan ... 79

4.2.2.1. Cara-cara Pengawasan ... 81

4.2.2.2. Bentuk Pengawasan ... 82


(6)

4.3.1.2. Cara-cara Mengadakan Koordinasi ... 88

4.3.2. Pengawasan ... 90

4.3.2.1. Cara-cara Pengawasan ... 91

4.3.2.2. Bentuk Pengawasan ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 96

5.2. Saran-saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Volume Sampah Yang Dihasilkan Berdasarkan Kecamatan di Kota

Surabaya………...……….………... 6

Tabel 4.1. Komposisi Pegawai Berdasarkan Unit Kerja….………. 65 Tabel 4.2. Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin…….……….. 66 Tabel 4.3. Komposisi Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan………. 66 Tabel 4.4. Komposisi Pegawai BerdasarkanPangkat/ Golongan…………. 67 Tabel 4.5. Sarana dan Prasarana……… 68


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Kerangka Berpikir…………...38

Gambar 2 Analisis Model Interaktif Miles dan Hubberman………..46 Gambar 3 Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota


(9)

ABSTRAKSI

MUHAMAD ERVAN SANTOSO, 0541010095, PERAN DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI PEMERINTAH KOTA SURABAYA, SKRIPSI 2011.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode analisis data penelitian adalah dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif dimana dalam penelitian ini digambarkan suatu fenomena dengan jalan mendeskripsikannya. Penelitian ini menggunakan 1 (satu) variable yaitu peran Dinas.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud peran adalah bagian yang harus dilaksanakan atau perangkat tingkah yang diharapkan oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat.

Penelitian ini dilatarbelakangi dengan memperhatikan fenomena yaitu semakin bertambahnya penduduk Surabaya otomatis menimbulkan banyak juga sampah yang dihasilkan dari aktifitas-aktifitas penduduk Surabaya. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang atau material yang kita gunakan sehari-hari. Pengolahan sampah di kota Surabaya saat ini belum dikelola secara maksimal, pengelolaan yang ada saat ini hanya terbatas pada pengolahan sampah secara konvensional yaitu hanya diangkut dari tempat penghasil sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan kemudian hanya dibuang begitu saja ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Jumlah sampah yang dihasilkan kota Surabaya saat ini adalah sekitar 9.675 m3/hari dan yang masuk ke TPA adalah sekitar 6.064 m3/hari, itu berarti pengolahan sampah yang ditujukan untuk mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA belum dilakukan secara optimal. Di Kecamatan Tambaksari, ditemukan fakta tentang minimnya alat pengolah sampah seperti takakura atau komposter. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah dengan meningkatkan koordinasi dan pengawasan tentang pemanfaatan dan pengangkutan sampah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Dinas Kebersihan dan Pertamanan Dalam Pengelolaan Kebersihan Pemerintah Kota Surabaya di Kecamatan Tambaksari adalah untuk mendeskripsikan bagaimana koordinasi yang dilakukan dan mengetahui model pengawasan yang dilakukan dalam pengelolaan kebersihan di Kecamatan Tambaksari Surabaya.

Informan dalam penelitian ini adalah pegawai Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya yang utamanya menangani kebersihan serta kader lingkungan Kecamatan Tambaksari Surabaya.

Fokus pertama, adalah koordinasi, cara-cara mengadakan koordinasi yang dilakukan dan tujuan dalam koordinasi tersebut. Fokus kedua, adalah cara-cara pengawasan yang dilakukan dan bentuk pengawasan.

Hasil dari penelitian ini mengenai koordinasi dan pengawasan sudah berjalan dengan baik dilihat dari adanya kegiatan pemanfaatan sampah oleh masyarakat dan pengangkiutan sampah yang rutin dilakukan setiap hari oleh Dinas.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya sudah menjalankan perannya tapi masih memerlukan


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan situasi dan kondisi pemerintahan Indonesia dewasa ini, tidak terlepas dari pengaruh dan maraknya tuntutan profesi. Salah satu dampaknya adalah terjadi perubahan mendasar terhadap tatanan pemerintahan, yaitu dengan adanya perubahan Undang-Undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan tersebut diharapkan mampu memberikan wewenang untuk daerah dalam peningkatan pembangunan.

Berdasarkan prinsip Undang-Undang diatas, pelaksanakan Pemerintahan Daerah secara luas, nyata dan tanggung jawab dititik beratkan pada daerah kabupaten dan kota, bukan kepada Daerah Propinsi. Kebijakan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penyelenggaraan pemerintah akan berjalan efektif dan efisien jika antara yang memberikan pelayanan dan perlindungan dengan yang diberi pelayanan dan perlindungan berada dalam jarak hubungan yang relatif dekat. Harapan yang ingin didapatkan pemerintah daerah adalah agar dapat melaksanakan fungsi pemerintahan umum dan memberikan pelayanan kepada masyarakat secara cepat dan tepat.

Penyelenggaraan pemerintah di daerah sebagaimana tertuang dalam pasal 20 ayat 3 tentang Asas Penyelenggaraan Daerah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya menurut Pasal 151 ayat 2 Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang perencanaan pembangunan daerah


(11)

menyebutkan bahwa rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Tuntutan akan pembangunan yang membawa ke situasi yang lebih baik, merupakan konsekuensi logis dari dinamika kehidupan masyarakat yang selalu ditandai dengan adanya perubahan. Perubahan sosial merefleksi proses transformasi, ada perubahan sosial yang meliputi institusi tertentu termasuk juga hubungan diantara institusi tersebut.

Pemerintah Kota Surabaya dalam pembangunan Kota Surabaya dilaksanakan oleh beberapa dinas-dinas yang diwilayah Kota Surabaya. Dalam Pasal 2 Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 91 Tahun 2008 tentang rincian tugas dan fungsi Dinas Kota Surabaya, Dinas yang ada di Pemerintah Kota Surabaya ada 18 Dinas , diantaranya adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

Berdasarkan peraturan Wali Kota Surabaya No 91 Tahun 2008 tentang rincian tugas dan fungsi Dinas Kebersihan dan Pertamanan adalah Dinas yang mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. (1) merumuskan kebijakan teknis di bidang kebersihan dan pertamanan, (2) menyelenggarakan urusan kebersihan dan pertamanan, (3) pembinaan dan pelaksanakan tugas, (4) pengelolaan ketatausahaan, (5) pelaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.


(12)

mengenai pengelolaan kebersihan. Apalagi dengan diberlakukannya Otonomi Daerah, maka dalam pelaksanaan prinsip otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab dititik beratkan pada Pemerintah Kota / Kabupaten sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan sistem desentralisasi. Sebagai konsekuensinya, maka urusan - urusan Pemerintahan akan lebih banyak diserahkan kepada Pemerintah Kota / Kabupaten.

Untuk mewujudkan suatu lingkungan yang bersih, maka tidak akan terlepas kaitannya dengan masalah sampah yang dari hari ke hari semakin menumpuk. Makin menumpuknya volume sampah tersebut karena adanya pertambahan penduduk yang semakin meningkat dan disertai juga dengan adanya aktivitas manusia yang semakin berkembang dan pembangunan yang dilakukan juga terus meningkat, sehingga sisa atau bekas makanan dan sisa barang industri yang biasa kita kenal sebagai sampah akan semakin bertambah pula.

Surabaya sebagai kota terbesar ke dua setelah Jakarta, bahwa beban yang ditanggung oleh pemerintah daerah / kota sangat berat. Salah satu dampak dari pembangunan kota Surabaya adalah terjadinya pertambahan penduduk yang semakin pesat, yang diantaranya dapat diakibatkan oleh besarnya arus urbanisasi dan pertumbuhan alami (kelahiran) penduduk kota Surabaya itu sendiri, yang mengakibatkan semakin banyak juga sampah yang dihasilkan oleh masing-masing penduduk yang ada di kota Surabaya.

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti akan menghasilkan buangan atau sampah. Semakin bertambahnya penduduk Surabaya otomatis menimbulkan banyak juga sampah


(13)

yang dihasilkan dari aktifitas-aktifitas penduduk Surabaya. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang atau material yang kita gunakan sehari-hari. Pengolahan sampah di kota Surabaya saat ini belum dikelola secara maksimal, pengelolaan yang ada saat ini hanya terbatas pada pengolahan sampah secara konvensional yaitu hanya diangkut dari tempat penghasil sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan kemudian hanya dibuang begitu saja ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Jumlah sampah yang dihasilkan kota Surabaya saat ini adalah sekitar 9.675 m3/hari dan yang masuk ke TPA adalah sekitar 6.064 m3/hari, itu berarti pengolahan sampah yang ditujukan untuk mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA belum dilakukan secara optimal.

(http://anggrass.wordpress.com/2011/01/11/bertambahnya-sampah-akibat-pertambahan-penduduk-di-surabaya/)

Masyarakat yang kurang memahami lingkungan banyak yang menyemarinya dengan sampah. Dan di kota-kota besar seperti Surabaya pada musim penghujan sering terkena banjir. Dikarenakan dari masyarakat yang membuang sampah yang sembarangan seperti, membuang sampah di selokan, sungai, dan tempat umum lainnya.

Faktor penyebab terjadinya banjir dan kesehatan masyarakat Kecamatan Tambaksari menurun dikarenakan kurangnya tingkat kesadaran untuk menjaga lingkungaan, kurangnya partisipasi masyarakat, sistem pengawasan yang dilakukan, kurangnya koordinasi, pemberdayaan kelembagaan dalam pengaturan tempat pembuangan sampah

http://lugitaherwani.wordpress.com/2010/03/31/lingkungan

Koordinasi dan pengawasan sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang bersih. Dengan koordinasi dan pengawasan yang baik maka


(14)

akan tercipta suatu perilaku masyarakat yang mendukung dan berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan terutama dalam hal kebersihan lingkungan.

