ProdukHukum BankIndonesia

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter
September 2009
Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan
oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada
setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September,
November, dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai
media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan
penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi
moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian
Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang
dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara
triwulanan pada setiap bulan Januari, April, Juli dan Oktober. Secara
rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini
mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama bulan
laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang ditempuh
Bank Indonesia.

Dewan Gubernur
Darmin Nasution


Deputi Gubernur Senior

Hartadi A. Sarwono

Deputi Gubernur

Siti Ch. Fadjrijah

Deputi Gubernur

S. Budi Rochadi

Deputi Gubernur

Muliaman D. Hadad

Deputi Gubernur

Ardhayadi Mitroatmodjo


Deputi Gubernur

Budi Mulya

Deputi Gubernur

1

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

Daftar Isi
I. Statement Kebijakan Moneter .....................................................3
II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ......................................6
Perkembangan Ekonomi Dunia .........................................................7
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ......................................................9
Inflasi ..............................................................................................12
Nilai Tukar Rupiah ...........................................................................15
Kebijakan Moneter .........................................................................16
Suku Bunga .................................................................................16

Dana, Kredit, dan Uang Beredar ..................................................18
Pasar Modal.................................................................................18
Kondisi Perbankan .......................................................................20
III. Respons Kebijakan Moneter .......................................................21

2

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER
Perekonomian Indonesia sampai dengan September 2009
menunjukkan perbaikan seiring dengan terus berlangsungnya
pemulihan perekonomian global. Perbaikan ekonomi yang terjadi di
Amerika Serikat dan Jepang, terus berlanjut. Sementara perekonomian
Eropa, yang pada bulan lalu masih menunjukkan penurunan, mulai
beranjak tumbuh positif. Perbaikan ekonomi yang paling signifikan terjadi
di Cina, yang pertumbuhannya didorong oleh stimulus fiskal yang besar
dan peningkatan kredit perbankan. Pertumbuhan ekonomi Cina telah
membawa dampak yang positif dengan membaiknya ekspor dari negaranegara kawasan, termasuk Indonesia. Dengan perkembangan tersebut,
proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2009 diperkirakan akan

lebih baik dari perkiraan sebelumnya. Meski membaik, masih tingginya
tingkat pengangguran dan risiko kesinambungan fiskal di Amerika Serikat
dan Eropa menjadi catatan dalam menyikapi perkembangan tersebut.
Pemulihan ekonomi global yang berlanjut mendorong perbaikan
risiko dan likuiditas pasar keuangan global yang berimbas pada
masuknya arus modal asing. Optimisme di pasar keuangan global
tercermin pada membaiknya persepsi risiko mendorong turunnya intensitas
keketatan likuiditas di pasar uang. Di sektor perbankan global, persepsi
risiko juga masih berada dalam tren menurun. Perkembangan positif di
pasar keuangan negara maju tersebut berimbas pada pasar keuangan
di Asia. Hal itu memicu aliran masuk modal asing ke pasar keuangan
regional, termasuk Indonesia. Indeks harga di berbagai bursa saham
regional meningkat. Selain itu, nilai tukar negara-negara di kawasan
mencatat penguatan sebagai imbas dari arus masuk modal asing.
Di dalam negeri, kinerja perekonomian Indonesia terus
menunjukkan tanda-tanda perbaikan sehingga pertumbuhan
ekonomi Triwulan III-2009 berpotensi lebih baik dari yang
diperkirakan semula sebesar 3,9%. Dari sisi konsumsi, berbagai
indikator terkini menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat
masih kuat. Sementara tingkat penjualan barang eceran dan barang

tahan lama (durables) meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.
Tingkat keyakinan konsumen akan membaiknya perekonomian juga
menjadi faktor yang menjadikan pertumbuhan konsumsi masih menguat.
Hal ini didukung pula oleh ketersediaan pembiayaan dari perbankan.

3

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

Sementara itu, kegiatan investasi di Indonesia belum menunjukkan
perbaikan signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi permintaan domestik
maupun eksternal yang masih relatif lemah. Di sisi eksternal, membaiknya
perekonomian di Cina dan India, telah mendorong perbaikan kegiatan
ekspor. Dengan demikian, ekspor berpotensi tumbuh lebih baik dari
perkiraan. Mencermati perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi
selama triwulan III-2009 berpotensi sedikit lebih tinggi dari perkiraan
sebelumnya.
Di sisi harga, inflasi selama Agustus 2009 mencatat peningkatan
sesuai pola musiman terkait dengan aktivitas Ramadhan, namun
inflasi inti masih dalam tren menurun. Seiring dengan kegiatan di

bulan Ramadhan, terjadi peningkatan harga bahan makanan. Hal ini
menyebabkan inflasi kelompok makanan bergejolak (volatile food)
mencatat peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara
itu, inflasi inti masih dalam tren menurun, didukung oleh penguatan
nilai tukar, rendahnya tekanan imported inflation, serta menurunnya
ekspektasi inflasi masyarakat. Lebih lanjut, inflasi kelompok harga barang
yang ditentukan Pemerintah (administered prices) juga minimal. Dengan
perkembangan tersebut, laju inflasi selama Agustus 2009 sebesar 0,56%
(mtm) atau 2,75% (yoy). Secara tahunan laju inflasi diperkirakan masih
berada pada tren menurun.
Membaiknya perekonomian global dan kawasan telah memberikan
dampak positif pada membaiknya kinerja Neraca Pembayaran
Indonesia (NPI). Perkembangan ekonomi global yang kondusif, terutama
kondisi perekonomian negara mitra dagang, mendukung perbaikan kinerja
ekspor. Membaiknya ekspor tersebut diperkirakan mampu mengimbangi
peningkatan impor yang terjadi sejalan dengan mulai bergeraknya
ekonomi domestik. Selain itu, membaiknya kinerja ekspor pada Triwulan
III-2009, diperkirakan akan terus didukung oleh perkembangan harga di
pasar internasional. Di sisi neraca modal dan finansial (TMF), aliran masuk
modal asing dalam bentuk portofolio masih terus berlanjut seiring dengan

