Pemetaan Kajian Tafsir Al-Qur’an pada Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: Analisis Sitiran Pengarang yang Disitir Disertasi Mahasiswa Tahun 2005-2010

Pemetaan Kajian Tafsir Al-Qur’an pada Program Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta:
Analisis Sitiran Pengarang yang Disitir Disertasi Mahasiswa Tahun 2005-2010

Laporan Penelitian Kolektif
Disusun oleh:
Dr. M. Isa HA Salam, MA.
Rifqi Muhammad Fathi, MA

Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2011

Kata Pengantar

‫ والصاة‬.‫ ومم من ا ود والفضل واإحسان‬،‫ وأ م من التبيان‬،‫ا مد ه على ما علم من البيان‬
‫ ا عوت‬،‫ سيدنا حمد ا بعوث بأكمل اأديان‬،‫ على سيد ولد عدنان‬،‫والسام اأمان اأكمان‬
‫كر‬
ّ ‫ صاة دائمة ما‬،‫ وعلى آل وأصحاب والتابعن م بإحسان‬،‫ي التوراة واإجيل والفرقان‬
.‫ وعبد الرمن‬،‫ا ديدان‬
Alhamdulillah, hanya atas izin, pertolongan, dan rida Allah ta’a>la,

penelitian yang berjudul “Pemetaan Kajian Tafsir Al-Qur’an pada Program
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta: Analisis Sitiran Pengarang yang Disitir Disertasi Mahasiswa Tahun
2005-2010 ini dapat terselesaikan. Oleh karenanya, selain menghaturkan puji
syukur ke hadirat Allah ta’a>la, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu
kelancaran studi dan penelitian ini, beberapa di antaranya adalah:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membiayai
penelitian ini.
3. Jajat Burhanuddin, Ph. D. yang telah menjadi supervisor penelitian ini dan
memberikan banyak kritik dan masukan pada penelitian ini.
4. Perpustakaan Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Perpustakaan Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
6. Perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Drs. Agus Rifai, M.Si. atas masukan dan diskusi awal sebelum
keberangkatannya menempuh studi S3 di Malaysia.
8. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., Qory
Izzatul Muna, Faik Muhammad, S.Th.I., Masykur Rosyid, S.Th.I. dan


iv

Muhammad Idris Mesut yang telah

membantu mengolah data dan

memberikan masukan yang sangat berharga kepada kami.
9. Keluarga kami berdua yang telah mengorbankan waktu kebersamaan mereka
dengan kami untuk kami gunakan melakukan kerja-kerja dalam penelitian
ini, mulai dari mengumpulkan data, mengolah dan menganalisa, hingga
menyusun laporan penelitian ini.
Semoga bantuan yang mereka berikan, menjadi amal jariyah mereka dan
Allah anugerahkan balasan yang lebih baik dan berlipat ganda.

‫ وإيا نسأل الثبات على الس ة‬،‫ واه ا وفق ا قصدنا باإمام‬،‫وصلى اه على خر اأنام‬
‫ إن ا عن أوليائ على أسباب‬،‫ والسبب ا وجب لإنتقام‬،‫ وب نتعوذ من البدع واآثام‬،‫واإسام‬
‫ إن‬،‫ وتسهيل ما أومأنا‬،‫ وإلي الرغبة ي تيسر ما أردنا‬،‫ وا وفق م سلوك أنواع الطاعات‬،‫ا رات‬
.‫ رؤوف رحيم‬،‫جواد كرم‬
Jakarta, 14 Oktober 2011
Peneliti,


Dr. M. Isa H. A. Salam, MA.

Rifqi Muhammad Fatkhi, MA.

Daftar Isi

Kata Pengantar....................................................................................................... iii
Daftar Isi ..................................................................................................................v
Daftar Tabel dan Gambar ...................................................................................... vi
Bab I Pendahuluan .................................................................................................1
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Permasalahan.........................................................................................3
C. Hipotesis ...............................................................................................4
D. Tujuan Penelitian ..................................................................................4
E. Manfaat dan Signifikansi Penelitian ....................................................5
F. Telaah Kepustakaan ..............................................................................6
G. Metode Penelitian .................................................................................8
Bab II Tafsir dan Periodesasi Tafsir .....................................................................11
A. Definisi Tafsir .....................................................................................11

B. Sejarah Perkembangan Tafsir .............................................................13
C. Periodesasi Kitab Tafsir......................................................................16
1. Tafsir Klasik (Abad III-VIII H) ...................................................16
2. Tafsir Abad Pertengahan (Abad IX-XII H) .................................19
3. Tafsir Modern (Abad XIII-XIV H) ..............................................20
4. Tafsir Kontemporer (Abad XIV H-sekarang) .............................23
Bab III Hasil dan Analisa Data ..............................................................................25
A. Disertasi, Sitiran, dan Pengarang yang disitir ....................................25
B. Sitiran Pengarang ................................................................................28
C. Tafsir Klasik versus Tafsir Kontemporer ...........................................31
Bab IV Penutup ......................................................................................................41
A. Kesimpulan .........................................................................................41
B. Rekomendasi .......................................................................................41
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran

Daftar Tabel dan Gambar

Tabel 1. Disertasi kajian tafsir dan sitiran ............................................................26
Tabel 2. Rata-rata pengarang yang disitir .............................................................27

Tabel 3. Jumlah sitiran...........................................................................................27
Gambar 1. Prosentase pengarang yang paling banyak disitir................................29
Gambar 2. Jumlah sitiran terbanyak pada pengarang yang disitir ........................30
Gambar 3. Prosentase komposisi periode tafsir yang disitir .................................36
Gambar 4. Komparasi pengarang terbanyak yang disitir ......................................37
Gambar 5. Prosentase periode tafsir pengarang yang paling banyak disitir .........38
Gambar 6. Prosentase periode tafsir pengarang yang paling banyak disitir
disertasi UIN Jakarta .............................................................................................39
Gambar 7. Prosentase periode tafsir pengarang yang paling banyak disitir
disertasi UIN Yogyakarta ......................................................................................40

Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Dalam bidang kajian al-Qur’an atau Tafsir, banyak dijumpai berbagai
corak penafsiran al-Qur’an. Abdul Majid Abdussalam al-Muhtasib (1997),
misalnya, mengelompokkan tiga kategori tafsir konptemporer, yaitu corak salafi,
rasional, dan ilmiah. Thameem Ushama (2002) melihat kajian al-Qur’an
berdasarkan metodologi yang digunakan, yaitu tafsir bil ma’tsur, tafisr bil ra’yi,

dan tafsir isyari. Menurut Abdul Mustaqim (2003) setiap periode terdapat
karakateristik di dalam corak penafsiran al-Qur’an. Dalam karyanya tersebut
Abdul Mustaqim menyimpulkan bahwa pada setiap periode, yaitu periode klasik,
pertengahan, dan kontemporer terdapat karakteristik yang berbeda sebagai suatu
keniscayaan. Hal ini karena terdapat pengaruh dari kondisi sosio-kultural dan
situasi politik pada saat mufassir hidup. Di samping itu juga terdapat para ahli
lain yang berusaha memberikan gambaran mengenai kajian di bidang al-qur’an
atau tafsir, baik secara umum atau secara khusus pada suatu geografis tertentu
seperti dilakukan Federspiel (1996) tentang kajian al-qur’an di Indonesia dari
Mahmud Yunus hingga Quraish Shihab.
Beberapa hal tersebut telah membuktikan bahwa dalam studi tafsir alqur’an terdapat pengaruh yang kuat dari suatu sistematika atau cara berfikir yang
diakibatkan karena perbedaan latar belakang, perbedaan kondisi sosial budaya,
dan sebagainya yang di dalam memahami teks al-Qur’an.
Pemetaan yang dilakukan oleh para ahli atau pemerhati tersebut pada
dasarnya karena suatu ilmu tidak tercipta dari suatu yang hampa. Tidak ada
sesuatu di alam ini yang tercipta secara tiba-tiba. Segala sesuatu yang ada di
muka bumi ini tercipta dari sesuatu yang telah ada sebelumnya. Hanya Tuhanlah
yang ada karena diri-Nya sendiri (qiya>m bi nafsih). Dalam kerangka ini, maka
setidaknya juga dapat dipahami bahwa tidak ada sesuatu yang secara orisinil


