PERAN SUNAN KALIJAGA DALAM PENYEBARAN ISLAM DI DESA SUROWITI, KECAMATAN PANCENG.

(1)

PETILASAN SUNAN KALIJAGA DI DESA SUROWITI, KECAMATAN PANCENG, KABUPATEN GRESIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh :

Shanti Sastra Manggala NIM : A02211070

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SUNAN AMPEL ISLAM SURABAYA


(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui Tanggal 22 Juni 2015

Oleh Pembimbing

Prof. Dr. H. Ahwan Mukarrom, M. A. NIP. 195212061981031002


(3)

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Skripsi ini telah diuji oleh Tim Penguji dan dinyatakan Lulus Pada Tanggal 28 Juli 2015

Ketua/Pembimbing

Prof. Dr. H. Ahwan Mukarrom, M.A. NIP: 195212061981031002

Penguji I

Drs. H. Ridwan, M.Ag NIP:

Penguji II

Dr. H. Imam Ghazali, M.A NIP:

Sekretaris

Dra. Lailatuk Huda, M. Hum. NIP: 196311132006042004

Mengetahui Dekan

Fakultas Adab dan Humaniora

Dr. H. Imam Ghazali, MA NIP:


(4)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya: Nama : Shanti Sastra Manggala

NIM : A02211070

Jurusan : Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Fakultas : Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa SKRIPSI ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian / karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya. Jika ternyata dikemudian hari skripsi ini terbukti bukan hasil karya saya sendiri, saya bersedia mendapatkan sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Surabaya, 22 Juni 2015 Saya yang menyatakan

Shanti Sastra Manggala NIM: A02211070


(5)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Peran Sunan Kalijaga Dalam Penyebaran Islam di

Desa Surowiti, Kecamatan Panceng. (Berdasarkan Naskah Babat Surowiti)”. Skripsi ini menfokuskan tentang latar belakang permasalahan yang dikemukakan adalah: 1. Bagaimana gambaran umum petilasan desa Surowiti? 2. Apa saja peran Sunan Kalijaga dalam penyebaran Islam di Surowiti? 3. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap peziarah desa Surowiti?

Adapun pendekatan dan kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan antropologi budaya dan teori Cultural Revolution, dengan observasi lapangan dan wawancara yang dilakukan secara langsung, serta didukung dengan menggunakan daftar pustaka yang berkaitan dengan hal yang diteliti. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode etnografi.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Gambaran petilasan Sunan Kalijaga itu tidak sekedar petilasan saja yang berada di Surowiti, berupa karya-karya Sunan Kalijaga untuk mengumpulkan semua informasi baik adat, budaya, sosial dan lain-lain dirangkum menjadi satu dan karya-karyanya dan petilasannya. Dalam penyebaran menggunakan wayang sebagai media dakwah.. Dalam masyarakat Jawa, wayang telah menjadi sebagian dari hidupnya. Itulah sebabnya Sunan Kalijaga menjadikan wayang ini sebagai alat untuk menyukseskan dakwah Islam. Pandangan terhadap ziarah di tempat gunung Surowiti karena tempat itu adalah tempat yang terawat yang pada umumnya masyarakat itu percaya bahwa tempat wali itu banyak pertunjukan dan berkah untuk di singgahi berbagai macam keinginan dan niat bagi masyarakat yang ingin mencari ketenangan mencari berkah bagi orang yang niatnya betul-betul tulus untuk mendoakan wali allah SWT.


(6)

ABSTRACT

Thesis ini berjudul "Sunan Kalidjaga Role In Spreading Islam in the village Surowiti, KecamatanPanceng. This thesis focuses problem: 1. How does the general picture stone Surowiti village? 2. Any Sunan Kalidjaga role in spreading Islam in Surowiti? 3. How is the public response to village Surowiti pilgrim?

The approach and theoretical framework used in this study is the approach of cultural anthropology and theory Cultural Revolution, with field observations and interviews were conducted in person, and supported using the bibliography that berkaitandengan thing studied. While the method used is the method of ethnography.

From these results it can be concluded that the description of stone Sunan Kalidjaga it not only ruins are located in Surowiti. Of works Sunan Kalidjaga to collect all the information good customs, culture, social and others are summarized into one and his works and stone. In its spread using puppets as a medium of propaganda. In the Java community, the puppet has become part of his life. That is why Sunan Kalidjaga make this puppet as a tool for the success of Islam. Pilgrims in a mountain view Surowiti because it is a community maintained that in general it is believed that a guardian was a lot of performances and blessing for singgahi various kinds of desires and intentions for the people who want to find serenity seek blessing for people who are truly his intention , sincere, to pray for Allah's trustee.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

TRANSTLITERASI ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitia ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 5

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 7

F. Penelitian Terdahulu... 8

G. Metode Penelitian ... 8

H. Sistematika Pembahasan ... 12

Bab II : PETILASAN SUNAN KALIJAGA DESA SUROWITI A. Kebudayaan Islam di Desa Surowiti ... 14


(8)

B. Gambaran Petilasan Sunan Kalijaga di Desa Surowiti ... 21

BAB III : PERAN SUNAN KALIJAGA DALAM PENYEBARAN ISLAM A. Asal Usul Kedatangan Sunan Kalijaga ... 28

1. Asal-usul ... 28

2. Masa Remaja (Dewasa) ... 31

3. Sunan Kalijaga beradaptasi di Gunung Surowiti ... 32

4. Masa Kewalian ... 36

5. Sunan Kalijaga Wafat ... 40

B. Perjuangan Sunan Kalijaga dalam Penyebaran Islam ... 40

1. Wayang kulit baru diciptakan zaman Kerajaan Demak ... 44

2. Sunan Kalijaga sebagai Dalang ... 46

3. Falsafah wayang Menurut Versi Kalijaga ... 46

C. Sejarah Naskah Babat Surowit ... 50

D. Ajaran-Ajaran Sunan Kalijaga ... 52

a. Ajaran Sunan kalijaga ... 52

b. Isi Naskah tentang ajaran Sunan Kalijaga ... 52

BAB IV : TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP PEZIARAH DESA SUROWITI A. Pandangan terhadap Ziarah ... 58

B. Pandangan Terhadap Petilasan ... 61

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wali Sanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 15. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan-Tuban di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.

Era Wali Sanga adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Wali Sanga ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.1

Istilah wali secara formal sesungguhnya hanya terbatas di Jawa saja, meskipun di Sumatra ada pula tokoh-tokoh yang berstatus wali. Jumlah wali di Jawa tidak diketahui secara pasti sebab ada wali yang hanya dikenal disekitar tempat tinggalnya (setempat/lokal) seperti: Sunan

1

MB. Rahimsyah, Legenda dan sejarah lengkap wali sogo (Surabaya: Penerbit Amanas Surabaya, 2011), 9.


(10)

Panggung di Tegal, Sunan Bayat di Klaten dan masih banyak yang lain-lainnya.2

Secara umum para wali di Jawa dibedakan menjadi dua kelompok yaitu, pertama: yang termasuk Wali Sanga Mengenai kata sanga dari Wali Sanga ada yang berpendapat berasal dari kata walisana. Sana berarti

panggonan (tempat). Pendapat ini boleh jadi didasarkan pada bukti-bukti arkeologis dan fisofis kata sana berasal dari kata asana yang berarti tempat berdiri (pedestal: tempat duduk).3

Sunan Kalijaga merupakan salah satu murid Sunan Bonang dari Tuban. Nama lain dari Sunan Kalijaga adalah Raden Syahid dan semasa mudanya beliau juga mendapat julukan Brandal Loka Jaya atau perampok budiman. Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada 1430-an, dan hidup dari zaman Majapahit sampai awal berdirinya Kerajaan Mataram, sehingga usianya diperkirakan mencapai 150 tahun. Makam Sunan Kalijaga berada di Kadilangu, Demak.4

Pada abad 15 Sunan Kalijaga melakukan dakwah di suatu tempat yang berada di gunung Surowiti, kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik. Sunan Kalijaga terkenal akan kearifan dan kedermawanannya ketika menyebarkan agama Islam di desa Surowiti. Sunan Kalijaga memperkenalkan Islam melalui konsep seni dalam dakwah dan dengan

2

R. Pitono, Warna Sari Sejarah Indonesia Lama II ( Surabaya: Aksms Club, 1962), 90. 3

S. Wojowasito, Kamus Kawi Jawa Kuno Indonesia (Malang: Lebbit IKIP Malang, 1965), 282. 4


(11)

cara-cara bijak.5 Dalam menyampaikan ajaran-ajaran Sunan Kalijaga menggunakan metode manembah, mangabdi, maguru, martapa, dan

makarya.6

Dalam mengajarkan ilmu, Sunan Kalijaga membuat perumpamaan yang mudah dipahami masyarakat. Dikatakannya bahwa setelah petani selesai membajak sawah, tetap saja ada bagian tanah di sudut sawah yang belum terbajak, yang diartikan bahwa selalu ada kekurangan meskipun cita-cita telah tercapai.7

Mengajarkan ilmu pertanian dengan membuat Filosofi yang memanfaatkan alat-alat pertanian yang digunakan masyarakat. Tentang filsafat Pacul, misalnya, setelah petani membajak maka masih ada sisi-sisi tanah disudut sawah yang belum terbajak. Artinya, bagaimanapun setelah cita-cita tercapai masih terdapat kekurangan-kekurangannya.

Peralatan pacul terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Paculnya sendiri, singkatan dari Ngipatake kang muncul, Artinya, dalam mengejar cita-cita tentu banyak godaan yang harus disingkirkan.

b. Bawak, singkatan dari Obahing awak, menggerakkan badan, Artinya, Semua godaan yang ada harus dihadapi dengan kerja keras.

5 Ibid. 6

Muhammad Sonhaji Ridlwan, wawancara, Gresik, 08 Mei 2015. 7


(12)

c. Doran, singkatan dari Ndedongo ing Pangeran, berdoa kepada Tuhan. Dalam upaya mengejar cita-cita tentu tidak cukup mengandalkan kerja fisik saja tetapi perlu disertai doa kepada Allah SWT.8

Bekas padepokan Sunan Kalijaga kini menjadi kompleks perkuburan, lengkap dengan cungkup makam petilasan, terletak di desa Surowiti. Di sana juga dibangun sebuah masjid peninggalan Sunan Kalijaga yang diberi nama Masjid Raden Syahid, hingga sampai sekarang masjid peninggalan tersebut sangat dirawat oleh masyarakat desa Surowiti, dan dijadikan salah satu wisata religi bagi masyarakat desa Surowiti dan sekitarnya.9

Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul: “Petilasan Sunan Kalijaga di Desa Surowiti, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik. Alasan penulis mengambil judul ini adalah; Sunan Kalijaga merupakan salah satu Wali Sanga, dalam berdakwah Sunan Kalijaga mendapatkan keberhasilan, dan makam Sunan Kalijaga, Empu Supo di desa Surowiti yang banyak di ziarahi oleh masyarakat. Selain itu penulis juga mempunyai alasan bahwa ajaran yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga, bagi penduduk Surowiti masih dilakukan oleh masyarakat sekitar, terutama ajaran tasawuf, dan ajaran-ajaran Sunan Kalijaga yaitu:

Manembah, mangabdi, menguru, martapa, dan makarya. Petilasan Sunan

8

Umar Hasyim, Sunan Kalijaga (Kudus: Penerbit Menara, 1974), 51. 9


(13)

Kalijaga berada di desa Surowiti Di tempat yang paling tinggi di atas bukit Surowiti.

B. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah penulisan dalam membuat karya tulis yang berbentuk skripsi, maka perlu bagi penulisan untuk menguraikan rumusan masalah sebagai langkah awal penelitian. Adapun rumusan masalahnya adalah:

1. Bagaimana gambaran umum petilasan desa Surowiti?

2. Apa saja peran Sunan Kalijaga dalam penyebaran Islam di Surowiti?

3. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap peziarah desa Surowiti? C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penulisan skripsi ini adalah penulis ingin menguraikan fakta Sunan Kalijaga dalam menyebarkan Islam di Surowiti, sedangkan tujuan khususnya adalah:

1. Mengetahui gambaran umum petilasan desa Surowiti.

2. Mengetahui peran Sunan Kalijaga dalam penyebaran Islam di Surowiti.

3. Mengetahui tanggapan masyarakat terhadap peziarah desa Surowiti. D. Kegunaan Penelitian

1. Dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan penulisan, baik bidang sejarah, sosial, maupun budaya.


(14)

2. Bagi Sunan Kalijaga sebagai bahan masukan atau gambaran untuk dijadikan tambahan refrensi atau memperkaya koleksi yang ada dalam perpustakaan keluarga dan dapat meneladani perjuangan Sunan Kalijaga.

3. Bagi pihak Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, di mangfaatkan sebagai sumber informasi sebagai sumber informasi dalam pengembangan keilmuan di bidang Sejarah.

4. Bagi masyarakat, hasil penulisan ini sebagai gambaran atau informasi tentang perjuangan Sunan Kalijaga dalam menyebarkan Islam.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Penulisan ini menggunakan pendekatan antropologi budaya. Antropolgi sering kali dikembangkan di dalam bidang kajian untuk mempelajari masalah-masalah budaya. Antopologi lazimnya mencakup berbagai dimensi kehidupan sehingga antropolgi itu sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan cabang-cabang seperti antropologi budaya10.

Antropologi budaya adalah cabang antropologi yang berfokus pada penelitian variasi kebudayaan di antara kelompok manusia. Para antropolog budaya menggunakan berbagai metode, diantaranya pengamatan partisipatif (participant observation), wawancara dan survei. Penelitian antropologi budaya sering dikategorikan sebagai penelitian

10

Dudung Abdurrahman, metodologi pemelitian sejarah Islam (Yogyakarta, penerbit ombak,2011), 15.


(15)

lapangan karena seorang antropolog harus menetap dalam kurung waktu yang cukup lama di lokasi penelitiannya.11

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Cultural Revolution, yang mana istilah revolusi tidak di maksudkan sebagai suatu proses perubahan yang cepat dan mendadak, tetapi sebagai suatu peristiwa Besar yang telah memberi suatu arah perkembangan yang lain, dan suatu perubahan total yang sangat mendasar kepada proses perkembangan kebudayaan manusia.12 Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa pada mulanya di Jawa umumnya adalah Agama Hindu-Budha. Seiring berjalan waktu, Islam agama yang dibawa oleh Sunan Kalijaga menjadi agama yang banyak dianut oleh masyarakat Gresik.

Tujuan untuk Islamisasi di Gresik dilakukan secara dalamai tanpa adanya peperangan, karena dalam Islam tidak boleh saling menyakiti, sehingga dapat kita tarik kesimpulan sementara, bahwa faktor internalnya adalah Islam sebagai agama baru yang rahmatanlilalamin maka dari itu banyak yang menganut agama tersebut, sedangkan faktor eksternal karena tuntutan masyarakat yang semakin maju dari zaman kerjaan atau Hindu-Budha menuju masyarakat dinamis.

11

id.wikipedia.org/wiki/Antropologi_budaya#cite_note-1(27 Mei 2015). 12

Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropolgi ll (Jakarta: Universitas Indonesia UI Press, 1990), 117-119.


(16)

F. PenelitianTerdahulu

Dalam pengamatan penulis, peneliti yang membahas tentang Sunan Kalijaga di Desa Surowiti belum ada, kebanyakan tentang Biografi Kyai, Tradisi yang berada di Gresik. Peneliti terdahulu seperti:

1. Peran Cheng ho dalam Islamisasi di Nusantara (1405-1433) oleh Muhammad Agus Munif. Tahun 2013. Skripsi ini membahas tentang peran Cheng ho dan perkembangan dalam Islamisasi di Nusantara Gresik.

2. Kyai Abdul Karim 1822-1896 M Desa Tebuwung, Kecamatan dukun, Kabupaten Gresik oleh mohammad Kholil, UIN Sunan Kalijaga tahun 2013. Skripsi ini membahas telaah biografi Abdul karim.

3. Tradisi sanggring di Desa Gumeno, kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik oleh Eva maulidiyah Bichrisia Liberx, Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2014, skripsi ini membahas tentang Tradisinya dan study atas makna dan fungsi.

Akan tetapi penelitian yang penulis lakukan dikhususkan pada penyebaran Islam di desa Surowiti yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga, sehingga judul yang diangkat oleh penulis ini sangat bebeda dengan judul-judul di atas.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah ilmu yang membahas metode ilmiah dalam mencari, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu


(17)

pengetahuan.13Oleh karena itu, metode penelitian sangat penting untuk memudahkan proses penelitian, maka dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk mencapai sasaran yang akan dituju, sehingga penelitian ini bisa benar-benar representatif dan obyektif. Karya ilmiah pada umumnya merupakan hasil penyelidikan secara ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, menggambarkan dan menyajikan kebenaran.14Metode yang digunakan oleh peneliti yaitu metode etnografi dimana peneliti turun lapangan langsung untuk mengumpulkan data.

Berkaitan dengan masalah yang akan diteliti yaitu Petilasan Sunan Kalijaga di desa Surowiti dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

A.Jenis Sumber Data ( Heuristik )

Dalam hal ini sumber yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Sumber primer

Sumber primer adalah sumber informasi yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan ataupun penyimpangan data atau disebut juga sumber data/ informasi tangan pertama.15Yaitu baik dari individu atau perorangan seperti hasil wawancara, observasi, dokumentasi yang dilakukan oleh

13

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif(Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), 3-4. 14

Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas UGM, 1979), 3. 15

Muhammad Ali, Penelitian Kependidikan: Prosedur dan Strategi(Bandung: Angkasa, 1987), 42.


(18)

peneliti.16 Wawancara dilakukan dengan Bapak Sonhaji Ridwan salah satu penerus leluhur desa surowiti yang mengacu berdasarkan Naskah Babat Surowiti, yang menjelaskan tentang ilmu-ilmu yang diajarkan Sunan Kalijaga di desa Surowiti dan mengamalkan sholat 5 waktu dengan baik.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah merupakan sumber informasi yang secara tidak langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi yang ada padanya. Dan data sekunder yang peneliti gunakan yang berupa literatur-literatur atau buku-buku yang relevan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini penulis mengambil buku-buku yang berkaitan dengan penelitian.

c. Sumber Lisan

Sumber lisan yang diperoleh dengan cara interview atau wawancara yaitu tekhnis dalam upaya menghimpun data yang akurat untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah tertentu yang sesuai dengan data. Wawancara juga dapat diartikan teknik pengumpulan data melalui proses tanya Jawab, dan dua orang atau lebih berhadap-hadapan.

Wawancara dilakukan dengan saksi sejarah yang masih hidup, seperti juru kunci bapak Abdul Munim dan petuah bapak Salem, Pak Kholid, Muhammad Sonhaji Ridlwan, Soleh, Abdul Muin dan

16

Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 42.


(19)

lain. Sumber lisan juga dapat diperoleh dari cerita, legenda, maupun mitos yang ada di masyarakat di Desa Surowiti, Panceng, Gresik. B. Kritik

Kritik sumber dilakukan terhadap sumber-sumber yang diperoleh, kritik ini menyangkut vertivikasi sember yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan (akurasi) dari sumber itu. Dalam metode sejarah dikenal dengan cara melakukan kritik eksteren dan kritik interen. Kritik eksteren yaitu proses untuk melihat apakah sumber yang didapatkan autentik atau tidak, sedangkan kritik interen adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi sumber tersebut kredibel atau tidak.17

C. Interpretasi atau penafsiran

Interpretasi atau penafsiran sering dikatakan sebagai suatu upaya untuk melihat kembali sumber-sumber yang didapatkan, apakah sumber-sumber yang didapatkan dan yang telah teruji autentisitasnya terdapat saling berhubungan, maka peneliti memberikan penafsiran terhadap sumber yang telah didapatkan. Berkaitan dengan itu, dalam penelitian ini peneliti telah melakukan interpretasi untuk kepentingan keabsahan data.

17


(20)

D. Histiografi

Histografi adalah proses akhir dari pengerjaan skripsi. Dengan kata lain historiografi adalah penulisan data atau sumber yang di dapat menjadi sebuah karya ilmiah secara utuh.18

H. Sistematika Bahasan

Untuk mempermudah pembaca memahami karya ilmiah ini. Maka karya ilmiah ini disusun secara sistematis. Adapun mengenai sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Penulis akan memaparkan Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Pendekatan dan Kerangka Teoritik, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan sehingga akan diperoleh gambaran secara utuh dalam penyajian karya ilmiah ini.

Bab II Penulis akan menerangkan tentang gambaran petilasan Sunan Kalijaga di desa Surowiti. Hal ini di maksudkan untuk membahas keIslaman masyarakat Surowiti disana masih banyak Islam kejawen yang masih kental dengan nenek moyang dulu dan masih mempercayai mitos-mitos dan petilasan Sunan Kalijaga seperti: Goa Langsih , tapa ngeluweng, masjid, bedug dan pring silir.

Bab III Penulis akan menerangkan tentang peran Sunan Kalijaga dan Perjalanan dakwah Sunan Kalijaga. Hal ini di maksudkan untuk membahas silsilah Sunan Kalijaga, proses-proses berkembangnya Islam di

18


(21)

Surowiti dan cara mengajarkan Sunan Kalijaga pada masyarakat Surowiti dan ajaran-ajaran Sunan Kalijaga.

Bab IV Penulis akan menerangkan tentang bagaimana tanggapan masyarakat terhadap peziarah Surowiti. Hal ini di maksudkan untuk membahas tentang tanggapan masyarakat dalam petilasannya dan orang-orang peziarahdi Surowiti.

