Pengaruh Waktu Hidrolisis Terhadap Derajat Kristalinitas Selulosa dari Kayu Kelapa Sawit (Elais guinensis Jack)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Tanaman Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat, pada
kenyatannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia,
Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per
hektar yang lebih tinggi. Indonesia merupakan penghasil utama minyak sawit (Fauzi, 2003).
Kelapa sawit termasuk kelas Angiospermae, orde Palmales, familiPalmaceae, subfamili Palminae, genus Elaeis dan beberapa spesies antara lain Elaeis guineensis Jack dari
Afrika, Elaeis melano cocca dan Elaeis odora dari Amerika Selatan (Tim penulis PS, 1997).
Tanaman kelapa sawit termasuk tumbuhan monokotil, ciri-ciri dari tumbuhan
monokotil tersebut adalah, tidak memiliki : kambium, pertumbuhan sekunder, lingkaran
tahun, sel jari-jari, kayu awal, kayu akhir, cabang, mata kayu. Batang terdiri dari serat dan
parenkim. Pohon kelapa sawit produktif sampai umur 25 tahun, ketinggian 9-12 m dan
diameter 45-65 cm diukur dari permukaan tanah. (Tomimura, 1992).
Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik. Perkebunannya dapat ditemukan antara lain di Sumatera Utara dan Aceh,
produk olahannya yang berupa minyak sawit merupakan salah satu komoditas yang handal
(Risza, 1995).
Untuk Indonesia saat ini, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi

pembangunan perkebunan nasional. Selain dapat menciptakan kesempatan kerja yang
mengarah pada kesejahteraan masyarakat juga sebagai sumber devisa negara (Fauzi, 2003).
Tumbuhan yang mengandung banyak serat dikenal sebagai lignoselulosa yang
merupakan sumber utama dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lignoselulosa banyak
terdapat pada kayu, sisa peninggalan perkebunan, tumbuhan berair, rumput dan jenis
tumbuhan lainnya. Tumbuhan dengan serat tinggi memiliki karakteristik dan struktur yang

Universitas Sumatera Utara

dapat digunakan dalam pembuatan komposit, tekstil, dan pembuatan kertas. Dan dipakai
untuk menghasilkan bahan bakar, bahan kimia, enzim, dan bahan makanan..
2.2. Kayu Kelapa Sawit
Pada bagian inti dari struktur dan anatomi kayu kelapa sawit (KKS) yang paling dominan
adalah jaringan dasar parenkim, sehingga memiliki kerapatan yang rendah. Pada daerah
pinggir dekat kulit penyusun utamanya adalah berkas pengangkut yang terselimuti oleh
serabut berdinding tebal sehingga rapat masanya lebih tinggi. Di daerah bagian kayu yang
terdiri dari jaringan parenkim mengandung kadar air lebih tinggi dan menurun seiring
presentase berkas pengangkut naik. Batang kelapa sawit mempunyai sifat khusus seperti
kandungan selulosa dan lignin yang rendah, namun kandungan air dan NaOH yang dapat
larut tinggi dibandingkan kayu pohon karet dan ampas batang tebu. Sifat fisik batang

menunjukkan heterogenitas yang berbeda-beda tergantung pada arah lingkaran dan arah
vertikal (Tomimura, 1992).

Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas dan tidak bercabang. Batang kelapa
sawit berbentuk silinder, titik tumbuhnya terletak dipucuk batang, terbenam didalam tajuk.
Batang kelapa sawit untuk beberapa tahun pada umumnya masih terbungkus pelepah daun,
sehingga lingkar batang menjadi lebih besar. Tinggi tanaman di alam bisa mencapai 30 m,
tetapi yang ditanam di perkebunan jarang sekali yang melebihi ketinggian 15-18 m. Batang
kelapa sawit yang sudah membusuk merupakan sarang bagi kumbang Oryctes rhinoceros dan
penyakit ganoderma yang potensial menyerang tanaman muda. Oleh karena itu pemilik sawit
akan berusaha menyingkirkan batang kelapa sawit ini dengan berbagai cara. Salah satu cara
yang paling mudah dan murah adalah dengan membakarnya. Namun sejak ada larangan
pemerintah, kegiatan pemusnahan limbah batang kelapa sawit dengan cara itu sangat jarang
dilakukan. Akibatnya batang kelapa sawit menjadi masalah bagi pemilik atau pengelola
kebun sawit. (Direktorat pengolahan hasil pertanian, 2006).
Kayu

kelapa sawit memiliki jaringan parenkim dan serat (vascular bundle).