2

merupakan karya manusia, termasuk di dalamnya karya suatu ilmu pengetahuan
atau teknologi. Dalam bidang ilmu pengetahuan, tiada ilmu dan teknologi yang
tercipta secara tiba-tiba, Ilmu terlahir dari pengamatan dan atau penelaahan
terhadap suatu fenomena yang ada di alam. Einstein, seorang fisikiwan dunia
terkemuka, meyakini bahwa sains tidak lebih merupakan suatu penyempurnaan
dari cara berfikir sehari-hari. Penyempurnaan ini dicpai melalui penemuan dan
penyempurnaan metode ilmiah. Dengan kata lain, suatu ilmu tidaklah tercipta
dari suatu keadaan yang tanpa ruang maupun waktu. Busha dan Harter (1980: 5)
menyatakan bahwa suatu pengetahuan tercipta melalui proses berfikir, berkarya
dengan

cara-cara

tertentu,

menggunakan

metode


yang

tepat

untuk

menggambarkan dan menjelaskan suatu fenomena. Karya seorang ilmuwan akan
menjadi penting jika suatu pengetahuan dari setiap bidang ilmu pengetahuan
dapat dikembangkan sehingga dapat meningkatkan suatu kebenaran (truth) dan
mengurangi kesalahan (error) dari berbagai bidang ilmu.
Perkembangan suatu ilmu dapat didekati dengan berbagai sisi. Salah satu
cara yang dilakukan untuk mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan
terutama menyangkut domain atau wilayah kajian adalah dengan melakukan
visualisasi pengetahuan atau lazim disebut pemetaan pengetahuan (knowledge

mapping). Pemetaan ini dilakukan sebagai pengungkapan suatu gagasan atau
perasaan dengan menggunakan gambar, tulisan, grafik. Menurut Spasser (1997:
78) peta ilmu pengetahuan merupakan alat relasi yang menyediakan informasi
antar hubungan entitas yang dipetakan. Di samping metode analisis isi seperti

dijelaskan di atas, metode lain yang dapat digunakan untuk memetakan suatu
bidang kajian adalah dengan menggunakan metode analisis sitiran. Metode ini
digunakan untuk menganalisis secara deskriptif suatu karya menurut jenis
literatur dan frekuensi pengarang yang bertujuan untuk mengetahui penggunaan
jenis literatur dan kontribusi yang diberikan oleh peneliti dalam perkembangan
ilmu pengetahuan (Sulistyo-Basuki, 2001: 11).
Penelitian ini berusaha melakukan kajian terhadap pemikiran tafsir alQur’an di Indonesia yang dilakukan dengan melakukan analisis sitiran terhadap

3

disertasi mahasiswa pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (selanjutnya
disebut UIN Jakarta) dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (selanjtunya disebut
UIN Yogyakarta) pada periode lima tahun terakhir, yaitu tahun 2005-2010.
B. Permasalahan
UIN (dulu bernama IAIN) dikenal banyak kalangan sebagai kampus
pembaharu pemikiran Islam. Sebagai universitas unggulan, mahasiswa UIN
berasal dari berbagai daerah, dari ujung Barat sampai ujung Timur wilayah
Indonesia, dari Aceh hingga Irian Jaya. Mahasiswa UIN berasal hampir dari
setiap propinsi di Indonesia. Mahasiswa UIN bahkan ada yang berasal dari luar
negeri seperti Malaysia, Thailand, Singapura, dan bahkan dari kawasan Afrika

seperti Nigeria. UIN juga mempunyai program pendidikan yang bervariasi baik
jenis program studi maupun tingkat pendidikan, dari S1, S2, dan bahkan S3.
Sebagai suatu universitas, UIN sangat terbuka dalam berbagai aliran pemikiran,
dari yang paling moderat sampai yang paling konservatif, dari liberalisme sampai
tradisionalisme. Untuk menyelesaikan suatu program studi di UIN, baik pada
tingkat sarjana (S1), Magister (S2), dan doktor (S3), mahasiswa diwajibkan
menulis suatu karya ilmiah yang berupa skripsi untuk program S1, tesis untuk
program S2, dan disertasi untuk program S3.
Dalam tradisi ilmiah, disertasi merupakan karya ilmiah sebagai suatu
hasil penelitian dan analisa berfikir seorang mahasiswa sehingga dalam batasbatas tertentu, disertasi ini dapat dikatakan merupakan puncak pencapaian
pemikiran seseorang dalam bidang yang diminatinya. Di samping itu, di dalam
penulisan disertasi juga menggambarkan hubungan antar pemikiran. Dalam
menyusun disertasi, mahasiswa tidak hanya membahas suatu masalah
berdasarkan kerangka pemikirannya sendiri, akan tetapi juga mengutip banyak
sumber untuk menjelaskan masalah yang diteliti. Kutipan-kutipan atau sitiran
yang dilakukan dalam menyusun karya ilmiah tersebut dapat merupakan bentuk
komunikasi ilmiah, dan juga dapat mengindikasikan adanya pengaruh dari
sumber yang dikutip.

4


Dengan demikian dari disertasi ini akan terlihat bagaimana pemikiran
tertentu mempengaruhi seseorang yang dapat dianalisa dari penunjukkan kutipan
atau sitiran yang digunakan dalam menyusun karya akhir atau disertasi tersebut.
Dalam kerangka ini maka dalam penulisan disertasi pasti akan dipengaruhi oleh
pemikiran tertentu, baik yang bersifat modern dan liberal maupun yang
konservatif dan tradisional. Di antara aliran-aliran tersebut, aliran pemikiran
manakah yang paling banyak berpengaruh bagi para mahasiswa UIN;
modernisme ataukah tradisionalisme? Sebagai kampus pembaharu tentu
seharusnya pemikiran-pemikiran yang bersifat modern dan rasional yang banyak
berpengaruh di dalam pemikiran keagamaan para civitas akademika termasuk
para mahasiswanya.
Berkenaan dengan masalah tersebut di atas, rumusan masalah penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Berapa jumlah pengarang yang disitir oleh mahasiswa pascasarjana UIN
Jakarta dan UIN Yogyakarta dalam disertasi studi tafsir Al-Qur’an?
2. Siapakah yang paling berpengaruh/dominan dengan frekuensi tertinggi disitir
dalam disertasi mahasiswa pascasarjana UIN Jakarta dan UIN Yogyakarta
dalam studi tafsir Al-Qur’an?
3. Bagaimana kecenderungan pemikiran tafsir mahasiswa S3 pascasarjana UIN
Jakarta dan UIN Yogyakarta?
C. Hipotesis
Penelitian tentang peta pemikiran tafsir Al-Qur’an di Indonesia yang
dilakukan melalui analisis sitiran terhadap disertasi program pascasarjana UIN
Jakarta dan UIN Yogyakarta ini didasarkan atas asumsi sebagai berikut :
1. Disertasi merupakan suatu jenis karya ilmiah sebagai hasil penelitian, dan
karenanya harus memenuhi kriteria ilmiah.
2. Disertasi yang ditulis oleh mahasiswa pascasarjana merupakan karya ilmiah
sebagai bentuk penuangan gagasan, ide, dan atau temuan dalam bidang ilmu.