Menurut Terry, (2001 : 124) koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.

Diperlukan koordinasi yang lebih di Surabaya terutama di Kecamatan Tambaksari untuk menciptakan suatu lingkungan yang bersih. Dengan lingkungan yang bersih kesehatan masyarakat akan lebih meningkat.

Selain itu juga diperlukan adanya pengawasan, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas masyarakat dalam kegiatan pembuangan sampah. Agar masyarakat tidak lagi membuang sampah secara sembarangan. Dan pengawasan yang lebih pada petugas kebersihan agar benar-benar melaksanakan tugasnya dengan baik dan dapat menciptakan lingkungan yang bersih.

Menurut Siagian (2003 : 112) yang menyatakan bahwa pengawasan merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Pemerintah Kota Surabaya, khususnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kebersihan khususnya masalah sampah. Dengan melakukan koordinasi dan pengawasan yang lebih optimal dalam pengelolaan kebersihan.


(15)

Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan sampah yang dihasilkan oleh setiap Kecamatan di kota Surabaya sebagai berikut :

Tabel 1.1

Volume sampah yang dihasilkan berdasarkan Kecamatan di Kota Surabaya

No Kecamatan Jumlah Rumah Tangga Volume sampah

(m3/hari) Surabaya Pusat

1. Tegalsari 31,605 404.54

2. Genteng 18,751 240.01

3. Bubutan 31,683 405.54

4. Simokerto 26,500 339.20

Surabaya Utara

5. Pabean Cantikan 23,731 303.76

6. Semampir 43.044 550.96

7. Krembangan 30,990 396.67

8. Kenjeran 29,037 371.67

9. Bulak 8,954 114.61

Surabaya Timur

10. Tambaksari 61,006 780.88

11. Gubeng 43,092 551.58

12. Rungkut 24,891 317.68

13. Tenggilis Mejoyo 14,429 184.69

14. Gunung Anyar 12,311 157,58

15. Sukolilo 26,390 337.79

16. Mulyorejo 21,496 275.15

Surabaya Selatan

17. Sawahan 58,049 743.03

18. Wonokromo 49,704 636.21

19. Karangpilang 19,135 244.93

20. Dukuh Pakis 15,532 198.81

21. Wiyung 16,676 213.45

22. Wonocolo 20,647 264.28

23. Gayungan 11,929 152.69

24. Jambangan 11,299 144.63

Surabaya Barat

25. Tandes 24,217 309.98

26. Sukomanunggal 24,129 308.85

27. Asemrowo 8,754 112.05

28. Benowo 11,161 142.86


(16)

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan, 2009 Diolah oleh Badan Lingkungan Hidup, 2009

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa volume sampah terbanyak di Surabaya, baik Surabaya Pusat, Surabaya Utara, Surabaya Timur, Surabaya Selatan dan Surabaya Barat, volume sampah terbanyak yaitu di Surabaya Timur tepatnya di Kecamatan Tambaksari yaitu 780.88 m3/hari dengan jumlah rumah tangga 61,006 orang.

Beberapa upaya dan program-program yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam pengelolaan kebersihan dengan tujuan menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih. Masalah sampah memang memerlukan perhatian yang lebih dari Pemerintah Kota Surabaya khususnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan sebagai instansi Pemerintah Kota yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kebersihan.

Dengan latar belakang seperti yang telah dijelaskan diatas dalam penyusunan skripsi ini penulis mengambil judul “ PERAN DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN di PEMERINTAH KOTA SURABAYA ( Studi kasus di Kecamatan Tambaksari Surabaya) “

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah yaitu “ Bagaimanakah Peran Dinas Kebersihan dan Pertamanan Dalam Pengelolaan Kebersihan di Pemerintah Kota Surabaya (studi kasus di Kecamatan Tambaksari Surabaya)”.


(17)

1.3. Tujuan Penelitian

Mengetahui Peran Dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam Pengelolaan Kebersihan di Pemerintah Kota Surabaya (studi kasus di Kecamatan Tambaksari Surabaya).

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis

Sebagai wawasan dan pengalaman serta menambah pengetahuan tentang Peran Dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam Pengeloaan Kebersihan di Pemerintah Kota Surabaya.

2. Bagi Instansi

Sebagai bahan masukan dan informasi yang berarti bagi instansi yang berkaitan mengenai meningkatkan kebersihan, khususnya bagi Dinas Keberihan dan Pertamanan dalam Pengelolaan di Pemerintah Kota Surabaya.

3. Bagi Fakultas

Sebagai referensi yang dapat dimanfaatkan oleh penelti lainnya yang ingin mengembangkan pokok kajian serupa dimasa mendatang, serta untuk memberikan tambahan literatur bagi perpustakaan.


(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Tedahulu

1. Apriyani Bhakti Pratiwi (2007), mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur, dengan judul “ Peran Dinas Koperasi Dan Sektor Informal Kota Surabaya ( studi deskriptif dalam pemberdayaan pedagang kaki lima dikawasan wisata religi taman bungkul Surabaya).

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Dengan fokus penelitian melaksanakan bimbingan dan penyuluhan manajemen usaha kepada pedagang kaki lima.

Hasil penelitian ini adalah bimbingan dan penyuluhan manajemen usaha kepada pedagang kaki lima merupakan upaya Dinas Koperasi dan sector informal. Dalam pelaksanakan pembinaan pedagang kaki lima yang mempunyai tanda daftar usaha dan termasuk padagang kaki lima binaan Pemerintah Kota Surabaya. Pihak yang terkait dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan manajemen usaha antara lain adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Kesehatan, Kepolisisan dan Satpol PP.


(19)

2. Namirudin Algadri (2008), mahasiswa Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur, dengan judul “ Pelaksanakan Tugas Dinas Kebersihan dan Pertamanan Dalam Penanganan Kebersihan dan Pengoptimalisasikan Fungsi Pedestrian” ( studi kasus pada pedestrian Jalan Urip Sumoharjo).

Jenis penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Kualitatif. Dengan fokus penelitian pelaksanakan pengumpulan dan pembersihan sampah pada jalan umum/ pedestrian.

Hasil penelitian ini adalah dalam penanganan pengendalian kebersihan Kota Surabaya terutama pada jalan umum/ pedestrian Jalan Urip Sumoharjo, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya melibatkan pihak-pihak swasta yang berkaitan. Dalam pelaksanakan pengungumpulan dan pembersihan sampah khususnya penyapuan selain dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya juga dibantu oleh pihak swasta yaitu CV. Ditnis.

3. Irma Dwijayanti (2009), Mahasiswa Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur, dengan judul “ Partisipasi Masyarakat Dalam Mewujudkan Surabaya Bersih di Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pangkal”

Jenis penilitian ini merupakan penelitan kualitatif dengan pendekatan fenomologis. Dengan fokus penelitian partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan dalam bentuk sumbangan tenaga kerja kebersihan.


(20)

Hasil dari penelitian ini adalah banyak warga masyarakat yang terlibat dalam mewujudkan lingkungan bersih, tetapi tidak dipungkiri juga bahwa masih ada masyarakat yang protes dan tidak sadar lingkungan.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, maka dapat diketahui bahwa penelitian yang dilakukan ini mempunyai perbedaan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan karena penelitian yang dilakukan adalah pembangunan Kota Surabaya khususnya di Kelurahan Rungkut Kidul terhadap pengelolaan kebersihan, dan penelitian ini menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif sehingga penelitian ini bukanlah sebuah replikasi.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Peran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud peran adalah bagian yang harus dilaksanakan atau perangkat tingkah yang diharapkan oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat.

Menurut Salim (1991 : 395) peran adalah sesuatu yang diharapkan dimiliki oleh seorang yang mempunyai kedudukan dimasyarakat atau bagian utama yang harus dilakukan oleh seseorang.

Peran menurut Taliziduhu Ndraha (1990 : 110) peran (role) ialah aspek dinamis suatu lembaga. Peran mewakili suatu lembaga secara menyeluruh, tetapi ada beberapa diantaranya yang secara simbolis dapat dianggap mewakili lembaga yang bersangkutan secara total. Peran mempunyai maksud strategis di dalam


(21)

masyarakat, sebab peran tersebut tidak saja mewakili lembaganya sendiri melainkan juga merupakan factor integrative antara suatu lembaga.

Menurut Levinson dalam Basrowi (2005 : 64), mengemukakan pengertian peran mencakup 3 (tiga) hal yaitu :

1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

2. peran adalah konsep apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur social masyarakat.

Dari berbagai pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa peran merupakan perilaku atau tindakan yang penting bagi struktur masyarakat dan dilakukan karena suatu kedudukan, jabatan, atau organisasi dilingkungan masyarakat bias berupa suatu kantor yang mudah dikenal oleh masyarakat.

2.2.2. Peran Pemerintah Dalam Mewujudkan Lingkungan Yang Bersih

Suatu pemerintahan bagi bangsa dan negara memang diperlukan untuk mengurangi timbulnya konflik-konflik yang serius dalam masyarakat. Dalam mewujudkan lingkungan yang bersih, pemerintah memiliki kewenangan dalam


(22)

memberikan pengarahan, bimbingan, petunjuk, dan pengaturan sekaligus juga pengawasan menuju suatu kondisi lingkungan yang memenuhi ketentuan dan persyaratan kebersihan yang aman, sehat, tertib, dan indah.