Kandungan parenkim meningkat sesuai dengan ketinggian pohon dan kedalamannya

sedangkan kerapatannya menurun. Kayu kelapa sawit segar kandungan air sangat tinggi,
itulah sebabnya sukar diperoleh kestabilan dimensi yang baik. Kadar parenkim yang tinggi
menyebabkan rendahnya sifat mekanis pada kayu kelapa sawit karena kandungan air dan zatzat ekstraktif lainnya mengisi pori-pori parenkim (Prayitno,1994).

Universitas Sumatera Utara

Kandungan serat kayu kelapa sawit merupakan komponen selulosa dan lignin, serat
inilah sebagai pembangun kekerasan pada setiap kayu. Sebagian lignin juga terdapat pada
parenkim. Lignin bertindak sebagai perekat antar serat, sehingga terbentuk kekerasan dan
kekuatan pada kayu (Sukatik, 2006).
Kayu kelapa sawit mempunyai sifat sangat beragam dari bagian luar ke bagian pusat
batang dan sedikit bervariasi dari bagian pangkal ke ujung batang. Pada bagian inti dari
struktur dan anatomi kayu kelapa sawit (KKS) yang paling dominan adalah jaringan dasar
parenkim, sehingga memiliki kerapatan yang rendah. Pada daerah pinggir dekat kulit
penyusun utamanya adalah berkas pengangkut yang terselimuti oleh serabut berdinding tebal
sehingga rapat massanya lebih tinggi. Di daerah bagian kayu yang terdiri dari jaringan
parenkim mengandung kadar air lebih tinggi dan menurun seiring persentase berkas
pengangkut naik. Sifat kimia kayu kelapa sawit mengandung komponen-komponen seperti
holoselulosa, α-selulosa, lignin, pentosan, abu, dan silika (Sujasman, 2009).
Sifat dasar kayu kelapa sawit sangat berbeda dengan kayu lainnya dalam hal berat

jenis, kadar air dan kembang susut. Hal ini disebabkan variasi struktur anatomi kayu kelapa
sawit sangat besar dan bagian pusatnya didominasi oleh sel pembuluh yang berdinding tebal
(Prayitno, 1994).

Salah satu masalah serius dalam pemanfaatan batang sawit adalah sifat higroskopis
yang berlebihan. Meskipun telah dikeringkan sehingga mencapai kadar air kering tanur, kayu
sawit dapat kembali menyerap uap air dari udara hingga mencapai kadar air lebih dari 20%.
Pada kondisi ini beberapa jenis jamur dapat tumbuh subur baik pada permukaan maupun
bagian dalam kayu sawit. Hal ini terutama berhubungan dengan karakteristik kimia kayu
sawit yang memiliki kandungan ekstraktif (terutama pati) yang lebih banyak dibandingkan
kayu biasa. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut
bahan makanan. Secara ekonomis, batang kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan
konstruksi, pulp (bahan baku kertas), bahan kimia dan sebagai sumber energi

(Tim Penulis

PS, 1997)

Kadar air KKS basah ± 40 %, kerapatannya berkisar dari 0,2 – 0,6 gr/ml dengan
kerapatan rata-rata 0,37 gr/ml. Pada keadaan kering konstan, komponen-komponen yang

terkandung dalam KKS adalah selulosa (30,77 %), pentosa (20,05 %), lignin (17,22 %),
hemiselulosa (16,81 %), air (12,05 %), abu (2,25 %) dan SiO2 (0,84 %) (Lubis, 1994).

Universitas Sumatera Utara

2.3. Selulosa
2.3.1. Sumber Selulosa
Selulosa alkali, biasanya dipreparasi dari bubur kayu yang dipisahkan dari lignin
melalui reaksi dengan larutan alkali dan dibiarkan menjadi matang yang bersamaan dengan
itu berat molekulnya berkurang. Pengurangan berat molekul mungkin timbul terutama dari
degradasi oksidatif. Etil selulosa yang paling banyak di gunakan, terutama dalam aplikasi–
aplikasi plastik yang mirip dengan aplikasi selulosa asetat. Metil selulosa dapat larut dalam
air dan dipakai sebagai bahan pengental makanan dan sebagai bahan dalam beberapa perekat,
tinta, dan formulasi–formulasi proses akhir tekstil dan sebagai bahan pengemulsi (misalnya,
dalam cat–cat lateks). Hidroksil propil selulosa yang diapit antara dua film yang tidak larut
dalam air akhir–akhir ini telah di pakai dalam pembuatan botol–botol yang dapat terdegradasi
(degradable). Ketika film luar terkelupas, hidroksi propil selulosa segera larut yang dengan
demikian mengurangi masalah sampah padat yang biasanya dikaitkan dengan botol–botol
yang tidak dapat di daur ulang (Stevens, 2001).
Selulosa pada tumbuhan terdapat di dalam dinding sel pelindung tanaman, terutama