5

3. Semua literatur ilmu pengetahuan yang digunakan dalam penulisan tesis dan
disertasi tercantum di dalam bibliografi (daftar pustaka) yang menunjukkan
literatur yang disitir.
Berdasarkan beberapa asumsi tersebut di atas, maka hipotesa kerja yang
diajukan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh pemikiran modernisme
yang dominan di kalangan mahasiswa pascasarjana UIN Jakarta dan UIN
Yogyakarta di dalam studi tafsir al-Qur’an.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui aliran pemikiran yang paling
berpengaruh terhadap pemikiran tafsir al-Qur’an mahasiswa pascasarjana UIN
Jakarta dan UIN Yogyakarta pada kurun periode setengah dasawarsa terakhir,
yaitu antara tahun 2005-2010 yang ditunjukkan pada kutipan pada penulisan
disertasi.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui tema-tema pemikiran tafsir yang sering ditulis oleh
mahasiswa pascasarjana UIN Jakarta dan UIN Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui dimensi subyek dari literatur yang sering digunakan di
dalam penulisan disertasi.
3. Untuk mengetahui pengarang atau tokoh dari pengarang literatur yang sering
dikutip di dalam penulisan disertasi.
E. Manfaat dan Signifikansi Penelitian
Hasil penelitian terutama bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini menggambarkan kecenderungan pemikiran yang
berkembang di dalam studi tafsir al-Qur’an di Indonesia.
2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai evaluasi terhadap sistem pengajaran
tafsir al-Qur’an.

6

3. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi lembaga informasi atau
perpustakaan untuk menyediakan sumber-sumber informasi yang diggunakan
dosen di dalam kegiatan ilmiah.
F. Telaah Kepustakaan
1. Modernisme & Tradisionalisme
Prof. Dr. Harun Nasution (1996: 11) dalam buku ‚Pembaharuan Dalam
islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan‛ menyebutkan pengertian modernisme
sebagaimana difahami oleh masyarakat Barat sebagai fikiran, aliran, gerakan dan
usaha untuk merubah faham-faham, adapt-istiadat, institusi-isntitusi lama, dan
sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Lebih lanjut menurut beliau,
di dunia Islam, modernisme tersebut mulai muncul pada permulaan abad
sembilan belas yang ditandai dengan adanya upaya para pemimpin Islam untuk
melepaskan umat islam dari suasana kemunduran, dan membawanya pada
kemajuan. Upaya pembaharuan tersebut tidak hanya terbatas institusi-institusi
sosial, tetapi juga pada upaya pembaharun pemahaman keagamaan. Selanjutnya,
dalam pembaharuan pemikiran Islam, Fazlur Rahman seperti dikutip Mas’adi
(1997: 47), perkembangan modernisme dibedakan ke dalam dua periode, yaitu
modernisme klasik dan modernisme kontemporer. Kedua periode modernisme ini
mempunyai latar belakang dan kecenderungan-kecenderungan yang berbeda.
2. Studi Tafsir al-Qur’an
Istilah studi al-Qur’an seperti dilihat dalam karya Federspiel (1996)
mencakup berbagai kajian terhadap Al-Qur’an yang tidak terbatas pada tafsir alqur’an, tetapi juga mencakup ilmu-ilmu al-Qur’an, terjemahan al-Qur’an, kutipan
al-Qur’an, peranan al-Qur’an, cara membaca al-Qur’an, dan indeks al-Qur’an.
Sebagai objek kajian, al-Qur’an memang telah menarik banyak kalangan tidak
saja oleh para sarjana muslim, akan tetapi juga oleh para sarjana non muslim
terutama para orientalis. Kajian terhadap al-Qur’an tidak saja didasarkan semata-

7

mata karena merupakan rujukan utama dan pertama agama Islam, tetapi juga
karena isi al-Qur’an dipandang memuat tema-tema yang komprehensif bagi
kehidupan manusia sehingga selalu menarik dan direlevan untuk dikaji.
Berdasarkan

literatur

relevan

yang

ada,

peta

kajian

al-Qur’an

menunjukkan hal yang sangat beragam, baik dari segi materi, corak maupun
metodologi yang digunakan. Dari segi corak penafsiran al-Qur’an, misalnya,
Abdul Majid Abdussalam al-Muhtasib (1997), mengelompokkan tiga kategori
tafsir konptemporer, yaitu corak salafi, rasional, dan ilmiah. Thameem Ushama
(2002) melihat kajian al-Qur’an berdasarkan metodologi yang digunakan, yaitu
tafsir bil ma’tsur, tafisr bil ra’yi, dan tafsir isyari. Abdul Mustaqim (2003) juga
berusaha memetakan beberapa karakteristik penafsiran al-qur’an dari periode
klasik hingga kontemporer. Dalam karyanya tersebut Abdul Mustaqim
menyimpulkan bahwa pada setiap periode, yaitu periode klasik, pertengahan, dan
kontemporer terdapat karakteristik yang berbeda sebagai suatu keniscayaan. Hal
ini karena terdapat pengaruh dari kondisi sosio-kultural dan situasi politik pada
saat mufassir hidup. Secara umum kajian-kajian tersebut didasarkan atas survey
bibliografis dan atau menggunakan metode analisis isi (content analysis).
Berdasarkan analisis isi ini kemudian peneliti membuat suatu kesimpulan atau
melakukan pemetaan atas kajian yang dilakukan.
Analisis sitiran sebagai salah satu metode di dalam pemetaan ilmu
pengetahuan merupakan bagian dari teknik analisis bibliometrik. Istilah ini mulai
diperkenalkan tahun 1960 oleh Pritchard. Menurut Septiyono (1996: 11),
bibliometrik adalah aplikasi metode statistik dan matematik terhadap buku dan
media lainnya dari komunikasi terrekam. With dan McCain (1989: 119)
mengatakan bahwa bibliometrik merupakan kajian kuantitatif dari literatur yang
digambarkan dalam bibliografi. Penggunaan metode ini sebenarnya telah banyak
dilakukan oleh para peneliti. Andrews (2003) melakukan analisis ko-sitiran
pengarang dalam bidang Medical Informatics dari tahun 1994-1998 dengan
menggunakan metode analisis multivariat untuk melihat hubungan antar
pengarang, dan menggunakan analisis Multidimensional Scalling (MDS) untuk