Bab V Bab terakhir atau penutup, bab ini berisi Kesimpulan dan Saran


(22)

BAB II

PETILASAN SUNAN KALIJAGA DI SUROWITI A. Kebudayaan Islam di Desa Surowiti

Desa Surowiti adalah terdapat petilasan Sunan Kalijaga, pengunjung disana kebanyakan Islam kejawen yang masih teridentifikasi Islam kejawen. Islam Kejawen adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dikatakan agama yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa. Kata “Kejawen” berasal dari kata Jawa, sebagai kata benda yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu segala yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa (keJawaan). Kejawen pada umumnya berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis atau spiritualistis suku Jawa.19

Tujuan sesungguhnya dari kejawen (spiritual Jawa) adalah berusaha untuk mendapatkan ilmu sejati yang mengara pada pencapaian hidup sejati. Kehidupan yang harmonis dalam hubungan antara kawula

(manusia) dan gusti (Tuhan). Hubungan manusia dan Tuhan yang dalam istilah Jawa dikenal dengan manunggaling kawula Gusti. Hubungan yang diartikan sebagai pendekatan secara total antara manusia dengan Tuhan.

Keadaan spiritual menurut kejawen bisa dicapai oleh setiap orang yang mengimani kepada Tuhan, bermoral baik, bersih dan jujur.

19


(23)

Beberapa laku harus dilaksanakan dengan kesadaran dan ketetapan hati yang mantap. Pencari ilmu sejati diwajibkan melaksanakan sesuatu yang bermangfaat bagi semua orang (tapa ngrame) serta menjaga hati tetap bersih.20

Agama Islam Jawa menurut Clifford Geertz adalah Suatu deskripsi mengenai agama, orang Jawa harus membedakan antara dua buah manifestasi dari agama Islam Jawa yang cukup banyak berbeda, yaitu Agama Jawi dan Agama Islam Santri. Sebutan yang pertama berarti “Agama Orang Jawa” sedangkan yang kedua berarti “Agama Islam yang dianut orang santri.

Bentuk agama Islam orang Jawa yang disebut Agama Jawi dan

kejawen itu adalah suatu kompleks keyakinan dan konsep-konsep Hindu-Budha yang cenderung kearah mistik, yang tercampur menjadi satu dan diakui sebagai agam Islam. Agama Islam Santri , yang walaupun juga tidak sama sekali bebas dari unsur-unsur Hindu-Budha, lebih dekat pada dogma-dogma ajaran Islam yang sebenarnya.21

Sistem Budaya Agama Jawi. Setaraf dengan system budaya dari agama yang dianut orang Jawa, terdapat berbagai keyakinan, konsep, pandangan dan nilai, seperti yakin adanya Allah, yakin bahwa Mohammad adalah pesuruh Allah, yakin akan adanya nabi-nabi lain, yakin akan adanya tokoh-tokoh Islam yang keramat, yakin akan adanya konsep kosmogoni tertentu tentang penciptaan alam, memiliki

20

Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen ( Surabaya, penerbit Narasi, 2003), 44-46. 21


(24)

konsep tertentu tentang kehidupan setelah kematian, yakin adanya makhluk halus penjelmaan nenek moyang yang sudah meninggal, yakin adanya roh-roh penjaga, yakin akan adanya setan, hantu dan raksasa, dan yakin adanya kekuatan-kekuatan gaib dalam alam semesta ini.

Sebagian dari system budaya agama Kejawen merupakan suatu tradisi yang diturunkan secara lisan, tetapi ada sebagian penting yang juga terdapat dalam kesusasteraan yang dianggap sangat keramat dan bersifat moralis. Oleh karena itu, untuk dapat memahami Agami Jawi kita perlu mengetahui tentang tradisi.

Orang Jawa kejawen juga menganggap Qur’an sebagi sumber

utama dari segala pengetahuan yang ada. Namun, seperti halnya semua penganut agama diseluruh dunia, orang awam beragama Agami Jawi dalam melakukan berbagai aktivitas keagamaan sehari-hari, rata-rata dipengaruhi oleh keyakinan, konsep-konsep, pandangan-pandangan, nilai-nilai budaya dan norma-norma, yang kebanyakan berada didalam alam pikirannya. Pengetahuan yang lebih mendalam yang terdapat dalam buku-buku keramat diperolehnya melalui seorang dukun, seorang kaum atau modin, atau seorang kiyai dan seorang guru.22

Setelah Sunan Kalijaga datang ke desa Surowiti, Islam menjadi semakin diminati dan berkembang sebagai agama masyarakat sekitar. Seperti contohnya yaitu: 1. Religi adalah kebiasaan orang Jawa yang percaya bahwa Tuhan adalah dzat yang tidak mampu dijangkau oleh

22


(25)

pikiran, karenanya harus di simbolkan agar dapat diakui keberadaannya. 2. Dalam tradisi dimisalkan dengan adanya tradisi upacara kematian yaitu mendoakan orang yang meninggal pada 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, 100 hari.23 3. Sunan Kalijaga dengan kekhasannya melalui kesenian wayang yang digemari masyarakat pada waktu itu, ternyata juga mengundang minat masyarakat untuk memasuki agama Islam sebagai agama ketauhidan yang mengenal Allah sebagai Tuhan mereka. Dan otomatis masyarakat dengan sendirinya meninggalkan ajaran animisme dan dinamisme oleh nenek moyang mereka.24

Sistem berpikir Jawa menurut Dawami yaitu, suka berpikir tentang mitos dan hal-hal yang berbau mistis. Segala perilaku orang Jawa, seringkali memang sulit lepas dari aspek kepercayaan pada pokok permasalahan tertentu. Itulah sebab tertentu sistem berpikir mistis akan selalu mendominasi perilaku hidup orang Jawa. Orang Jawa lebih percaya kepada cerita-cerita dan dongeng-dongeng yang bersifat sakral, dari pada berpikir eksperimental. Dan sistem berpikir yang semacam itu dilestarikan secara turun-menurun di kalangan masyarakat Jawa sampai menjadi foklor Jawa.

Dari kepercayaan terhadap hal-hal yang mistik tersebut, kemudian tumbuhlah suatu kepercayaan Jawa yang disebut kejawen.

23

Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa, ( Yogyakarta: Penerbit Araska,2014), 96.

24


(26)

Kejawen yang berkembang selalu mendasari setiap gerak laku maupun kejadian yang ada dalam kehidupan masyarakat Jawa.25

Sejak zaman dulu petilasan Surowiti sudah dikenal sebagai tempat untuk ngalap berkah. Kebiasaan ziarah sambil ngalap berkah ini hingga kini masih banyak dipercaya oleh para pengunjung yang tidak hanya dari masyrakat local saja tapi juga berasal dari luar kabupaten Gresik bahkan dari luar pulau Jawa.

Seperti tempat sacral lainnya di Surowiti juga terdapat jam kunjung paling baik, yang disebut oleh orang Jawa sebagai petungan dino, yaitu pada hari Senin dan Kamis, selain itu pada bulan Besar dan Sura sering juga dilaksanakan acara–acara tradisi dilokasi ziarah Surowiti.26 Termasuk di petilasan makam Raden Bagus Mataram dan Empu supo yaitu:

Raden Bagus Mataram adalah seorang bangsawan kerjaan Mataram dengan membawa harta bendanya untuk berguru pada Sunan Kalijaga. Makam ini terletak ditas bukit Surowiti, dan sampai saat ini masih ada sebagian orang yang mencari berkah dari makam ini terutama mereka yang ingin kaya dan mempunyai harta benda yang berlimpah.

Makam Empu Supo adalah seorang Empu atau pembuat keris yang sangat terkenal pada zaman Majapahit. Hasil karya besarnya adalah “keris kyai sengkelat” sebuah pusaka kerajaan Majapahit yang sangat tersohor keampuhan dan kesaktiannya. Makam ini berada didalam

25

Salam, Sekitar wali Sanga ( Yogyakarta: Menara Kudus, 1960), 42. 26


(27)

sebuah bangunan cungkup, di atas bukit Surowiti. Banyak orang berziarah ketempat ini dengan menjalankan laku batin untuk memperoleh kesaktian atau pusaka.

Empu Supo adalah Tumenggung Majapahit, suami Dewi Roso Wulan adik Sunan Kalijaga dan sekaligus santri Sunan Kalijaga. Banyak orang berziarah ke tempat ini terutama untuk mencari kesaktian dan mencari pusaka (keris).27

Adapun beberapa kegiatan keagaamaan yang masih di lakukan oleh masyarakat Surowiti dan orang-orang yang berdatangan di petilasan desa Surowiti untuk berziarah ke makam dan memperingati momentum

Sura, Grebeg Mulud, Grebeg Puasa, Grebeg Besar, Malam Jum’at Legenan dan beberapa upacara keagamaan Islam lainnya, adalah merupakan upacara keagamaan yang telah mentradisi di kalangan masyarakat muslim Jawa.28

Upacara-upacara keagamaan itu, dalam pelaksanaannya senantiasa memiliki nuansa keyakinan keagamaan yang variatif dan sarat dengan nilai-nilai mitos. Tidak sedikit upacara-upacara ritual dan beberapa aktifitas pada bulan-bulan serta hari tersebut yang mengarah pada perilaku irasional, mulai dari bentuk kepercayaan yang bersifat dongeng hingga pada perilaku mitos. Praktik ritualitas pada setiap hari Besar di atas, pada satu sisi mengandung nilai-nilai ajaran keagamaan secara formal, namun di sisi lain aspek-aspek ajaran itu tanpa disadari

27

Muhammad Kholid, Wawancara, Gresik, 29April 2015. 28


(28)

telah mengalami proses akulturasi maupun sinkretisasi dengan keyakinan lokal setempat.29

Pada malam 1 Sura misalnya, fenomena di atas banyak kita jumpai pada sejumlah masyarakat yang mengunjungi tempat-tempat yang dianggap sacral, yaitu: Punden, makam, laut dan tempat-tempat lain yang dianggap keramat. Di tempat itu pula mereka terkadang melakukan upacara ritual pembakaran kemenyan untuk mengadakan pemujaan dan pengkultusan terhadap benda-benda keramat secara berlebihan. Bagi Muslim yang taat, di tempat itu mereka mengadakan bacaan-bacaan

yasin, tahlil, istighastah maupun bacaan-bacaan doa lain yang dianggap sebagai bacaan penting menurut mereka.30

Pada momentum itu, tanpa terkecuali muslim dari kalangan abangan, santri ataupun priyayi senantiaasa meminta kekayaan, banyak rizeki, laris dagangannya, cepat mendapatkan jodoh dan sukses dari semua kebutuhan hidupnya. Praktek ritualitas yang sarat mitos itu juga terjadi di bulan Maulud, yang berbentuk upacara-upacara selamatan. Tidak hanya itu, menjelang puasa pun acara selamatan ini juga diselenggarakan, yang sering dikenal dengan acara megengan.

Dalam acara itu jenis makanan yang tidak bisa ditinggalkan biasanya adalah makanan apem, dimana menurut kepercayaan, makanan itu berfungsi untuk melempar para malaikat yang hendak datang ke

29

Imam Widodo dkk, Grisee Tempo Doloe (Gresik: Pemerintahan Kabupaten Gresik, 2002), 254-255.