Peran pemerintah dalam mewujudkan lingkungan yang bersih dapat meliputi beberapa aspek (Salim, 1988 : 45-48), yaitu antara lain :

a. Aspek Yuridis, adalah yang berkaitan dengan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dalam bentuk keputusan-keputusan, ketentuan-ketentuan mengikat, yang berupa peraturan perundangan yang menyangkut dalam menciptakan dan menunjang kebersihan. Aspek yuridis tersebut yang dapat berupa :

a. Peraturan Daerah

Peraturan Daerah ini mempunyai kekuatan hukum yang mengikat masyarakat di daerah, karena dibuat oleh Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). b. Keputusan Kepala Daerah/Wilayah

Merupakan suatu kekuatan hukum yang dibuat oleh pemerintah untuk dapat merealisasikan peraturan daerah yang telah dibuat.

b. Aspek Organisatoris, yaitu dalam hal pembentukan unit-unit organisasi pemerintah yang menangani dan mengurusi kebersihan. Pada hakekatnya mewujudkan kebersihan merupakan mekanisme organisme dan manajemen yang rapi dan teratur pada semua hierarki pemerintahan. Dengan menggunakan prinsip-prinsip


(23)

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan, maka proses ini akan membawa hasil yang lebih baik.

c. Aspek Organisasi Kemasyarakatan

Organisasi kemasyarakatan ini bertujuan untuk membantu partisipasi masyarakat dengan kesadarannya agar turut serta menjaga kebersihan dan lingkungannya. Peranan dari organisasi ini sangat penting terutama untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang arti kebersihan lingkungan bagi kehidupannya. Disini perlu adanya usaha untuk meningkatkan partisipasi masyarakat yang dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk menunjang program pembangunan yang telah dibuat oleh pemerintah daerah. Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat, maka masyarakat harus mengetahui dan mengerti maksud serta tujuan dilaksanakannya program kebersihan.

Untuk dapat menciptakan lingkungan yang bersih, sangat diharapkan adanya suatu kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Peran pemerintah dalam mewujudkan lingkungan yang bersih lebih pada peran teknisnya. Selanjutnya peran teknis yang dilakukan oleh pemerintah ini harus didukung oleh partisipasi aktif dari masyarakat.


(24)

Menurut Siagian (2003 : 112) yang menyatakan bahwa pengawasan merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Agar kegiatan pengawasan membuahkan hasil yang diharapkan, perhatian serius perlu diberikan kepada berbagai dasar pemikiran yang sifatnya fundamental yaitu :

1. efisiensi, bekerja secara efisien berarti menggunakan sumber-sumber yang tersedia seminimal mungkin untuk membuahkan hasil tertentu yang telah ditetapkan dalam rencana.

2. efektifitas, tercapainya berbagai sasaran yang telah ditentukan tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang telah dialokasikan untuk melakukan berbagai kegiatan.

3. produktifitas, maksimalakan hasil yang harus dicapai berdasarkan dana dan daya yang telah dialokasikan sebelumnya.

4. pengawasan dilakukan pada waktu berbagai kegiatan sedang berlangsung dan dimaksudkan untuk mencegah jangan sampai terjadi penyimpangan, penyelewengan dan pemborosan.

5. tidak ada manajer yang dapat mengelak dari tanggung jawab melakukan pengawasan karena para pelaksana adalah manusia yang tidak sempurna. 6. pengawasan akan berjalan lancar apabila prosedur dasar pengawasan


(25)

2.2.3.2. Macam-Macam Pengawasan

Macam-macam pengawasan menurut intruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1989 adalah :

1. Pengawasan Melekat

Adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendali yang terus menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau represif agar palaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara berdaya guan sesuai dengan rencana kegiatan dan peratuaran perundang-undangan.

2. Pengawasan Fungsional

Adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan yang secara funsional baik intern pemerintah maupun ekstern pemerintah yang dilakukan terhadap tugas umum pemerintah dan pembangunan agar sesuai dengan rencana dan perturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pengawasan Masyarakat

Adalah pengawasan yang dilakukan oleh warga masyarakat yang disampaikan secara lisan atau tertulis kepada apratur pemerintah yang berkepentinagna berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan, atau keluhan/ pengaduan yang bersifat membangun yang disampaikan baik secara langsung maupun melalui media.


(26)

Sedangkan teknik-teknik pengawasan menurut Siagian (2003 : 115) adalah sebagai berikut :

1. Pengawasan Langsung

Yang dimaksud pengawasan langsung adalah apabila pimpinan organisasi mengadakan pengawasan terhadap kegiatan yang dijalankan.

2. Pengawasan Tidak langsung

Yang dimaksud adalah pengawasan dari jarak jauh. Pengawasan ini dilakukan melalui laporan yang dismapaikan bawahan.

2.2.4. Koordinasi

2.2.4.1. Arti dan Pentingnya Koordinasi

Dengan pendelegasian wewenang dan pembagian pekerjaan kepada bawahan oleh manajer maka setiap individu bawahan akan mengerjakan pekerjaannya sesuai wewenag yang diterimanya. Setiap bawahan mengerjakan hanya sebagian dari pekerjaan perusahaan, karena itu masing-masing pekerjaan bawahan harus disatukan, diintegrasikan dan diarahkan untuk tercapainya tujuan. Karena tanpa koordinasi tugas dan pekerjaan dari setiap individu karyawan maka tujuan pekerjaan perusahaan tidak akan tercapai. Koordinasi ini merupakan tugas penting yang harus dilakukan oleh seorang manajer dan tugas ini sangat sulit.

Menurut Terry, (2001 : 124) koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada


(27)

sasaran yang telah ditentukan. Definisi ini berarti bahwa koordinasi adalah pernyataan usaha dan meliputi cirri-ciri sebagai berikut :

1. jumlah usaha, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif 2. waktu yang tepat dari usaha-usaha ini

3. pengarahan usaha-usaha ini.

Jadi koordinasi adalah suatu usaha kerjasama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sedemikian rupa, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi.

Koordinasi sangat penting dalam suatu organisasi, karena :

1. untuk mencegah terjadinya kekacauan, percekcokan dan kekekmbaran atau kekosongan pekerjaan

2. agar orang-orang dan pekerjaan diselaraskan serta diarahkan untuk pencapaian tujuan perusahaan

3. agar sarana dan prasarana dimanfaatkan untuk mencapai tujuan

4. supaya semua unsur manajemen dan pekerjaan masing-masing individu karyawan harus membantu tercapainya tujuan organisasi

5. supaya semua tugas, kegiatan dan pekerjaan terintegrasi pada sasaran yang diinginkan.


(28)

2.2.4.2. Tipe-tipe Koordinasi

Beberapa tipe koordiansi menurut Khairuddin (2000 : 24) adalah sebagai berikut :

1. koordinasi vertical adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada dibawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasikan semua aparat yang ada dibawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertical ini mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur

2. koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasai yang setingkat. Koordiansi ini dibagi atas Interdisciplinary. Interterdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan-tindakan mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun secara ekstern pada unit-unit yang sama tugasnya. Sedangkan Interelated adalah koordinasi antar badan (instansi) unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan ynag lain saling bergantungan atau mempunyai kaitan baik, secara intern maupun ekstern yang levelnya setaraf. Koordinasi ini relative sulit dilakukan, karena koordinator tidak dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat.


(29)

2.2.4.3. Sifat-Sifat Koordinasi

Menurut Khairuddin (2000 : 48) ada beberpa sifat koordinasi diantaranya adalah :

1. koordinasi adalah dinamis bukan statis

2. koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator dalam rangka mencapai tujuan

3. koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.

Asas koordinasi adalah asas skala artinya koordinasi dilakukan menurut jenjang kekeuasaan dan tanggung jawab yang disesuaikan dengan jenjang yang berbeda-beda satu sama lain. Tegasnya asas hierarki ini bahwa setiap atasan/ koordinator harus mengkoordinasi bawahanya langsung.

2.2.4.4. Tujuan Koordinasi

Menurut Khairuddin (2000 : 49) ada beberapa tujuan dari koordinasi diantaranya adalah :

1. untuk mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran kearah tercapainya sasaran perusahaan

2. untuk menjuruskan keterampilan spesialisasi kearah sasaran perusahaan 3. untuk menghindari kekosongan dan tumpang tindih pekerjaan

4. untuk menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran

5. untuk menginterprestasikan tindakan dan pemanfaatna kearah sasaran organisasi atau perusahaan


(30)

2.2.4.5. Syarat-Syarat Koordinasi

Menurut Khairuddin (2000 : 50) beberapa syarat koordinasi diantaranya adalah :

a. sense of cooperation (perasaan untuk bekerja sama) ini harus dilihat dari sudut pandang perbagian bidang pekerjaan, bukan orang per orang

b. rivalrantara bagian dalam perusahaan besar sering diadakan persaingan bagian. Agar bagian-bagian ini berlomba untuk mencapai kemajuan

c. team spirit artinya satu sama lain pada setipa bagian harus saling menghargai

d. easprit de corps, artinya bagian-bagian yang diikutsertakan atau dihargai, umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat.

Selain semangat koordinasi juga harus mempunyai aspek-aspek formal yaitu metode-metode, teknik yang ditujukan untuk mencapai sasaran tersebut.

Koordinasi harus dilakukan oleh setiap manajer dalam perusahaan artinya harus dilakukan oleh setiap orang yang mempunyai bawahan. Koordinasi tidak dapat diperintahkan, dipaksakan, tetapi akan lebih baik dengan cara persuasif (permainan dan permohonan) kepada bawahan. Karena dengan persuasif akan lebih dihayati, ditaati oleh bawahan, sebab mereka merasa lebih dihargai dan dihormati jadi dengan menggugah perasaannya.