pada tangkai, batang, dahan, dan semua bahan kayu. Selnya hidup di dalam jaringan
kolenkim. Selulosa juga terdapat pada biji kopi dan serat kulit kacang. Selulosa pada daun,
pembuluh xylem dan floem akan terletak berdampingan dan jaringannya tersusun pada tulang
daun. Meskipun susunan jala yang tampak pada daun, kedua jaringan ini akan disatukan
dalam berkas–berkas yang direkatkan oleh pektin dan selulosa. Selulosa pada hewan tingkat
rendah terdapat di dalam organisme primitif, seperti rumput laut, flagelata, dan bakteri,
misalnya pada bakteri Acetobacter xylinum. Nata de coco merupakan sumber selulosa yang
diproduksi sebagai hasil proses fermentasi dalam substrat air kelapa dengan menggunakan
bakteri Acetobacter xylinum. Kelebihan selulosa yang dihasilkan dari nata de coco adalah
tidak bercampur dengan lignin dan hemiselulosa (Saxena, 1995).

Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa Natrium
Hidroksida (NaOH) 17,5 %, selulosa dapat dibagi menjadi tiga jenis yakni:

a. Alpha Selulosa
Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam
larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600-1500

Universitas Sumatera Utara


dan merupakan bentuk sesungguhnya yang telah dikenal sebagai selulosa. Selulosa α
dipakai sebagai penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa α merupakan kualitas
selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa α >92% memenuhi syarat untuk
digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan sedangkan selulosa
kualitas lebih rendah digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas.
Semakin tinggi kadar α selulosa, maka semakin baik mutu bahannya, struktur dari αSelulosa disajikan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur α-Selulosa (Nuringtyas, 2010).
b. Betha Selulosa
Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam NaOH
17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15-90, dapat mengendap bila
dinetralkan. Jenis dari selulosa ini mudah larut dalam larutan NaOH yang
mempunyai kadar 17,5% pada suhu 20oC dan akan mengendap bila larutan tersebut
berubah menjadi larutan yang memiliki suasana asam,struktur dari β-Selulosa
disajikan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Struktur β -Selulosa (Nuringtyas, 2010).
c. GammaSelulosa

Universitas Sumatera Utara


Selulosa γ (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi derajat
polimerisasinya kurang dari 15. Selulosa jenis ini mudah larut dalam larutan NaOH
yang mempunyai kadar 17,5% pada suhu 20oC dan tidak akan terbentukendapan
setelah larutan tersebut dinetralkan.Kandungan utamanya adalah hemiselulosa.

2.3.2. Struktur Selulosa

Selulosa ialah polimer tak bercabang dari sejumlah glukosa yang bergabung lewat ikatan 1,4β-glikosidik. Pemeriksaan selulosa dengan sinar Xmenunjukkan bahwa selulosa terdiri atas
rantai linear dari unit selulosa, yang oksigen cincinnya berselang-seling dengan posisi “ke
depan”dan “ke belakang” (Hart,2003).
Selulosa merupakan homopolisakarida linier yang terdiri dari unit β-D-glukopiranosa

yang terhubung oleh sambungan β-1-4. Struktur kimia dasar dari selulosa dapat dilihat pada
Gambar 2.1. Masing-masing monomer mengandung 3 gugus hidroksil. Hal ini yang
kemudian menjelaskan bahwa gugus hidroksil ini dan kemampuannya untuk membentuk
ikatan hidrogen berperan penting dalam pembentukan struktur kristal dan sifat fisik selulosa.