30Abdul Mu’in,


(29)

ahli kubur mereka. Dengan cara itu mereka merasa senang karena para ahli kuburnya selamat dari siksa kubur.31

Dalam suasana kehidupan yang seperti itulah orang-orang yang berdatangan menjalankan upacara-upacara keagaamaan yang sudah bersemi di zaman dahulu kala sampai saat ini dengan adanya sedikit pembaharuan seiring perkembangan teknologi.32

B. Gambaran Petilasan Sunan Kalijaga di Desa Surowiti

Petilasan adalah istilah yang diambil dari bahasa Jawa (kata dasar “tilas atau bekas”) yang menunjuk pada suatu tempat yang pernah di sanggahi atau didiami oleh seseorang (yang penting). Tempat yang layak disebut petilasan biasanya adalah tempat tinggal, tempat beristirahat (dalam pengembaraan yang relative lama, tempat pertapaan, tempat terjadinya peristiwa penting, atau terkait dengan legenda tempat moksa.33

Dalam bahasa Arab, petilasan disebut maqam ( berarti “kedudukan” atau “tempat”). Istilah „makam’ dalam bahasa Indonesia dengan demikian tidak berarti sama dengan „maqam’.

Petilasan Sunan Kalijaga di bukit Surowiti adalah sebuah Petilasan Pertapaan Sunan Kalijaga. Petilasan ini berada di ketinggian 260 m dari permukaan laut, terletak di Desa Surowiti, Kecamatan Panceng jaraknya

31

Salem, Wawancara, Gresik, 01 Juni 2015.

32

Soleh, Wawancara, Gresik, 01 Juni 2015.

33


(30)

kurang lebih 40 km dari kota Gresik. Untuk menuju lokasi dapat melalui Jalan Pantura Gresik – Tuban.

Lokasi petilasan memang cukup jauh dan tanjakan lumayan berat sehingga tidak ada titik perhentian, sayangnya tidak ada kazebo untuk tempat perisrtirahatan petilasan Sunan Kalijaga terlihat dikejauhan dengan pintu masuk berwarna hijau. Ada pula papan penunjuk kearah makam Empu Supo disebelah kiri pintu gapuro petilasan dalam keadaan terbuka, namun kuncen tinggal disekitar tanjakan pertama.34

Gambaran petilasan Sunan Kalijaga di desa Surowiti itu tidak sekedar petilasan saja yang berada di Surowiti, tapi Sunan Kalijaga juga menciptakan sebuah karya, bukan cuma meninggalkan Goa Langsih untuk bertapa dan petilasan makamnya. Petilasan yang di sebut di Surowiti itu adalah petilasan dimana Sunan Kalijaga berkarya dan kekaryaan itu untuk sumbangsih dakwah Islam di Jawa, tugasnya Sunan Kalijaga di Surowiti. Jadi, Sunan Kalijaga di Surowiti karena permintaan sendiri, Sunan Kalijaga di Surowiti mendapatkan tugas untuk menembah, membantu Wali Sanga untuk bertarbiah di Jawa, setelah di Surowiti mengumpulkan semua informasi baik adat, budaya, sosial dan lain-lain dirangkum menjadi satu dan Sunan Kalijaga menulis karya-karyanya dan itulah petilasan.35

34

Luri, Wawancara, 05 Juni 2015. 35


(31)

Sebagai pemukiman kuno, Sunan Kalijaga di desa Surowiti meninggalkan dua manuskrip. Pertama Manuskrip Surowiti dan kedua manuskrip mushaf Al-Quran. Kedua manuskrip itu disimpan oleh Pimpinan Padepokan “Alam Tunggal” Gunung Surowiti. Naskah tersebut berisi tentang ajaran-ajaran Islam, iman, dan pengobatan.

Naskah itu terdiri dari 290 halaman yang ditulis diatas kertas kulit kayu dengan Aksara Arab dan Aksara Pegon. Bahasa yang digunakan adalah Arab dan Jawa. Diperkirakan, naskah ini sezaman dengan Adipati Sidayu Kanjeng Sepuh yang hidup pada awal abad 19, sedang manuskrip Al-Quran diperkirakan ditulis pada awal abad ke-20.36Pengangkatan Sunan Kalijaga menjadi Wali sejajar dengan guru-gurunya adalah sulit dipisahkan dengan sejarah keberadaan desa Surowiti itu sendiri, karena di atas gunung itulah Sunan Kalijaga melakukan serangkaian proses spiritual awal dibawah bimbingan sang guru, Sunan Bonang. Tidak berlebihan kiranya jika sejarah keberadaan Desa Surowiti bisa dikatakan tonggak sejarah kewalian Sunan Kalijaga masa berikutnya.

Diantara tonggak sejarah petilasan Sunan Kalijaga adalah sebagai berikut:

Petilasan atau peninggalan sejarah Wali Sanga, khususnya tentang Sunan Kalijaga. Di kaki bukit Surowiti terdapat sebuah telaga

36 Ibid.


(32)

yang ditepi telaga itu ditumbui serumpunan pohon bambu, konon pohon bambu atau (pring silir) ini adalah tempat Raden Said untuk bertapa dan menjaga togkat Sunan Bonang yang ditancapkan ditepi sungai yang disebut dengan sungai kali bunting yaitu sungai ancab (anak cabang) dari bengawan Solo. Dari sinilah asal-usul nama atau sebutan Sunan Kalijaga, yang arti harfiahnya adalah sunan penjaga sungai. Hal itu sebagai bukti ketundukkan dan keteguhan dalam menjaga amanah.

Sampai sekarang pring silir itu masih dilestarikan dan dipercaya oleh sebagian masyarakat mempunyai kekuatan gaib serta digunakan untuk talak balak.37

Petilasan Tapa Ngluweng. Di tempat yang paling tinggi di atas bukit Surowiti terdapat sebuah makam bangunan cungkup beserta pendoponya dan di dalamnya terdapat sebuah makam. Tempat ini merupakan petilasan Sunan Kalijaga ketika beliau melakukan Tapa Ngluweng (dikubur hidup-hidup) di atas gunung Surowiti untuk menjalani olah spiritual atas bimbingan Sunan Bonang : “Belajarlah kamu tentang mati selagi kamu masih hidup untuk mengetahui hidup

yang sesungguhnya. Bersepi dirilah kamu di hutan dan goa dalam batas

waktu yang ditentukan”.38

Banyak orang datang ketempat ini untuk mencari berkah terutama dalam hal derajat, pangkat dan jabatan.

37Abdul Mu’in,

Wawancara, Gresik, 29 Mei 2015. 38


(33)

Goa Langsih terletak disebelah timur 50 m dari makam Empu Supo. Goa ini merupakan tempat tinggal dan tmpat persembunyian Brandal Lokal Jaya yaitu sebutan Raden Said (Sunan Kalijaga) ketika masih menjadi pemuda berandalan dan suka merampok orang. Goa ini mempunyai dua ruangan, yaitu ruang atas yang sering dipakai untuk balai pertemuan dan musyawarah para Wali Sanga dan ruang bawah yang digunakan oleh Sunan Kalijaga untuk shalat dan bemunajat. Di ruang bawah inilah terdapat petilasan tempat wudhu Sunan Kalijaga, yaitu berupa cekungan batu untuk menampung tetesan air dari dinding goa. Konon air tersebut mempunyai kekuatan magis dan bisa digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Masjid kuno peninggalan Sunan Kalijaga dulu belum menjadi masjid tetapi tempat untuk Mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam kepada para muridnya di balai-balai kecil, sekarang berdiri Masjid Raden Syahid Surowiti. Menganjurkan puasa Senin dan Kamis kepada para muridnya di Surowiti, sampai sekarang dua hari yang dianjurkan itu menjadi lambang kebiasaan masyarakat Surowiti dan sekitarnya berziarah ke Makam Sunan Kalijaga di Surowiti.

Bedug adalah sebuah alat yang biasa dipakai pertanda waktu shalat tiba, beduk ini terbuat dari kayu otok dan di bungkus kedua ujung lobangnya dengan kulit kerbau. Bedug ini semula dipesan dan dibuat di Surowiti untuk dibawa kemasjid Agung Demak, tetapi karena ukuran yang tidak sesuai dengan besarnya bangunan masjid maka bedug itu


(34)

disimpan dan dipakai di musholla tempat Sunan Kalijaga mengajarkan ajaran Islam di Surowiti.39

Masjid dan bunyi kentong bedug menurut D.A. Rinkes dalam De Helligen van Java yang dikutip oleh Umar Hasyim mengatakan bahwa Sunan Kalijaga memerintahkan kepada Sunan Pandanarang mantan Bupati Semarang untuk membuat bedug yang ditujukan untuk mengundang orang-orang agar berjamaah di masjid atau langgar. Menurut para ahli falsafah dari bedug adalah sesuai dengan bunyinya :deng-deng artinya masih sedang atau masih muat yakni dalam masjid dan langgar, masih muat untuk orang berjamaah. juga kentongan berbunyi tong-tong artinya masih kosong, masih kosong. Buya Hamka dalam ceramahnya pada musyawarah HSBI di Jakarta mengatakan bahwa menurut falsafah kuno, yakni pada zaman wali, masjid yang mempunyai empat tingkat itu masing-masing melambangkan unsur-unsur ke Islaman yang masuk ke Indonesia, yaitu sebagai berikut: 1.Atap tingkat paling bawah beserta lantai melambangkan syariah, Suatu amal perbuatan manusia. 2. Atap atau tingkat dua melambangkan thariqat, jalan untuk mencapai ridha Allah. 3. Atap tingkat tiga melambangkan hakikat, yakni roh atau hakikatnya amal perbuatan seseorang. 4. Tingkat

39 Ibid.


(35)

puncak masjid atau mustaka melambangkan ma’rifat, yakni tingkat mengenal Tuhan yang maha tinggi.40

Mengajarkan ilmu pertanian dengan membuat Filosofi yang memanfaatkan alat-alat pertanian yang digunakan masyarakat. Tentang filsafat Pacul, misalnya, setelah petani membajak maka masih ada sisi-sisi tanah disudut sawah yang belum terbajak. Artinya, bagaimanapun setelah cita-cita tercapai masih terdapat kekurangan-kekurangannya.

Peralatan pacul terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Paculnya sendiri, singkatan dari Ngipatake kang muncul, Artinya, dalam mengejar cita-cita tentu banyak godaan yang harus disingkirkan.

b. Bawak, singkatan dari Obahing awak, menggerakkan badan, Artinya, Semua godaan yang ada harus dihadapi dengan kerja keras.

c. Doran, singkatan dari Ndedongo ing Pangeran, berdoa kepada Tuhan. Dalam upaya mengejar cita-cita tentu tidak cukup mengandalkan kerja fisik saja tetapi perlu disertai doa kepada Allah SWT.41

40

Maman Abdul Djaliel, Wali Sanga dalam menyiarkan agama Islam ( Bandung: Pustaka Setia, 2012), 130-131.

41


(36)

BAB III

PERAN SUNAN KALIJAGA DALAM PENYEBARAN ISLAM

A. Asal Usul Kedatangan Sunan Kalijaga 1. Asal-usul

Ada pendapat bahwa sejarah tentang asal-usul Sunan Kalijaga ada tiga versi yaitu: Arab, China, dan Jawa. Memang sejarah Indonesia sebelum ada catatan Belanda sangat tidak akurat, sulit dipercaya dan selalu ada banyak versi karena sejarah tersebut lebih banyak disampaikan dari mulut ke mulut.