8

visualisasi dalam bentuk peta. Demikian juga yang dilakukan oleh Noyon dan
H.F Moed (1999) melakukan studi bibliometrik dengan pemetaan dan analisis
sitasi, Kopesa dan Schiebel (1998) melakukan pemetaan sains dan teknologi
dengan model hubungan multidimensional, dan Howard D. White (1998)
melakukan visualisasi ilmu informasi berdasarkan analisis ko-sitiran.
G. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan paradigma positifis, dan
menggunakan model penelitian kuantitatif. Dalam hal ini peneliti menggunakan
metode penelitian survey terhadap sumber bibliografi. Metode ini dilakukan
dengan meneliti suatu objek yang berupa sumber bibliografi yaitu dalam bentuk
disertasi.
Pendekatan yang digunakan didalam penelitian ini adalah pendekatan
bibliometrik. Dalam kajian Ilmu Perpustakaan dan Informasi, pendekatan
bibliometrik ini merupakan penggunaan metode statistik dan matematik dalam
menganalisis literatur agar diketahui perkembangan secara historis suatu bidang
subyek, pola kepengarangan, penerbitan, dan pemanfaatan dokumen (Young, ed.
1983: 22). Dengan pendekatan ini, hubungan antar suatu dokumen dapat diteliti
melalui analisis kutipan-kutipan yang digunakan di dalam menulis suatu disertasi
yang disebut dengan analisis sitiran.
Analisis Sitiran dilakukan terhadap berbagai jenis dokumen, disertasi,
prosiding, buku, dan jurnal. Analisis Sitiran adalah salah satu teknik bibliometrika
yang digunakan untuk mengukur pengaruh intelektual ilmuan dari pengarang yang
disitir terhadap penulis yang menyitir. Sebuah karya ilmiah tidak dapat berdiri
sendiri, ia berada di dalam lingkungan literatur sejenis bahkan sebuah sitiran
secara umum menggambarkan hubungan antara sebagian atau seluruh bagian
dokumen yang disitir dengan sebagian atau seluruh bagian dokumen yang
menyitir (Ziman, 1976: 139).
Penyitiran adalah alat pengamatan yang penting dalam perkembangan
ilmu pengetahuan karena dalam penyitiran suatu karya ilmiah terdahulu menjadi

9

acuan untuk disitir dan selanjutnya karya ilmiah tersebut disitir lagi dan
seterusnya (Dang Yaru, 1997: 946-952).
Karya Ilmiah disitir karena karya tersebut memiliki heuristic value yaitu
kemampuan membentuk konsep-konsep baru, ide, dan hipotesis (Bluma C Peritz,
1990). Penyitiran oleh karenanya dilakukan terhadap ide-ide dan konsep-konsep
termasuk di dalamnya teori yang dijadikan pijakan dari karya ilmiah yang
menyitirnya untuk membangun karya ilmiah yang baru sehingga menjadi tulisan
baru yang didukung oleh teori atau konsep dari tulisan ilmiah sebelumnya
sehingga terjadi pengaruh dokumen sitiran terhadap dokumen yang menyitirnya
(Haigi dan Yamazaki, 1998: 376).
1. Populasi, Sampel, Subjek, dan Objek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua disertasi kajian Tafsir UIN
Jakarta dan UIN Yogyakarta yang diselesaikan antara tahun 2005 sampai tahun
2010 dan menjadi koleksi perpustakaan Pasca Sarjana kedua universitas tersebut
yaitu berjumlah 20 disertasi. Mengingat jumlah populasi yang tidak terlalu
banyak, maka penelitian ini menjadikan populasi tersebut sebagai sampel.
Subjek dalam penelitian ini adalah kajian tafsir Al-Qur’an, sedangkan
objek penelitian ini adalah pengarang yang disitir disertasi disertasi kajian Tafsir
UIN Jakarta dan UIN Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan terhadap disertasi mahasiswa pascasarjanaa UIN
Jakarta dan UIN Yogyakarta pada periode lima tahun terakhir, yaitu antara tahun
2005-2010. Disertasi yang dijadikan objek penelitian adalah yang berkaitan
dengan bidang kajian tafsir al-Qur’an.
Pemilihan periode 2005-2010 ini didasarkan atas pertimbangan bahwa
pada kurun waktu tersebut pemikiran Islam diwarnai dengan tarik menarik antara
pemikiran tradisionailsme dengan modernism, terutama terlihat pada munculnya
gerakan fundamentalisme atau radikalisme dan liberalisme Islam. Kedua kutub
pemikiran sedikit banyak tentu telah berpengaruh terhadap pola pikir di kalangan
mahasiswa pascasarjana di dalam menuangkan ide-ide atau gagasan-gagasannya
yang dituangkan dalam disertasi.

10

2. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data diperoleh dengan menyalin disertasi dalam bentuk pdf dan fotocopy
disertasi yang tidak tersedia dalam format tersebut. Selanjutnya dilakukan
beberapa prosedur terhadap data yang terkumpul tersebut:
a. Mengumpulkan dan mengelompokkan data
b. Mencatat sitiran dan pengarang yang disitir dari setiap disertasi
c. Membuat kode nama pengarang dan disertasi
d. Membuat tabel sitiran, pengarang yang disitir, dan disertasi yang menyitir.
e. Melakukan shortir data untuk melihat frekuensi
f. Membuat tabel frekuensi pengarang, berisi jumlah sitiran dan prosentasi
pengarang yang disitir sebanyak 30 pengarang yang paling banyak disitir.
3. Analisis Data
Setelah data terkumpul dan dikelompokkan serta dibuat tabel-tabel frekuensi,
data-data tersebut dianalisa dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pengarang yang paling berpengaruh yaitu dengan frekuensi sitiran yang
paling tinggi
b. Periode kitab tafsir yang paling berpengaruh yaitu dengan frekuensi sitiran
yang paling tinggi
c. Komparasi dari dua lokasi disertasi dengan membandingkan frekuensi
pengarang yang disitir dan periode kitab tafsirnya.

Bab II
Tafsir dan Periodesasi Tafsir

A. Definisi Tafsir
Term tafsir adalah serapan dari bahasa Arab, al-Tafsi>r. Derivasi kata

tafsi>r dalam bahasa Arabnya sendiri terdapat perbedaan. Hal ini bisa dilihat dari
adanya perbedaan pandangan mengenai asal kata tafsi>r oleh sejumlah pakar
bahasa Arab. Beberapa di antara perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan
ulama adalah sebagai berikut:
1. Kata tafsir berasal dari kata al-tafsi>rah yang memiliki arti sebuah riset yang
dilakukan oleh seorang dokter pada urine pasien untuk mengetahui
penyakitnya. Hal ini disamakan dengan seseorang yang menafsirkan ayat alQuran dengan meneliti dan mengamatinya untuk bisa mengeluarkan dan
mengambil makna dan hukum yang terkandung di balik teks al-Quran.
Pendapat ini dikemukakan oleh al-Zarkashi> dan S{adi>q H{asan Khan (alZarkashi>, 2006: 331), akan tetapi, di dalam beberapa kamus bahasa Arab, arti
kata seperti ini juga ditunjukkan oleh kata al-fasr (Ibn Fa>ris, 1979: 504).
2. Kata tafsir merupakan turunan kata dari kata al-fasr yang mengikuti pola
kata taf‘i>l. Pendapat ini dipilih oleh beberapa ulama, di antaranya adalah Abu>
H{ayya>n, Ibn Fa>ris, al-Azhari> dan al-Suyu>t}i> (H{usayn, 1996: 29; al-Suyu>t}i>: 173;
Abu> H{ayya>n, 1993: 9).
3. Kata tafsi>r diambil dari ungkapan orang Arab: fassartu al-faras yang berarti
saya melepaskan kuda. Hal ini dianalogikan kepada seorang penafsir yang
melepaskan seluruh kemampuan berpikirnya untuk bisa mengurai makna ayat
al-Quran yang tersembunyi di balik teks dan sulit dipahami (al-Alu>si>: 4).
4. Kata tafsi>r juga dipahami oleh sebagian ulama sebagai sebuah kata yang
susunan hurufnya dibalik dari asalnya. Hal ini berkaca pada ungkapan orang
Arab yang mengatakan: safarat al-mar’ah yang berarti terbukanya cadar
seorang perempuan. Dari ungkapan ini, sebagian ulama berkesimpulan bahwa