(31)

2.2.4.6. Cara-Cara Mengadakan Koordinasi

Beberapa cara mengadakan koordinasi menurut Khairuddin (2000 : 52) diantaranya adalah :

1. membagi keterangan langsung dan secara bersahabat. Keterangan menegenai pekerjaan saja tidak cukup, karena tindakan-tindakan yang tepat harus diambil untuk menciptakan dan menghasilkan koordinasi yang baik

2. mengusahakan pengetahuan dan penerimaan tujuan yang akan dicapai oleh anggota, tidak menurut masing-masing individu anggota dengan tujuan sendiri-sendiri. Tujuan itu adalah tujuan bersama.

3. mendorong para anggota untuk bertukar pikiran, mengemukakan ide, saran-saran, dan lain sebagainya.

4. mendorong para angota untuk berpartisipasi dalam tingkat perumusan dan penciptaan sasaran.

5. membina human relation yang baik antara sesama karyawan.

6. manajer sering melakukan komunikasi informal dengan para bawahan. Ringkasnya, suatu koordinasi akan lebih baik, jika memperoleh dukungan.


(32)

2.2.5. Kebersihan

2.2.5.1. Pengertian Kebersihan

Kebersihan adalah unsur yang sangat penting dalam menjamin kesehatan manusia baik jasmani maupun rohani. Manusia yang sehat lahir dan batin kemungkinan besar dapat berbuat maupun bertindak serta berfikir sebaik-baiknya. Pepatah mengatakan bahwa kebersihan pangkal kesehatan. Disamping itu kebersihan yang dapat menentukan indah dan menariknya suatu lingkungan.

Kebersihan kota adalah lingkungan atau wilayah kota yang bebas dari kotoran-kotoran dan bebas dari sisa hasil industri sampah rumah tangga dan kotoran-kotoran lainnya yang dapat merusak kebersihan wilayah kota. Pengertian kebersihan di sini tidak hanya yang kita rasakan dan kita lihat secara fisik saja, namun lebih jauh dari itu mencakup pula kebersihan dalam arti kesehatan. Terhindarnya dari sampah, serta akibat yang ditimbulkannya, seperti bau busuk, pemandangan yang kurang menarik, tempat bersarangnya berbagai serangga dan binatang lainnya sebagai penyebab penyakit juga merupakan bagian dari ruang lingkup kebersihan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa kebersihan berasal dari kata “bersih” yang artinya adalah bebas dari kotoran, tidak tercemar (tidak terkena kotoran) (Poerwadarminta, 1989 : 109). Jadi kebersihan merupakan suatu kondisi yang bebas dari segala kotoran dan pencemaran. “Environmental Sanitation” atau kebersihan lingkungan itu sebagai bagian dari General Public Health yang meliputi prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan atau setidak-tidaknya menguasai faktor-faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit. Dalam kaitannya


(33)

dengan lingkungan yang bersih makna yang terkandung di dalamnya bukan sekedar kebersihan fisik daerah dan ruangannya, tetapi juga budaya perilaku masyarakatnya yang menganggap bahwa kebersihan itu merupakan suatu kebutuhan.

Lingkungan hidup menurut Salim (1983 : 16) diartikan sebagai “segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal-hal yang hidup, termasuk kehidupan manusia”.

Dengan memperhatikan pengertian lingkungan hidup diatas, maka jika dikaitkan dengan pemeliharaan lingkungan kota yang layak, bersih, sehat dan nyaman. Salah satu penyebab dalam mewujudkan kebersihan ini adalah masalah sampah yang apabila dibiarkan berlarut-larut akan semakin menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup serta kesehatan masyarakat, sehingga disini perlu adanya penanganan serius. Terwujudnya kebersihan kota pada hakekatnya bukan semata-mata menjadi tugas pemerintah, melainkan juga kewajiban masyarakat. Masyarakat sebagai penghasil sampah sudah selayaknya ikut berperan dalam mewujudkan kebersihan kota, dengan cara membantu pemerintah dalam menjaga kebersihan dan keindahan kota dan membantu tugas-tugas operasional.

2.2.6. Permasalahan Sampah

Terjadinya pencemaran lingkungan merupakan akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dengan penanganan limbah sampah yang


(34)

bagi masyarakat dan pemerintah sebagai aparatur egati, baik dari segi pengelolaan, penyelenggaraan, penyediaan dana, sarana dan prasarana, serta tenaganya. Masalah lingkungan merupakan masalah yang komplek yang timbul dari kepraktisan dalam berproduksi dengan menggunakan berbagai teknologi dan akibat sampingan dari adanya kemajuan teknologi tersebut.

Permasalahan dari kondisi sampah tersebut menurut Sa’id (1987 : 15-17) dapat diungkapkan sebagai berikut:

a. Sampah menimbulkan perasaan tidak estetik, menjijikkan, perasaan kotor dan merusak pandangan mata. Lebih jauh bila keadaan ini terlihat di daerah elit perkotaan akan menurunkan citra masyarakatnya.

b. Sampah, baik yang bersifat negatif maupun nonorganik akan menjadi sarang penyakit yang dampaknya akan sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan lingkungannya.

c. Sampah negatif akan membusuk dan menimbulkan bau yang akan mencemari udara termasuk cemaran negatif kotoran debu, penyakit, dan terlebih bila hal ini terjadi pada daerah kumuh.

d. Sampah yang terkena air akan membusuk, juga akan

mencemari air di sekelilingnya baik dengan warna, bau, penyakit, dan mikroorganisme negatif.

e. Sampah kering akan beterbangan bila diterpa negatif dan hal ini sangat potensial untuk menimbulkan bahaya kebakaran terutama di daerah yang padat penduduk.


(35)

f. Sampah yang dibuang sembarangan cenderung masuk ke selokan-selokan dan menyumbatnya. Hal ini sangat berbahaya pada saat musim hujan.

g. Secara keseluruhan, sampah membutuhkan area tanah yang sangat luas untuk pembuangannya. Untuk daerah perkotaan dengan harga tanah yang mahal akan menjadikan permasalahan yang cukup rumit.

h. Sampah bersifat stasioner, tidak sefleksibellimbah cair atau gas dalam pergerakannya, sehingga jika telah menumpuk pada suatu tempat hal tersebut akan tetap berada di tempat itu.

i. Keseragaman sampah yang tinggi dan bercampur baur akan sangat menyulitkan penanganannya, sehingga memerlukan biaya yang sangat mahal.

j. Tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah

menyebabkan perilaku dalam menangani sampah semakin sembarangan.

k. Fasilitas dan biaya operasional penanggulangan sampah masih belum memadai dan tidak seimbang dengan semakin bertambahnya volume sampah setiap hari.

l. Aspek penanganan sampah masih belum dapat dilakukan

secara terpadu, sehingga masih memberikan kesan tambal sulam.


(36)

m. Secara keseluruhan penanganan sampah masih belum diselaraskan dengan upaya produksi barang-barang konsumsi yang lebih bernilai ekonomi, sehingga dari penanganan tidak diperoleh untuk tambahan biaya penanganan sampah.

Dari uraian diatas tampak jelas bahwa sampah menimbulkan pengaruh yang sangat buruk terhadap lingkungan. Oleh karena itu, sangat diperlukan penanganan sampah yang baik dan terpadu. Sebab penanganan sampah yang tidak baik akan mengganggu keindahan, kesehatan, dan keseimbangan lingkungan.

Dampak yang diakibatkan oleh sampah selama ini menurut Bahar (1986 : 7-8) adalah sebagai berikut :

1. Mengurangi nilai estetika

Sampah yang menumpuk dan dibiarkan ditempat terbuka akan menyebabkan rendahnya nilai estetika lingkungan di sekitarnya. Hal ini menyebabkan pemandangan yang tidak enak dilihat, bau busuk yang menyengat, dan berkembangbiaknya berbagai macam organisme.

2. Timbulnya polusi udara dan air

Pembakaran sampah yang dilakukan secara terbuka dan tidak terkendali akan menimbulkan emisi atmosfer dengan peningkatan komponen-komponen polutan di udara selain akan menghasilkan residu dan penghancuran sampah.


(37)

3. Sumber penyakit

Tempat penumpukan sampah merupakan lingkungan kehidupan yang baik bagi perkembangbiakan tikus, nyamuk, lalat, mikroba yang mana organisme tersebut dapat menyebarkan dan menimbulkan berbagai macam penyakit kepada penduduk di sekitar tempat penimbunan dan penampungan sampah.

4. Penyumbatan saluran air

Kebiasaan buruk yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat adalah membuang sampah ke sungai, got, ataupun ke saluran-saluran air lainnya. Hal ini jika dibiarkan akan menimbulkan polusi pada air dan penyumbatan saluran air, sehingga bila hujan turun saluran air akan tersumbat dan menimbulkan banjir.

Menurut Sa’id (1987 : 14) semakin meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, baik karena kelahiran ataupun migrasi, perilaku masyarakat yang semakin mengutamakan ego pribadinya, tingkat pendidikan yang negatif rendah, dan adanya perubahan standar hidup masyarakat yang mengutamakan produk hasil kebudayaan modern untuk konsumsinya, menyebabkan makin meningkatnya jumlah dan keragaman sampah. Kota-kota besar di Indonesia seakan-akan semakin “terkubur” oleh timbunan sampah yang semakin menggunung.

Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa apabila sampah dibiarkan begitu saja, maka masalah yang ditimbulkan dari sampah akan semakin banyak dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat sekitar dan


(38)

sedini mungkin untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan menghindari akibat-akibat yang ditimbulkannya. Dalam hal ini kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah sangat diharapkan. Dengan adanya kerjasama yang baik akan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.