Senada dengan hal itu sejarah Jawa yang tercatat dalam buku-buku Babat biasanya tercampur dengan dongeng dan mitos. Demikian pula tentang sejarah Sunan Kalijaga, yang walaupun terjadi pada Abad ke-15 tidak disertai dengan keterangan tentang tahun, bulan, tanggal peristiwa.

Adanya beberapa versi tentang sejarah Sunan Kalijaga tetapi kenyataannya yang banyak dikembangkan hanya versi Jawa, sedangkan dua versi lainnya telah terjadi penyimpangan tentang kisah anggota Wali Sanga yang paling terkenal ini.

Menurut versi Jawa, nenek moyang Sunan Kalijaga dimulai dari Aryo Adikoro atau terkenal dengan nama Ronggolawe putra Aryo Wira Raja atau Banyak Wide putra Adipati Ponorogo yang pada masa pemerintahan Raja terakhir SingasariPrabu Kertanegara.42

42

Muhammad Sonhaji Ridlwan, Pimpinan PadepokanAlam Tunggal” ( Gunung Surowiti Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik 61156).


(37)

Setelah Raden Wijaya dapat membangun Kerajaan baru dengan nama Majapahit, Ronggowale ditempatkan sebagai Menteri Luar Negeri dan sekaligus penguasa kota Tuban. Pada waktu itu Tuban merupakan Pelabuhan terbesar di Indonesia. Salah satu putra Roggolawe kemudian menjadi Adipati Tuban yaitu Haryo Tejo I (Pemeluk Hindu) selanjutnya secara turun-temurun kedudukan Adipati Tuban di pegang oleh keturunan tersebut yaitu Haryo Tejo II (Pemeluk Hindu), Haryo Tejo III (Pemeluk Islam) atau Raden Sahur yang bergelar Tumenggung Wilotikto yang beristri Retno Dumila. Kemudian berputra Raden Syahid (Sunan Kalijaga). Berdasarkan keterangan tersebut Sunan Kalijaga diperkirakan lahir kisaran tahun 1430-an.

Sunan Kalijaga beristri dua orang yang pertama Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, dan yang kedua bernama Dewi Sarokah atau Siti Zainap binti Sunan Gunung Jati. Jadi istri Sunan Kalijaga adalah saudara kandung Raden Paku (Sunan Giri). Dengan Dewi Saroh berputra tiga orang yaitu Raden Umar Syahid (Sunan Muria), Dewi Ruqayyah, dan Dewi Sufiah. Selanjutnya dengan Dewi Sarokah lahir lima anak yaitu Kanjeng Ratu Pembayun (Istri Sultan Trenggono), Nyai Ageng Panenggak (Istri Kyai Pakar), Sunan Hadi (Pengganti Kedudukan Sunan Kalijaga di Kadilangu), Raden Abdurrahman, dan Nyai Ageng Ngerang.43

Dalam keterangan lain Sunan Kalijaga pernah Nikah dengan Siti Zainap yaitu saudara Sunan Gunung Jati. Dari pernikahan ini lahir

43 Ibid.


(38)

Pangeran Panggung atau Sunan Panggung (Murid Syekh Siti Jenar). Sunan Kalijaga termasuk di anugerahi umur panjang oleh Allah SWT. karena diperkirakan Sunan Kalijaga sudah pernah hidup pada Era Majapahit yang runtuh dari Girindrawardhana tahun 1478, kemudian Era Demak tahun 1478 – 1546, Kasultanan Pajang tahun 1560 – 1580 dan awal Mataram Islam. Kalau ditinjau dari peranannya dalam pengangkatan Panembahan Senopati menjadi Sultan di Mataram berarti usia Sunan Kalijaga mencapai 140 tahun.

Tentang digunakannya nama Kali Jaga adalah dikaitkan dengan awal perjalanannya menjadi murid Sunan Bonang, yang kemudian mengantarkan Raden Syahid menjadi Wali yaitu selama beberapa tahun menjadi menjaga tongkat Sunan Bonang yang ditancapkan di tepi sungai/telaga di lereng Gunung Surowiti (sekarang Desa Surowiti Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik Jawa Timur) yang kemudian di tempat itu meninggalkan sebuah Patilasan. Karena pendangannya dalam menyebarkan Islam Sunan Kalijaga dianggap sebagai Pemuka Wali yang digolongkan pada kelompok bersama Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Muria.44

Di bidang seni dan budaya Tembang Ilir-Ilir dan Dandang Gulo

adalah beberapa diantara Karyanya. Dalam bidang karya tulis yang dihasilkan oleh Sunan Kalijaga adalah Kitab Serat Dewa Ruci dan Kitab Suluk Linglung. Diantara hasil karya tulis itu sebagian masyarakat

44 Ibid.


(39)

khususnya yang tinggal di Gunung Surowiti dan sekitarnya meyakini kebenarannya hingga kini telah tersimpan disana.

2. Masa Remaja (Dewasa)

Pada waktu masih kecil Sunan Kalijaga dikenal dengan nama Raden Syahid. Nama itu diberikan oleh Sunan Ampel. Sedangkan nama sebelumnya adalah Raden Secoh. Keterangan ini nampaknya masuk akal karena nenek moyang Sunan Kalijaga sebagian besar menggunakan nama Jawa. Adik Sunan Kalijaga pun juga diberi nama Jawa tulen yaitu Dewi Rosowulan, yang kelak menjadi istri seorang tokoh kejawen kondang, putra seorang Panglima Tentara Majapahit bernama Empu Supogati atau bisa disebut Empu Supo saja. Kemudian wafat dan di makamkan di Gunung Surowiti. Sampai saat ini keberadaan situs makam Empu Supo juga diyakini kebenarannya oleh masyarakat Gunung Surowiti dan sekitarnya.45

Pada saat Raden Syahid beranjak dewasa, dia mulai mengenal kehidupan masyarakat luas yang hampir seluruhnya petani. Dia mulai merasakan perbedaan mencolok antara kehidupan yang dialami di rumah Kadipaten itu dengan anak-anak desa lainnya. Perbedaan tersebut telah menggugah pikirannya yang sudah terisi dengan nilai-nilai mulia dari agama Islam yang antara lain mengajarkan Puasa dan membayar Zakat, dan betapa pentingnya memperhartikan serta mengasihi orang miskin.

45 Ibid.


(40)

Menyaksikan ketidakadilan itulah akhirnya menjadi tujuan Raden Syahid mengembara ke berbagai daerah termasuk ke wilayah Gunung Surowiti dan sekitarnya. Dengan demikian penjelasan ini dianggap lebih memberi nilai positif dari semua kisah Raden Syahid yang selama ini banyak beredar. Bahwa sangat tidak masuk akal kalau saat pengembaraannya itu Raden Syahid telah melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan Ajaran Islam seperti berjudi, merampok, minum-minuman keras, seperti yang selama ini dikonotasikan sebagai perilaku dalam kisah Brandal Loka Jaya.46

3. Sunan Kalijaga beradaptasi di Gunung Surowiti

Mengetahui situasi masyarakat khususnya masyarakat pedesaan yang kontras dengan situasi di kota Tuban terutama perilaku para penGoaasanya, Raden Syahid sering pergi berkelana ke daerah lain, “Njajah Projo Milangkori”.

Suatu ketika, di desa nun jauh dari Ibu kota Tuban, Raden Syahid mengalami peristiwa sebagai berikut:

Disuatu malam tersebutlah kisah ada seorang lelaki bernama Suro Astono yang berbadan kurus kering dan bertelanjang dada sedang memikul hasil bumi untuk dijual ke pasar terdekat. Pak tua itu bersama anak gadisnya yang menyertai perjalanan menyusuri jalan setapak di tengah hutan. Nama anak gadis itu Sri Wangi.

46 Ibid.


(41)

Setelah barang dagangannya habis terjual di pasar pak tua dan anak gadisnya istirahat sejenak dalam perjalanan kembali ke rumahnya. Begitu memasuki jalan setapak sepi dan sunyi yang menembus hutan yang tak jauh dari arah sebuah sendang yang bernama Selo Ringin (akhirnya disebut Selo Dingin). Di tempat itulah biasa menjadi daerah operasi perampok yang banyak dikenal oleh masyarakat sekitarnya.

Tiba-tiba pak tua merasa terkejut mendengar suara derap kaki kuda dari kejauhan. Tidak lama memang para penunggang kuda itu adalah rombongan para perampok Kondang Kaloko. Kepala perampok segera memerintahkan pak tua berhenti dan menghadangnya. Tetapi setelah kepala perampok, namanya Suro Gentho, melihat kecantikan Sri Wangi perhatiannya kemudian tertuju kepada gadis itu karena Suro Gentho yakin kalau merampok uang pak tua tentu tidak seberapa. Oleh karena itu Suro Gentho lalu ingin memperkosa Sri Wangi. Gadis cantik itu lalu ditarik paksa sambil menjerit-jerit ke sebuah gubuk dan ditelentangkan di atas balai-balai. Kekuatan Sri Wangi yang meronta-ronta sekuat tenaga tidaklah sekuat tenaga anak buah Suro Gentho yang juga itu membantu memegangi kedua tangan dan kakinya.47

Namun begitu keadaan hampir saja merenggut kegadisan Sri Wangi tiba-tiba muncullah seorang anak muda yang menunggang kuda dan memperingatkan para perampok untuk segera melepaskan gadis itu. Kedatangan pemuda itu tentu membuat Suro Gentho menjadi sangat

47 Ibid.


(42)

marah. Disamping telah mengganggu hasratnya juga dianggap telah melecehkan pamor sebagai perampok yang ditakuti di daerah itu.

Kemudian terjadi perkelahian antara pemuda itu dengan rombongan perampok. Singkat cerita pemuda tersebut mampu memenangkan perkelahian karena dia memiliki ilmu bela diri yang tinggi dan memiliki banyak kesaktian.

Setelah Suro Gentho dan anak buahnya dapat dikalahkan oleh pemuda yang hanya seorang diri maka Sri Wangi dan ayahnya dibebaskan. Bahkan para perampok itu berjanji untuk bertobat atas perbuatan buruknya selama ini. Oleh pemuda itu Suro Gentho disarankan menuju ke suatu tempat di atas bukit untuk menjalani masa pertaubatannya dan membangun pemukiman di atas bukit itu.

Alkisah, karena orang pertama yang mematuhi saran pemuda sakti itu, Suro Gentho dan Suro Astono, maka pada akhirnya pemukiman baru di atas bukit itu di beri nama Surowiti, yang bisa berarti “Suro kang miwiti”. Hijrahnya Suro dan kawan-kawan bertepatan dengan bulan Muharrom atau bulan Suro dalam bulan Jawa (tetapi perpindahan ini tidak tercatat tahun).48

Demikian Sri Wangi dan keluarga diikuti beberapa orang yang selama ini tinggal di tengah hutan yang hanya mengandalkan kehidupan di

48 Ibid.


(43)

sekeliling Sendang Selo Ringin, pada akhirnya mengikuti jejak orang tuanya untuk pindah ke atas bukit tersebut.

Namun ada beberapa orang yang tidak mematuhi saran pemuda tersebut dan diberi kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri. Ternyata mereka memilih menuju tempat di lereng bukit sebelah selatan. Oleh karena bertempat tinggal di lereng bukit selanjutnya perkampungan itupun disebut “Ngamping”. Sekarang wilayah tersebut menjadi salah satu nama dusun diwilayah Desa Surowiti yaitu Dusun “Gampeng”.

Kisah pak tua dan Sri Wangi tersebut akhirnya berkembang dan menggemparkan masyarakat sekitarnya. Pada akhirnya membuka tabir rahasia siapa sebenarnya pemuda penyelamat itu yang tidak lain adalah seorang pengembara yang bernama Joko Secoh (Raden Syahid kemudian dikenal Sunan Kalijaga). Di kampung bukit itu ternyata Joko Secoh juga memperkenalkan untuk pertama kalinya ajaran agama Islam.49

Kedatangan Joko Secoh disambut gembira dan sampailah berita itu ke kawasan pajabat Kademangan yang letaknya sebelah utara lereng Gunung Surowiti. Bahkan seorang Demang yang bernama Demang Jagur meminta Joko Secoh menginap di rumahnya selama beberapa hari.

Di rumah Demang Jagur itulah Joko Secoh ikut berpesan untuk menjaga dan melindungi kampung baru di atas bukit yang bernama Surowiti tersebut. Dan pada akhirnya lokasi tempat tinggal Demang Jagur

49 Ibid.


(44)

itupun menjadi cikal bakal Ibukota Kecamatan (Kecamatan Panceng sekarang).

4. Masa Kewalian

Raden Syahid yang kemudian lebih terkenal dengan sebutan Sunan Kalijaga menjadi anggota Wali Sanga angkatan IV tahun 1463. Sunan Kalijaga diangkat bersama Raden Mahdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Paku (Sunan Giri), dan Raden Qosim (Sunan Drajat). Keempat orang tersebut berasal dari perguruan yang sama dan belajar dalam waktu yang hampir sama pula yaitu di perguruan Ampel Denta pimpinan Sunan Ampel.50

Tidak seperti Sunan Bonang atau Sunan Giri, dalam mengembangkan agama Islam Sunan Kalijaga tidak dengan cara membangun sebuah perguruan di tempat tinggalnya. Sunan Kalijaga memilih cara dengan mengembara ke segala penjuru Jawa Tengah dan Jawa Timur bahkan sampai ke daerah Cirebon. Seperti halnya di Gunung Surowiti Sunan Kalijaga telah berhasil mendidik kader pengembang umat yang tangguh, setelah dianggap lulus kemudian kader-kader itupun disebar ke banyak tempat, misalnya ke wilayah Serah (murid Sunan Kalijaga dari Mahgribi), Siwalan, Sumurber, Karanggeneng, Sungai Lebak, Dalegan, dan Ujung Pangkah. Diantara murid Sunan Kalijaga yang terkenal dan

50 Ibid.


(45)

masih dapat dilihat situs makamnya di Surowiti sampai sekarang adalah Empu Supo dan Raden Bagus Mataram.

Secara khusus tentang keberadaan Surowiti, hal ini perlu mendapat perhatian yang mendalam mengapa hal itu terjadi, untuk membantu menjernihkan analisis tentang perkembangan Islam di Indonesia tidak terkecuali peranan Wali Sanga.

Seperti apa yang telah menjadi keyakinan tersendiri bahwa di Surowiti pernah dijadikan tempat sidang para Wali Sanga. Pada tahun 1404 diikuti sembilan wali kemudian tahun 1436 masuk tiga wali mengganti yang wafat dan tahun 1463 masuk empat wali mengganti yang wafat dan kembali ke daerah asalnya. Pada tahun 1466 Wali Sanga melakukan sidang lagi membahas berbagai hal diantaranya perkara syekh Siti Jenar, meninggalnya dua orang wali yaitu Maulana Muhammad Al Mahgribi dan Maulana Ahmad Jumadil Kubro.

Sehingga munculnya sejarah Surowiti, dimana Sunan Kalijaga sebagai pemeran utamanya, bukanlah sejarah baru bagi pengembangan Islam di pesisir utara Jawa.51

Barangkali, justru karena pengembangan agama Islam yang oleh sementara orang dianggap jitu dan terkesan misterius itulah maka sejarah Surowiti belum terkenal dibanding dengan daerah-daerah siar Wali yang lain.

51 Ibid.


(46)

Sehubungan dengan strategi siar tersebut, Sunan Kalijaga lebih menempuh cara kompromi untuk meniadakan sikap apriori orang Jawa yang masih terikat kuat dengan agama Hindu, Budha, atau Animisme. Sunan Kalijaga ingin membuat agar pemeluk agama lama itu mau mendekat dan bergaul dengan para wali dan setelah itu sedikit demi sedikit ajaran Islam disampaikan baik secara terbuka atau tertutup. Tertutup, misalnya seperti apa yang dilakukan di atas Gunung Surowiti. Sehingga sampai sekarang tidak heran apa yang berhubungan dengan sejarah Surowiti dan apa saja yang dilakukan Sunan Kalijaga disana masih terus menyimpan misteri yang besar.

Oleh Karena itu, pada perkembangannya, sejarah Surowiti pun banyak dipersepsikan secara berbeda. Hal ihkwal yang menonjol, misalnya, berkaitan dengan mitos harta benda/Kekayaan selalu dihubungkan dengan keberadaan murid Sunan Kalijaga yang bernama Raden Bagus Mataram. Sedangkan yang berhubungan dengan mitos kedudukan/pangkat derajat dalam pemerintahan dihubungkan dengan keberadaan Empu Supo. Adapun yang berkaitan dengan keilmuan dunia dan akhirat selalu bertumpu pada keberadaan Sunan Kalijaga itu sendiri.52

Padahal ketiganya dijadikan konsep strategi oleh Sunan Kalijaga dalam berdakwah, yang merupakan hasil inspirasi penyatuan jiwa raganya yang dilakukan di sebuah Goa di atas bukit Surowiti, bernama Goa Langsih.

52 Ibid.


(47)

Kita patut menyimak kembali bukti jitunya strategi yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga terutama yang berhubungan dengan kekuasaan di bidang pemerintahan, yaitu dalam Era pemerintahan Raden Fattah, setapak demi setapak Sunan Kalijaga memainkan peranan yang sangat menonjol. Pada waktu Demak menghadapi kesulitan menggempur Majapahit pimpinan Prabu Brawijaya VII, Sunan Kalijaga melemahkan pasukan musuh dengan cara Diplomasi. Empu Supo dan Adipati Terung, Raden Husain, dua pilar penting bagi Majapahit akhirnya dapat ditarik untuk bergabung dengan pasukan Demak.

Tidaklah sulit bagi Sunan Kalijaga untuk menundukkan Adipati Terung karena dia memang seorang muslim, saudara kandung Sultan Demak sendiri, tapi tidak demikian halnya dengan Empu Supo. Tokoh yang satu ini disamping seorang pajabat penting Majapahit, keyakinan Hindunya amat kuat. Bahkan Empu Supo lah yang ikut menentukan keberhasilan Kediri pimpinan Girindrawardana dalam menjatuhkan Majapahit pimpinan Prabu Brawijaya V.53

Berkat kelihaian Sunan Kalijaga maka akhirnya Empu Supo menyeberang ke pihak Demak. Hal ini hanya dapat dilakukan karena cara pendekatan Sunan Kalijaga dalam menGoasai seluk beluk agama Hindu. Sampai pada akhirnya Empu Supo dapat diyakinkan bahwa agama Islam memang memiliki banyak kelebihan sehingga Empu Supo pun mengucapkan Syahadat. Untuk mengukuhkan pertalian Sunan Kalijaga

53 Ibid.


(48)

dan Empu Supo, maka sahabat dekatnya itu dinikahkan dengan adik kandungnya sendiri, Dewi Roso Wulan. Setelah dua pilar Majapahit itu dapat dilumpuhkan secara diplomatik maka tidaklah sulit bagi Demak untuk mengalahkan Majapahit sehingga kerajaan Hindu terbesar dan terakhir itu hilang selama-lamanya. Keberhasilan menjadi arsitek penaklukan Majapahit itu membuat Sunan Kalijaga semakin dihargai kawan dan disegani lawan.54

5. Sunan Kalijaga Wafat

Pada tahun 1586, Sunan Kalijaga menghembuskan nafas terakhirnya di usia 131 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Desa Kadilangu yang merupakan wilayah Kabupaten Demak. Tempat pemakaman jenazah Sunan Kalijaga itu terletak di sebelah timur laut kota Bintoro.55

B. Perjuangan Sunan Kalijaga dalam Penyebaran Islam di Surowiti Pada usia muda, Raden Syahid pernah berguru kepada Sunan Ampel dan Sunan Bonang. Sunan Kalijaga juga terkenal sebagai seorang pemuda yang cerdas, terampil, pemberani. Keberaniannya ini dibuktikan tatkala beliau menumpas para perampok dalam perjalanan pengembaraannya. Beliau juga berjiwa besar. Usia mudanya tidak disia-siakan begitu saja, tetapi benar-benar dipergunakan untuk membesarkan (mendewasakan) dirinya meskipun tanpa bekal dari orang tuanya.

54 Ibid.

55

Munawar J. Khaelany, Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa ( Yogyakarta:Penerbit Araska, 2014), 30.


(49)

Ilmu-ilmu yang diambil dari gurunya antara lain: ilmu hakikat, ilmu syariat, ilmu kesenian, dan ilmu kanuragan, sehingga beliau dikenal sebagai seorang ahli tauhid,mahir dalam ilmu syariat, mampu menGoasai ilmu strategi perjuangan dan merupakan seorang filosof, ahli sastra sehingga terkenal juga sebagai seorang pujangga yang memiliki syair-syairnya yang indah, terutama syair-syair Jawa. Hal ini tercermindari sikap dan cara Sunan Kalijaga yang tidak bersikap antipati terhadap semua aliran atau kepercayaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Aliran-aliran kepercayaan yang hidup dalam masyarakat dihadapinya dengan sikap toleran yang tinggi.56

Sikap toleran ini memang sesuai dengan firman Allah bahwa kita sebagai umat Islam harus menghormati kepercayaan orang lain. Firman Allah SWT:





  

. 6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. 57

Dalam menyiarkan agama Islam, beliau tidak pernah melakukannya dengan paksaan, tetapi secara perlahan-lahan, bergantung pada situasi dan kondisi yang memungkinkan diterapkannya ajaran Islam.

Konon Sunan Kalijaga satu-satunya wali yang paham dan mendalami segala aliran atau agama yang hidup di kalangan rakyat. Beliau termasuk kalangan para wali yang masih muda, tetapi mempunyai

56

Maman Abd, Djaliel, Wali Songo ( Bandung: Pustaka setia, 2012), 120-121. 57


(50)

kemampuan yang luar biasa, baik kecerdasan maupun ilmu-ilmu yang dimiliki.

Sunan Kalijaga, salah satu wali yang familiar dan terkenal dikalangan masyarakat Islam pulau Jawa juga memiliki beberapa nama yang cukup unik Raden Said, Brandal Kolojoyo dan lainnya. Perjalanan dakwahnya juga menarik ditelusuri terutama pendekatan budaya dalam penyebaran ajaran Islam yang bersifat arif dan bijaksana, unik dan memiliki karateristik yang menarik khas Sunan Kalijaga diantaranya pagelaran wayang kulit.58

Wayang kulit sebelum ajaran Islam tersebar di Jawa berbentuk relief seperti terpahat dicandi, namun oleh Sunan Kalijaga diganti bentuk wayang punawakan, bagong, petruk atau semar, Sunan Kalijaga sendiri menjadi dalang wayang. Menariknya saat pagelaran wayang kulit di masjid Raden Syahid cerita wayang diganti dengan cerita berunsur Islam, masyarakat pun bebas menonton wayang dengan syarat mereka harus mengucapkan 2 kalimat syahadat, serta diajari wudhu dan diajak sholat berjama'ah.

Dakwah yang dilakukan Sunan Kalijaga kepada masyarakat Surowiti yaitu dengan menggunakan media Wayang. Sejarah perkembangan wayang tidak bisa lepas dari peranan Sunan Kalijaga. Dalam masyarakat Jawa, wayang telah menjadi sebagian dari hidupnya.

58


(51)

Itulah sebabnya Sunan Kalijaga menjadikan wayang ini sebagai alat untuk menyukseskan dakwah Islam.

Pengaruh adat dan kebudayaan Majapahit atau Syiwa Budha terhadap masyarakat sangat besar. Itulah sebabnya seni wayang, termasuk rangkaiannya, digunakan sebagai salah satu jalan untuk mendapatkan simpati rakyat. Sunan Kalijaga menggunakan wayang sebagai salah satu jalan untuk menyerapkan pengertian agama kepada rakyat. Oleh karena itu, jasa beliau terhadap wayang tidaklah sedikit.

Perlengkapan debog. ( pohon pisang ) untuk menancapkan wayang, layar atau geber sebagai sandaran wayang, dan blencong atau dian di atas kidalang adalah tambahan dari beliau sendiri. Juga bala tentara kera, binatang-binatang gajah, kuda, rampogan, dan senjata-senjatanya dan gunungan adalah tambahan pada zaman Sunan Kalijaga.59

1. Wayang kulit baru diciptakan zaman Kerajaan Demak

G.H.J.Hazeu mengatakan bahwa wayang telah ada sejak zaman kerajaan Kahuripan. Bahkan dalam kedaton Erlangga telah diadakan pertunjukan wayang. Pada Sang Prabu Jaya Baya dan seterusnya sampai zaman Majapahit, wayang dinamakan wayang beber, karena gambarnya dibeber dalam kertas. Setelah zaman Prabu Wijaya I, wayang telah dibeber pada sehelai kertas untuk satu adegan. Jadi, sampai saat itu wayang belum bisa dikatakan wayang kulit.

59


(52)

Pada tahun 1443 Sunan Kalijaga lalu membuat wayang dan setiap satu wayang dibuat pada kulit satu lembar. Jadi, penggunaan kulit kambing sebagai wayang dipelopori oleh Sunan Kalijaga pula. Selanjutnya, wayang semakin disempumakan pada zaman Kerajaan Demak sehingga bentuknya seperti yang sekarang ini. Kaweroh asalipun R. Inggit karangan R.M. Mangkudimeja menyebutkan bahwa disebutnya wayang beber menjadi wayang tua atau wayang kulit oleh Sunan Kalijaga adalah pada tahun 1437, yaitu pada zaman kerajaan Demak.60

Sunan Kalijaga tahu benar bahwa masyarakat pada waktu itu sangat menyukai wayang. Setelah Islam datang, dia tidak melarang pementasan wayang melainkan mengembangkannya sesuai dengan tuntutan zaman. Wayang peninggaln Hindu aslinya berbentuk besar, sebesar manusia, sehinggaharus dibawa oleh beberapa orang lalu diubahnya bentuk wayang menjadi pipih dengan dalang hanya satu orang. Ini dimaksudkannya sebagai pemisalan Allah SWT. Yang Maha Esa. Selain bentuk ceritanya pun diubah pula dengan apa yang disebut sekarang sebagai kalimandasa. Arti kalimandasa tidak lain adalah kalimah syahadat.

2. Sunan Kalijaga sebagai Dalang

Apabila Sunan Kalijaga mendalang di daerah pajajaran, dia bernama Ki Dalang Sida Brangti. Bila mendalang di daerah tegal, dia bernama Ki Dalang Bengkok, tetapi apabila mendalang topeng di daerah

60


(53)

Purbalingga, namanya menjadi Ki Dalang Kumendung. Masih ada nama-nama lainnya, seperti Entol, Kajabul, dan Raka Brangsang.

Pada zaman Sunan Kalijaga, orang bertugas menabuh gamelan dan dalangnya tidak boleh dalam keadaan hadas, yakni harus selalu suci, karena hal ini dianggap sebagai suci agama.61

3. Falsafah wayang Menurut Versi Kalijaga

Menurut versi Kalijaga ada wayang bernama Werkudara yang dimainkan dengan diiringi oleh tari kifrah dengan pukulan kendang yang berbunyi tung-tung dan deng-deng, dimaksudkan sebagai falsah bunyi kentongan seperti yang diuraikan sebelumnya. Tapi gambyong atau biasa disebut golek yang dimainkan setiap akhir dari wayang, menunjukkan bahwa para penonton diharapkan bisa anggoleki ( mencari ) bagaimana hakikatnya dari cerita yang telah dimainkan. Dalam bahasa Jawa, hal ini disebut eliding dongeng.

Wayang Punakawan Pandawa yang terdiri atas Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong adalah ciptaan wali tiga serangkai, yaitu Sunan Bonang, Sunan Giri, dan Sunan Kalijaga. Adapun falsafah dari arti nama keempat Punakawan itu sebagai berikut:

a. Semar dari bahasa Arab Simaar, yang artinya paku. Dikatakan bahwa kebenaran agama Islam adalah kukuh dan kuat bagaikan kukuhnya paku yang sudah tertancap, yakni Simaaruddunyaa.

61


(54)

b. Petruk, dari bahasa Arab Fat-ruk, yang artinya tinggalkanlah. Sama dengan kalimah “ fatruk-kullu mam siiwallahi “, yaitu tinggalkanlah

segala apa yang selain Allah.

c. Gareng, dari bahasa Arab Naala Qariin, ( Nala gareng ), artinya memperoleh banyak kawan, yaitu tujuan para wali berdakwah adalah untuk memperoleh banyak kawan.

d. bagong, dari bahasa Arab Baghaa, yang artinya lacut atau berontak, yaitu memberontak terhadap segala sesuatu yang lazim.62

Menurut cerita, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Sunan Kalijaga tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi dia minta agar para penonton mengikutinya mengucapkan kalimah syahadat. Sebagaian besar cerita wayang masih dipetik dari Mahabarata dan Ramayana, tetapi sedikit demi sedikit nama tokoh-tokohnya adalah pahlawan Islam.63

Sunan Kalijaga menceritakan desa Surowiti dan napak tilas perjalanan dakwah Sunan Kalijaga di desa Surowiti. Selain itu Sunan Kalijaga seringkali melakukan perjalanan dakwah melalui semedi atau bertapa dan melakukan beberapa musyawarah tentang peningkatan agama Islam di gunung Surowiti, sudah ada peningkatan atau belum dengan para wali di Goa Akbar, Tuban, Goa Rancang Kencana Dan Goa Ceme di

62

Ibid.,134-135. 63


(55)

Gunung Kidul, Jogja dan pertapaan yang dilakukan Sunan Kalijaga pada dasarnya mendekatkan diri pada Allah SWT.64

Perjalanan dakwah Sunan Kalijaga juga mampu menciptakan baju taqwa yang sekarang dijadikan pakaian khas umat Islam selanjutnya blankon, keris dan pakaian yang sering dipakai Sunan Kalijaga hingga kini dijadikan pakaian khas Keraton Jogja, Surakarta, Cirebon, bahkan pakaian adat Jawa dan menariknya pendekatan budaya maupun metode dakwah yang menjadi cirri khas Sunan Kalijaga mampu mendorong kalangan masyarakat sampai adipati pandaran, kartusoro diantaranya masuk Islam sehingga sewajarnya Sunan Kalijaga menjadi wali yang melegenda dikalangan masyarakat Jawa.65

Sunan Kalijaga mengadakan kegiatan sekaten Grebeg Maulud di Desa Surowiti, Grebeg Maulud yang digelar setiap tahunnya di Masjid Raden Syahid juga menjadi salah satu perjalanan dakwah Sunan Kalijaga. Grebeg Besar dijadikan media dakwah persembahan hewan diganti hewan qurban Idul Adha dan dilanjutkan grebeg semenjak itulah setiap hari raya Idul Adha digelar grebeg Besar.66

Perjalanan dakwah Sunan Kalijaga ketika berada di Goa Langsih Surowiiti, desa Surowiti, kec panceng, kab Gresik. Goa ini brandal lokojoyo digembleng oleh sunan bonang menjadi ulama terkenal sampai dinobatkan menjadi Sunan Kalijaga. Kini kawasan Goa ini dijadikan

64

Abdul Munif, Wawancara, 30 Mei 2015. 65

Ibid.

66


(56)

obyek wisata religi kemudian hari Kamis, Minggu ke empat bulan Dzulhijah digelar haul Sunan Kalijaga dengan membuka dan membaca kembali lembaran kitab babakan Surowiti dan kitab lain.67

Untuk menguatkan jati dirinya Sunan Kalijaga Melakukan Tapa Ngluweng (dikubur hidup-hidup) di atas Gunung Surowiti untuk menjalani olah spiritual atas bimbingan Sunan Bonang : “Belajarlah kamu tentang mati selagi kamu masih hidup untuk mengetahui hidup yang sesungguhnya. Bersepi dirilah kamu di hutan dan goa dalam batas

waktu yang ditentukan”.

Mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam kepada para muridnya di balai-balai kecil, sekarang berdiri masjid Raden Syahid Surowiti. Menganjurkan puasa Senin dan Kamis kepada para muri`dnya di Surowiti, sampai sekarang dua hari yang dianjurkan itu menjadi lambang kebiasaan masyarakat Surowiti dan sekitarnya berziarah ke Makam Sunan Kali Jaga di Surowiti.68

Cara-cara dakwah Sunan Kalijaga ini didasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1. Rakyat dan penduduk tanah Jawa masih kuat dipengaruhi oleh kepercayaan agama Hindu dan Budha atau kepercayaan warisan nenek moyang mereka, sehingga tidak mudah untuk dialihkan kepercayaannya. Oleh karena itu, terhadap mereka upaya memasukkan ajaran agama Islam tidak bisa melalui kekerasan.

67

Abdul Munif, Wawancara, 30 Mei 2015. 68


(57)

2. Rakyat di tanah Jawa masih kuat memegang adat istiadat dan budaya nenek moyangnya, baik yang bersumber dari ajaran agama Hindu dan Budha, maupun kepercayaan animisme yang mereka yakini selama itu, sehingga tidak mudah mengubah adat istiadat dan budaya tersebut. Sunan Kalijaga membiarkan adat istiadat tersebut tetap berjalan di tengah-tengah mereka, hanya sedikit demi sedikit memasuki ajaran agama Islam dalam adat istiadat dan budaya, baik yang menyangkut hakikat (tauhid) maupun syariat serta aqlakul karimah.69

Dengan pertimbangan keadaan masyarakat Surowiti yang seperti itu, Sunan Kalijaga harus berpikir untuk menemukan cara yang paling tepat untuk mengajak mereka memeluk agama Islam, maka ditemukanlah suatu jalan, yaitu berdakwah dengan menyuguhkan kesenian wayang yang pada saat itu sedang digemari oleh masyarakat di tanah Jawa.

Sunan Kalijaga, sering bercampur baur dengan masyarakat Surowiti yang masih abangan. Ketika bercampur baur dengan orang-orang yang pribadinya jauh dari perilaku terpuji, misalnya orang-orang yang selalu mengadu ayam, berjudi, minum-minuman keras, mencuri dan sebagainya, beliau tidak memperlihatkan sikap fanatik terhadap mereka, tetapi justru membina dan membimbing mereka secara pelan-pelan menuju jalan yang sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Akhirnya, perilaku rakyat semacam itu dapat diubah oleh beliau sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam, meskipun harus memutar otak dan

69


(58)

membanting tulang. Mereka menjadi sadar bahwa perbuatannya itu telah merugikan dirinya dan rakyat banyak.

Sebagai orang beranggapan bahwa Sunan Kalijaga adalah wali abangan karena sikap dan perilaku beliau yang sering bercampur-baur dengan orang-orang Kejawen dan abangan. Padahal anggapan tersebut tidak benar karena perlakuan Sunan Kalijaga seperti itu sesungguhnya merupakan sikap menjalankan perintah dari wali songo bukan karena perilaku dirinya karena kebodohannya.

Hampir seluruh masa hidup Sunan Kalijaga benar-benar dipergunakan untuk berjuang demi syiarnya agama Islam, Khususnya di tanah Jawa sebagaimana para wali lainnya.70

C. Sejarah naskah Babat Surowiti a. Asal-usul

Di dalam Naskah Babat Surowiti yang telah di paparkan oleh Bapak Sonhaji Ridwan salah satu penerus pemegang leluhur desa Surowiti yang saat ini di berikan amanat untuk menjaga dan merawat naskah asli Babat Surowiti. Beliau menjelaskan bahwa kitab Babat Surowiti ini merupakan kitab yang langka, karena pada zaman sekarang yang tidak bisa kita pastikan banyak faktor yang mau tidak mau harus kita terima diantaranya berhubungan dengan pergantian keyakinan dari Hindu -Budha menjadi Islam. Bisa kita bayangkan kita selama ini bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda 350 tahun berarti sangat mungkin banyak

70


(59)

peninggalan-peninggalan zaman dahulu yang dapat berubah-ubah baik berubah tempat, berubah isi maupun dapt merubah suatu keyakinan dari daerah tersebut. Banyak kalangan sejarahwan yang sulit untuk menentukan naskah ini dibuat pada tahun berapa namun diperkirakan saja naskah ini dibuat pada zaman Kerajaan Majapahit.71

Model tulisan yang digunakan penulis secara umum adalah khat Naskhi. Pada sebagian huruf yang digunakan, penulis memadukan antara tulisan Riq’ah dengan Naskhi. Mislanya pada penulisan huruf hā’, tā’ marbūtah dan kāf. Huruf hā’ atau tā’ marbūtah hampir sama modelnya. Hanya beda pada titik diatas hurufnya. Huruf hā’ atau tā’ marbūtah sering ditulis berbentuk kerucut dan tsabit. Model tersebut adalah termasuk kaidah tulisan riq’ah. Sedangkan tulisan Naskhi cenderung berbentuk bulat dan lobang. Begitu juga dengan kāf, tiang pada huruf kāf tampak vertical lurus, tidak ada kemiringan.

Tulisan yang digunakan penulis naskah adalah Jawi, yakni tulisan Arab yang di baca Jawa. Tulisan Jawi disadur dari model tulisan Arab dan Persia. Model tulisan yang digunakan adalah gabungan antara Naskhi dan Riq’ah.

Media yang digunakan adalah daluwung. Daluwung adalah lembaran seperti kertas namun kasar. Daluwung terbuat dari pelepah pohon yang kasar. Pabrik pembuat daluwung pada abad 18 adalah Ponorogo. Sedangkan tinta yang digunakan adalah tinta hitam. Tinta

71

Mohammad Sonhaji Ridwan (Pembawa Naskah Babat Surowiti, salah satu penerus pemegang leluhur desa Surowiti).


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

65 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada akhirnya, pembahasan skripsi ini akan memaparkan beberapa kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian yang disesuaikan dengan tujuan penelitian:

1. Gambaran petilasan Sunan Kalijaga di desa Surowiti itu tidak sekedar petilasan saja yang berada di Surowiti, tapi Sunan Kalijaga juga menciptakan sebuah karya, bukan cuma meninggalkan Goa Langsih untuk bertapa dan petilasan makamnya. Petilasan yang di sebut di Surowiti itu adalah petilasan dimana Sunan Kalijaga berkarya dan kekaryaan itu untuk sumbangsih dakwah Islam di Jawa.

Peninggalan petilasan Sunan Kalijaga berupa Pring Silir, Tapa Ngluweng (dikubur hidup-hidup), Masjid Raden Syahid, Bedug, Masyarakat diajarkan untuk puasa Senin dan Kamis kepada para muridnya di Surowiti.

2. Sunan Kalijaga merupakan salah satu murid Sunan Bonang dari Tuban. nama lain dari Sunan Kalijaga adalah Raden Syahid dan semasa mudanya beliau juga mendapat julukan Brandal Loka Jaya atau perampok budiman. Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada


(2)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

66

1430-an, dan hidup dari zaman Majapahit sampai awal berdirinya Kerajaan Mataram.

Sunan Kalijaga dalam menyebarkan Islam di Surowiti dengan cara dakwah dan kesenian wayang, beliau tidak pernah melakukannya dengan paksaan, tetapi secara perlahan-lahan, bergantung pada situasi dan kondisi yang memungkinkan diterapkannya ajaran Islam.

Ajaran-ajaran Sunan Kalijaga yaitu Manembah kita diajarkan untuk selalu taat kepada Allah SWT. Mangabdi kita diajarkan untuk selalu berbakti kepada kedua orang tua. Maguru kita diajarkan untuk menghargai kitab-kitab karya orang lain. Martapa kita diajarkan untuk berserah diri kepada Allah merenungkan kesalahan-kesalahan. Makarya kita diajarkan untuk menciptakan karya atau seni-seni yang bermanfaat bagi orang banyak.

3. Dengan berkembangnya zaman, para peziarah banyak yang setuju dengan berkembang Islam di Surowiti, pandangan masyarakat terhadap ziarah yaitu masyarakat sangat pro dengan adanya ziarah ke makam-makam pejuang Islam di karenakan pada zaman nabi sudah di anjurkan untuk berkunjung ke makam untuk mendoakan para pejuang pejuang Islam. pemahaman manusia tentang ziarah, bahkan muncul berbagai maksud, tujuan, motivasi maupun daya tarik dari aktivitas ziarah ini. Bagi masyarakat makam merupakan tempat yang dianggap suci dan keramat yang pantas dihormati terutama makam para


(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

67

wali, tokoh-tokoh yang di anggap berjasa bagi masyarakat tersebut atau biasanya makam para waliyullah.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan merujuk kepada manfaat penelitian maka saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut. 1. Pembaca dapat mengambil sisi positif dari adanya penelitian yang

berkenaan dengan perjuangan Sunan Kalijaga dalam penyebaran Islam di Surowiti, Kabupaten Gresik.

2. Di era globalisasi ini perlu adanya keseimbangan antara apa yang telah diajarkan oleh Sunan Kalijagka dalam perjuangannya menyebarkan Islam yang menggunakan cara-cara yang bijaksana dan ajaran-ajarann Sunan Kalijaga seperti: manembah, mangabdi, maguru, martapa, dan makarya.

Penulis meyakini adanya kekurangan dalam pembuatan serta penggalian data dalam penelitian ini. Oleh karena itu penulis sangat berharap kepada pembaca untuk memberikan kontribusi berupa kritik dan saran demi peningkatan kualitas penulis dalam penelitian berikutnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metodologi Penelitian sejarah. Yogyakarta: Arus Media, 2007.

Ali, Muhammad. Penelitian Kependidikan: Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa, 1987.

Djaliel, Maman Abdul. Wali Sanga dalam menyiarkan agama Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2012.

Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyaakarta: Gajah Mada University Press, 2006.

Hasyim, Umar. Sunan Kalijaga. Kudus: Penerbit Menara, 1974.

Kasdi, Aminudin. Kepurbakalaan Sunan Giri. Surabaya: University IKIP, 1977. Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropolgi ll. Jakarta: Universitas Indonesia UI

Press, 1990.

Khaelany, Munawar J. Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa. Yogyakarta: Penerbit Araska,2014.

Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003.

Muhammad Sonhaji Ridlwan. Pimpinan Padepokan “Alam Tunggal” Gunung Surowiti Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik 61156.

Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996.

Pitono, R. Warna Sari Sejarah Indonesia lama II. Surabaya: Aksama Club, 1969. Rahimsyah,MB. Legenda dan sejarah lengkap wali sogo. Surabaya: Penerbit


(5)

Rosyad, Faizur. Manuskrip keagamaan Islam koleksi pengurus petilasan Sunan Kalijaga di Surowiti Gresik. Surabaya: Lembaga penelitian IAIN Sunan Ampel, 2005.

Setiada,Ellyy M. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

Sutrisno Hadi. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas UGM, 1979.

Widodo, Imam. Grisee Tempo Doloe. Gresik: Pemerintahan Kabupaten Gresik, 2002.

Wojowasito, S. Kamus Kawi Jawa Kuno Indonesia. Malang: Lebbit IKIP, 1965. Zulaicha, Lilik. Metodologi penelitian I. Surabaya: Fak, Adab IAIN Sunan

Ampel, 2004.

Wawancara dengan BapakAbdul Mu’in, Gresik 29 Mei 2015. _________ dengan BapakSalem, Gresik, 29 Maret 2015. _________ dengan BapakMatadi, Gresik, 29 Maret 20.

_________ dengan BapakMuhammad Sonhaji Ridlwan, Gresik, 08 Mei 2015.

_________ dengan BapakMuhammad Kholid, Gresik, 29 Maret 2015.

_________ dengan Bapak Ibrohim, Gresik, 30 Mei 2015. _________ dengan Bapak Abdul Munif, Gresik, 30 Mei 2015. _________ dengan Bapak Supriadi, Gresik, 30 Mei 2015. _________ dengan Bapak Karnadi, Gresik, 01 Juni 2015. _________ dengan Bapak Hermanto, Gresik, 05 Juni 2015. _________ dengan Mbah Din, Wawancara, 05 Juni 2015.


(6)

_________ dengan BapakYintno, Gresik, 05 Juni 2015. _________ dengan Ibu Luri, Gresik, Juni 2015.

_________ dengan BapakMat Sulikan, Gresik, 05 Juni 2015.

Naskah Babat Surowiti. Qs.Al-Kafirun:6