Putusan Pengadilan Dibedah di UMM Bersama KY

Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
www.umm.ac.id

Putusan Pengadilan Dibedah di UMM Bersama KY
Tanggal: 2011-10-20

Sehari setelah penandatanganan MoU kerjasama Komisi Yudisial (KY) dan Fakultas
Hukum dalam rangka melakukan kajian mendalam untuk diusulkan terkait dengan
optimalisasi Forum Pendidikan Tinggi Hukum Syari’ah Jawa Timur sebagai jejaring KY,
Kamis (20/10) Fakultas Hukum UMM mengadakan bedah buku yang di hadiri oleh
beberapa pergururan tinggi di Indonesia, khususnya dari Fakultas Hukum dan Syari’ah.
Buku berjudul “Penerapan dan Penemuan Hukum Dalam Putusan Hakim” ini
merupakan hasil laporan penelitian Putusan Pengadilan Tinggi tahun 2011 yang dilakukan
oleh 19 jejaring Perguruan Tinggi seluruh Indonesia. Bebepa pakar hukum ikut
membedah buku ini, antar lain, Komisioner KY RI Dr. Jaja Ahmad Jayus, SH. M.Hum,
Advokat dan staff pengajar FH Univ. Al Azhar Indonesia Dr. Magdir Ismail, SH, LL.M,
Dekan FH UMM Sidik Sunaryo, SH.,M.Si, , dan peneliti sekaligus dosen Filsafat Hukum
Universitas Parahyangan Dr Sidharta, SH,MH.
Dr. Jaja Ahmad Jayus, SH.M. Hum, menyampaikan bahwa pada dasarnya
penelitian ini bukan dalam rangka KY menjalankan tugas pengawasan akan tetapi dalam

tugas pencegahan. Pada tahun 2011 ini penelitian difokuskan kepada para hakim tinggi
yang secara formil telah memenuhi syarat dalam pengajuan ke Mahkamah Agung untuk
menjadi calon hakim agung. Penelitian ini juga suatu keputusan yang bersifat ilmiah,
yakni sebagai suatu gambaran dari komisi fisial yang kualitas suatu keputusannya bisa
dijadikan bahan referensi bagi KY untuk melakukan peningkatan kapasitas hakim, dalam
memutuskan kewenangan undang-undang yang telah disahkan. “Kita berharap selain
pendekatan-pendekatan yang bersifat positivistik, para hakim juga seharusnya bisa
melakukan pendekatan-pendekatan yang lain selain pendekatan positivistic,” ujar dosen
FH Universitas Pasundan ini.
Jaja juga berpendapat bahwa hakim yang ideal, selain memiliki kecerdasan yang
tinggi juga harus mempunyai kepekaan terhadap nilai-nilai keadilan, dan mampu
mengintegrasikan hukum positif ke dalam nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat
melaui setiap putusan yang dibuatnya. Akan tetapi suatu putusan hakim bisa saja
terdapat pandanagn yang berbeda dalam hukum yang beraku. Bahwa persoalaan
pemaknaan hukum harus selaras dengan buku yang ada, penegakan hukum juga bisa
ditegakkan malalui penerapan hukum, yang merupakan penerapan asas dan kidah hukum
serta norma-norma yang berlaku.
Menariknya, dalam kesempatan itu Dr. Magdir Ismail, SH, LL.M yang menjadi
pengacara Antasari Azhar ini banyak mengupas tentang kasus yang pernah dipegangnya
tersebut. Menurutnya dalam sebuah praktek peradilan hampir 90 persen dalam sebuah

keputusan tidak mempunyai argumen selain menyetujui keputusan peradilan. Selain itu
penolakan-penolakan dalam kasasi hanya sekedarnya saja. “Kita yakini bahwa hakim itu
seharusnya zero tolerance terhadap kesalahan dalam bentuk apapun, itu menurut
saya,”tegasnya.

page 1 / 2

Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
www.umm.ac.id

Sedangkan Sidik Sunaryo, cenderung membahas tentang prosedur dalam suatu
peradilan. Sidik melihat dalam prespektif doktrin bahwa hakim itu harus bijak, yakni hakim
harus bertindak secara profesional dan keputusannya juga harus proposional dalam
keseimbangan hak dan kewajiban. “Kalau masyarakat sadar hukum, hakim juga harus
diberikan treatment-treatment dari KY bagaimana kita bisa membeli kesehatan hukum
yang baik”, jelasnya.
Menurutnya ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh penegak hukum menjadi
baik dan berintegritas, yakni well motivation, bagaimana KY itu mencari orang-orang yang
istimewa untuk menjadi hakim dengan motivasi yang bagus, yang kedua adalah well

education.
Dr. Sidharta, SH.,MH peneliti yang juga sekaligus dosen Filsafat Hukun di
Universitas Parahrangan ini mengungkapkan 6 kemungkinan celah dalam hukum, bahwa
seorang hakim harus memiliki independensi dalam setiap keputusannya. “Hukum
tersebut kemungkinan bercelah atau suatu kesalahan, ketika didalamnnya ada putusan
hukum yang tidak bebas nilai atau dalam setiap keputusan tidak boleh subjektif serta
hakim harus konsisten dalam menjalankan putusannya”, terangnya.
Kemarin rektor UMM Muhadjir Effendy, mengungkapkan supremasi hukum
merupakan hal yang tidak dapat ditawar. Namun saat ini kondisi supremasi hukum di
Indonesia sedang melemah. Muhadjir berharap melalui kuliah umum agar generasi muda
dapat menguatkan kembali penegakan sumpremasi hukum tersebut. “Sumpremasi
hukum adalah masa depan civil society,” tambah nya. (bib/nas)

page 2 / 2