2.2.7. Pengelolaan Sampah Oleh Pemerintah 2.2.7.1. Sistem Pengelolaan Sampah

Salah satu aspek dari pengelolaan sampah adalah bagaimana sampah tersebut dikumpulkan. Dengan alat-alat seperti sapu lidi, pengeruk, sampah-sampah tersebut dikumpulkan. Pengadaan sarana dan prasarana pembuangan sampah di wilayah perumahan ada kalanya merupakan bantuan dari pemerintah, tetapi sebagian masyarakat bersama-sama membuat tempat pembuangan sampah sendiri. Mengenai pengaturan pengumpulan sampah ini terdapat pakar yang mengemukakan bahwa :

Menurut Bahar (1986 : 12) pengaturan pengumpulan sampah dapat dilakukan dengan cara setiap perusahaan pengolah sampah menyediakan bak sampah yang diberi petunjuk jenis sampah yang harus dibuang pada masing-masing bak sampah tersebut. Bak sampah ini dibuat berdekatan dengan bak sampah dengan jenis lainnya, sehingga tempat pengumpulan ini tidak perpencar-pencar dan tidak merepotkan masyarakat produsen sampah.

Berbagai cara untuk mengumpulkan sampah dapat dilakukan oleh masyarakat dengan mudah dan praktis. Berdasarkan jenis sampahnya, beberapa


(39)

tata cara pengumpulan sampah menurut Sa’id (1987 : 27-34) dapat dilakukan melalui:

1. Sampah Rumah Tangga

Sampah rumah tangga biasanya banyak berasal dari sisa sayuran, buah-buahan, ikan atau daging serta sisa makanan basi. Selain itu dapat juga terdiri dari plastik pembungkus, kertas, karton, wadah kaleng, potongan kayu, pakaian usang, logam, dan sebagainya. Untuk jumlah yang sedikit khususnya sampah organik sisa kegiatan dapur dan ruang makan, sebaiknya sampah tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik, tidak ditumpuk di dalam tong sampah. Untuk sampah yang kering dapat disimpan di dalam tong. Sampah jenis ini sebaiknya digolongkan kembali atas yang mudah dibakar dan yang tidak mudah terbakar.

2. Sampah Pemukiman

Sampah pemukiman berasal dari rumah-rumah tangga di dalam area satu Rukun Tetangga (RT) atau satu Rukun Warga (RW). Wadah yang dapat digunakan adalah bak penampungan sementara, yang dapat terbuat dari semen atau besi. Volume bak penampungan ini harus cukup besar untuk dapat menampung sampah dari seluruh warganya. Bak penampungan sampah pemukiman harus di tempatkan di dekat jalan umum, jalan ekonomi atau jalan protokol.


(40)

3. Sampah Komersial

Mengingat keragaman sampah komersial sangat besar, maka pengumpulan sampah sebaiknya harus sudah terklarifikasi lagi. Pewadahan khusus secara terklarifikasi harus dapat dikerjakan oleh restoran-restoran, toko-toko, warung dan pasar-pasar swalayan, sedangkan sampah organik dari daerah pasar yang becek harus ditangani secara harian. Sampah organik dapat terus diangkut oleh truk sampah ke tempat penanganan selanjutnya, sedangkan sampah yang masih dapat didaur ulangkan oleh industri, misalnya kertas, karet, logam dan kaca serta plastik dipisahkan sendiri-sendiri untuk kemudian dijual ke pedagang pengumpul barang-barang bekas. 4. Sampah Perkantoran dan Sekolahan

Sampah perkantoran dan sekolahan umumnya berbentuk kertas dan karton, oleh karena itu dapat dikumpulkan di karung-karung goni untuk dijual ke pabrik kertas kembali guna dibuat bubur kertas (pulp). Bagi kertas yang bersifat rahasia dapat dikumpulkan secara terpisah dan di bakar di bak semen atau insenerator.

5. Sampah Industri

Sampah industri sangat beragam dan tergantung pada industrinya itu sendiri. Biasanya industri memiliki sarana penampungan dan penanganan sampahnya di lokasi itu sendiri. Namun demikian, untuk komoditi-komoditi agroindustri pengumpulan sampah dan penanganannya harus lebih terorganisasi dengan baik. Semua


(41)

industri harus memiliki sarana pengumpul dan pengolahan sampah. Bila tidak maka mereka minimal harus memiliki armada pengangkutan sendiri untuk membuang sampahnya ke lokasi yang telah ditentukan setiap harinya.

6. Sampah Jalanan

Sampah jalanan biasanya terdiri dari kertas, plastik dan dedaunan. Pengumpulannya dilakukan oleh Dinas Kebersihan melalui cara penyapuan, kemudian diangkut oleh gerobak atau truk. Sampah jalanan terutama di daerah protokol harus dibersihkan setiap hari. 7. Sampah Lainnya

Sampah yang dimaksud adalah sampah yang seringkali dihasilkan oleh tempat-tempat rekreasi, baik di gunung, tepi pantai dan taman-taman, sampah di terminal bis, stasiun kereta api, terminal udara atau bahkan di kendaraan-kendaraan untuk transportasi darat, laut dan udara. Untuk kebutuhan ini biasanya disediakan tong-tongsampah yang ringan, mempunyai kapasitas yang kecil, tetapi terawat dengan baik.

Setelah sampah tersebut dikumpulkan, maka dengan menggunakan kendaraan-kendaraan pengangkut, misalnya truk, gerobak sampah, kereta dorong, sampah-sampah tersebut diangkut ke lokasi pembuangan sampah sementara.

Di dalam pengumpulan sampah ini akan dilakukan juga dengan pemisahan sampah. Dimana hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan dalam


(42)

akan dikelompokkan berdasarkan jenis, sifat, dan bentuknya masing-masing. Pemisahan sampah adalah memisahkan jenis-jenis sampah, yaitu yang berupa daun-daun, kertas atau yang tergolong dalam sampah organik disendirikan atau dipisahkan dari sampah yang berupa gelas, keramik, logam, dan plastik (anorganik). Pemisahan sampah hendaknya dikerjakan dengan dua tahap. Pada tahap pertama terlebih dahulu dipisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik. Kemudian pada tahap kedua, sampah-sampah tersebut dipisahkan lagi berdasarkan jenisnya.

Apabila sampah akan dibuang untuk penimbunan, maka pemisahan ini tidak begitu diperlukan untuk dikerjakan. Namun perlu untuk diketahui bahwa bahan-bahan berupa kayu, karet, plastik, dan logam sukar menjadi hancur, sedangkan bahan-bahan dari gelas dan keramik tidak dapat hancur. Sebaliknya, apabila sampah tersebut kemudian dibakar, maka pemisahan tersebut sangat diperlukan terlebih lagi apabila pembakaran dilakukan pada suatu instansi. Bahan-bahan berupa logam, gelas, dan keramik tidak akan terbakar, sedangkan Bahan- bahan-bahan dari plastik dan karet apabila dibakar akan menimbulkan gangguan pada bau asapnya. Oleh karena itu untuk pembakaran bahan-bahan tersebut perlu dipisahkan.

2.2.7.2 Sistem Pembuangan Akhir Sampah

Sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah, maka sampah dari tempat pengumpulan, dikumpulkan pada depotransfer yang letaknya harus benar-benar strategis serta diupayakan tetap menjaga keadaan lingkungan yang bersih


(43)

dan indah. Lokasi tempat pembuangan sementara (TPS) atau depotransfer masih dekat dengan pemukiman penduduk, sehingga diharapkan dapat diteka sekecil mungkin akibat yang full ditimbulkan terhadap kesehatan lingkungan. Untuk sampai pada tempat pembuangan akhir (TPA), maka sampah-sampah tersebut diangkut dengan menggunakan alat transportasi berupa truk sampah yang telah disediakan oleh dinas yang bersangkutan.

Menurut Hadiwiyoto (1983 : 44) yang dimaksud dengan pembuangan sampah adalah menempatkan sampah pada suatu tempat yang rendah, kemudian menimbunnya dengan sampah. Keuntungan sampah apabila ditimbun adalah :

1. Tanah yang semula tidak rata, dapat dibuat rata.

2. Tempat yang semula tidak dapat digunakan, menjadi bermanfaat sebagai tempat yang dapat dimanfaatkan misalnya jalan, gedung, dan sebagainya.

3. Bila tanah tersebut dijadikan tanah pertanian, taman atau ditanami dengan pohon-pohon, akan menjadi tempat yang subur.

4. Akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh sampah terhadap lingkungan dapat dikendalikan.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan proses akhir dari ulldo pengelolaan sampah yang telah dilakukan. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) menurut Bahar (1986 : 16) dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :

1. Open Trench Burning, yaitu dengan membang sampah ke parit-parit yang tidak digunakan masyarakat dan jauh dari pemukiman penduduk,


(44)

selalu dikontrol agar supaya sampah yang masuk dapat terbakar dengan sempurna dan berlangsung terus menerus.

2. Open Dumping, yaitu penimbunan terbuka dengan cara membuang

dan menumpuk sampah diatas lahan terbuka. Cara ini merupakan cara penanganan sampah yang sangat sederhana.

3. Dumping At Sea, yaitu penimbunan di laut yang dilakukan dengan cara pembuangan atau penimbunan sampah di pantai. Pantai-pantai yang dangkal dapat digunakan sebagai tempat untuk menimbun sampah, caranya adalah dengan membuat tanggul-tanggul pemisah terlebih dahulu di tempat tersebut, gunanya adalah untuk manghalangi sampah agar tidak terbawa arus air laut ke tengah, kemudian sampah dimasukkan ke pantai yang telah diberi tanggul tersebut. Dalam waktu yang lama apabila sampah telah penuh, sampah tersebut diratakan, dipadatkan dan ditimbun oleh tanah atau pasir.

4. Sanitary Landfill, yaitu penimbunan di dalam tanah dengan cara menimbun sampah di dalam tanah, yang dibuat lobang empat persegi panjang dengan lebar sekitar 2-3 meter dengan kedalaman sekitar 0,5-1 meter. Sampah yang masuk kedalam lobang diatur dengan bulldozer dan dipadatkan dengan mesin pemadat sampai penuh, setelah lobang penuh dengan sampah dilakukan penimbunan secukupnya dengan mengambil tanah dan membuat lobang baru disebelahnya.