kondusifnya kondisi pasar keuangan global, serta persepsi positif terhadap
ekonomi domestik. Dengan berbagai perkembangan tersebut, cadangan
devisa sampai akhir Agustus 2009 mencapai 57,9 miliar dollar AS sebelum
memasukkan alokasi Special Drawing Right (SDR) IMF, atau setara dengan
5,67 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Aliran masuk modal asing mendorong penguatan nilai tukar
Rupiah. Aliran modal asing terus berlangsung ke pasar domestik dan

4

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

mendukung pasokan valuta asing di pasar uang. Aliran modal asing ke
Indonesia didukung oleh optimisme akan pemulihan ekonomi global
dan domestik, imbal hasil rupiah yang tetap menarik, dan persepsi risiko
yang membaik. Hal ini telah meningkatkan minat dari para pemilik modal
terhadap aset di pasar keuangan domestik. Selama Agustus 2009 nilai
tukar rupiah secara rata-rata terapresiasi sebesar 1,32% menjadi Rp. 9.966
per dolar AS. Rupiah bergerak cukup stabil sebagaimana tercermin pada
penurunan volatilitas dari 0,6% pada Juli 2009 menjadi 0,46%. Bank

Indonesia memandang bahwa apresiasi rupiah tersebut masih mendukung
daya saing produk ekspor Indonesia dibandingkan dengan beberapa
negara Asia lainnya.
Di sektor keuangan domestik, perbaikan kinerja terus ditunjukkan
oleh pasar keuangan domestik. Di pasar saham, minat beli investor
di bursa meningkat tinggi didukung oleh kondisi fundamental ekonomi
domestik yang baik, terutama realisasi pertumbuhan ekonomi yang lebih
baik dari perkiraan, serta kinerja perusahaan publik pada semester I-2009
yang menunjukkan perkembangan positif. Di pasar uang, kondisi likuiditas
di pasar uang antar bank masih cenderung longgar. Hal ini tercermin pada
volume transaksi di pasar uang yang mencatat peningkatan. Suku bunga
PUAB overnight menurun dari bulan sebelumnya, sejalan dengan arah
pergerakan BI Rate. Di pasar obligasi, yield SUN meningkat, yang antara
lain disebabkan oleh pelepasan aset oleh beberapa investor asing sebagai
akibat aksi profit taking seiring dengan peningkatan yield di periode
sebelumnya dan kecenderungan nilai tukar yang menguat.
Di sektor perbankan, transmisi kebijakan moneter di pasar
keuangan cenderung semakin baik. Penurunan BI Rate sebesar 300 bps
sejak Desember 2008 terus diikuti oleh penurunan suku bunga. Hingga
Juli 2009, suku bunga dasar pinjaman perbankan mencatat penurunan

sebesar 108 bps, suku bunga kredit modal kerja (KMK) turun sebesar 85
bps, kredit investasi (KI) turun sebesar 83 bps, sementara kredit konsumsi
masih mencatat kenaikan 53 bps. Penyaluran kredit perbankan juga mulai
menunjukkan perbaikan. Hingga Juli 2009 kredit perbankan telah tercatat
tumbuh positif, yaitu sebesar 1,2% (ytd) mencapai jumlah Rp 15,9 triliun.
Dengan optimisme akan perbaikan ekonomi yang semakin tinggi,
penyaluran kredit diperkirakan terus meningkat seiring dengan
semakin berkurangnya ketidakpastian perekonomian di sektor
riil. Komitmen sejumlah bank untuk menurunkan suku bunga deposito
diperkirakan akan semakin mendorong penurunan suku bunga kredit

5

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

dan penyaluran kredit perbankan. Bank Indonesia akan terus memantau
pelaksanaan dari komitmen tersebut dan juga akan menempuh langkahlangkah lanjutan untuk meningkatkan efisiensi perbankan sehingga dapat
mendorong penurunan suku bunga kredit lebih lanjut.
Di bidang operasi moneter, untuk memastikan ketersediaan likuiditas
perbankan dan mengantisipasi meningkatnya kebutuhan likuiditas

perbankan seiring dengan membaiknya prospek penyaluran kredit, maka
terhitung mulai Senin 7 September 2009, Bank Indonesia menyediakan
transaksi REPO dengan tenor 3 bulan disamping yang sudah tersedia saat ini.
Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional tetap stabil.
Hal itu diindikasikan oleh masih terjaganya rasio kecukupan modal (CAR)
per Juli 2009 sebesar 17,0%. Sementara itu rasio gross Non Performing
Loan (NPL) tetap terkendali di bawah 5% dengan rasio net di bawah 2%.
Likuiditas Perbankan, termasuk likuiditas dalam pasar uang antar bank
makin membaik dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat.
Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan
tersebut di atas, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada
3 September 2009 memutuskan untuk mempertahankan BI rate
tetap sebesar 6,5%. Dewan Gubernur memandang bahwa pelonggaran
moneter sejak Desember 2008 melalui penurunan suku bunga BI Rate
sebesar 300 bps menjadi 6,5% cukup kondusif bagi proses pemulihan
perekonomian dan intermediasi perbankan. Tingkat BI Rate 6,50%
tersebut juga dipandang konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi
pada tahun 2010 sebesar 5% ± 1%.

II. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN

KEBIJAKAN MONETER
Perkembangan ekonomi global menunjukkan perbaikan yang
semakin nyata. Tanda-tanda pemulihan ekonomi terlihat di berbagai
kawasan. Hal tersebut memberikan optimisme yang meningkat terhadap
perkembangan kinerja perekonomian domestik. Sementara itu, tekanan
inflasi Agustus 2009 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Juli 2009,
namun masih lebih rendah dari pola historisnya. Faktor musiaman
(seasonal) Ramadhan diperkirakan sudah memberikan dampak terhadap
inflasi Agustus 2009. Hal itu tercermin dari kenaikan harga bahan
makanan dan makanan jadi.

6

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

Respons penurunan suku bunga kredit terhadap penurunan BI Rate
Juli 2009 membaik. Penurunan suku BI Rate terutama terjadi pada suku
bunga kredit investasi dan kredit modal kerja. Namun, ekspansi kredit
masih dilakukan dengan sangat hati-hati. Penyaluran kredit secara nominal
mulai mengalami peningkatan.

Perkembangan Ekonomi Dunia
Tanda-tanda pemulihan ekonomi global semakin terlihat merata
di berbagai kawasan serta diperkirakan sudah melewati titik
terendahnya (trough). Laju kontraksi ekonomi di sejumlah negara maju
semakin melambat, sementara pemulihan ekonomi negara berkembang
Asia lebih cepat dari perkiraan semula. Dukungan stimulus fiskal, suku
bunga yang rendah serta rebound-nya pasar saham global mampu
mendukung permintaan domestik dan meningkatkan keyakinan konsumen
serta sektor bisnis terhadap prakiraan ekonomi ke depan. Hampir sebagian
besar negara mengalami perbaikan yang cukup signifikan pada triwulan II2009 dan diperkirakan akan mencatat pertumbuhan ekonomi positif (qtq)
memasuki semester II-2009.

������������


���

������������



���
���

��������
������



��

��������
�����������

��
��

���

���

���

����

���

���

���

���

����

���

�����������������

Grafik 2.1 Real Income Spending
Rumah Tangga AS

���

���

����

���

Laju kontraksi ekonomi Amerika Serikat (AS) pada triwulan II-2009
melambat. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan AS triwulan II-2009
sebesar -1,0% (qtq) setelah anjlok cukup tajam pada triwulan sebelumnya
yaitu sebesar -6,4% (qtq). Pelemahan lebih lanjut didorong oleh masih
tertekannya pengeluaran rumah tangga yang menjadi motor utama
perekonomian akibat tingginya tabungan rumah tangga dan ketatnya
kondisi pasar tenaga kerja (Grafik 2.1). Sisi konsumsi AS masih tumbuh
melemah didorong memudarnya efek stimulus fiskal ke sektor rumah
tangga AS yang bersifat one-shot. Tingginya ketidakpastian ke depan
mendorong tingkat tabungan rumah tangga AS masih berada pada level
tinggi meski sudah menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Di pasar tenaga kerja, gelombang PHK masih terus berlangsung namun
mulai melambat sebagaimana tercermin dari menurunnya angka
pengangguran bulan Juli menjadi 9,4% dari 9,5% dan turunnya nonfarm
payrolls bulan Juli sebesar 247 ribu orang dari 443 ribu orang. Namun
demikian, indikator penjualan eceran AS mulai stabil seiring dengan
membaiknya keyakinan konsumen. Selain itu, kinerja sektor bisnis terus
mengindikasikan penguatan dan akan semakin membaik merespons
semakin menipisnya persediaan barang dan optimisme sektor bisnis
terhadap prakiraan ekonomi ke depan.

7

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

Sektor perumahan diperkirakan telah mulai bergerak naik. Gejolak
sektor perumahan yang merupakan episentrum dari krisis ekonomi global
semakin mereda dan mengindikasikan perbaikan lebih lanjut. Rendahnya
suku bunga dan harga rumah yang semakin terjangkau memicu
peningkatan penjualan rumah baru maupun lama dibandingkan dengan
kondisi terendahnya pada Januari 2009 lalu. Indikator penjualan rumah ke
depan yang tergambar dari indikator housing starts dan building permits
juga masih dalam tren yang meningkat.
Sisi produksi di AS membaik dalam merespons menipisnya stok
(inventory) dan meningkatnya penjualan eceran. Laju kontraksi di
sektor manufaktur mulai melambat. Hal tersebut terlihat dari Survei Manajer
Pembelian (PMI) khususnya sektor manufaktur yang meningkat di bulan
Juli dan industrial production yang penurunannya tidak setajam periode
sebelumnya (Grafik 2.2). Meningkatnya penjualan eceran yang lebih cepat
daripada tersedianya stok (inventory) mendorong rasio inventory to sales
ratio kembali turun menjadi 1,38 sehingga ke depan diperkirakan indeks
produksi akan meningkat untuk menahan tergerusnya inventory lebih lanjut.
Ekonomi China masih tumbuh tinggi dan menjadi motor utama
perekonomian Asia. Ekonomi China yang tumbuh solid pada triwulan
II-2009 menjadi sumber permintaan utama ekspor negara-negara di
kawasan Asia. Namun demikian, di bulan Agustus ekonomi China mulai
menunjukkan tanda tanda cooling-down meski masih berada di level yang
tinggi. Berbagai indikator terkini mengkonfirmasi perkembangan tersebut
sebagaimana tercermin dari menurunnya laju kredit baru perbankan,
melemahnya Foreign Direct Investment (FDI), serta laju money supply yang
menurun. Melemahnya indikator-indikator tersebut di satu pihak mampu
meredakan kekhawatiran asset bubble pada perekonomian China, namun di
sisi lain menimbulkan kekhawatiran baru atas terhambatnya laju pemulihan
ekonomi Asia karena melambatnya ekonomi China. Di sisi lain, konsumsi
rumah tangga China terindikasi masih tumbuh solid tercermin dari indikator
penjualan eceran yang masih menguat dan membaiknya optimisme
keyakinan konsumen.
Sementara itu, ekonomi Jepang tumbuh positif di triwulan II-2009
sebesar 0,9% (qtq) dari -3,1% (qtq). Ekspansi perekonomian Jepang
dikontribusi oleh meningkatnya pengeluaran Pemerintah dan melonjaknya
kinerja ekspor. Sementara konsumsi domestik Jepang masih melemah
didorong merosotnya capital spending korporasi dan anjloknya kinerja sektor
perumahan.