Gambar 2.3. Struktur Kimia Dasar Selulosa (Siqueira, 2010)


Rantai dari residu poli-β-(1_4)-D-glukosil berkumpul membentuk serat,
yang merupakan ikatan molekul seperti benang panjang (tampak samping) yang
distabilkan oleh ikatan hidrogen antarmolekul, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Penelitian selulosa tumbuhan menggunakan infra-red spectroscopy dan x-raydiffraction
menunjukkan bahwa bagian utama dari selulosa disusun olehkristal diselingi dengan bagian
amorf. Selulosa alami, disebut dengan selulosa I, adalah selulosa kristal. Istilah turunan
selulosa, atau disebut juga selulosa II, digunakan berkenaan dengan selulosa yang mengendap

Universitas Sumatera Utara

pada larutan, umumnya larutan alkali. Hal ini menunjukkan 2 polimorf utama dari selulosa.
Pengetahuan tentang ilmu kristal dan biosintesis selulosa menguatkan pendapat bahwa
struktur selulosa terdiri dari rantai paralel dimana struktur kristal dari selulosa II digambarkan
sebagai antiparalel. Selulosa I bukan merupakan bentuk selulosa yang paling stabil. Ikatan
hidrogen tambahan per residu glukosa pada selulosa II membuat alomorf ini menjadi bentuk
yang paling stabil secara termodinamik.

Gambar 2.4 Skema Dinding Sel Selulosa dan Susunan Serat Mikro(Siqueira, 2010)
Selulosa merupakan komponen utama kayu dan serat tanaman, selulosa tidak larit
dalam air, dan bukan karbohidrat pereduksi. Selulosa merupakan senyawa organik yang

melimpah di bumi. Diperkirakan terdapat sekitar 100 milliar ton selulosa dibiosintesis tiap
tahun dan selulosa mencakup 50% dari karbon tak bebas di bumi. Rumus empirik selulosa
adalah (C6H10O5)n dengan n > 1500 dan berat molekul > 250.000 (Fessenden, 1986).
2.3.3. Sifat Selulosa
Selulosa merupakan komponen utama kayu dan serat tanaman, sedangkan katun yang berasal
dari kapas merupakan selulosa murni. Selulosa tidak larut dalam air, dan bukan merupakan
karbohidrat pereduksi. Jika dihidrolisis dalam suasana asam akan menghasilkan banyak
molekul D-glukosa. Selulosa mempunyai ikatan β pada unit-unit monosakaridanya. Selulosa
umumnya terdiri dari sekitar 300.000 satuan monomer dan mempunyai berat molekul

Universitas Sumatera Utara

berkisar dari 250.000 sampai lebih dari 1.000.000 g/mol, dengan rumus molekul (C5H10O5)n
(Riswiyanto, 2009).
Selulosa berfungsi sebagai bahan struktur dalam jaringan tumbuhan dalam bentuk
campuran polimer homolog dan biasanya disertai polisakarida lain seperti lignin dalam
jumlah yang beragam. Lignin dapat dihilangkan dengan cara delignifikasi.
Pada beberapa faktor yang mempengaruhi delignifikasi yaitu:
a. Jenis bahan delignifikasi
Bahan yang dapat digunakan dalam proses delignifikassi yaitu asam phosfat, asam

klorida, asam sulfat, dan yang basa seperti NaOH, natrium sulfit dan natrium sulfat.
b. Waktu delignifikasi
Pada proses delignifikasi waktu berpengaruh pada hasil delignifikasi, biasanya digunakan
waktu 1-3 jam.
c. Temperatur delignifikasi
Temperatur operasimempengaruhi kualitas dari produk delignifikasi yang dihasilkan
(Widodo, 2012).

2.3.4. Sifat Kimia Selulosa
Ditinjau dari strukturnya, dapat saja diharapkan selulosa mempunyai kelarutan yang besar
dalam air karena banyaknya kandungan gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan
hidrogen dengan air (antaraksi yang tinggi antara pelarut-terlarut). Akan tetapi kenyataannya
tidak demikian dan selulosa bukan hanya tak larut dalam air tetapi juga dalam pelarut
lain.Penyebabnya ialah kekakuan rantai dan tingginya gaya antar-rantai akibat ikatan
hidrogen.

Antar gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan. Faktor ini dipandang menjadi
penyebab kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. Jika ikatan hidrogen berkurang, gaya
antaraksi pun berkurang dan oleh karenanya gugus hidroksil selulosa harus diganti sebagian
atau seluruhnya oleh pengesteran. Hal ini dapat dilakukan dan ester yang dihasilkan larut
dalam sejumlah pelarut. Selulosa juga larut dalam larutan tembaga (II) hidroksida beramonia.