(45)

2.2.8. Sarana dan Prasarana Kebersihan

Fungsi sarana dan prasarana adalah sebagai alat utama atau pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan dan juga fungsi sosial dalam rangka kepentingan orang-orang yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja tersebut. Dengan sarana dan prasarana yang memadai, maka akan sangat membantu kegiatan pelaksanaan tugas kebersihan. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia pula akan dapat memberikan berbagai kemudahan bagi instansi yang bersangkutan untuk mencapai tujuannya, sehingga kualitas produk yang dihasilkan akan lebih baik, akan dapat menciptakan kenyamanan bagi orang yang berkepentingan dan juga menimbulkan kepuasaan bagi yang menikmatinya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan pengertian sarana dan prasarana. Sarana adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan, alat, media. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha pembangunan proyek dan sebagainya) (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989 : 699 dan 704).

Sarana dan prasarana yang biasanya dipakai untuk kebersihan menurut Sai’id (1987 : 29-37) antara lain :

1. Tong sampah

Wadah ini biasanya mempunyai sifat tahan lama, namun kurang praktis, berat dan biasanya bersifat stasioner karena ditanam di dalam tanah. Tong sampah biasanya terbuat dari potongan bekas


(46)

karena akan mudah terkena hujan dan bau busuk akan menyebar, selain kemungkinan akan dikerubuti lalat, kucing dan anjing. 2. Bak sampah

Wadah ini bersifat tahan lama, tahan api, dapat dirancang bangun sebaik mungkin, akan tetapi stasioner. Hampir sama fungsinya dengan tong sampah, harus ditutup dan sebaiknya tidak ditempatkan di atas parit kecil di depan rumah untuk menghindari banjir.

3. Sapu

Biasa digunakan oleh penyapu jalan atau yang sering disebut sebagai pasukan kuning untuk menyapu kotoran-kotoran yang berada di jalan yang dapat merusak pemandangan.

4. Gerobak sampah

Gerobak sampah merupakan alat yang digunakan untuk mengangkut sampah dari rumah-rumah ke tempat penampungan sementara.

5. Truk

Truk ini terdapat dengan berbagai kapasitas. Truk besar ada yang dapat memuat 12 m3 per satu kali trayek, truk sedang 10 m3 dan truk kecil 5 m3. Truk ini biasa digunakan untuk mengangkut sampah dari tempat penampungan sementara menuju ke tempat pembuangan akhir.


(47)

2.3. Kerangka Berpikir

Gambar 1. Kerangka Berpikir “ Peran Dinas Kebersihan dan Pertamanan Dalam Pengelolaan Kebersihan di Pemerintah Kota Surabaya (studi kasus di Kecamatan Tambaksari Surabaya)

Koordinasi Pengawasan

Peran Dinas dalam melaksanakan koordinasi, cara-cara koordinasi dan tujuan

koordinasi dalam pemanfaatan dan pengangkutan sampah

Peran Dinas dalam pengawasan, cara-cara pengawasan dan bentuk

pengawasan dalam pemanfaatan dan pengangkutan sampah

Kota Surabaya Bersih Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Pembangunan Daerah

Peraturan WaliKota Surabaya No. 91 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas Kebersihan


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif. Dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai pengelolaan kebersihan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya khususnya oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan, berbagai peran yang telah dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya dalam pengelolaan kebersihan..

Secara teoritis, menurut Bagdan dan Taylor dalam Moleong (2005 : 4), penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Sedangkan menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2005 : 5), penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.

Menurut Jane Richie dalam Moleong (2005 : 6), penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.


(49)

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah bersifat deskriptif, yang mencoba menggambarkan secara mendalam suatu obyek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.

Nawawi (2005 : 63), mengartikan penelitian deskriptif sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Penelitian deskriptif mempunyai beberapa ciri-ciri, antara lain :

1. Penelitian deskriptif diupayakan untuk menggambarkan fenomena tertentu secara terperinci.

2. Hasil akhir dari penelitian adalah suatu kesimpulan yang tidak berlaku umum, tetapi hanya berlaku pada lokasi penelitian saja.

3. Menggambarkan subyek atau obyek penelitian berdasakan fakta sebagaimana adanya. Dengan menggunakan jenis dan metode penelitian seperti yang telah dijelaskan diatas, maka diharapkan penulis dapat menggambarkan dan menjelaskan secara jelas dan tepat mengenai berbagai hal yang telah ditetapkan oleh penulis sebagai pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu mencakup sistem pengelolaan kebersihan, peran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya khususnya oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan di Kecamatan Tambaksari Surabaya dalam pengelolaan kebersihan.

3.2 Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2005 : 94), menyatakan bahwa ada dua maksud tertentu yang ingin peneliti capai dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan


(50)

penelitian. Kedua, penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi kriteria inklus–eksklusi atau kriteria masuk–keluar (inclusion-exclution criteria) suatu informasi yang baru diperoleh di lapangan. Jadi, dengan penetapan fokus yang jelas dan mantap, seorang peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data mana yang dikumpulkan dan mana yang tidak perlu dijamah ataupun mana yang akan dibuang.

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalh Peran Dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam Pengelolaan Kebersihan di Pemerintah Kota Surabaya, yang dilaksanakan melalui :

1.Koordinasi

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya melakukan koordinasi, dengan sasaran kajian sebagai berikut :

a. Tujuan koordinasi

b. Cara-cara melakukan koordinasi

Koordinasi disini adalah untuk mengarahkan pelaksanakan pengelolaan kebersihan yang dilakukan oleh petugas yang berwenang di wilayah yang sudah ditentukan dan diharapkan dapat mencapai tujuan yang ditentukan yaitu menciptakan lingkungan yang bersih.

2.Pengawasan

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya melakukan pengawasan, dengan sasran kajian sebagai berikut :

a. Cara-cara Pengawasan b. Bentuk Pengawasan


(51)

Penegawasan dalam hal ini kegiatan dalam pengangkutan yang dilakukan oleh petugas lapangan dinas dan pengawasan terhadap aktifitas pemanfaatan sampah oleh masyarakat Kecamatan Tambaksari.

3.3. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subyek darimana data dapat diperoleh (Suharsimi Arikunto, 2002 : 107). Sedangkan menurut Lofland dalam Moleong (2005 : 157), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lainnya. Dalam penelitian kualitatif ini menggunakan data primer dan data sekunder.

Sumber data merupakan tempat asal dari suatu data tersebut diperoleh baik dari seseorang maupun dari suatu peristiwa yang dapat mendukung data yang dibutuhkan dalam penelitian. Sumber data dibagi menjadi dua jenis, yaitu antara lain :

1) Data Primer

Merupakan data yang diperoleh langsung dari pihak-pihak terkait atau sumber data obyek penelitian.

Data Primer dari penelitian ini diperoleh dari :

a. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. b. Petugas Lapangan Kebersihan

c. Kader lingkungan Kecamatan Tambaksari 2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek yang diteliti yang dapat memberikan informasi dan pendukung kepada peneliti. Sumber data sekunder ini dapat berupa dokumen-dokumen, catatan-catatan, laporan, dan arsip yang berhubungan dengan fokus penelitian. dalam hal ini sumber data


(52)

sekunder yang ada pada Pemerintah Kota Surabaya khususnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan bagian penting dari penelitian karena hakekat dari penelitian adalah pencarian data yang nantinya diinterpretasikan dan dianalisis dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data diperlukan suatu teknik untuk memudahkan dalam upaya-upaya mengumpulkan data di lapangan.

Pengumpulan data dalam penelitian akan diperoleh melalui data primer dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Wawancara

Menurut Moleong (2005 : 186), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu dan dilakukan oleh 2 (dua) pihak, pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan diwawancarai memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam penelitian ini yang diwawancarai adalah : Kepala Bidang Operasional Kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya , Kepala Seksi Pengangkutan dan Pemanfaatan sampah, Kepala Bidang Operasional Kebersihan Cabang V Tambaksari, Kader Lingkungan Kecamatan Tambaksari.

2. Pengamatan Langsung (Observasi)

Teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung pada saat survey pendahuluan yang bertujuan untuk mengamati fenomena yang terjadi yang berkaitan dengan obyek penelitian. Data observasi yang berupa deskripsi yang aktual, cermat dan terinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia dan situasi sosial, serta konteks dimana kegiatan-kegiatan itu terjadi.


(53)

3. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan menyalin arsip-arsip yang ada di instansi-instansi terkait. Dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan. Dalam penelitian ini, dokumen yang dikumpulkan adalah dokumen yang relevan dengan fokus penelitian.

3.5. Analisis Data

Sesuai dengan tujuan penelitan, maka setelah data terkumpul, proses selanjutnya adalah menyederhanakan data yang diperoleh ke dalam bentuk yang mudah dibaca, dipahami, diinterpretasikan yang pada hakekatnya merupakan upaya mencari jawaban atas permasalahan yang ada sesuai dengan tipe penelitian deskriptif, maka data akan dapat diuraikan sedetail mungkin dengan uraian-uraian kualitatif karena itulah data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis serinci mungkin dengan mengabstraksikan secara teliti setiap informasi yang diperoleh di lapangan, sehingga dapat diperoleh kesimpulan yang memadai.

Salah satu teknik analisis data yang ada adalah model interaktif seperti yang dikemukakan Miles dan Huberman (1992 : 15-20), langkah-langkah atau proses analisa data secara umum dapat digunakan sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data

Merupakan proses pengumpulan data-data yang relevan dengan fokus penelitian. Data yang dikumpulkan merupakan data yang berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Data tersebut dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. 2. Reduksi Data


(54)

tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisa menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik.