8

������������

���������� ����������� �������������������



��

������������
��



���������
��������



��
��


��
��

��

������������
�����

���������
��������

������������
��

��
��

��
��
��

���
���

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

����

����

����

����

����

�����������������

Grafik 2.2 Penjualan Eceran dan PMI

����

��

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

Ekonomi di kawasan Euro terkontrasi semakin lambat didorong
oleh pertumbuhan positif Jerman dan Perancis pada triwulan II2009. Ekonomi kawasan Eropa terkontraksi sebesar -0,1% (qtq) setelah
anjok cukup dalam sebesar -2,5% (qtq) pada triwulan sebelumnya.
Membaiknya pertumbuhan ekonomi Euro dikontribusi oleh positifnya
pertumbuhan ekonomi Jerman dan Perancis yang masing-masing tumbuh
0,3% (qtq).
Tekanan inflasi global secara umum masih berada pada level yang
rendah sejalan dengan masih melambatnya aktivitas ekonomi. Hal
yang sama juga terjadi di negara maju dimana negara-negara tersebut
masih mengalami deflasi. IHK AS bulan Juli mengalami deflasi yang
semakin dalam dari -1,4% (yoy) menjadi -2,1% (yoy), sedangkan inflasi inti
turun ke level 1,5% (yoy). Di kawasan Euro, harga di tingkat konsumen
mengalami penurunan sebagaimana tercermin dari deflasi bulan Juli
sebesar -0,7% (yoy). Sementara di Jepang, tekanan deflasi semakin dalam
tercermin dari inflasi IHK sebesar -2,2% (yoy). Sementara laju harga
konsumen di Inggris cenderung sticky dan masih berada pada 1,8% (yoy),
walaupun level ini sudah berada dibawah target inflasi BOE sebesar 2,0%.
Penurunan suku bunga kebijakan di sebagian besar negara maju
mulai terbatas. Bank sentral negara maju yang menurunkan suku
bunganya di bulan Agustus hanya Denmark (-10bps). Sementara itu, bank
sentral di Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Eropa menahan penurunan
suku bunga lebih lanjut dan akan menetapkan suku bunga tetap di level
yang rendah untuk sementara waktu seiring tanda-tanda green shoots
yang semakin terlihat jelas.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

��������
��

��������������������
���������

��



��
����������



��


��



���
���



��

���

����

��



��

���

����

��



��

����

Grafik 2.3 Penjualan Produk Elektronik

����



Laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2009 diperkirakan
sedikit mengalami peningkatan seiring dengan membaiknya
beberapa indikator dini perekonomian domestik maupun eksternal.
Dari sisi permintaan, faktor utama yang menopang pertumbuhan
ekonomi adalah pertumbuhan konsumsi rumah tangga sejalan dengan
membaiknya pertumbuhan ekspor serta faktor musiman menjelang hari
besar keagamaan (Idul Fitri). Pertumbuhan investasi juga diprakirakan
akan membaik didukung oleh peningkatan optimisme pelaku usaha
terutama setelah Pemilu Presiden berjalan lancar. Dari sisi eksternal,

9

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

perbaikan kondisi ekonomi global yang terus berlanjut terutama pada
negara emerging markets dan kenaikan harga komoditas diprakirakan
akan menopang pertumbuhan ekspor. Sejalan dengan hal tersebut, kinerja
impor juga diprakirakan tumbuh membaik jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Sementara itu, dari sisi penawaran, beberapa sektor
diprakirakan tumbuh membaik pada triwulan III-2009 seiring dengan mulai
membaiknya permintaan eksternal. Faktor perayaan hari besar keagamaan
pada akhir triwulan III-2009 juga diperkirakan akan menjadi pendorong
pertumbuhan sektor-sektor yang terkait seperti sektor industri, sektor
perdagangan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2009
diperkirakan mulai meningkat. Penguatan keyakinan konsumen pasca
pelaksanaan Pemilu Pilpres serta dukungan daya beli yang bersumber
dari perbaikan ekspor dan rencana pemberian Tunjangan Hari Raya
(THR) diperkirakan mampu menahan perlambatan konsumsi yang lebih
dalam. Sementara itu, dorongan konsumsi terkait faktor musiman berupa
perayaan hari besar keagamaan (Lebaran) juga mendukung perbaikan
pertumbuhan konsumsi pada triwulan laporan. Peningkatan konsumsi
tersebut terindikasi dari pertumbuhan konsumsi barang tahan lama
(durable goods) dan indeks penjualan eceran. Pertumbuhan konsumsi
durable goods seperti produk elektronik, penjualan mobil dan sepeda
motor hingga akhir triwulan II-2009 mengalami peningkatan seiring
dengan membaiknya daya beli masyarakat dan turunnya suku bunga
lembaga pembiayaan (Grafik 2.3 - 2.4). Peningkatan konsumsi tersebut
juga mendapat dukungan dari sisi pembiayaan yang tercermin dari
peningkatan transaksi kartu kredit, tingginya nilai transaksi kartu debit,
peningkatan daya beli akibat kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) serta
peningkatan ekspor terutama di wilayah Sumatera (Grafik 2.5 - 2.6).
Pertumbuhan investasi (PMTB) pada triwulan III-2009 diprakirakan
semakin membaik seiring dengan membaiknya permintaan
eksternal dan domestik. Indikasi membaiknya permintaan eksternal
yang dibarengi dengan meredanya faktor ketidakpastian ekonomi
global berdampak positif pada pertumbuhan investasi pada triwulan
III-2009 (Grafik 2.7). Hal tersebut tercermin dari indeks tendensi bisnis
yang meningkat didorong oleh perkiraan kenaikan order luar dan
dalam negeri serta stabilnya kondisi dalam negeri pasca pelaksanaan
Pemilu Pilpres. Beberapa indikator dini investasi nonbangunan seperti
pertumbuhan mesin dan perlengkapan luar negeri serta impor barang