Pembentukan kompleks yang melibatkan gugus hidroksil selulosa, ion Cu2+ dan
amonia menjelaskan gejala larutnya selulosa dalam larutan tembaga (II) hidroksida
beramonia. Selulosa yang secara langsung dapat dijadikan serat sangatlah terbatas dan yang

Universitas Sumatera Utara

lazim dilakukan ialah memproses larutan turunan selulosa dan kemudian membuat polimer
itu menjadi bentuk yang dikehendaki (misalnya serat atau lapisan tipis) setelah selulosa
dikembalikan lagi. Selulosa yang diperoleh dengan cara itu disebut selulosa teregenerasi.
Sangat sukar untuk mengukur massa molekul nisbi selulosa karena (i) tidak banyak pelarut
untuk selulosa, (ii) selulosa sangat cenderung terombak selama proses, dan (iii) cukup rumit
menggunakan selulosa dari sumber yang berbeda. Cara yang acapkali dipilih ialah
menitratkan selulosa dengan cara tak merusak dan massa molekul nisbi bagi selulosa didapat
dari nitratnya. Dengan cara itu diperoleh massa molekul nisbi selulosa kapas sekitar satu juta
(Coed, 1991).

Degradasi pada selulosa dapat terjadi selama proses pembuatan pulp. Keadaan ini disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu:
1. Degradasi oleh hidrolisa asam
Terjadi pada temperatur yang cukup tinggi dan berada pada media asam dalam waktu yang
cukup lama. Akibat dari degradasi ini adalah terjadinya reaksi yaitu selulosa terhidrolisa
menjadi selulosa dengan berat molekul yang rendah. Keaktifan asam pekat untuk
mendegradasi selulosa berbeda-beda. Untuk keaktifan yang sangat tinggi dimiliki oleh asam
oksalat, asam nitrat, asam sulfat, dan asam klorin. Asam sulfat yang pekat (75%) akan
menyebabkan selulosa berbentuk gelatin, asam nitrat pekat akan menyebabkan selulosa
membentuk ester sementara asam pospat pada temperatur rendah akan menyebabkan sedikit
berpengaruh pada selulosa.

2. Degradasi oleh oksidator
Senyawa oksidator sangat mudah mendegradasi selulosa menjadi molekul-molekul yang
lebih kecil yang disebut oksiselulosa. Hal ini terjadi tergantung dari oksidator dan kondisinya.
Macam-macam oksidator adalah sebagai berikut:

• NO2 mengoksidasi hidroksil primer dari selulosa menjadi karboksil. Oksidasi ini tidak akan
memecah rantai selulosa kecuali jika terdapat alkali.

• Klorin mengoksidasi gugus karboksil dan aldehid. Oksidasi karboksil menjadi CO2 dan
H2O sedangkan oksidasi aldehid menjadi karboksil dan bila oksidasi diteruskan akan menjadi

CO2 dan H2O.

Universitas Sumatera Utara

• Hipoklorit akan menghasilkan oksidasi selulosa yang mengandung presentase gugus
hidroksil tinggi pada kondisi netral atau alkali.
3. Degradasi oleh panas
Pengaruh panas lebih besar bila dibandingkan dengan asam atau oksidator. Pada serat-serat
selulosa yang dikeringkan ditemperatur tinggi akan mengakibatkan kertas kehilangan
sebagian higroskopisitasnya (sweallingability). Hal ini disebabkan karena:

• Bertambahnya ikatan hidrogen antara molekul-molekul selulosa yang berdekatan.

• Terbentuknya ikatan rantai kimia diantara molekul-molekul selulosa yang berdekatan.

• Pemanasan serat-serat pulp pada temperatur kurang lebih 1000C akan menghilangkan
kemampuan menggembung sekitar 50% dan pemanasan diatas 20 0Cdan dalam waktu lama
akan mengakibatkan serat-serat selulosa kehilangan strukturnya secara total (Solechudin,
2002).

2.3.5. Sifat Fisika Selulosa

Selulosa mengandung sekitar 50 - 90% bagian kristal dan sisanya amorf. Selulosa hampir
tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan selalu berikatan dengan bahan
lain seperti lignin dan hemiselulosa. Molekul selulosa merupakan mikrofibil dari glukosa
yang terikat satu dengan lainnya membentuk rantai polimer yang sangat panjang. Adanya
lignin serta hemiselulosa di sekeliling selulosa merupakan hambatan utama untuk
menghidrolisis selulosa.
Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia.Selulosa dengan rantai
panjang mempunyai sifat fisik yang lebih kuat, lebih tahan lama terhadap degradasi yang
disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh biologis. Sifat fisik lain dari
selulosa adalah (Satia, 2014).
1. Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, secara kimia maupun mekanis sehingga berat
molekulnya menurun.
2. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam larutan alkali
3. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Buila selulosa
banyak mengandung air maka akan bersifat lunak.
4. Selulosa dalam bentuk kristal, mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan dengan
bentuk amorfnya.