12

kata al-tafsi>r berasal dari kata al-tasfi>r yang disamakan dan dianalogikan
dengan kata jadhab yang sama dengan kata jabadh dan kata s}a‘iqa dengan

s}aqi‘a (al-Suyu>t}i>: 173).
5. Pendapat terakhir mengatakan bahwa kata tafsir berasal dari ungkapan orang
Arab yang berbunyi: fusirat al-naurah yang memiliki makna memercikkan air
pada kapur hingga kapur terurai. Pendapat ini didukung oleh al-T{u>fi> (alSabat: 29).
Dari kelima pendapat di atas, Kha>lid bin ‘Uthma>n al-Sabat mengatakan
bahwa tiga pendapat pertama memiliki kedekatan makna. Sedangkan pendapat
yang dianggap kuat adalah pendapat kedua. Pendapat yang ke empat merupakan
pendapat yang lemah dan pendapat yang terakhir adalah pendapat paling lemah
(al-Sabat: 27).
Perbedaan pandangan dalam penelusuran asal kata tafsi>r sebagaimana di
atas juga terjadi dalam perbedaan definisi tafsir secara istilah. Tidak kurang dari
tiga belas pendapat terkait perbedaan definisi tafsir (al-Sabat: 27). Meskipun
demikian, pengertian tersebut dapat dipetakan menjadi dua kelompok. Kelompok
pertama memahami tafsir sebagai sebuah disiplin ilmu, sedangkan kelompok
kedua memahaminya sebagai sebuah kegiatan atau aktifitas.
Kelompok yang memahami tafsir sebagai disiplin ilmu memberikan
beberapa definisi terhadap tafsir sebagai berikut:
1. Tafsir adalah sebuah disiplin ilmu yang digunakan untuk memahami Kita>b

Alla>h yang diturunkan kepada Nabi Saw. dan menjelaskan makna-makna
yang terkandung di dalamnya serta mengeluarkan hukum-hukum dan
berbagai hikmah darinya. Ini merupakan definisi yang disampaikan oleh alZarkasyi> yang dikutip oleh al-Suyu>t}i> (al-Suyu>t}i>: 174).
2. Tafsir adalah disiplin ilmu yang mengkaji tentang cara pengucapan
(pembacaan) lafaz-lafaz al-Quran, petunjuk-petunjuk dan hukum-hukumnya,
baik yang partikular (juz’i>) maupun yang global (kulli>), serta makna-makna
yang terkandung di dalamnya. Definisi ini disampaikan oleh Abu> H{ayya>n
yang diikuti oleh al-Alu>si> (Abu> H{ayya>n: 121; al-Alu>si>: 4).

13

3. Tafsir merupakan ilmu yang mengkaji tentang aspek-aspek yang meliputi alQuran yang dikonsentrasikan terhadap maksud-maksud Allah Swt. yang
tertuang di dalam al-Quran dengan kadar kemampuan manusia (al-Sabat: 29;
‘Abd al-Qa>dir Mans}u>r, 2002: 173; al-Zarqa>ni>, 2001, 7).
Dari ketiga definisi yang mewakili kalangan yang menganggap tafsir
sebagai disiplin ilmu dapat ditarik kesimpulan, bahwa tafsir merupakan suatu
ilmu yang digunakan untuk mengkaji al-Quran secara komprehensif. Sedangkan
ulama yang mengarahkan tafsir sebagai sebuah ‚aktifitas pemikiran‛ mempunyai
beberapa definisi, di antaranya:
1. Tafsir adalah penjelasan kalam-kalam Allah Swt. yang bernilai ibadah ketika
dibaca, yang diturunkan kepada Nabi (Ya‘qu>b, 1425: 45).
2. Sedangkan al-Jurja>ni mengartikan tafsir sebagai upaya penjelasan terhadap
makna ayat dan berbagai keadaan serta sejarah dan sebab turunnya ayat
dengan menggunakan ungkapan yang jelas (al-Jurja>ni>, 1421: 62).
3. Tafsir merupakan penjelasan kalam-kalam Allah Swt. atau dengan kata lain
tafsir merupakan sesuatu yang menjelaskan kalimat-kalimat al-Quran dan
pemahamannya.
Terlepas dari perbedaan-pebedaan yang ada, tafsir merupakan suatu
istilah yang dipakai dalam upaya memahami al-Quran. Dari definisi-definisi di
atas, tampak jelas bahwa tafsir merupakan suatu istilah yang tidak bisa lepas dari
tiga konsep yang terkandung di dalamnya. Pertama, kegiatan ilmiah yang
berfungsi memahami dan menjelaskan kandungan al-Quran. Kedua, ilmu-ilmu
(pengetahuan) yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut. Ketiga, ilmu
(pengetahuan) yang merupakan hasil kegiatan ilmiah tersebut. Ketiga konsep ini
tidak dapat dipisahkan dari tafsir karena berperan sebagai proses, alat, dan hasil
yang dicapai dalam sebuah penafsiran.
B. Sejarah Perkembangan Tafsir
Tafsir sebagai ‚aktifitas pemikiran‛ yang berada pada wilayah penjelasan
terhadap al-Quran sudah berlangsung semenjak al-Quran diturunkan. Sementara

14

tafsir sebagai disiplin ilmu baru muncul ke belakang seiring dengan
perkembangan zaman. Maksud dari penafsiran al-Quran telah terjadi pada saat alQuran diturunkan adalah bahwa ada sejumlah ayat al-Quran yang menjadi
penjelas atas ayat lainnya. Dalam hal ini, ayat penjelas atas ayat sebelumnya
dikatakan sebagai sebentuk penafsiran (Nashruddin Baidan, 2003: 4-6).
Di samping sebagai penerima wahyu al-Quran, nabi Muhammad Saw.
Juga mendapat legitimasi untuk menafsirkan ayat-ayat al-Quran. Pada saat Nabi
Muhammad masih hidup, para sahabat mempunyai kesempatan untuk
menanyakan ayat-ayat yang belum dipahami mereka. Hal ini ditegaskan dalam
al-Quran sendiri sebagaimana ayat:

‚Dan kami turunkan kepadamu al-Quran, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan.‛ (QS. al-Nahl [16]:44)
Akan tetapi tidak semua ayat yang terdapat di dalam al-Quran dijelaskan
oleh Rasulullah. Beliau hanya menjelaskan ayat-ayat yang makna dan maksudnya
tidak diketahui oleh para sahabat (karena hanya beliau yang dianugerahi Allah
tentang tafsirnya) dan beliau sendiri memang diperintahkan oleh Allah untuk
menjelaskannya pada para sahabat. Contohnya adalah ayat-ayat yang bersifat
global dan sukar dipaham, yang masih butuh perincian atau kejelasan dan juga
ayat-ayat yang hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang cerdas dan pandai.
Sedangkan untuk ayat-ayat yang bisa dipaham melalui aspek kebahasaan dan
ayat-ayat yang berisikan hal-hal yang memang mudah untuk dinalar tidak
dijelaskan Nabi. Begitu pun dengan ayat-ayat yang menerangkan tentang hal-hal
ghaib, yang tidak ada seorang pun yang tahu kecuali Allah, seperti terjadinya hari
kiamat dan hakikat ruh, tidak dijelaskan dan ditafsiri oleh Rasulullah (alDhahabi: 39).
Dalam penafsirannya terhadap al-Quran, Nabi tidak menggunakan bahasa
yang bertele-tele dan panjang lebar atau sampai keluar jalur kepada hal-hal yang
tidak ada gunannya. Beliau hanya menjelaskan hal-hal yang masih samar dan

15

global, memerinci sesuatu yang masih umum dan menjelaskan lafaz dan hal-hal
yang berkaitan dengannya. Pada tataran teknisnya, penafsiran yang dilakukan
Nabi selalu berdasarkan pada sebuah ilham dari Allah dan terkadang
menafsirkannya dengan ayat al-Quran yang lain bahkan juga berdasarkan ijtihad
beliau sendiri. Akan tetapi, semuanya itu tetap kembali pada petunjuk dari Allah.
Seperti ketika Nabi menafsirkan kata kalima>t dalam ayat:

‚Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka
Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi
Maha Penyayang.‛ (QS. al-Baqarah [02]: 37)
Nabi menafsirkannya dengan menggunakan ayat lain, yakni:

‚Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat
kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.‛
(QS. al-A’ra>f [07]: 23)
Penafsiran Nabi seperti ini merupakan penafsiran atas ayat-ayat yang
ringkas dan yang masih global (mujmal) dengan menggunakan ayat yang jelas
arahnya (mubayyan), juga penafsiran atas ayat yang masih umum (‘a>m) dengan
ayat yang khusus (kha>s), menafsiri ayat yang masih bersifat tak terbatas
(muthlaq) dengan ayat yang sudah dibatasi (muqayyad) (Ibn Kathi>r, 2000: 370;
al-Dhahabi>, 2005: 390).
Sedangkan bagi sahabat Nabi (selain bertanya pada Nabi), mereka juga
melakukan ijtihad sendiri dalam menafsirkan ayat al-Quran. Akan tetapi kegiatan
ini tidak dilakukan kapan saja dan pada ayat apa saja. Ijtihad yang dilakukan para
sahabat dalam menafsirkan suatu ayat dikarenakan mereka tidak dapat bertemu
langsung dengan Nabi Saw. guna menanyakannya pada beliau dan juga tidak
menemukan ayat al-Quran yang bisa menafsirinya. Hal ini juga terbatas pada
ayat-ayat yang memang mempunyai peluang untuk dilakukan penalaran dan

16

ijtihad (al-Dhahabi>: 45). Dari sini perbedaan kemampuan dan daya nalar antar
sahabat atas pegetahuan terhadap kosa kata bahasa Arab, sejarah, sebab-sebab
turunnya ayat, ilmu syariat, dan tingkat intensitas kehadiran sahabat dalam
majelis Nabi Saw. sangat berperan dalam penafsiran mereka (Fahd: 20).
Perkembangan tafsir dalam sebuah aktifitas pemikiran dalam penafsiran
berlangsung hingga era tabi’in. Pada periode ini aktifitasnya masih belum
beranjak jauh dari penafsiran dengan menggunakan al-Quran ataupun hadis.
Perbedaan yang mendasar dari periode sebelumnya, baik pada masa Nabi
Muhammad hidup maupun wafat adalah adanya penafsiran dengan menggunakan
kisah-kisah Israiliyyat. Hal-hal lain yang membedakan tafsir periode tabiin ini
adalah mulai tumbuhnya benih-benih mazhab atau aliran agama dan banyaknya
pertentangan dan perbedaan penafsiran di antara tabiin, meskipun jumlanya
sedikit bila dibandingkan dengan tafsir pada periode setelahnya (al-Dhahabi>: 97).
C. Periodesasi Kitab Tafsir
Kami membagi kategorisasi periodik dalam penelitian ini menjadi empat
periode; klasik, pertengahan, modern, dan kontemporer.
1. Tafsir Klasik (Abad III-VIII H)
Perjalanan panjang kajian perkembangan penafsiran al-Quran dari zaman
Nabi Muhammad Saw., Sahabat hingga tabi’in secara umum hanya berkutat
dalam wilayah penafsiran yang bersifat oral, karena dalam tiga fase tersebut
belum memasuki babakan proses kodifikasi. Periode tadwi>n (kodifikasi) baru
dimulai pasca era tabi’in.
H{usayn al-Dhahabi> mensinyalir bahwa cikal bakal kodifikasi tafsir alQur’an dimulai pada fase kodifikasi hadis-hadis Rasulullah. Ia menyatakan dalam
bukunya, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n:
‚Setelah melewati fase sahabat dan tabi’in, persoalan tafsir mulai
menapaki babak kedua. Langkah kedua ini bertepatan dengan dimulainya
kodifikasi hadis-hadis nabi yang terdiri dari beberapa bab yang membahas
tentang hadis. Dan salah satu bab yang dibahas di dalamnya adalah tentang
tafsir. Ketika itu belum ada usaha pemisahan tafsir, karangan yang dikhususkn

17

untuk menafsirkan al-Quran dari surat per surat, ayat per ayat, dari awal sampai
akhir. Pada saat itu hanya terdapat ulama yang melakukan pegembaraan
intelektualnya ke sejumlah daerah untuk menghimpun hadis, kemudian
mengumpulkan tafsir-tafsir yang diriwayatkan dari Nabi, sahabat, ataupun
tabi’in. Di antara mereka adalah Yazi>d ibn Ha>ru>n al-Sulma> (117 H), Shu‘bah ibn
al-H{ajja>j (160 H), Wa>qi’ ibn al-Jarra>h} (197 H), dan Sufya>n ibn ‘Uyaynah (198 H).
Mereka semua sebenarnya adalah para sarjana hadis.‛ (al-Dhahabi>: 127-128)
Bukanlah perkara yang mudah untuk mengidentifikasi siapa yang pertama
kali menulis karya tafsir secara independen dan tafsiran dari ayat per ayat serta
mengkodifikasikannya dengan rinci dan urut berdasarkan tarti>b mus}ha} fi>. ‘Abd alMalik ibn Jurayj -seorang sarjana hadis pada paruh abad pertama tahun kedua
hijriah- dianggap oleh sejumlah pakar tafsir sebagai sosok yang paling awal
menulis kitab tafsir secara independen dan terpisah. Dia menulis tiga jilid tafsir
yang bersumber dari Ibn ‘Abba>s (Jama>l al-Banna>: 56).
Ibn al-Nadi>m dalam al-Fahrasatnya, sebagaimana dikutip oleh al-Dhahabi>,
menyatakan bahwa ada indikasi bahwa karya tafsir pertama yang independen dan
ditulis secara tarti>b mus}ha} fi> adalah karya al-Farra>’ (207 H) yang berjudul Ma’a>ni>

al-Qur’a>n (al-Dhahabi>: 129).
a. Sumber Tafsir abad Klasik
Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa kitab-kitab tafsir periode awal
muncul bersamaan dengan maraknya kodifikasi hadis-hadis nabi. Sehingga hal ini
juga mencerminkan pola tafsir yang menjadikan hadis sebagai salah satu rujukan
primer dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran. Secara rinci sumber tafsir pada
periode ini adalah sebagai berikut:
1) Al-Qur’an, yakni menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an lainnya,
2) Hadis-hadis Nabi Saw.,
3) Riwayat para sahabat,
4) Riwayat tabi’in,
5) Riwayat dari tabi’ al-Tabi’in,
6) Cerita dari ahli kitab,
7) Ijtihad atau istinbat mufassir, dan

18

8) Bahasa Arab pedalaman, sebagaimana dilakukan oleh mufassir-mufassir
yang mempunyai keahlian dalam kajian gramatikal, seperti al-Farra>’, alZajja>j, al-Kisa>’i>, dalam tafsir-tafsir mereka kerap ditemukan rujukan dari
bahasa Arab pedalaman (Badui).
b. Bentuk, Metode, Sistematika, dan Ruang Lingkup Kajian Tafsir Klasik
Secara garis besar, bentuk kitab tafsir pada abad ini ada yang al-Ma’thu>r
(sebagaimana tafsir Jami>’ al-Baya>n fi Tafsi>r al-Qur’a>n karya al-T{abari> (310 H)
atau Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m karya Ibn Kathi>r (774 H) dan juga al-Ra’y (seperti

Mafa>ti>h} al-Ghayb karya Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (606 H) atau Anwa>r al-Tanzi>l wa
Asra>r al-Ta’wi>l karya al-Bayd}aw
> i>). Bentuk pertama bisa dilihat dari penafsiran
mereka yang bertumpu kepada al-Qur’an, hadis Nabi, riwayat dari sahabat dan
tabi’in.
Metode yang digunakan para mufassir abad klasik mayoritas adalah tahlili,
yaitu menafsirkan ayat al-Quran dengan penjelasan yang rinci. Meskipun
sebenarnya kitab tafsir pada periode ini juga ada yang hanya berkutat dalam
kajian bahasa an-sich, sebagaimana karya-karya tafsir dari pakar gramatikal yang
hanya mengkaji aspek kebahasaan.
Sementara

sistematika

penulisan

tafsir

abad

klasik

secara

umum

menggunakan cara yang sama dalam menafsirkan al-Qur’an. Mereka memulai
tafsir dari surat al-Fatihah sampai akhir surat al-Nash. Dalam menafsirkannya
juga mengikuti urutan ayat-per ayat. Ruang lingkup kajian pembahasan tafsir
pada periode ini sebagian besar terfokus pada kajian tertentu seperti aspek
kebahasaan, aspek hukum atau fikih (Ah}ka>m al-Qur’a>n karya al-Jas}sa} s> } dan Abu>
Bakr ibn al-‘Arabi>), aspek teologi (Tafsir Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>).
c. Mufassir Klasik
Periode klasik dalam buku ini merujuk kepada tokoh tafsir yang hidup
pada abad III H sampai abad ke IX H. Karena itu banyak sekali tokoh-tokoh
tafsir pada yang muncul pada abad ini. Di antara mereka adalah:

19

1) Al-T{abari> dengan karyanya Jami>‘ al-Baya>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n yang terkenal
dengan sebutan Tafsi>r al-T{abari>.
2) Nas}r ibn Muh}ammad al-Samarqandi> (427 H) dengan karyanya Bah}r al-‘Ulu>m
yang tenar dengan nama Tafsi>r al-Samarqandi>.
3) Al-H{usayn ibn al-Gha>lib al-Bagha>wi> (546 H) dengan karyanya yang bertajuk

Ma‘a>lim al-Tanzi>l, masyhur dengan sebutan Tafsi>r al-Bagha>wi>.
4) Al-Ra>zi> (606 H) dengan tafsir fenomenalnya Mafa>ti>h} al-Ghayb.
2. Tafsir Abad Pertengahan (Abad IX -XII H)
Tafsir yang dimaksud dengan tafsir abad pertengahan adalah periode
penulisan tafsir gelombang kedua dari independensi tafsir dan pemisahannya dari
kitab hadis. Generasi ini muncul pasca kemunduran umat Islam (runtuhnya
Baghdad) sampai terjadinya perang salib.
Gerakan intelektual pada era kemunduran Islam yang pada mulanya
berjalan terbilang lambat pada akhirnya kembali menemukan semangatnya.
Karya-karya kajian keislaman pada abad ini, tidak terkecuali tafsir juga
mengalami pertumbuhan.
a. Sumber Kitab Tafsir Abad Pertengahan
Sumber rujukan kitab tafsir abad ini sebenarnya hampir sama dengan
sumber tafsir yang digunakan oleh mufassir abad klasik. Hanya saja, dalam tafsir
abad ini para mufassir juga menggunakan kutipan atas pendapat-pendapat ulama
tafsir sebelumnya. Tidak sebagaimana yang dilakukan oleh mayoritas mufassir
abad klasik yang hanya berhenti pada penukilan riwayat dari Nabi, sahabat, dan
tabiin.
b. Bentuk, Metode, Sistematika, dan Ruang Lingkup Tafsir Abad Pertengahan
Bentuk tafsir pada abad ini mayoritas adalah perpaduan antara tafsir bi alMa’tsur dengan al-Ra’yu. Meskipun sebenarnya juga masih terdapat kitab tafsir

20

yang hanya menggunakan riwayat dalam penafsirannya sebagaimana karya alSuyu>t}i> yang berjudul al-Dur al-Manthu>r fi al-Tafsi>r al-Ma’thu>r.
Metode yang digunakan dalam tafsir abad pertengahan juga tidak berbeda
jauh dengan tafsir abad klasik yang bertumpu pada metode tah}li>li>. Sementara
sistematika pembahasan tafsir abad ini memiliki pola penafsiran yang dilakukan
dengan mengurai ayat per ayat dan mayoritas masih menggunakan penafsiran
yang sesuai dengan urutan ayat (tarti>b mus}h}afi>).
Ruang lingkup pembahasn tafsir abad ini sebagian mayoritas berkutat
pada kajian-kajian khusus sebuah keilmuan seperti tafsir yang bertumpu pada
kajian korelatif antar ayat dan surat seperti karya Ibrahim al-Biqa>‘i> (885 H) yang
bertitel Naz}m al-Durar fi> Tana>sub al-Al al-Di>n al-Mah}alli> dan
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i> (911 H) dengan Tafsi>r Jala>layn dan Tafsir al-Durr al-

Manthu>r-nya, al-Qurt}ubi> dengan karyanya al-Ja>mi‘ li Ah}ka>m al-Qur’a>n, dan alAlu>si> dengan karyanya Ru>h al-Ma‘a>ni> fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}im wa al-Sab‘ al-

Matha>ni>.>
3. Tafsir Modern (XII-XIV H)
Kitab tafsir modern yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kitab
tafsir yang ditulis pada abad ke XII-XIV H. Pembatasan sampai pada abad keXIV ini adalah untuk membedakan dengan kitab tafsir yang ditulis pasca abad
ke-XIV H, yang kami kategorikan sebagai kitab tafsir kontemporer (pembahasan
tentang kitab tafsir kontemporer akan dijelaskan setelah ini).
a. Sumber-sumber kitab tafsir modern
Para mufasir di zaman modern ini menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
dengan berpijak pada pembaharuan Islam yang dicirikan dengan adanya respon
terhadap keadaan sosial yang mengitari wilayah mufasirnya. Sebagian dari

21

mereka selalu mengaitkan penafsiran ayat-ayat al-Quran dengan keadaan sosial
masyarakat di zamannya. Di samping itu sebagian dari mereka juga hendak
mengukuhkan bahwa ajaran Islam, lebih khusus tafsir tidaklah bertentangan
dengan kemajuan iptek (Nashruddin, 2003: 20-21).
Rashi>d Rid}a> dalam mukaddimah Tafsi>r al-Mana>r-nya, sebagaimana
dikutip oleh Nashrudin Baidan mengemukakan bahwa kitab yang ditulisnya (al-

Mana>r) adalah satu-satunya tafsir yang mengumpulkan nash-nash al-Qur’an
dengan akal sehat yang menjelaskan hukum syara’ dan ketentuan Allah pada
ciptaan-Nya dan kedaan al-Quran sebagai pedoman hidup manusia pada semua
masa dan di seluruh tempat yang menjembatani antara petunjuknya dengan
masalah yang dihadapi kaum muslimin pada saat itu (Nashruddin, 2003: 20-21).
Ibn Ar, salah satu mufasir abad ini juga memberikan terobosan yang
cukup membanggakan dalam perkembangan kajian tafsir dengan menambahkan

Maqa>s}i>d al-Shari>‘ah sebagai salah satu sumber penafsiran dalam tafsirnya yang
berjudul ‚Al-Tah}ri>r wa al-Tanwi>r‛. Oleh karena itu, sumber penafsiran dalam
kitab-kitab tafsir modern tidak hanya melulu menggunakan riwayat melainkan
juga dengan menggunakan dira>yah.
b. Bentuk, Metode, Sistematika, dan Ruang Lingkup Kitab Tafsir Periode
Modern
Sebagaimana dikemukakan di muka, bentuk tafsir pada abad ini adalah
bentuk penafsiran yang hirau akan kajian sosial kemasyarakatan yang mengitari
zaman mufassir. Oleh karena itu, bentuk penafsirannya sangat menitik beratkan
pada kajian dira>yat (al-Ra’y). Sementara dari segi tafsirnya, mayoritas kitab
tafsir periode modern menggunakan metode tahli>li>, karena mengupas ayat-ayat
secara rinci. Sebagian lainnya ada yang menggunakan metode mawd}u‘i> (tematik)
sebagaimana karya Muh}ammad al-Ghaza>li> yang berjudul Nahwa Tafsi>r al-

Mawd}u>‘i>. Sistematika penafsiran sejumlah kitab tafsir abad ini adalah dengan
menafsirkan ayat dari awal surat hingga akhir surat (tarti>b mus}h}af> i>). Sebagian
lainnya menggunakan sistematika tematik.

22

Ruang lingkup kajian penafsirannya lebih banyak dicurahkan dengan
mengkaji terhadap problem-problem sosial keagamaan dengan melakukan
reinterpretasi terhadap ayat-ayat al-Quran sesuai dengan kondisi zaman saat itu.
c. Mufasir Abad Modern
Beberapa tokoh fenomenal dari sederet mufassir pada abad ini adalah
sebagai berikut.
1) Shiha>b al-Di>n al-Sayyid Mahmu>d al-Alu>si> (1270 H) seorang mufti di
Baghdad dan ahli dalam bidang sastra. Karya tafsirnya adalah Ru>h} al-Ma‘a>ni>

fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m wa al-Sab‘ al-Matha>ni>. Sebuah tafsir yang cukup
komprehensif tentang gramatika, fiqh, filsafat, akidah, dan tasawuf
(Thameem Ushama, 2000: 79).
2) Muh}ammad ‘Abduh (1905 H) dan Rashi>d Rid}a> (1345 H) dengan tafsi>r al-

Mana>rnya.
3) Sayyid Qut}ub (1966 M) dengan tafsirnya yang bergenre h}arakah (pergerakan)
yang bertajuk Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n.
4) Muhammad Mus}t}afa> al-Mara>ghi> (1952 M) dengan penafsiran ilmiah dan
modernnya seperti penafsirannya dalam surat Al-Hujurat dan Al-Hadi>d
(Nashruddin, 2000: 23). Karya tafsirnya yang cukup populer di kalangan
masyarakat Indonesia adalah Tafsi>r al-Maraghi>.
5) Jama>l al-Di>n al-Qa>simi> (1914 M) menulis tafsir Mah}as> in al-Ta’wi>l yang
mempunyai wawasan luas dengan menghimpun pendapat mufasir terdahulu.
6) T{ah> i>r ibn ‘Ar (1973 M/1394 H) dengan karya tafsir fenomenalnya yang
berjudul al-Tah}ri>r wa al-Tanwi>r, sebuah karya tafsir yang menggunakan
pendekatan maqas}id> al-shari>‘ah (spirit atau tujuan syariat) dalam menafsirkan
ayat-ayat hukum. Hal ini merupakan bagian dari tanggung jawab ilmiahnya
atas gagasan progresifnya tentang kajian maqas}i>d al-shari>‘ah saat ia secara
terang-terangan ingin memutus kajian maqas}i>d al-shari>‘ah dari ushul fikih
(Ibn ‘Ar, 2001: 165-177).

23

7) Fazlurrahman dengan karyanya yang berjudul Mayor Themes of The al-

Qur’an
4. Tafsir Kontemporer (Abad XIV H-sekarang)
a. Sumber Kitab Tafsir Kontemporer
Adanya pergeseran paradigma penafsiran serta sumber tafsir dari abad
pertengahan ke abad modern menjadikan stimulus kepada para mufasir pasca
modern (kontemporer) untuk lebih dalam dan jauh lagi dalam menafsirkan ayatayat al-Qur’an. Pembaharuan tafsir pada era kontemporer ditandai dengan
adanya kajian-kajian tafsir dengan menggunakan perangkat atau metodologi dari
Barat. Pendekatan heremeneutika, semiotika, gender adalah untuk menyebut
sebagian dari sejumlah metode pendekatan tafsir pada era ini. Oleh karena itu,
sumber kitab tafsir pada periode ini hampir bisa dikatakan memutus dan
memenggal tradisi penafsiran dengan riwa>yat (alias ra’yu) an sich.
b. Bentuk, Metode, Sistematika dan Ruang Lingkup Kajian Tafsir Abad
Kontemporer
Modal pengetahuan yang beragam, dan talenta yang dimiliki oleh
sejumlah mufasir kontemporer berdampak pada perbedaan bentuk upaya dalam
perihal men