10

���

���

���

�����������������

���

�����������������



�����������������



��



��



��



��







���
���



��
���
����

��



��
���
����

��





��
���
����

Grafik 2.4 Pertumbuhan Penjualan
Mobil-Motor dan PDB Konsumsi RT


��

���

��
��

�������������
�������

��
��
����
����



��

����

���

��



����

��

Grafik 2.5 Pert. Transaksi Belanja
Kartu Kredit

���

���
��



�����������������
������������



��




��






��

���

����

��



��

���

����

��



��

���

����

Grafik 2.6 Penjualan Pembiayaan Konsumsi

��

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

�������

�������
��

��
��

��

��


��


���



��������
������������
����������

���


��
���
����

��



��
���
����

��



�� ����
����



Grafik 2.7 Pertumbuhan Investasi Bangunan &
Non-Bangunan

��������

��������

��

���

��

��

��

��

��

��

��

��





���


��

���
����

��



��
���
����

��

���


��
����

Grafik 2.8 Pertumbuhan Investasi Mesin
Luar Negeri

�����

�����
��
��
��
��
��
��
��


��
���
���

������������������
�������������

���
��
��
��
��
��
���
���



��

���

����

��



��

���

����

��

Indikasi perbaikan kondisi ekonomi global dan permintaan negara
emerging markets berpotensi mendorong pertumbuhan ekspor
lebih baik. Berangsur membaiknya tingkat keyakinan konsumen serta
pertumbuhan indeks produksi di negara maju terutama Jepang pada
awal triwulan III-2009 turut mendukung arah perbaikan pertumbuhan
ekspor. Perkembangan positif ekspor juga ditunjukkan oleh perkembangan
aktivitas arus bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok yang mengalami
perbaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Potensi
perdagangan dengan negara India juga diperkirakan membaik sejalan
dengan disepakatinya Free Trade Agreement (AI-FTA) negara-negara
ASEAN dengan India. Dilihat dari sektor dan golongan komoditas (HS 2
dijit), penyumbang utama ekspor pada bulan Juni 2009 masih bersumber
dari komoditas pertanian dan hasil industri seperti komoditas lemak dan
minyak hewani/nabati, serta karet dan barang dari karet.

���

����������������������������������
������������������������������������������

���

modal menunjukkan perbaikan yang positif meski terbatas (Grafik 2.8 2.9). Sementara itu, hingga awal kuartal III-2009 pertumbuhan konsumsi
semen mengindikasikan perbaikan sejalan dengan mulai meningkatnya
realisasi sektor bangunan dan stimulus infrastruktur (Grafik 2.10). Namun
demikian, di sisi pembiayaan, kredit investasi masih mengindikasikan tren
yang melambat.



��

����

���

Grafik 2.9 Pertumbuhan Impor Barang Modal
dan PMTB

Di sisi lain, laju perlambatan impor pada triwulan III-2009 juga
diprakirakan mereda merespons indikasi perbaikan permintaan
domestik dan eksternal. Meskipun masih tumbuh melambat, indikasi
tertahannya perlambatan impor didukung oleh pertumbuhan komoditas
impor bahan baku utama seperti besi-baja dan bea masuk impor yang
bergerak membaik. Di samping itu, impor juga terdorong oleh permintaan
bahan baku dan barang modal sehubungan dengan peningkatan kegiatan
produksi memasuki paruh kedua tahun 2009 terutama pada sektor
industri. Sumbangan utama pertumbuhan impor masih bersumber dari
pertumbuhan impor bahan baku/penolong yang tumbuh membaik.
Di sisi penawaran, beberapa sektor diperkirakan mulai
menunjukkan perbaikan di triwulan III-2009 seiring dengan
membaiknya permintaan. Sektor-sektor utama seperti sektor industri
pengolahan dan perdagangan diperkirakan mulai tumbuh membaik.
Kinerja kedua sektor ini membaik terkait dengan mulai membaiknya
permintaan dan adanya faktor hari besar keagamaan pada akhir triwulan
III-2009. Sektor utama lainnya, seperti pertanian, diperkirakan tumbuh
melambat seiring dengan berlalunya musim panen. Sementara itu,

11

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

sektor-sektor lainnya yaitu sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor
pengangkutan dan komunikasi masih tumbuh dalam tingkat pertumbuhan
yang tinggi terkait dengan aktivitas hari raya Lebaran. Jika dilihat dari
strukturnya, pangsa sektor industri pengolahan, sektor perdagangan,
hotel dan restoran, serta sektor pertanian masih merupakan sektor
yang dominan. Kontribusi pertumbuhan terutama berasal dari sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa, dan sektor keuangan
persewaan dan jasa. Membaiknya optimisme dunia usaha, sebagaimana
tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), mendorong
geliat aktivitas sektor-sektor ekonomi.

�����

�����
��

�������������������������
������������������������
�����������������

��

��
��

��




��




���


���

��


��

���

����

��



��

���

��

����



��

����

���

Grafik 2.10 Pertumbuhan Konsumsi Semen

Inflasi
Tekanan inflasi mulai menunjukkan peningkatan sejalan dengan
pola musiman bulan Ramadhan. Inflasi IHK bulan Agustus mencapai
2,75% (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang
sebesar 2,71% (yoy, Grafik 2.11). Secara bulanan, inflasi mencapai 0,56%
(mtm), meningkat dibandingkan dengan bulan Juli lalu (0,45%, mtm)
terkait dengan pola musiman Lebaran. Namun demikian, inflasi tersebut
masih sedikit lebih rendah dibandingkan pola historisnya (0,74%, mtm)1.
Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK tahun kalender mencapai
1,22% (ytd).
Meningkatnya inflasi bulan laporan didorong oleh faktor nonfundamental, sementara tekanan dari faktor fundamental masih
cenderung menurun. Faktor non-fundamental terutama volatile food
diperkirakan meningkat terkait pola musiman Ramadhan. Sementara
itu, kelangkaan minyak tanah terkait program konversi membawa
inflasi administered price sedikit meningkat dibandingkan dengan bulan
sebelumnya. Di sisi lain, tekanan dari sisi fundamental yang terlihat
dari pergerakan inflasi inti masih dalam tren menurun. Penurunan
tekanan inflasi inti terutama terkait dengan penurunan ekspektasi inflasi,
di samping menurunnya tekanan dari sisi eksternal sejalan dengan
menurunnya tekanan inflasi impor dan stabilnya nilai rupiah. Sementara
itu, tekanan kesenjangan output dari sisi permintaan mulai terindikasi
meningkat meski belum memberikan tekanan terhadap harga.

������


������
��

���




��

















��

��









����

1 Pola historis tersebut merupakan rata-rata inflasi bulanan pada bulan Agustus selama kurun waktu
2002-2007.

12

��

���������

�� ��









�� ��

����

Grafik 2.11 Perkembangan Inflasi







����



Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

�����
�����

������������������������
�����������������
���������������������
������������

����

����

����

���������

����
����
����

�������
������������������������
��������������������
����������������������
�������������������

����
������������������
���������������
����

����

����

����

�������������
���� ���� ���

��� ���

����
��� ��� ��� ��� ��� ���



Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Menurut
Kelompok Barang dan Jasa

Berdasarkan kelompok pengeluarannya, peningkatan tekanan
inflasi tahunan terutama bersumber dari kelompok bahan makanan
dan sandang sesuai dengan pola musimannya (Grafik 2.12).
Tekanan inflasi kelompok bahan makanan relatif tinggi, mengingat 82%
diantaranya termasuk dalam kelompok volatile food yang saat ini harganya
sedang bergejolak. Sementara itu, meningkatnya tekanan inflasi kelompok
sandang terkait dengan peningkatan harga emas perhiasan dalam satu
tahun terakhir. Di sisi lain, sebagian besar inflasi kelompok pengeluaran
lainnya masih menunjukkan tren yang menurun. Tekanan inflasi dari
kelompok pendidikan juga masih menunjukkan kecenderungan menurun
walaupun secara bulanan masih relatif tinggi dibandingkan dengan
kelompok pengeluaran lainnya. Relatif tingginya inflasi kelompok ini
terutama disumbang oleh sub kelompok pendidikan.
Dari kelompok administered price masih mencatat deflasi. Namun,
deflasi kelompok ini menurun dibandingkan dengan bulan
sebelumnya dari -5,08% (yoy) menjadi -5,05% (yoy). Penurunan
harga BBM yang terjadi pada akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009
serta relatif tidak adanya kebijakan harga dari Pemerintah telah membawa
inflasi administered price mengalami deflasi yang cukup dalam. Secara
bulanan, inflasi administered price bulan laporan relatif rendah yaitu
sebesar 0,2%(mtm). Peningkatan inflasi tersebut terutama bersumber
dari kelangkaan pasokan minyak tanah terkait konversi energi yang
menyebabkan kenaikan harga minyak tanah di beberapa daerah2. Selain
itu, kenaikan harga rokok kretek filter kembali memberikan sumbangan
terhadap inflasi administered price3. Di sisi lain, penurunan secara ratarata harga BBM non-subsidi (Pertamax,Pertamax Plus dll) sekitar 7%4
dibandingkan dengan bulan sebelumnya memberikan sumbangan yang
minimal terhadap inflasi terkait dengan bobotnya yang relatif kecil.



������
���������������������������������
����������������������������������
����������������������

��

���
���

��
��
��

�����������������
����������������

�������������
������������

���
���
���



���


��

Setelah mengalami deflasi sepanjang triwulan II-2009, secara
tahunan inflasi volatile food meningkat cukup tinggi dibandingkan
dengan bulan sebelumnya menjadi 4,09% (yoy) dari 3,53% (yoy).
Namun, inflasi volatile food tersebut masih relatif rendah dibandingkan
dengan pola normalnya. Relatif rendahnya inflasi tersebut didukung

����������������������������
� � � ��� �� � � � ��� �� � � � ��� �� � � � � �� �� � � � �

����

����

����

����

����

Grafik 2.13 Perkembangan Nilai Tukar &
Inflasi Mitra Dagang

����

2 Bandar Lampung, Serang, dan Mataram.
3 Terkait masih lebih tingginya harga jual eceran terhadap harga bandrol beberapa merek rokok.
4 Pada 1 Agustus 2009, harga Pertamax dan Pertamax Plus turun menjadi Rp. 6600,- dan Rp. 6400,dari Rp. 7000,- dan 6750,-. Namun seiring dengan peningkatan harga minyak internasional, per 15
Agustus 2009, harga Pertamax dan Pertamax Plus kembali meningkat menjadi Rp. 7200,- dan Rp.
7000,-.,

13

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

oleh perkembangan harga komoditas pangan global yang menurun
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Komoditas pangan
global seperti CPO, gandum, kedelai dan jagung berada dalam level yang
jauh lebih rendah dari harga puncaknya di tahun 2008. Secara bulanan,
inflasi volatile food mencapai 1,41% (mtm), meningkat dibandingkan
bulan sebelumya (1,22%, mtm). Kenaikan beberapa komoditas bahan
pangan seperti telur ayam ras, beras, daging ayam ras, dan bumbubumbuan ditengarai karena meningkatnya permintaan menjelang bulan
Ramadhan. Untuk komoditas beras, peningkatan harga masih relatif
rendah dibandingkan dengan pola normalnya (0,5%) terkait dengan relatif
lancarnya pasokan dari daerah sentra produksi.
Tekanan inflasi inti secara tahunan masih dalam tren menurun.
Inflasi inti Agustus mencapai 4,84% (yoy), lebih rendah dibandingkan
bulan sebelumnya yang sebesar 4,91% (yoy). Faktor ekspektasi inflasi
mendukung penurunan inflasi tersebut, di samping tekanan faktor
eksternal yang masih minimal (Grafik 2.13). Sementara itu, tekanan
output gap di sisi permintaan terindikasi mulai meningkat meski belum
memberikan tekanan yang berarti pada harga. Secara bulanan,
inflasi inti Agustus sedikit meningkat dibandingkan bulan-bulan
sebelumnya mencapai 0,43% (mtm). Relatif meningkatnya inflasi
inti terutama bersumber dari sumbangan inflasi pada sub kelompok
pendidikan selain peningkatan harga beberapa komoditas makanan
(antara lain gula)5. Di sisi lain, penurunan harga emas sedikit dapat
menahan tekanan inflasi inti. Sesuai dengan pola musimannya, sektor
pendidikan secara keseluruhan mengalami inflasi sekitar 2,06% (mtm).
Inflasi di sektor pendidikan tersebut sedikit dibawah pola historisnya sekitar
4% (mtm)6.
Secara umum, ekspektasi inflasi masih berada dalam tren
yang menurun. Hasil survei Consensus Forecast (CF) bulan Agustus
menunjukan penurunan ekspektasi inflasi di tahun 2009 yang mencapai
4,9%, lebih rendah dari bulan lalu sebesar 5,2% (Grafik 2.14). Survei lain
yang mewakili pedagang juga mengkonfirmasi masih cukup rendahnya
ekspektasi inflasi (Grafik 2.15). Penurunan ekspektasi tersebut diperkirakan
terkait dengan realisasi inflasi terkini yang masih relatif rendah. Selain
itu, kestabilan nilai tukar rupiah dan relatif tidak adanya kejutan-kejutan

������

���
��� ���




14

���
��� ���

���
���

��� ���

���
���
��� ��� ���
���
��� ������
��� ���
����
���
���
���

���

���





















� �� �� �� �





����







� �

����

���������������������������

Grafik 2.14 Ekspektasi Inflasi dari Consensus
Forecast (CF)

������

������
��

���

��

���
���

��

���

��

���
���



���
���

� � � ��� �� � � � ��� �� � � � ��� �� � � � � �� �� � � � �

����

����

����

����



����

������������������������������������������
������������������������������������������
��������������������������������

Grafik 2.15 Ekspektasi Inflasi Pedagang SPE BI

������



���

��

���
���

��

���
���

��

���
���
���
���



������������������������������������������
������������������������������������������
��������������������������������
� � � ��� �� � � � ��� �� � � � ��� �� � � � � �� �� � � � �

����

5 Terkait dengan menipisnya pasokan gula pasir di tengah meningkatnya permintaan. Faktor lain
adalah meningkatnya harga gula internasional.
6 Diperkirakan terkait dengan kondisi perekonomian.

��������������������������
��������������������������

���

����

����

����

����

Grafik 2.16 Ekspektasi Inflasi Konsumen SK BI



Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

yang bersifat unfavorable turut menjaga tren penurunan ekspektasi
inflasi. Di sisi lain, ekspektasi inflasi yang terlihat dari survei konsumen
sudah menunjukkan peningkatan yang diperkirakan terkait dengan pola
musiman menjelang bulan Ramadhan (Grafik 2.16).

������
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
����
����
����
����

�����������

������

�����������������
�����������������

������
������
������
������

������
�����

�����

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

����

����

Grafik 2.17 Rata-rata Nilai Tukar Rupiah



�������

��

�����

����������
�����������������
������������������������

��

�����
�����



�����



�����
�����



�����

����

���� ���� ���� ����
����
����
����
����
����




����

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

����

����

Grafik 2.18 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah

������
���
���
���
���
���
���
��
��
��
��
��

������

�����������������������������������
������������������������
��������

��������

���������

���������

�����

��������

�����

���

����

���

���

���

����

���

���

�����������������

Grafik 2.19 Pergerakan Bursa Saham Asia

���
���
���
���
���
���
��
��
��
��
��

Nilai Tukar Rupiah
Selama Agustus 2009, nilai tukar rupiah secara rata-rata bergerak
menguat dengan tingkat volatilitas yang menurun. Rupiah
menguat secara rata-rata 1,32% ke level Rp9.966/USD dari Rp 10.098/
USD pada bulan sebelumnya (Grafik 2.17). Namun di akhir periode,
rupiah mengalami sedikit koreksi dan ditutup melemah 1,54% (p-t-p)
dari level Rp9.925/USD pada bulan sebelumnya ke level Rp10.080/USD
akibat imbas dari koreksi yang terjadi di bursa saham global. Meskipun
demikian, pergerakan rupiah relatif stabil tercermin dari menurunnya
tingkat volatilitas menjadi 0,46% dari 0,60% pada bulan sebelumnya
(Grafik 2.18).
Berlanjutnya proses pemulihan ekonomi global dan kinerja
perekonomian domestik yang terus terjaga menjadi penopang
pergerakan rupiah selama Agustus 2009. Perbaikan indikator ekonomi
di berbagai kawasan mendorong optimisme terhadap proses recovery
perekonomian dunia dan rally yang terjadi di bursa saham global (Grafik
2.19). Namun demikian, kekhawatiran terhadap tingginya nilai aset
keuangan yang tidak mencerminkan kondisi fundamental perekonomian
(overvalued) memicu terjadinya koreksi di pasar saham pada pertengahan
bulan laporan. Di tengah kondisi pasar keuangan global yang masih
rentan, rupiah mampu bergerak stabil ditopang oleh kinerja fundamental
perekonomian yang kuat yaitu pertumbuhan ekonomi domestik yang
terjada dan kinerja pembayaran yang cukup solid. Penguatan rupiah juga
diikuti oleh pergerakan mata uang kawasan yang menguat didukung oleh
aliran dana asing yang masuk melalui bursa (Grafik 2.20).
Sejalan dengan koreksi yang terjadi di bursa saham global, persepsi
risiko terhadap perekonomian Indonesia mengalami sedikit
peningkatan. Secara umum, ketahanan ekonomi domestik yang cukup
baik, kondisi politik yang relatif stabil serta pemulihan ekonomi global
yang relatif lebih cepat dari perkiraan memicu ekspektasi positif yang
berimbas pada persepsi risiko terhadap perekonomian Indonesia. Namun,
sejalan dengan pergerakan CDS di kawasan Asia, CDS Indonesia sedikit

15

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009

meningkat dari 199 bps menjadi 214 bps, lebih rendah dibandingkan
dengan CDS Vietnam (246 bps) namun masih di atas CDS Philipina (189
bps). Sementara itu, faktor risiko domestik juga mengalami peningkatan
yang tercermin dari kenaikan yield spread Global Bond RI dengan US
T-Note dari 305 bps menjadi 319 bps. Di sisi lain, spread EMBIG bergerak
turun 398 bps menjadi 389 bps (Grafik 2.21). Pergerakan premi swap
relatif stabil yang mengindikasikan minimalnya tekanan terhadap rupiah
untuk beberapa waktu yang akan datang (Grafik 2.22).
Meskipun mengalami penurunan dibandingkan dengan periode
sebelumnya, imbal hasil investasi rupiah masih relatif lebih tinggi
dibandingkan negara lain di kawasan Asia. Penurunan indikator
Uncovered Interest Rate Parity (UIP) dan Covered Interest Rate Parity (CIP)
sejalan dengan penurunan suku bunga kebijakan dan indikator risiko yang
relatif stabil. UCIP Indonesia turun dari 6,64% menjadi 6,42% dan CIP
Indonesia turun dari 3,43% menjadi 3,23%. Yield spread obligasi rupiah
yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara kawasan Asia lainnya
menjadi daya tarik bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di
Indonesia

����
����
����
��������������������������
�����������������������������������
����
���������

���
���
���

�����
�����

�����
�����

���

����
����

����������

���
���

�����

����
����

��� �����

����

�����

���

����� ����� ����� �����

����

����

����

����

����

����

Grafik 2.20 Apresiasi/Depresiasi Rata-Rata
Nilai Tukar Agustus 2009
dibandingkan dengan Juli 2009



���

��

����

��

����

�����������

��

���



���




Kebijakan Moneter
Suku Bunga
Penurunan BI Rate pada Agustus 2009 masih diikuti oleh penurunan
suku bunga PUAB berbagai tenor. Rata-rata harian tertimbang suku
bunga PUAB O/N turun sebesar 29 bps atau lebih besar dari penurunan
BI Rate yang sebesar 25 bps. Sementara itu, suku bunga PUAB untuk
jangka waktu yang lebih panjang rata-rata penurunannya mencapai 37
bps. Kondisi tersebut seiring dengan kondisi likuiditas di pasar uang yang
masih cukup melimpah sebagaimana tercermin pada rata-rata volatilitas
suku bunga PUAB O/N yang rendah dan volume transaksi yang besar.
Dengan perkembangan tersebut maka struktur suku bunga PUAB berbagai
tenor (jangka waktu) menjadi semakin menurun dan relatif landai,
mengindikasikan persepsi terhadap likuiditas antar waktu yang masih
cukup baik. Kondisi demikian juga direfleksikan pada rata-rata kuotasi
JIBOR yang terus menurun.




���

�������������������
��������������������
�������������
������������������
���

����

���

���

���

���

���

���

����

���

���

�����������������

Grafik 2.21 Indikator Persepsi Risiko Indonesia


��

���������

���������

���������

����������

��
��



���

���

���

����

���

���

���

���

���

���

���

����

�������������������������

Grafik 2.22 Premi Swap Berbagai Tenor

16

����



���

Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2009


��
��

���������

��������

��������

��������

���������

��
����



����



����
����
�����

��

��� ��� ������ ���