Universitas Sumatera Utara

2.4. Lignin
Lignin merupakan polifenol yang strukturnya tiga dimensi dan bercabang banyak.
Strukturnya kompleks dengan bobot molekul tinggi. Lignin merupakan suatu senyawa
poliaromatik yang terdapat pada bagian lamella tengah sel kayu. Lignin berfungsi sebagai
perekat untuk mengikat sel-sel secara bersama-sama. Dalam dinding sel, lignin sangat erat
hubungannya dengan selulosa dan berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel. Lignin
juga berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan
kondisi air, serta lignin mempertinggi sifat ketahanan dalam kayu yang membuat kayu tahan
terhadap serangan cendawan dan serangga (Haygreen, 1989).
Lignin merupakan semen pengikat fibril-fibril selulosa yang banyak memberikanstabilitas
dimensi kayu dan menduduki sekitar 25-30% kayu, lignin merupakanpolimer kompleks dan
bersifat amorf yang sangat melimpah dan potensinyaberkaitan dengan aplikasi-aplikasi
polimer.Lignin terdapat dalam dinding sel berfungsi sebagai perekat antar sel, sehinggalignin
saat ini diteliti sebagai komponen pembuatan lem/perekat. Karena sifatamorfnya maka lignin
sulit diketahui secara pasti sifat fisik dan bentukmolekulnya (Fengel and Wegener, 1995).

Semakin berkembangnya pohon, baik karena semakin tua, bertambahnya umur maupun
lebih cepat membesarnya batang bagian pangkal dari bagian ujung batang, akan diikuti
dengan proses lignifikasi dinding sel yang mengalami penuaan. Menurut Sjostrom (1998),
lignin dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok menurut unsur-unsur strukturnya, yaitu :

1. Lignin guasil : terdapat pada kayu daun jarum (26 – 32%), produk polimerisasi dari
koniferol alkohol
2. Lignin guasil-siringil : merupakan ciri kayu daun lebar (20 – 28%), pada kayu tropis
>30%, merupakan kopolimer dari koniferol alkohol dan sinapil alkohol, perbandingan
4:1 sampai 1:2 untuk kedua unit monomer.

Lignin dapat digunakan sebagai resin untuk kayu agar tahan terhadap rayap.Resin yang
dibuat merupakan resin berbasis resolsinol yang efektif dalam kematian rayap serta tusam
pada kayu karet (Jasni, 2003). Limbah lignin dari pembuatan bioetanol dari TKS dapat
ditambahkan sebagai bahan tambahan (additive) pada adukan semen mortar. Aditif dapat
diperoleh dengan mengisolasi lignin tersebut pada berbagai konsentrasi dan suhu. Isolat
lignin sebagai admixture pada mortar sebagai pengeras air (water reducer)(Falah, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Pembuatan perekat yang berasal dari lignin dilakukan dengan campuran aldehid dan
resolsinol dan penol. Hasil penelitian pembuatan perekat lignin resorsinol formaldehid dan
lignin phenol formaldehid, diperoleh viskositas untuk LRF yang mendekati perekat komersial
(Susilowati, 2013). Lignin dapat digunakan sebagai bahan perekat, pengikat, suftaktan,
produksi polimer dan sumber bahan kimia lainnya (Simatupang, 2012).

Lignin dapat dikonversikan menjadi Natrium Lignosulfonat (NaLS). Pembuatan surfaktan
ini melalui proses sulfonasi menggunakan NaHSO3 dengan berbagai variasi, mulai dari
konsentrasi, lama perebusan, dan efekpengadukan (Lim, 2013).

2.5. Metode Hidrolisis Asam
Hidrolisis selulosa yang umum digunakan adalah dengan menggunakan asam kuat. Asam
kuat dapat menghilangkan bagian amorf dari suatu rantai selulosa sehingga isolasi pada
bagian kristal selulosa dapat dilakukan. Hidrolisis selulosa dipengaruhi oleh konsentrasi asam
yang digunakan. Bagian amorf dari suatu rantai selulosa lebih mudah dihidrolisis dengan
asam daripada dalam bentuk kristal. Prosedur khas yang dilakukan adalah menghidrolisis
selulosa murni dengan asam kuat dalam kondisi temperatur, pengadukan, dan waktu yang
terkendali. Proses kimia dimulai dengan penghilangan ikatan antar polisakarida pada
permukaan serat selulosa dan diikuti dengan pecah dan rusaknya bagian amorf sehingga
melepaskan bagian kristal selulosa. Setelah hidrolisis dilakukan, suspensi yang dihasilkan
diencerkan dengan air, dan dicuci dengan beberapa kali. Jenis asam mineral yang digunakan
dalam tahap hidrolisis memiliki pengaruh besar pada sifat permukaan kristal selulosa
(Sumaiyah,2013).
Degradasi kimia selulosa dengan katalis asam adalah proses heterogen yang
memiliki beberapa tahap pemotongan rantai makromolekul untuk membentuk produk dengan
berat molekul yang rendah (Xiang., 2003). Aspek fisika dan kimia mengendalikan laju secara
keseluruhan dan efisiensi proses depolimerisasi. Telah diketahui dengan baik bahwa struktur
serat selulosa, yang ditentukan dengan ikatan hidrogen pada rantai gula yang kuat,
menghasilkan

stabilitas kimia yang tinggi. Dengan demikian, pemutusan ikatan β-1,4 glycosidic akan
bergantung pada interaksi dari katalis asam dan air dengan struktur rantaiselulosa (Stephens
et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara

Metode hidrolisis selulosa dengan menggunakan asam merupakan metode yang sering
digunakan untuk menghilangkan bagian amorf dari selulosa tetapi penggunaan larutan asam
masih terbatas hanya dilakukan dalam skala laboratorium.

2.6.Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FT-IR)
Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FT-IR) digunakan untuk mengkarakterisasi jenis
gugus fungsi yang terdapat pada sampel – sampel pada papan pada perbedaan temperatur.
Instrumen FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus kompleks dalam senyawa tetapi
tidak dapat menentukan unsur-unsur penyusunnya. Pada FTIR, radiasi infra merah
dilewatkan pada sampel. Sebagian radiasi sinar infra merah diserap oleh sampel dan sebagian
lainnya diteruskan. Jika frekuensi dari suatu fibrasi spesifik sama dengan frekuensi radiasi
infra

merah

yang

langsung

menuju

molekul,

molekul

akan

menyerap

radiasi

tersebut.Spektrum yang dihasilkan menggambarkan penyerapan dan transmisi molekuler.
Transmisi ini akan membentuk suatu sidik jari molekuler suatu sampel. Karena bersifat sidik
jari, tidak ada dua struktur molekuler unik yang menghasilkan spektrum infra merah yang
sama.

FT-IR bermanfaat dalam meneliti paduan – paduan polimer. Pada polimer yang tidak
dapat bercampur memperlihatkan suatu spektrum IR yang merupakan superposisi dari
spektrum homopolimer, spektrum homopolimer dan satu spektrum interaksi yang timbul dari
interaksi kimia atau fisika antara homopolimer. Dua variasi instrumental dari spektroskopi
inframerah (IR) yaitu metode sispersi yang memiliki prisma atau kisi untuk mendispersikan
radiasi IR dan metpde Fourier Transfor (FT) yang menggunakan prinsip interferometri.
Kelebihan – kelebihan dari FT-IR mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil,
perkembangan spektrum yang cepat karena instrumen yang bini memiliki komputer yang
terdedikasi kemampuannya untuk menyimopan dan memanipulasi spektrum (Stevens,2001).

Analisis infarmerah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang rantai
struktur polimer. Disamping itu analisis mengenai bahan polimer yang terdegradasi oksidatif
dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap polimer. Gugus lain
yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugs karbonil dan karboksilat.
Umumnya pita serapan polimer spektrum inframerah adalah adanya ikatan CH/regangan pada
aerah 2880 cm-1 sampai dengan 2900 cm-1 dan regangan dari gugus lain yang mendukung
suatu analisa mineral.

Universitas Sumatera Utara

Tahap awal identifikasi bahan ;polimer, maka harus diketahui pita serapan yang
karakteristik untuk masing – masing polimer dengan membandingkan spektrum yang telah
dikenal. Pita serapan yang khas ditunjukkan oleh monomer penyusun material dan struktur
molekulnya (Hummel, 1985).

Spektrofotometer inframerah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu
menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidik jari
sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan
membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan
oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material, analisa digunakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan – bahan yang dicampurkan
(Antonius, 2009).

2.7. X-ray Difractometer (XRD)
Proses analisis menggunakan X-ray diffraction (XRD) merupakan salah satumetoda
karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik
ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan
parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Sinar X merupakan radiasi
elektromagnetik yang memiliki energi tinggi sekitar 200 eV sampai 1 MeV. Sinar X
dihasilkan oleh interaksi antaraberkas elektron eksternal dengan elektron pada kulit atom.
Spektrum sinar X memilki panjang gelombang 10-10 s/d 5-10 nm, berfrekuensi 1017-1020
Hz dan memiliki energi 103-106 eV. Panjang gelombang sinar X memiliki orde yang sama
dengan jarak antar atom sehingga dapat digunakan sebagai sumber difraksi kristal. SinarX
dihasilkan dari tumbukan elektron berkecepatan tinggi dengan logam sasaran. Oleh karena
itu, suatu tabung sinar X harus mempunyai suatu sumber elektron, voltase tinggi, dan logam
sasaran. Selanjutnya elektron elektron yang ditumbukan ini mengalami pengurangan
kecepatan dengan cepat dan energinya diubah menjadi foton. XRD digunakan untuk analisis
komposisi fasa atau senyawa pada material dan juga karakterisasi kristal. Prinsip dasar XRD
adalah mendifraksi cahaya yang melalui celah kristal. Difraksi cahaya oleh kisi-kisi atau
kristal ini dapat terjadi apabila difraksi tersebut berasal dari radius yang memiliki panjang
gelombang yang setara dengan jarak antar atom, yaitu sekitar 1 Angstrom. Radiasi yang

Universitas Sumatera Utara

digunakan berupa radiasi sinar-X, elektron, dan neutron. Sinar-X merupakan foton dengan
energi tinggi yang memiliki panjang gelombang berkisar antara 0.5 sampai 2.5 Angstrom.
Ketika berkas sinar-X berinteraksi dengan suatu material, maka sebagian berkas akan
diabsorbsi, ditransmisikan, dan sebagian lagi 21 dihamburkan terdifraksi. Hamburan
terdifraksi inilah yang dideteksi oleh XRD. Berkas sinar X yang dihamburkan tersebut ada
yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan
karena fasanya sama. Berkas sinar X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai
berkas difraksi (Callister, 2009).
XRD

adalah

instrumen

yang

digunakan

untuk

mengidentifikasi

material

kristalmaupun non-kristal, sebagai contoh identifikasi struktur kristal (kualitatif) danfasa
(kuantitatif) dalam suatu bahan dengan memanfaatkan radiasi gelombangelektromagnetik
sinar-X. Dengan kata lain, teknik ini digunakan untukmengidentifikasi fasa kristal dalam
material dengan cara menentukan parameterstruktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran
partikel. Kegunaan XRD adalahsebagai berikut:
1. Membedakan antara material yang bersifat kristal dengan amorf.
2. Karakterisasi material kristal.
3. Identifikasi mineral-mineral yang berbutir halus seperti tanah liat.
4. Penentuan dimensi-dimensi sel satuan (Cahyo, 2009).
Karakterisasi XRD bertujuan untuk menganalisis struktur kristal. Prinsip kerja XRD
adalah difraksi sinar–X yang disebabkan oleh adanya hubungan fasa tertentu antara dua gerak
gelombang atau lebih sehingga paduan gelombangtersebut saling menguatkan. Sinar-X
dihamburkan oleh atom – atom dalam zat padat material. Ketika sinar-X jatuh pada kristal
dari material maka akan terjadi hamburan ke segala arah yang bersifat koheren. Sifat
hamburan sinar-X yang koheren mengakibatkan sifat saling menguatkan atau saling
melemahkan pada paduan gelombang (Poppy, 2013).
Penentuan derajat kristalinitas menggunakan XRD dapat dilakukan berdasarkan
metode yang dikembangkan oleh Segal dengan memperkirakan jumlah fase kristalin pada
fasa 002 dan fasa amorf (Am) pada selulosa, fasa amorf pada selulosa berada pada sudut 2θ
sekitar 18,30 sudut ini merupakan sudut minimum. Indeks kristalinitas dihitung berdasarkan
perbandingan antara tinggi puncak 002(I002) dan tinggi puncak minimum (IAm). Derajat
kristalinitas dihitung dengan mrnggunakan persamaan :

Universitas Sumatera Utara

Derajat Kristalinitas (%) = �1 −

���

�002

� � 100 %

(2.1)

Dimana :
IAm merupakan intensitas minimum pada 2θ (±180)
I002 merupakan intensitas maksimum pada 2θ (200- 220)

Universitas Sumatera Utara