3. Penyajian Data

Sekumpulan informasi yang telah tersusun secara terpadu dan mudah dipahami yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan mengambil tindakan. 4. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Verifikasi dalam penelitian kualitatif ini dilakukan secara terus-menerus sepanjang proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menganalisa dan mencari makna dari data yang dikumpulkan, yaitu dengan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul yang dituangkan dalam kesimpulan-kesimpulan alternatif. Dengan bertambahnya data melalui proses verifikasi secara terus-menerus, barulah ditarik kesimpulan yang bersifat mendasar. Dengan kata lain setiap kesimpulan yang dibuat senantiasa terus dilakukan verifikasi selama penelitian berlangsung.


(55)

Proses analisa data secara interaktif dapat disajikan dalam bentuk skema, sebagai berikut :

GAMBAR 2

ANALISIS MODEL INTERAKTIF

Sumber : Miles dan Hubberman ( 1992. : 20 )

Berdasarkan skema diatas, jelaslah bahwa data yang diperoleh di lapangan tidak dibuktikan dengan angka-angka tetapi berisikan uraian-uraian sehingga menggambarkan hasil yang sesuia dengan data yang dianalisa kemudian diintepretasikan. Masalah yang dihadapi, diuraikan dengan berpatokan pada teori-teori serta temuan-temuan yang diperoleh pada saat penelitian tersebut, kemudian dicarikan kesimpulan dan pemecahannya.

3.6. Keabsahan Data

Menurut Moleong (2005 : 320), yang dimaksud dengan keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi :

1. Mendemonstrasikan nilai yang benar.

2. Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan.

Pengumpulan Data

Penyajian Data

Reduksi Data

Kesimpulan Penarikan / Vertifikasi


(56)

3. Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.

Kemudian menurut Moleong (2005 : 324), untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu : 1. Derajat kepercayaan (credibility)

Penerapan kriteria derajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari nonkualitatif. Kriterium ini berfungsi sebagai : Pertama, melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai; Kedua, mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.

2. Keteralihan (transferability)

Kriteria keteralihan berbeda dengan validitas eksternal dari nonkualitatif. Konsep validitas itu menyatakan bahwa generalisasi suatu penemuan dapat berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar penemuan yang diperoleh pada sampel yang secara representatif mewakili populasi itu.

3. Kebergantungan (dependability)

Kriteria kebergantungan merupakan subtitusi istilah reliabilitas dalam penelitian yang nonkualitatif. Pada cara nonkualitatif, reliabilitas ditunjukkan dengan dengan jalan mengadakan replika studi. Konsep ini memperhitungkan segala-galanya yaitu yang ad pada reabilitas itu sendiri ditambah faktor-faktor lainnya yang berkaitan.


(57)

4. Kepastian (confirmability)

Kriteria kepastian berasal dari konsep obyektivitas menurut nonkualitatif. Nonkualitatif menetapkan objektivitas dari segi kesepakatan antar subjek

Menurut Moleong (2005 : 327), ada beberapa teknik permeriksaan untuk masing-masing kriteria keabsahan data, antara lain :

1. Kriteria Kredibilitas

Teknik pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara :

a. Perpanjangan keikutsertaan, berarti peneliti tinngal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Jika hal itu dilakukan maka akan membatasi :

1) Membatasi gangguan dari dampak peneliti pada konteks. 2) Membatasi kekeliruan (biases) peneliti.

3) Mengkompensasasikan pengaruh dari kejadian-kejadian yang tidak biasa atau pengaruh sesaat.

b. Ketekunan pengamatan, berarti mencari konsisten intepretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konsisten atau tentatif.

c. Triangulasi, adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

d. Pengecekan sejawat, teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat.


(58)

e. Kajian kasus negatif, dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding.

f. Pengecekan anggota, pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan.

2. Kriteria Keteralihan

Teknik pemeriksaan dilakukan dengan cara uraian rinci, usaha membangun keteralihan dalam penelitian kualitatif jelas sangat berbeda dengan nonkualitatif dengan validitas ekternalnya. Dalam penelitian kualitatif hal itu dilakukan dengan cara uraian rinci.

3. Kriteria kebergantungan

Teknik pemeriksaan dilakukan dengan cara audit kebergantungan, audit dimanfaatkan untuk memeriksa kebergantungan data.

4. Kriteria kepastian

Teknik pemeriksaan dilakukan dengan cara audit kepastian, audit dimanfaatkan untuk memeriksa kepastian data.


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kota Surabaya. Berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 91 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas Kota Surabaya.

Secara geografis Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya terletak di Timur Kota Surabaya yang bersebelahan dengan kantor Dispenda Kota Surabaya, lebih tepatnya terletak di Jalan Menur No. 31, Surabaya. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya memiliki tanah seluas 3.275,54 m2 dengan luas konstruksi bangunan 3.005,57 m2.

Unit kerja pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya sebagi berikut :

1. Bidang Operasional Kebersihan terdiri dari : a) Seksi Pemebersihan Jalan dan Taman

b) Seksi Pemanfaatan dan Pengangkutan Sampah c) Rayon Utara

i. Cabang I Krembangan ii. Cabang II Semampir iii. Cabang III Pabean Cantian iv. Cabang IV Kenjeran


(60)

d) Rayon Timur

i. Cabang V Tamabaksari ii. Cabang VI Gubeng iii. Cabang VII Sukolilo iv. Cabang VIII Rungkut

v. Cabang IX Gunung Anyar vi. Cabang X Tenggilis Mejoyo vii. Cabang XI Mulyorejo e) Rayon Selatan

i. Cabang XII Sawahan

ii. Cabang XIII Wonokromo iii. Cabang XIV Wonocolo iv. Cabang XV Karang Pilang v. Cabang XVI Gayungan vi. Cabang XVII Jambangan vii. Cabang XVIII Wiyung viii. Cabang XIX Dukuh Pakis f) Rayon Pusat

i. Cabang XX Bubutan

ii. Cabang XXI Simokerto iii. Cabang XXII Genteng iv. Cabang XXIII Tegalsari g) Rayon Barat


(61)

i. Cabang XXIV Tandes ii. Cabang XXV Benowo iii. Cabang XXVI Lakarsanti iv. Cabang XXVII Sukomanunggal v. Cabang XXVIII Asemrowo vi. Cabang XXIX Pakal

vii. Cabang XXX Sambikerep 2. Bidang Sarana dan Prasarana

a) Seksi Pemeliharaan b) Seksi Pembangunan

c) UPTD Pemakaman

i. Makam Tembok Gede

ii. Makam Kembang Kuning

iii. Makam Simokwagen

iv. Makam Putat Gede v. Makam Ngagel Rejo vi. Makam Asem Jajar vii. Makam Kalianak viii. Makam Kapas Krampung ix. Makam Karang Tembok

x. Makam Keputih


(62)

d) UPTD IPLT e) UPTD Taman Flora f) UPTD LPA Benowo 3. Bidang Pertamanan & PJU

a) Seksi Pertamanan b) Rayon Utara Taman c) Rayon Timur Taman d) Rayon Selatan Taman e) Rayon Pusat Taman f) Rayon Barat Taman g) Seksi Dekorasi

h) Seksi Penerangan jalan Umum

i) Rayon PJU

4.1.1. Visi dan Misi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya

A. Visi Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Surabaya Peduli Bersih dan Hijau, Asri dan Bercahaya.

B. Misi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya

1. Meningkatakan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan program

pengelolaan sampah mandiri berbasis komunitas, 2. Meningkatkan kualitas pelayanan kebersihan kota,

3. Meningkatkan peran serta swasta dalam pengelolaan kebersihan, 4. Meningkatkan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan,


(63)

5. Meningkatkan kualitas dan kuantitas taman kota, jalur hijau, lapangan olahraga, dekorasi kota, penghijauan dan pemakaman,

6. Meningkatkan kualitas dan kuantitas penerangan jalan umum dan taman, 7. Meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat dalam penghijauan,

pengembangan pertamanan, keindahan kota dan penerangan jalan umum, 8. Meningkatakan Kualitas SDM ( Sumber Daya Manusia ) dan pelayanan

dibidang kebersihan dan pertamanan.

4.1.2. Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya

Struktur organisasi sangat diperlukan oleh setiap organisasi untuk menciptakan suasana kerja yang harmonis diantara organisasi yang bersifat luwes dan fleksibel sehingga dapat mengatur pembegian kerja agar berjalan sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya masing-masing.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan struktur organisasi beserta nama pegawai Dinas Kebersihan dan Pertamanan Surabaya sebagai berikut :


(64)

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya 2010

Kepala Dinas Ir. Hidayat Syah, MT

Sekretaris Ir. Aditya Wasita, MM

Ka Subag Umum&kepegawaian Wisnu Wibowo, ST Ka Subag Keuangan

Mira Permatasari, SH

Ka Subag Pertamanan & Penerangan Jalan Ir. Moch. Aswan

Kasi Pertamanan Ibrahim Zaky, ST

Kasi Penerangan Jalan Agung Karyadi, ST, MT

Kasi Dekorasi Hendri Setianto, SP

Ka UPTD TPA Benowo Ir. Eddy Wahyu T, MM

Ka UPTD Pembersihan Saluran Pematusan

Agustinus Heru P, ST Ka Subag TU UPTD pembersihan

Saluran Pematusan Noercholis Yasin S, SE Ka Bid Sarana & Prasarana

DRS. H. Nadlirin, MM Ka Bid Operasional

Kebersihan DRS. Dedik Irianto, MM

Ka Si Pembangunan Sarana & Prasarana

Mohamad Amin, ST

Ka Si Pemeliharaan Sarana & Prasarana

Ir. Ipong Wisnoewardono, MM Ka Si Pembersihan Jalan &

Taman Agus Hebi D, ST, MT

Ka Si Pengangkutan Sampah & Pemanfaatan Sampah M. Imam Rachmadi, ST

Ka UPTD Taman Flora Ir. Susilo Budi Purnomo Ka UPTD Pemakaman

Endro Purwo Margo, SP Ka UPTD Instalasi Pengelolaan

Limbah Tinja DRS. Amari

Ka Sub Bag TU Usaha IPLT Keputih

Jabatan Fungsional Tertentu


(65)

4.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya

Tugas pokok dan fungsi setiap pegawai Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya :

1. Kepala Dinas mempunyai fungsi :

a. perumusan kebijakan teknis di bidang kebersihan dan pertamanan b. penyelenggaraan urusan kebersihan dan pertamanan

c. pembinaan dan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam

pengelolaan ketatausahaan Dinas

d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2. Sekretariat

Sekretariat mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Kebersihan dan Pertamanan di bidang kesekretariatan.

