Berbagai Permasalahan Hukum Perkawinan Dibedah

Berbagai Permasalahan Hukum Perkawinan Dibedah
Jakarta l Portal Rakernas
Permasalahan hukum perkawinan ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan kebanyakan
orang. Ada berbagai persoalan perkawinan yang nyatanya tidak mudah dipecahkan.
Hakim Agung Dr. H. Habiburrahman, SH mengemukakan hal itu saat menjadi narasumber
dalam rapat Komisi II bidang Perdata Agama di hari ke-2 Rakernas. Rapat yang dihadiri para
pimpinan pengadilan tingkat pertama dan banding dari lingkungan peradilan agama ini digelar
di Ruang Matahari, Hotel Mercure Ancol, Selasa (20/9/2011) pagi.
Salah satu persoalan perkawinan yang cukup krusial adalah perkawinan di bawah tangan atau
biasa disebut dengan nikah sirri. Habiburrahman menjelaskan, perkawinan harus dicatatkan
berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU No. 1/1974 tentang Perkawinan.
Habiburrahman menambahkan, Pasal 23 UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan
juga menegaskan bahwa perkawinan yang sah menurut UU wajib dilaporkan oleh penduduk
kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 hari sejak tanggal
perkawinan.
“Kenyataan di lapangan, banyak terjadi perkawinan tidak dicatat sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan,” ungkap Habiburrahman.
Mengutip pendapat Ketua MA Harifin A Tumpa, Habiburrahman menyatakan bahwa
pernikahan yang tidak tercatat merupakan gejala yang disebabkan oleh kenakalan masyarakat
untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan. Di samping itu, hal ini bisa juga merupakan
gejala yang disebabkan karena faktor-faktor tertentu yang tidak dapat dihindari.

Meski demikian, Habiburrahman berpendapat bahwa pelanggaran terhadap pencatatan
perkawinan hanya bersifat administratif. Kelalaian pencatatan tidak menentukan sah atau
tidaknya suatu perkawinan. Pendapat ini senada dengan pendapat mantan Ketua MA Bagir
Manan.
Dari persoalan nikah sirri, Habiburrahman beralih ke persoalan isbat nikah. Baru-baru ini
Pengadilan Agama Jakarta Pusat melaksanakan sidang isbat nikah di Kinabalu, Malaysia.
Payung hukum sidang keliling di luar negeri ini adalah SK KMA No. 084/KMA/SK/V/2011,
tanggal 25 Mei 2011.
Sidang isbat nikah ternyata sangat diminati oleh WNI di sana. Ada sekitar 640 perkara
permohonan isbat nikah yang diajukan.
Sementara itu, di dalam negeri, Habiburrahman menengarai masih banyak pasangan suami-istri
yang pernikahannya belum tercatat lantaran tidak memiliki biaya untuk mengurusnya.
Imbasnya, anak-anak hasil perkawinan mereka tidak memiliki dokumen kependudukan seperti

akta kelahiran. Hal ini berakibat serius, mulai dari susahnya mengakses pendidikan hingga
pekerjaan.
“Kita perlu membantu mereka dengan menyelenggarakan sidang isbat nikah,” ujar
Habiburrahman.
Selain nikah sirri dan isbat nikah, hal lain yang dikupas Habiburrahman adalah wali adhol. Ia
menyatakan, pemeriksaan perkara wali adhol tidak tepat bila dilakukan secara volunteer, tetapi

sebaliknya lebih tepat jika diperiksa secara contentious.
Menurut Habiburrahman, walaupun perkara wali adhol sekadar perkara volunteer, faktanya
cukup banyak perkara wali adhol yang sampai ke tingkat kasasi di MA.
(arijaya l hermansyah)