Rincian tugas Sekretariat, sebagai berikut :

a. pelaksanaan koordinasi perencanaan program, anggaran dan laporan dinas

b. pelaksanaan pembinaan organisasi dan ketatalaksanaan c. pengelolaan administrasi kepegawaian

d. pengelolaan surat menyurat, dokumentasi, rumah tangga dinas, kearsipan dan perpustakaan


(66)

g. pelaksanaan administrasi perizinan/pemberian rekomendasi. Sekretariat terdiri dari :

1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai fungsi :

a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang umum dan kepegawaian

b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang umum dan kepegawaian

c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang umum dan kepegawaian

d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian bidang umum dan kepegawaian

e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas

f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2. Sub Bagian Keuangan mempunyai fungsi :

a. menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang keuangan

b. menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang keuangan

c. menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang keuangan

d. menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian bidang keuangan e. menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas


(67)

f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan tugas dan fungsinya

3. Bidang Operasional Kebersihan

Bidang Operasional Kebersihan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Kebersihan dan Pertamanan di bidang operasional kebersihan.

Tugas Bidang Operasional Kebersihan, sebagai berikut :

a. penyusunan peraturan daerah mengenai kebijakan pengembangan Prasarana dan Sarana (PS) persampahan di kota mengacu pada kebijakan nasional dan provinsi, di bidang operasional kebersihan

b. penetapan lembaga tingkat kota penyelenggara pengelolaan

persampahan di wilayah kota, di bidang operasional kebersihan

c. penyusunan peraturan daerah berdasarkan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang ditetapkan oleh pemerintah dan provinsi, di bidang operasional kebersihan

d. pelayanan pengelolaan persampahan skala kota, di bidang operasional kebersihan

e. memberikan bantuan teknis bidang persampahan kepada kecamatan, kelurahan, serta kelompok masyarakat di kota

f. pengawasan terhadap seluruh tahapan pengembangan persampahan di wilayah kota.


(1)

dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan tersebut dapat berbentuk tertulis dan lisan.

Cara pengawasan tersebut tersebut adalah bahwa sering para bawahan hanya melaporkan hal-hal yang positif saja. Dengan kata lain para petugas lapangan mempunyai kecenderungan hanya melaporkan hal-hal yang disuganya akan menyenangkan pimpinan. Tetapi hal tersebut tidak terjadi dalam cara-cara pengawasan yang dilakukan oleh petugas lapangan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, karena pimpinan yang baik akan menuntut bawahannya untuk melaporkan hal-hal baik, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negative. Sebabnya adalah bahwa jika hanya hal positif saja yang dilaporkan, pimpinan tidak akan mengetahui keadaan yang sesungguhnya. Akibatnya adalah bahwa pimpinan mungkin akan mengambil kesimpulan yang salah. Lebih buruk lagi pimpinan akan mengambil keputusan yang salah.

4.3.2.2. Bentuk Pengawasan

Melakukan pengawasan sangat perlu dilakukan karena dapat mengetahui tingkat kesalahan dan dapat dibenarkan oleh seorang pengawas, oleh karena itu bentuk pengawasan yang dilakukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan dengan melihat kinerja petugas pengangkutan sampah dan aktivitas masyarakat dalam pemanfaatan sampah yaitu dengan bentuk pengawasan yang tidak langsung. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya melakukan pencatatan yang disampaikan secara lisan atau pelaporan-pelaporan berupa tertulis yang dilakukan oleh petugas dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya.


(2)

Menurut Siagian (2003 : 112) yang menyatakan bahwa pengawasan merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Agar kegiatan pengawasan membuahkan hasil yang diharapkan, perhatian serius perlu diberikan kepada berbagai dasar pemikiran yang sifatnya fundamental yaitu :

7. efisiensi, bekerja secara efisien berarti menggunakan sumber-sumber yang tersedia seminimal mungkin untuk membuahkan hasil tertentu yang telah ditetapkan dalam rencana.

8. efektifitas, tercapainya berbagai sasaran yang telah ditentukan tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang telah dialokasikan untuk melakukan berbagai kegiatan.

9. produktifitas, maksimalakan hasil yang harus dicapai berdasarkan dana dan daya yang telah dialokasikan sebelumnya.

10. pengawasan dilakukan pada waktu berbagai kegiatan sedang berlangsung dan dimaksudkan untuk mencegah jangan sampai terjadi penyimpangan, penyelewengan dan pemborosan.

11. tidak ada manajer yang dapat mengelak dari tanggung jawab melakukan pengawasan karena para pelaksana adalah manusia yang tidak sempurna.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(3)

12. pengawasan akan berjalan lancar apabila prosedur dasar pengawasan diketahui dan ditaati.

Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Dians Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya terhadap aktifitas pengangkutan dan pemanfaatan sampah dengan pengawasan tidak langsung, karena Kepala Dinas tidak datang sendiri ketempat tersebut tetapi mendatangkan petugas untuk mengawasi pelaksanaan pengangkutan dann pemanfaatan sampah. Hal tersebut berseberangan dengan pendapat Siagian (2003 : 116) yang menyatakan bahwa pengawasan tidak akan berjalan secara baik apabila bergantung pada laporan saja. Tetapi cara tersebut sudah cukup berhasil karena hasil pelaporan-pelaporan cukup akurat dilihat dari pengelolaan kebersihan yang dilakukan petugas kebersihan dan partisipasi masyarakat yang sudah cukup baik.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan

sebelumnya, mka peneliti ingin mencoba memberikan suatu kesimpulan dalam Peran Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya Dalam Pengelolaan Kebersihan. Adapun kesimpulan tersebut sebagai berikut :

1. Peran Dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam koordinasi adalah sebagai penyedia sarana dan prasarana serta fasilitas dalam pengelolaan kebersihan. Hal tersebut dapat diketahui dengan adanya truk dan gerobak sampah yang mengangkut sampah di kawasan Tambaksari. Dan adanya alat pemanfaatan sampah seperti keranjang takakura pada rumah warga. 2. Peran Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya dalam melakukan

pengawasan dengan melakukan pengawasan terhadap kegiatan warga dalam pengelolaan sampah dan kegiatan petugas pengangkutan sampah dengan pengawasan tidak langsung karena Kepala Dians tidak melakukan pemantauan sendir ke lapangan tetapi dengan mendatangkan petugas lapangan. Tetapi cara tersebut sudah cukup berhasil karena hasil laporan-laporan cukup akurat dilihat dari adanya kegiatan warga dalam pemanfaatan sampah dan alat angkut sampah yang secara rutin mengangkut sampah yang ada di TPS.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(5)

5.2. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. dalam koordinasi harus memperhatikan dari faktor tujuan atau bagaimana cara mengadakan koordinasi yang nantinya dapat memberikan hasil yang maksimal dalam suatu program yang telah dibuat. Selain itu koordinasi perlu diketahui bentuknya, keahliannya, cara yang diberikan, waktu dan tempat pelaksanaan. Sehingga dapat mengajak masyarakat untuk berperan aktif dan memberikan cara-cara meciptakan lingkunag bersih dengan pengelolaan sampah yang baik dan benar.

2. pengawasan yang dilakukan dalam pelaksanaan pengelolaan kebersihan seharusnya lebih ditingkatkan lagi terutama kunjungan atau pengawasan langsung dari Kepala Dinas ke wilayah yang menjadi tempat diselenggarakannya pengelolaan kebersihan diantaranya pengangkutan sampah dan pemanfaatan sampah agar lebih tahu kondisi yang sebenarnya. Sehingga tidak hanya tahu berdasrkan pada laporan-laporan atau secara tertulis.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bahar, Yul H. 1986. Teknologi Penanganan Sampah dan Pemanfaatan. Jakarta : PT. Wacana Utama Pramesti dan Pemda DKI

Eckholm, Erik P. 1985. Masalah Kesehatan. Jakarta : PT. Gramedia.

Entjang, Indang. 1988. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan VII. Bandung : Alumni.

Hadiwiyoto, Soewedo. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta : PT. Indaya Press.

Khairuddin, 2000, Pembangunan Mayarakat, Yogyakarta, Liberty Yogyakarta Koentjaraningrat. 1991. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia

Miles, Mathew B and Hubberman, Michael A, 1992. Analisis Data Kualitatif, Jakarta : UI Press.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Salim, Emil. 1988. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta : LP3ES.

Sastrawijaya, Thresna A. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Siagian, Sondang P. 2003 Filsafat Administrasi. Jakarta : Bumi Aksara

Perundang-Undangan

Undang-Undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang perencanaan pembangunan daerah

Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 91 Tahun 2008 tentang rincian tugas dan fungsi Dinas Kota Surabaya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :