Pengaruh Good Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Pengungkapan Islamic Social Reporting Pada Perbankan Syariah di Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1Definisi Islamic Social Reporting (ISR)
”Islamic Social Reporting (ISR) adalah perluasan dari social reporting
yang meliputi harapan masyarakat tidak hanya mengenai peran perusahaan
dalam perekonomian, tetapi juga peran perusahaan dalam perspektif spiritual”
(Haniffa, 2002). Islamic Social Reporting menekankan pada keadilan sosial
terkait pelaporan mengenai lingkungan, hak mayoritas, dan karyawan. Dalam
konteks Islam, masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui berbagai
informasi mengenai aktivitas organisasi. Hal ini dilakukan untuk melihat
apakah perusahaan tetap melakukan kegiatannya sesuai syariah dan mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu salah satu cara untuk melakukan
pengungkapan penuh yang sesuai dengan konteks Islam adalah dengan
menggunakan Islamic Social Reporting. Secara khusus indeks ini adalah
perluasan dari standart pelaporan kinerja sosial yang meliputi harapan
masyarakat tidak hanya mengenai peran perusahaan dalam perekonomian
tetapi juga peran perusahaan dalam perspektif spiritual.
Islamic Social Reporting (ISR) merupakan perluasan dari pelaporan sosial
yang tidak hanya berupa keinginan besar dari seluruh masyarakat terhadap
peranan perusahaan dalam ekonomi melainkan berkaitan dengan perspektif
spiritual. Islamic Social Reporting (ISR) menggunakan prinsip syariah sebagai
landasan
dasarnya.
Prinsip
syariah
dalam
Islamic Social
Reporting
10
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan aspek-aspek material, moral, dan spiritual yang menjadi fokus
utama dari pelaporan sosial perusahaan. Islamic Social Reporting lebih
menekankan terhadap keadilan sosial dalam pelaporannya selain pelaporan
terhadap lingkungan, kepentingan minoritas dan karyawan.
Akhir-akhir ini publik menginginkan adanya transparansi dan akuntabilitas
perusahaan sebagai bentuk penerapan Good Corporate Governance(GCG).
Penerapan ISR adalah salah satu bentuk implementasi dari GCG, yang
sekarang ini menjadi trend terkait dengan isu tentang lingkungan. Program ISR
menjadi penting saat perusahaan melakukan eksploitasi sumber daya baik besar
maupun kecil. Dengan adanya eksploitasi itu makan perusahaan harus
memikirkan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga ada
keseimbangan.
Konsep ISR juga terdapat dalam Islam berdasarkan syariah, pada
hakekatnya mendasar pada filosofi dasar Al Quran dan Sunnah, sehingga hal
ini menjadi dasar bagi pelakunya dalam berinteraksi dengan lingkungan dan
menjalankan operasionalnya sesuai syariah. (Dusuki dan Dar, 2005)
“menyatakan bahwa pada perbankan syariah tanggung jawab sosial sangat
relevan untuk dibicarakan mengingat beberapa faktor yaitu perbankan syariah
berlandaskan syariah yang beroperasi dengan landasan moral, etika dan
tanggung jawab sosial dan adanya prinsip atas ketaatan pada perintah Allah
dan Khalifahnya”.
Indeks ISR merupakan tolak ukur pelaksanaan tanggung jawab sosial
perbankan syariah yang berisi kompilasi item-item standar CSR yang
11
Universitas Sumatera Utara
ditetapkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions) yang kemudaian dikembangkan lebih lanjut oleh para
peneliti mengenai item-item CSR yang seharusnya diungkapkan oleh suatu
entitas
Islam.
Dengan
demikian
indeks
ISR
untuk
entitas
Islam
mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip Islam seperti transaksi
yang sudah terbebas dari unsur riba, spekulasi, gharar, serta mengungkapkan
zakat, status kepatuhan syariah serta aspek-aspek sosial seperti sodaqoh,
waqof, qordul hasan sampai dengan pengungkapan peribadahan dilingkungan
perusahaan.
Ada enam tema pengungkapan dalam kerangka indeks Islamic Social
Reporting (ISR) yang digunakan menurut Haniffa (2002) :
1. Pendanaan dan Investasi (Finance & Investment)
Item pengungkapan yang termasuk dalam tema pendanaan dan investasi
adalah pengungkapan mengenai informasi atas sumber pendanaan dan investasi
perusahaan apakah mengandung interest-free (Riba) dan speculative-free
(Gharar) yang sangat diharamkan dalam syariah Islam. Selain itu terdapat juga
pengungkapan mengenai zakat, kebijakan atas penghapusan hutang tak
tertagih, dan pernyataan nilai tambah dari manajemen.
Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa
adanya aturan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Hal yang
menyebabkan Riba dilarang adalah karena Riba adalah transaksi yang tidak
adil yang akan mengakibatkan pihak pemnjam akan semakin miskin dan pihak
yang memberi pinjaman akan semakin kaya (merugikan satu pihak).
12
Universitas Sumatera Utara
Gharar adalah transaksi yang mengandung ketidakpastian yang
disebabkan oleh incomplete information. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam
lima hal yaitu, dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan dan akad.
Transaksi ini dilarang karena satu pihak akan terzalimi walaupun pada awalnya
tidak demikian. Informasi pengungkapan lain dalam tema ini adalah mengenai
pembayaran zakat. Zakat adalah pemberian harta tertentu dalam jumlah
tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk penyucian harta dan jiwa.
2. Produk dan Jasa (Product and Service)
Item pengungkapan yang termasuk dalam tema ini adalah pengungkapan
atas pertanggungjawaban perusahaan terhadap produk yang diperjualbelikan.
Oleh karena itu produk ataupun jasa yang ditawarkan perusahaan harus
diungkapkan kehalalannya dan juga keamanan dan kualitas produk ataupun
jasa.
3. Karyawan (Employee)
Pengungkapan yang termasuk dalam tema ini adalah pengungkapan atas
perlakuan perusahaan terhadap karyawan. Karyawan harus diperlakukan dan
dibayar dengan adil atau tepat dan pemberi kerja harus menjamin pemenuhan
kewajiban dasar dan juga spiritual karyawan. Informasi-informasi yang harus
diungkapkan yaitu yang terkait dengan gaji atau upah, jam kerja, hari libur,
tunjangan, sifat pekerjaan dukungan pendidikan, dan pelatihan, kesehatan,
kesetaraan dan peluang melaksanakan ibadah.
4. Masyarakat (Society)
13
Universitas Sumatera Utara
Item yang termasuk dalam tema Masyarakat adalah memberikan
pengungkapan mengenai tindakan apa saja yang perusahaan berikan untuk
masyarakat. Masyarakat memberikan pengungkapan mengenai konsep umma,
amanah, dan adil yang menekankan pada pentingnya membagi tujuan umum
dan menghilangkan penderitaan dalam masyarakat dan hal tersebut bisa
terwujud melalui sadaqah (kegiatan sosial), waqaf (kepercayaan) dan qard
hassan (memberikan pinjaan tanpa keuntungan).
5. Lingkungan (Enviroment)
Item ini memberikan pengungkapan mengenai tindakan perusahaan
terkait dengan lingkungan. Terdapat pemisahan pengungkapan mengenai
kegiatan
yang
dapat
membahayakan
margasatwa
dengan
konservasi
lingkungan. Selain itu penelitian ini juga tidak mengikut sertakan indeks
pengungkapan produk yang terkait dengan lingkungan pada tema lingkungan
karena indeks tersebut sama dengan indeks produk ramah lingkungan (Green
Product) yang terdapat tema Produk dan Jasa.
6. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Perusahaan haruslah mengungkapkan semua aktivitas terlarang seperti
praktik monopoli, manipulasi harga, perjudian, dan penimbunan barang yang
dibutuhkan dan kegiatan melanggar hukum lainnya. Aktivitas monopoli adalah
suatu aktivitas dimana suatu asar hanya memiliki satu penjual/pemain tunggal
sehingga harga barang akan dikuasai oleh penjual tersebut dan pembeli hanya
bisa mengikuti permintaan penj
ual. Monopoli biasanya dilakukan
dengan membuat persyaratan-persyaratan untuk masuk dalam pasar tersebut.
14
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Definisi Pengungkapan (disclosure)
Menurut Siegel (2001:147) Pengungkapan didefinisikan sebagai
pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran pada
laporan keuangan sebagai catatan kaki atau tambahan. Informasi ini
menyediakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai posisi
keuangan, hasil operasi dan kebijakan perusahaan. informasi
penjelasan mengenai kesehatan keuangan dapat juga diberikan dalam
laporan pemeriksaan. Semua materi harus disingkapkan termasuk
termasuk informasi kuantitatif
maupun kualitatif yang sangat
membantu pengguna laporan.
Hendriksen
pengungkapan
(2000:504)
yang
pantas,
berpendapat
sebuah
bahwa
pengungkapan
“untuk
mencapai
harus
menjawab
pertanyaan:”
1. “Untuk siapa informasi diungkapkan?”
2. “Apa tujuan dari pengungkapan informasi?”
3. “Berapa banyak informasi harus diungkapkan?”
Untuk pertanyaan bagaimana dan kapan informasi harus diungkapkan
termasuk penting, akan tetapi tidak lebih penting daripada tiga pertanyaan
awal. Tetapi (Evans, 2003:51) mengikut sertakan pertanyaan “kapan informasi
harus diungkapkan”. Pengungkapan berarti menyampaikan informasi dalam
laporan keuangan, termasuk laporan keuangan itu sendiri, catatan atas laporan
keuangan, dan pengungkapan tambahan yang berkaitan dengan laporan
keuangan. Pengungkapan menurut Evans hanya terbatas pada hal-hal yang
menyangkut pelaporan keuangan, tidak termasuk dengan pernyataan umum
atau private yang dibuat untuk manajemen atau informasi yang disampaikan
diluar lingkungan pelaporan keuangan.
15
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 DefinisiGood Corporate Governance (GCG)
Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang
Saham/Pemilik Modal, Komisaris/Dewan Pengawas dan Direksi)
untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan
guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan tetap memperhatikan kepentingan Stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai
etika.(Adrian Sutedi ,2012 : 1).
Good Corporate Governance mulai dikenal pada tahun 1992 oleh
Cadbury Committee yang menggunakan istilah GCG pada laporan keuangan
mereka (Cadbury Report) laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning
point) yang sangat menentukan bagi praktik Good Corporate Governance di
seluruh dunia. Menurut Cadbury Committee pengertian GCG adalah
seperangkat aturan yang merumuskan hubungan antara pemegang saham,
manager,
kreditor,
pemerintah,
karyawan,
dan
pihak-pihak
yang
berkepentingan, lainnya baik internal maupun eksternal sehubungan dengan
hak-hak dan tanggung jawab mereka.
Menurut FCGI pengertian Good Corporate Governance adalah
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus (pengelola) perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hakhak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk
menciptakan pertambahan nilai bagi semua pihak pemegang kepentingan.
16
Universitas Sumatera Utara
Sementara Bank Dunia (Wolrd Bank) mendefinisikan Good Corporate
Govenance (GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah
yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber
perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi
jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun
masyarakat sekitar secara keseluruhan. “Pengaturan perbankan setidaknya
harus memenuhi kriteria-kriteria yang utama yang meliputi perlindungan
nasabah, stabilitas sistem perbankan dan keuangan serta peningkatan
kepercayaan pasar” (Adrian Sutedi (2012 : 110).
“Good Corporate Governance atau pengaturan perusahaan juga
merupakan fungsi yang bertujuan untuk menentukan kebijakan pengawasan
perusahaan yang dilakukan oleh board of directors” (Moenaf 2000 : 35). The
Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) mendefinisikan Good
Corporate Governance sebagai struktur, sistem dan proses yang digunakan
oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah
perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang.
Dari definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Good Corporate
Governance adalah suatu sistem atau pun peraturan yang mengatur, mengelola,
serta mengawasi perusahaan dalam menjalankan kegiatan perusahaan untuk
mendapatkan nilai tambah bagi pemegang saham atau pun stakeholder lainnya.
Good Corporate Governance juga disebut sebagai suatu proses yang
transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, dan penilaian
kinerjanya.
17
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.1 Tujuan PelaksanaanGood Corporate Governance
Menurut E. John Aldridge (2005 : 76) ada 5 tujuan pelaksanaan
Good Corporate Governance antara lain : 1.Melindungi hak dan
kepentingan pemegang saham. 2. Melindungi hak dan kepentingan
para anggota stakeholders non- pemegang saham3. Meningkatkan
nilai perusahaan dan para pemegang saham. 4. Menigkatkan efisiensi
dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan
manajemen perusahaan. 5. Meningkatkan mutu hubungan Board of
Directors dengan manajemen senior perusahaan.
2.1.3.2 Manfaat Good Corporate Governance
Pelaksanaan Good Corporate Governance diharapkan dapat
memberikan beberapa manfaat berikut ini (FCGI, 2016) :
1.Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi
operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada
stakeholders. 2.Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang
lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.
3.Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia. 4.Pemegang saham akan merasa puas
dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan
shareholders value dan dividen.
2.1.3.3 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Menurut FCGI (2016) terdapat lima prinsip utama yang penting
dalam Corporate Governance yaitu keadilan (fairness), transparansi
(transparency), kemandirian (independency), akuntabilitas (accountability),
dan pertanggungjawaban (responsibility).
1. Keadilan (fairness)
Keadilan (fairness) dimaksudkan untuk menjamin hak-hak pemegang
saham, termasuk pemegang saham minoritas dan para pemegang
18
Universitas Sumatera Utara
saham asing serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para
investor.
2. Transparansi (transparency)
Transparansi (transparency) adalah adanya pengungkapan yang akurat
dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi
kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan.
3. Kemandirian (independency)
Kemandirian adalah sebagai keadaan dimana perusahaan bebas dari
pengaruh ataupun tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan
mekanisme
korporasi.
Prinsip
ini
mengharuskan
perusahaan
menggunakan tenaga ahli dalam setiap divisi atau bagian dalam
perusahaannya sehingga pengelolaan perusahaan dapat dipercaya.
Prinsip ini juga mengharuskan perusahaan memiliki kebijakan intern
dalam perusahaan yang sesuai dengan peraturan dan hukum yang
berlaku.
4. Akuntabilitas (accountability)
Dimaksudkan sebagai prinsip yang mengatur peran dan tanggung
jawab
manajemen
agar
dalam
mengelola
perusahaan
dapat
mempertanggung jawabkan pekerjaannya serta mendukung usaha
untuk
menjamin
penyeimbangan
kepentingan
manjemen
dan
pemegang saham sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.
Dewan Komisaris dalam hal ini memberikan pengawasan terhadap
19
Universitas Sumatera Utara
manajemen mengenai kinerja dan pencapaian target return bagi
pemegang saham.
5. Pertanggung jawaban (responsibility)
Pertanggung jawaban (responsibility) berarti bahwa sebuah perusahaan
harus memenuhi hukum dan Undang-undang yang berlaku. Termasuk
didalamnya pemeliharaan lingkungan hidup, hak-hak konsumen,
ketenaga kerjaan dan sebagainya. Sebuah perusahaan tidak hanya
harus bertanggung jawab terhadap mereka yang berhubungan langsung
dengan perusahaan, tetapi mereka juga tidak berhubungan secara
langsung dengannya.
Dari prinsip-prinsip GCG menurut FCGI diatas maka dapat disimpulkan
bahwa pengelolaannya akan selalu mengutamakan kepentingan pemegang
saham, memberikan informasi, yang terbuka pada semua pihak baik internal
maupun eksternal serta mematuhi hukum-hukum yang berlaku di negara
tersebut. Prinsip-prinsip GCG ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang
sama atas saham-saham yang berada dalam satu tingkatan, melarang praktipraktik insider trading dan self dealing dan mengharuskan anggota dewan
komisaris untuk melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi
yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest).
2.1.3.4 Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran Dewan Komisaris merupakan mekanisme pengendalian
intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan
manajemen puncak. Peranan dewan komisaris tidak hanya melihat
kepentingan pemilik atau anggotanya tetapi juga kepentingan
20
Universitas Sumatera Utara
organisasi atau perseroan dalam mencapai tujuannya. (Moenaf,
2000 : 34)
Pentingnya dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasehat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan GCG akan tetapi dewan komisaris tidak boleh turut serta
dalam mengambil keputusan operasional.
Kedudukan Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah
setara. Tugas komisaris adalah sebagai primus inter pares adalah
mengkoordinasi kegiatan dewan komisaris. Supaya pelaksanaan tugas
dewan komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip
berikut :
a. Komposisi
dewan
komisaris
harus
memungkinkan
pengambilan
keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak
independen.
b. Anggota dewan komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan
memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan
baik termasuk memastikan bahwa direksi telah memperhatikan
kepentingan semua pemangku kepentingan.
c. Fungsi pengawasan dan pemberian nasehat dewan komisaris mencakup
tindakan
pencegahan,
perbaikan,
sampai
kepada
pemberhentian
sementara.
Dewan komisaris terdiri dari inside dan outside yang akan memiliki
akses informasi khusus yang berharga dan sangat membantu dewan
21
Universitas Sumatera Utara
komisaris serta menjadikannya sebagai alat efektif dalam keputusan
pengendalian sedangkan fungsi dewan komisaris itu sendiri adalah
mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen
(direksi) dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen
memenuhi
tanggung
jawab
mereka
dalam
mengembangkan
dan
menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan.
Jumlah dewan komisaris yang besar menguntungkan perusahaan dari
sudut pandang resources dependence. Maksud dari pandangan resource
dependence adalah bahwa perusahaan akan tergantung dengan dewannya
untuk dapat mengelola sumber dayanya secara lebih baik. Dewan komisaris
harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif
dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Konsep dasar dewan
komisaris berasal dari tanggung jawab pengaturan (governance) suatu badan
usaha yang dimiliki oleh kelompok yang berbeda dengan yang menata atau
yang mengelolanya (Moenaf, 2000 : 34). Sedangkan kerugian dari jumlah
dewan yang besar berkaitan dengan dua hal yaitu : meningkatkan
permasalahan dalam hal komunikasi dan koordinasi dengan semakin
meningkatnya jumlah dewan dan turunnya kemampuan dewan untuk
mengendalikan manjemen, sehingga menimbulkan permasalahan agensi
yang muncul dari pemisahan antara manajemen dan kontrol.
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran dewan
komisaris. Penelitian yang berkaitan dengan dewan komisaris di Indonesia
yang dilakukan Arifin. “Komposisi dewan komisaris yang diukur dengan
22
Universitas Sumatera Utara
rasio outside directors terhadap jumlah dewan komisaris mempunyai
pengaruh yang signifikan (positif) terhadap pengungkapan sukarela”
(Sembiring, 2003). Hal ini dapat diartikan bahwa semakin besar anggota
dewan komisaris maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan
memonitoring, sehingga yang dilakukan akan semakin efektif.
Kerugian dari jumlah dewan yang besar berkaitan dengan dua hal,
yaitu meningkatnya permasalahan dalam hal komunikasi dan koordinasi
dengan semakin meningkatnya jumlsh dewan dan turunnya kemampuan
dewan
untuk
mengendalikan
manajemen,sehingga
menimbulkan
permasalahan agensi yang muncul dari pemisahan antara manajemen dan
kontrol.
Terjaminnya
fungsi
pengawasan
perusahaan
jumlah
dewan
komisaris dalam setiap perusahaan KNKG (Komite Nasional Kebijakan
Governance) dan peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 memberi
batas minimal tiga orang dewan komisaris yaitu satu orang sebagai ketua
dewan komisaris sekaligus anggota dan dua orang anggota. Ukuran
komisaris maksimal sama dengan jumlah dewan direksi.
Pentingnya dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasehat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan Good Corporate Governance akan tetapi dewan komisaris
tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional.
23
Universitas Sumatera Utara
Dewan komisaris dalam satu perusahaan lebih ditekankan pada
monitoring dari implementasi kebijaan direksi. Peran komisaris ini
diaharapkan akan meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara
dewan direksi dan pemegang saham. Oleh karena itu dewan komisaris
seharusnya dapat mengawasi kinerja perusahaan sehingga kinerja yang
dihasilkan sesuai dengan kepentingan pemegang saham.
2.1.4 Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan merupakan faktor yang banyak diteliti sebagai
salah satu praktek Good Corporate Governance yang mempengaruhi Islamic
Social Reporting. Disamping itu, tingkat pelaporan dalam pengungkapan ISR
di Indonesia masih relevan rendah. Penemuan-penemuan tersebut mengindikasi
adanya korelasi negative antara tingkat pelaporan dan pengungkapan ISR
dengan struktur kepemilikan saham yang terkonsentrasi. “Dalam konteks
perusahaan, prinsipals adalah pemilik perusahaan (pemegang saham) dan
agennya adalah tim manajemen”. (Sugiarto, 2009 : 55).
Konsentrasi
kepemilikan
dapat
menjadi
mekanisme
internal
pendisiplinan manajemen, sebagai salah satu mekanisme yang dapat digunakan
untuk meningkatkan efektifitas monitoring, karena dengan kepemilikan yang
besar menjadikan shareholder memiliki akses informasi yang cukup signifikan
untuk
mengumbangi
keuntungan
informasi
informasi
struktur
kepemilikan
yang
dimiliki
manajemen.
Struktur
kepemilikan
adalah
saham
yaitu
perbandingan jumlah saham yang dimiliki oleh orang dalam (insider) dengan
24
Universitas Sumatera Utara
jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Atau dengan kata lain struktur
kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional dan kepemilikan
manajemen dalam kepemilikan saham perusahaan. Dalam menjalankan
kegiatannya suatu perusahaan diwakili oleh direksi (agents) yang ditunjuk oleh
pemegang saham (principals).
Struktur Kepemilikan dapat berupa investor individual, pemerintah dan
institusi swasta. Struktur Kepemilikan terbagi dalam beberapa kategori. Secara
spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan oleh institusi
domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan dan individual domestik.
Struktur kepemilikan akan memiliki motivasi yang berbeda dalam memonitor
perusahaan serta manajemen dan dewan direksinya.
Negara-negara dengan rendahnya perlindungan terhadap Investor seperti
halnya
Indonesia,
shareholders
merasa
khawatir
akan
kemungkinan
berbedanya pendapatan yang diperoleh dengan yang di ekspektasikan.
Akibatnya mereka memperbesar persentase kepemilikan atas perusahaan
sebagai salah satu cara untuk melindungi diri. Para pemegang saham dapat
mengendalikan perusahaan melalui voting power atau representasi mereka
dimanajemen sehingga hak-hak mereka telindungi. Struktur kepemilikan
saham
mencerminkan
distribusi
kekuasaan
dan
pengaruh
di
antara
shareholderatas akegiatan operasional perusahaan. Salah satu karakteristik
struktur kepemilikan adalah struktur yang terbagi dalam dua bentuk struktur
kepemilikan yaitu kepemilikan terkonsentrasi dan kepemilikan menyebar.
Kepemilikan saham dikatakan terkonsentrasi jika sebagian besar saham
25
Universitas Sumatera Utara
dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok, sehingga shareholder
memiliki jumlah saham yang relatif dominan dibandingkan dengan yang
lainnya dan struktur kepemilikan terkonsentrasi juga dapat menjadi mekanisme
internal pendisiplinan manajemen. Kepemilikan saham dikatakan menyebar,
jika kepemilikan saham menyebar secara relatif merata kepublik, tidak ada
yang memiliki saham dalam jumlah yang sangat besar dibandingkan dengan
lainnya. “Struktur kepemilikan juga menentukan tingkat pengawasan dan tentu
saja tingkat pengungkapan” (Farook et al. 2011).
Sebagimana diuraikan di atas, investor Islam menentukan tingkat
kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah dan berdampak pada tingkat
pengungkapan Islamic Social Reporting. Investor Islam lebih mungkin untuk
menginvestikasikan dana mereka sebagai nasabah (IAH) bukan sebagai
pemegang saham sejak investor Islam lebih tertarik pada layanan yang
ditawakan bank-bank syariah tersebut. Selanjutnya, rekening di bank syariah
lebih mudah diakses daripada saham-saham bank-bank syariah.Hal ini
disebabkan oleh fakta bahwa keuntungan pemegang saham ditentukan oleh
keuntungan yang diperoleh melalui pemanfaatan dana nasabah.
Jika menjadi nasabah lebih menarik daripada menjadi pemegang saham
dan sesuai dengan hukum serta prinsip Islam, maka pengaruh relatif dari
nasabah akan menentukan sejauh mana aktivitas bank sesuai dengan hukumhukum Islam dan prinsip-prinsip syariah dan pengaruhnya terhadap
tingkatpengungkapan yang disajikan oleh bank. Hal ini menunjukkan bahwa
26
Universitas Sumatera Utara
pengungkapan Islamic Social Reporting berhubungan positif dengan ukuran
relatif dana nasabah sebagai proporsi dari dana pemegang saham.
Jumlah saham yang dimiliki insider
Struktur Kepemilikan =
X 100%
Jumlah saham yang dimilki Investor
2.2 Penelitian Terdahulu
No.
1
Nama
Peneliti
Yudha
Pranata
(2007)
2
Ayu
(2010)
3
Kania
(2011)
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Judul Penelitian
Variabel
Penelitian
Prinsip
Good Dependen :
Corporate
Prinsip Good
Governance
Corporate
(GCG) terhadap Governance
kinerja
Independen :
keuangan
perusahaan yang Kinerja
diukur memakai keuangan
perusahaan
NPM
yang
diukur
memakai NPM
Analisis
Dependen :
Pengaruh Jenis Tingkat
Industri, Ukuran pengungkapan
Perusahaan, dan CSR
Profitabilitas
terhadap tingkat Independen :
pengungkapan
Mekanisme
Islamic Social pengawasan,
Resporting
struktur
kepemilikan,
(ISR)
perusahaan yang ukuran
termasuk dalam perusahaan
Jakarta Islamic
Indeks
Pengaruh
Dependen :
Praktek
Good Corporate
Corporate
Social
Governance
Responsibiliy
(GCG) terhadap
Independen :
pengungkapan
Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang
dilakukannya terdapat
pengaruh yang positif
terhadap
kinerja
keuangan perusahaan
Ukuran perusahaan,
dan profitabilitas
berpengaruh secara
signifikan terhadap
perusahaan untuk
menyediakan
pelaporan Social
Islam. Sedangkan
untuk jenis industri
tidak memberikan
hasil yang signifikan
untuk penyediaan
pengungkapan ISR
Komposisi
Dewan
Komisaris
tidak
berpengaruh signifikan
terhadap
pengungkapan
Corporate
Social
27
Universitas Sumatera Utara
4
5
Raditya
(2012)
Corporate
Social
Responsibility
(CSR)
pada
perbankan
Syariah
di
Indonesia
Analisis Faktorfaktor
yang
mempengaruhi
tingkat
pengungkapan
Islamic Social
Reporting (ISR)
pada perusahaan
yang
masuk
Daftar
Efek
Syariah (DES)
Struktur
Kepemilikan,
Komposisi
Dewan
Komisaris,
Ukuran Dewan
Komisaris
Dependen :
Corporate
Responsibility
(sustainable
develpoment)
Independen :
Corporate
Financial
Responsibility,
Corporate
Evironmental
Responsibility,
CSR
Khoirudin Pengaruh
Dependen :
(2013)
Elemen
Good Pengungkapan
Corporate
Islamic Social
Governance
Reporting
terhadap
Pengungkapan
Independen :
Islamoic Social Ukuran Dewan
Reporting pada Komisaris,
perbankan
Ukuran Dewan
syariah
di Pengawas
Indonesia
Syariah
Responsibility,
sedangkan
Ukuran
Dewan Komisaris dan
Struktur Kepemilikan,
berpengaruh signifikan
terhadap
pengungkapan CSR
Ukuran
perusahaan,
dan
profitabilitas
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
perusahaan
untuk
pengungkapan ISR
Ukuran
Dewan
Komisaris berpengaruh
positif
terhadap
pengungkapan Islamic
Social
Reporting
sedangkan
Ukuran
Dewan
Pengawas
Syariah
tidak
berpengaruh terhadap
Islamic
Social
Reporting
2.3 Kerangka Konseptual
Ukuran Dewan Komisaris
(X1)
Struktur Kepemilikan
(X2)
H1
Islamic Social
Reporting
(ISR)
(Y)
H2
28
Universitas Sumatera Utara
H3
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek
penelitian ditujukan, dimana hal ini merupakan jaringan hubungan antara variabel
masalah yang telah diidentifikasikan melalui wawancara, observasi dan survey.
Kerangka konseptual merupakan kesimpulan sementara dari tinjauan teoritis yang
mencerminkan adanya hubungan antara variabel yang diteliti.
2.3.1 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap tingkat pengungkapan
Islamic Social Reporting
Ukuran Dewan Komisaris mempunyai fungsi penting dalam perbankan
syariah. Ukuran Dewan Komisaris memiliki fungsi pengawasan terhadap
manajemen dan berfungsi mengawasi kegiatan operasional perusahaan agar
sesuai dengan visi dan misi perusahaan serta sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Dengan wewenang yang dimiliki, maka dewan komisaris dapat
menekan manajemen untuk mengungkapkan CSR dalam bentuk ISR.
Penelitian yang dilakukan Sembiring (2005) mengenai size, profile,
profitabilitas, ukuran perusahaan, dewan komisaris, leverage terhadap praktek
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, menunjukan bahwa dewan
komisaris berpengaruh terhadap indeks pengungkapan sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewan komisaris berpengaruh
terhadap corporate social responsibility disclosure. Penelitian-penelitian
29
Universitas Sumatera Utara
tersebut menunjukkan bahwa dewan komisaris memiliki peran yang penting
karena bertugas mengawasi perusahaan dan menyampaikan semua informasi
kepada stakeholders, termasuk informasi pengungkapan tanggung jawab sosial.
Semakin besar ukuran dewan komisaris, maka pengawasan akan semakin baik.
Dengan pengawasan yang baik, maka diharapkan pengungkapan ISR akan
semakin luas karena dapat meminimalisir informasi yang mungkin dapat
disembunyikan oleh manajemen. Hasil ini juga mendukung hasil penelitian
Sulastini. menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif
terhadap luas pengungkapan CSR perusahaan.
HI : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan
Islamic Social Reporting pada perbankan syariah di Indonesia
2.3.2 Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap tingkat pengungkapan
Islamic Social Reporting
Struktur kepemilikan merupakan pemisah antara pemilik perusahaan dan
manajer perusahaan. Pemilik atau pemegang saham adalah pihak yang
menyertakan modal kedalam perusahaan, sedangkan manajer adalah pihak
yang ditunjuk pemilik dan diberi kewenangan mengambil keputusan dalam
mengelola perusahaan, dengan harapan manajer bertindak sesuai dengan
kepentingan pemilik. Dengan adanya konsentrasi kepemilikan, maka para
stakeholders besar akan dapat meningkatkan nilai tambah sendiri bagi
perusahaan termasuk pengungkapan Islamic Social Reporting.
Secara teoritis
perusahaan
yang memiliki
struktur kepemilikan
terkonsentrasi akan lebih mudah dalam mengendalikan kegiatan perusahaan.
30
Universitas Sumatera Utara
hal ini dikarenakan ada satu stakehoderyang memiliki kekuatan besar untuk
melakukan kecurangan-kecurangan yang dapat merugikan shareholder,
sehingga pengungkapan hasil kinerja perusahaan akan lebih luas termasuk
melakukan pengungkapan CSR kepada stakeholders-nya.
Struktur kepemilikan terkonsentrasi dapat menjadi mekanisme internal
pendisilinan manajemen, sebagai salah satu mekanisme yang dapat digunakan
untuk meningkatkan efektifitas monitoring, karena dengan kepemilikan yang
besar menjadikan pemegang saham memiliki akses informasi yang cukup
signifikan untuk mengimbangi keuntungan informasi yang dimiliki manjemen
terutama dalam pengungkapan Islamic Social Reporting, dan untuk menilai
atau memastikan pemenuhan prinsip syariah dalam setiap kegiatan operasional
yang dilakukan oleh perbankan syariah di Indonesia.
H2 : Struktur Kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengungkapan Islamic Social Reporting pada perbankan syariah di
Indonesia.
2.3.3 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan
terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social Reporting.
Ukuran Dewan Komisaris yang berasal dari luar perusahaan akan
menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan perusahaan yang lebih objektif
dan independen dibanding perusahaan yang memiliki susunan dewan komisaris
yang hanya berasal dari dalam perusahaan sehingga fungsi pengawasan dapat
benar-benar dilaksanakan. Praktek Good Corporate Governance (struktur
31
Universitas Sumatera Utara
kepemilikan dan ukuran dewan komisaris ) berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan Islamic Social Reporting sektor perbankan.
Teori agency menyatakan konflik antara agen dan principal dapat
dikurangi dengan mekanisme pengawasan yang dapat menyelaraskan berbagai
kepentingan yang ada dalam perusahaan. Mekanisme yang dimaksud yaitu
GCG (Struktur kepemilikan dan Ukuran dewan komisaris). Teori legitimacy
menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untuk memastikan bahwa
mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam masyarakat atau
lingkungan dimana perusahaan berada, dimana mereka berusaha untuk
memastikan bahwa aktifitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luar
sebagai suatu yang sah. Perusahaan yang melakukan pengungkapan ISR tidak
akan terlaksana dengan baik bila perusahaan tidak menerapkan GCG.
Perbankan syariah memiliki peraturan sendiri mengenai pelaksanaan
good corporate governance, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
11/33/PBI/2009. Terbitnya peraturan ini diharapkan mampu memperkuat
industri perbankan syariah menjadi industri yang sehat dan tangguh terutama
dalam pengungkapan Islamic Social Reporting. Terkait dengan adanya
kebutuhan mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial pada perbankan
syariah, peneliti-peneliti ekonomi syariah saat ini banyak yang menggunakan
Islamic Social Reporting (ISR) untuk mengukur CSR institusi keuangan
syariah. Indeks ISR dapat menjadi pijakan awal dalam hal standar
pengungkapan CSR yang sesuai dengan perspektif Islam.
32
Universitas Sumatera Utara
H3 : Ukuran Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social
Reporting pada perbankan syariah di Indonesia.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan hipotesisnya sebagai
berikut:
H1
: Ukuran Dewan Komiaris berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) pada perbankan syariah di
Indonesia.
H2
: Struktur
Kepemilikan
berpengaruh
signifikan
terhadap
tingkat
pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) pada perbankan syariah di
Indonesia.
H3
:
Ukuran Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social
Reporting pada perbankan syariah di Indonesia.
33
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1Definisi Islamic Social Reporting (ISR)
”Islamic Social Reporting (ISR) adalah perluasan dari social reporting
yang meliputi harapan masyarakat tidak hanya mengenai peran perusahaan
dalam perekonomian, tetapi juga peran perusahaan dalam perspektif spiritual”
(Haniffa, 2002). Islamic Social Reporting menekankan pada keadilan sosial
terkait pelaporan mengenai lingkungan, hak mayoritas, dan karyawan. Dalam
konteks Islam, masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui berbagai
informasi mengenai aktivitas organisasi. Hal ini dilakukan untuk melihat
apakah perusahaan tetap melakukan kegiatannya sesuai syariah dan mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu salah satu cara untuk melakukan
pengungkapan penuh yang sesuai dengan konteks Islam adalah dengan
menggunakan Islamic Social Reporting. Secara khusus indeks ini adalah
perluasan dari standart pelaporan kinerja sosial yang meliputi harapan
masyarakat tidak hanya mengenai peran perusahaan dalam perekonomian
tetapi juga peran perusahaan dalam perspektif spiritual.
Islamic Social Reporting (ISR) merupakan perluasan dari pelaporan sosial
yang tidak hanya berupa keinginan besar dari seluruh masyarakat terhadap
peranan perusahaan dalam ekonomi melainkan berkaitan dengan perspektif
spiritual. Islamic Social Reporting (ISR) menggunakan prinsip syariah sebagai
landasan
dasarnya.
Prinsip
syariah
dalam
Islamic Social
Reporting
10
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan aspek-aspek material, moral, dan spiritual yang menjadi fokus
utama dari pelaporan sosial perusahaan. Islamic Social Reporting lebih
menekankan terhadap keadilan sosial dalam pelaporannya selain pelaporan
terhadap lingkungan, kepentingan minoritas dan karyawan.
Akhir-akhir ini publik menginginkan adanya transparansi dan akuntabilitas
perusahaan sebagai bentuk penerapan Good Corporate Governance(GCG).
Penerapan ISR adalah salah satu bentuk implementasi dari GCG, yang
sekarang ini menjadi trend terkait dengan isu tentang lingkungan. Program ISR
menjadi penting saat perusahaan melakukan eksploitasi sumber daya baik besar
maupun kecil. Dengan adanya eksploitasi itu makan perusahaan harus
memikirkan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga ada
keseimbangan.
Konsep ISR juga terdapat dalam Islam berdasarkan syariah, pada
hakekatnya mendasar pada filosofi dasar Al Quran dan Sunnah, sehingga hal
ini menjadi dasar bagi pelakunya dalam berinteraksi dengan lingkungan dan
menjalankan operasionalnya sesuai syariah. (Dusuki dan Dar, 2005)
“menyatakan bahwa pada perbankan syariah tanggung jawab sosial sangat
relevan untuk dibicarakan mengingat beberapa faktor yaitu perbankan syariah
berlandaskan syariah yang beroperasi dengan landasan moral, etika dan
tanggung jawab sosial dan adanya prinsip atas ketaatan pada perintah Allah
dan Khalifahnya”.
Indeks ISR merupakan tolak ukur pelaksanaan tanggung jawab sosial
perbankan syariah yang berisi kompilasi item-item standar CSR yang
11
Universitas Sumatera Utara
ditetapkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions) yang kemudaian dikembangkan lebih lanjut oleh para
peneliti mengenai item-item CSR yang seharusnya diungkapkan oleh suatu
entitas
Islam.
Dengan
demikian
indeks
ISR
untuk
entitas
Islam
mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip Islam seperti transaksi
yang sudah terbebas dari unsur riba, spekulasi, gharar, serta mengungkapkan
zakat, status kepatuhan syariah serta aspek-aspek sosial seperti sodaqoh,
waqof, qordul hasan sampai dengan pengungkapan peribadahan dilingkungan
perusahaan.
Ada enam tema pengungkapan dalam kerangka indeks Islamic Social
Reporting (ISR) yang digunakan menurut Haniffa (2002) :
1. Pendanaan dan Investasi (Finance & Investment)
Item pengungkapan yang termasuk dalam tema pendanaan dan investasi
adalah pengungkapan mengenai informasi atas sumber pendanaan dan investasi
perusahaan apakah mengandung interest-free (Riba) dan speculative-free
(Gharar) yang sangat diharamkan dalam syariah Islam. Selain itu terdapat juga
pengungkapan mengenai zakat, kebijakan atas penghapusan hutang tak
tertagih, dan pernyataan nilai tambah dari manajemen.
Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa
adanya aturan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Hal yang
menyebabkan Riba dilarang adalah karena Riba adalah transaksi yang tidak
adil yang akan mengakibatkan pihak pemnjam akan semakin miskin dan pihak
yang memberi pinjaman akan semakin kaya (merugikan satu pihak).
12
Universitas Sumatera Utara
Gharar adalah transaksi yang mengandung ketidakpastian yang
disebabkan oleh incomplete information. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam
lima hal yaitu, dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan dan akad.
Transaksi ini dilarang karena satu pihak akan terzalimi walaupun pada awalnya
tidak demikian. Informasi pengungkapan lain dalam tema ini adalah mengenai
pembayaran zakat. Zakat adalah pemberian harta tertentu dalam jumlah
tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk penyucian harta dan jiwa.
2. Produk dan Jasa (Product and Service)
Item pengungkapan yang termasuk dalam tema ini adalah pengungkapan
atas pertanggungjawaban perusahaan terhadap produk yang diperjualbelikan.
Oleh karena itu produk ataupun jasa yang ditawarkan perusahaan harus
diungkapkan kehalalannya dan juga keamanan dan kualitas produk ataupun
jasa.
3. Karyawan (Employee)
Pengungkapan yang termasuk dalam tema ini adalah pengungkapan atas
perlakuan perusahaan terhadap karyawan. Karyawan harus diperlakukan dan
dibayar dengan adil atau tepat dan pemberi kerja harus menjamin pemenuhan
kewajiban dasar dan juga spiritual karyawan. Informasi-informasi yang harus
diungkapkan yaitu yang terkait dengan gaji atau upah, jam kerja, hari libur,
tunjangan, sifat pekerjaan dukungan pendidikan, dan pelatihan, kesehatan,
kesetaraan dan peluang melaksanakan ibadah.
4. Masyarakat (Society)
13
Universitas Sumatera Utara
Item yang termasuk dalam tema Masyarakat adalah memberikan
pengungkapan mengenai tindakan apa saja yang perusahaan berikan untuk
masyarakat. Masyarakat memberikan pengungkapan mengenai konsep umma,
amanah, dan adil yang menekankan pada pentingnya membagi tujuan umum
dan menghilangkan penderitaan dalam masyarakat dan hal tersebut bisa
terwujud melalui sadaqah (kegiatan sosial), waqaf (kepercayaan) dan qard
hassan (memberikan pinjaan tanpa keuntungan).
5. Lingkungan (Enviroment)
Item ini memberikan pengungkapan mengenai tindakan perusahaan
terkait dengan lingkungan. Terdapat pemisahan pengungkapan mengenai
kegiatan
yang
dapat
membahayakan
margasatwa
dengan
konservasi
lingkungan. Selain itu penelitian ini juga tidak mengikut sertakan indeks
pengungkapan produk yang terkait dengan lingkungan pada tema lingkungan
karena indeks tersebut sama dengan indeks produk ramah lingkungan (Green
Product) yang terdapat tema Produk dan Jasa.
6. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Perusahaan haruslah mengungkapkan semua aktivitas terlarang seperti
praktik monopoli, manipulasi harga, perjudian, dan penimbunan barang yang
dibutuhkan dan kegiatan melanggar hukum lainnya. Aktivitas monopoli adalah
suatu aktivitas dimana suatu asar hanya memiliki satu penjual/pemain tunggal
sehingga harga barang akan dikuasai oleh penjual tersebut dan pembeli hanya
bisa mengikuti permintaan penj
ual. Monopoli biasanya dilakukan
dengan membuat persyaratan-persyaratan untuk masuk dalam pasar tersebut.
14
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Definisi Pengungkapan (disclosure)
Menurut Siegel (2001:147) Pengungkapan didefinisikan sebagai
pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran pada
laporan keuangan sebagai catatan kaki atau tambahan. Informasi ini
menyediakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai posisi
keuangan, hasil operasi dan kebijakan perusahaan. informasi
penjelasan mengenai kesehatan keuangan dapat juga diberikan dalam
laporan pemeriksaan. Semua materi harus disingkapkan termasuk
termasuk informasi kuantitatif
maupun kualitatif yang sangat
membantu pengguna laporan.
Hendriksen
pengungkapan
(2000:504)
yang
pantas,
berpendapat
sebuah
bahwa
pengungkapan
“untuk
mencapai
harus
menjawab
pertanyaan:”
1. “Untuk siapa informasi diungkapkan?”
2. “Apa tujuan dari pengungkapan informasi?”
3. “Berapa banyak informasi harus diungkapkan?”
Untuk pertanyaan bagaimana dan kapan informasi harus diungkapkan
termasuk penting, akan tetapi tidak lebih penting daripada tiga pertanyaan
awal. Tetapi (Evans, 2003:51) mengikut sertakan pertanyaan “kapan informasi
harus diungkapkan”. Pengungkapan berarti menyampaikan informasi dalam
laporan keuangan, termasuk laporan keuangan itu sendiri, catatan atas laporan
keuangan, dan pengungkapan tambahan yang berkaitan dengan laporan
keuangan. Pengungkapan menurut Evans hanya terbatas pada hal-hal yang
menyangkut pelaporan keuangan, tidak termasuk dengan pernyataan umum
atau private yang dibuat untuk manajemen atau informasi yang disampaikan
diluar lingkungan pelaporan keuangan.
15
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 DefinisiGood Corporate Governance (GCG)
Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang
Saham/Pemilik Modal, Komisaris/Dewan Pengawas dan Direksi)
untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan
guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan tetap memperhatikan kepentingan Stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai
etika.(Adrian Sutedi ,2012 : 1).
Good Corporate Governance mulai dikenal pada tahun 1992 oleh
Cadbury Committee yang menggunakan istilah GCG pada laporan keuangan
mereka (Cadbury Report) laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning
point) yang sangat menentukan bagi praktik Good Corporate Governance di
seluruh dunia. Menurut Cadbury Committee pengertian GCG adalah
seperangkat aturan yang merumuskan hubungan antara pemegang saham,
manager,
kreditor,
pemerintah,
karyawan,
dan
pihak-pihak
yang
berkepentingan, lainnya baik internal maupun eksternal sehubungan dengan
hak-hak dan tanggung jawab mereka.
Menurut FCGI pengertian Good Corporate Governance adalah
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus (pengelola) perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hakhak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk
menciptakan pertambahan nilai bagi semua pihak pemegang kepentingan.
16
Universitas Sumatera Utara
Sementara Bank Dunia (Wolrd Bank) mendefinisikan Good Corporate
Govenance (GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah
yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber
perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi
jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun
masyarakat sekitar secara keseluruhan. “Pengaturan perbankan setidaknya
harus memenuhi kriteria-kriteria yang utama yang meliputi perlindungan
nasabah, stabilitas sistem perbankan dan keuangan serta peningkatan
kepercayaan pasar” (Adrian Sutedi (2012 : 110).
“Good Corporate Governance atau pengaturan perusahaan juga
merupakan fungsi yang bertujuan untuk menentukan kebijakan pengawasan
perusahaan yang dilakukan oleh board of directors” (Moenaf 2000 : 35). The
Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) mendefinisikan Good
Corporate Governance sebagai struktur, sistem dan proses yang digunakan
oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah
perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang.
Dari definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Good Corporate
Governance adalah suatu sistem atau pun peraturan yang mengatur, mengelola,
serta mengawasi perusahaan dalam menjalankan kegiatan perusahaan untuk
mendapatkan nilai tambah bagi pemegang saham atau pun stakeholder lainnya.
Good Corporate Governance juga disebut sebagai suatu proses yang
transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, dan penilaian
kinerjanya.
17
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.1 Tujuan PelaksanaanGood Corporate Governance
Menurut E. John Aldridge (2005 : 76) ada 5 tujuan pelaksanaan
Good Corporate Governance antara lain : 1.Melindungi hak dan
kepentingan pemegang saham. 2. Melindungi hak dan kepentingan
para anggota stakeholders non- pemegang saham3. Meningkatkan
nilai perusahaan dan para pemegang saham. 4. Menigkatkan efisiensi
dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan
manajemen perusahaan. 5. Meningkatkan mutu hubungan Board of
Directors dengan manajemen senior perusahaan.
2.1.3.2 Manfaat Good Corporate Governance
Pelaksanaan Good Corporate Governance diharapkan dapat
memberikan beberapa manfaat berikut ini (FCGI, 2016) :
1.Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi
operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada
stakeholders. 2.Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang
lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.
3.Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia. 4.Pemegang saham akan merasa puas
dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan
shareholders value dan dividen.
2.1.3.3 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Menurut FCGI (2016) terdapat lima prinsip utama yang penting
dalam Corporate Governance yaitu keadilan (fairness), transparansi
(transparency), kemandirian (independency), akuntabilitas (accountability),
dan pertanggungjawaban (responsibility).
1. Keadilan (fairness)
Keadilan (fairness) dimaksudkan untuk menjamin hak-hak pemegang
saham, termasuk pemegang saham minoritas dan para pemegang
18
Universitas Sumatera Utara
saham asing serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para
investor.
2. Transparansi (transparency)
Transparansi (transparency) adalah adanya pengungkapan yang akurat
dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi
kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan.
3. Kemandirian (independency)
Kemandirian adalah sebagai keadaan dimana perusahaan bebas dari
pengaruh ataupun tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan
mekanisme
korporasi.
Prinsip
ini
mengharuskan
perusahaan
menggunakan tenaga ahli dalam setiap divisi atau bagian dalam
perusahaannya sehingga pengelolaan perusahaan dapat dipercaya.
Prinsip ini juga mengharuskan perusahaan memiliki kebijakan intern
dalam perusahaan yang sesuai dengan peraturan dan hukum yang
berlaku.
4. Akuntabilitas (accountability)
Dimaksudkan sebagai prinsip yang mengatur peran dan tanggung
jawab
manajemen
agar
dalam
mengelola
perusahaan
dapat
mempertanggung jawabkan pekerjaannya serta mendukung usaha
untuk
menjamin
penyeimbangan
kepentingan
manjemen
dan
pemegang saham sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.
Dewan Komisaris dalam hal ini memberikan pengawasan terhadap
19
Universitas Sumatera Utara
manajemen mengenai kinerja dan pencapaian target return bagi
pemegang saham.
5. Pertanggung jawaban (responsibility)
Pertanggung jawaban (responsibility) berarti bahwa sebuah perusahaan
harus memenuhi hukum dan Undang-undang yang berlaku. Termasuk
didalamnya pemeliharaan lingkungan hidup, hak-hak konsumen,
ketenaga kerjaan dan sebagainya. Sebuah perusahaan tidak hanya
harus bertanggung jawab terhadap mereka yang berhubungan langsung
dengan perusahaan, tetapi mereka juga tidak berhubungan secara
langsung dengannya.
Dari prinsip-prinsip GCG menurut FCGI diatas maka dapat disimpulkan
bahwa pengelolaannya akan selalu mengutamakan kepentingan pemegang
saham, memberikan informasi, yang terbuka pada semua pihak baik internal
maupun eksternal serta mematuhi hukum-hukum yang berlaku di negara
tersebut. Prinsip-prinsip GCG ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang
sama atas saham-saham yang berada dalam satu tingkatan, melarang praktipraktik insider trading dan self dealing dan mengharuskan anggota dewan
komisaris untuk melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi
yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest).
2.1.3.4 Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran Dewan Komisaris merupakan mekanisme pengendalian
intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan
manajemen puncak. Peranan dewan komisaris tidak hanya melihat
kepentingan pemilik atau anggotanya tetapi juga kepentingan
20
Universitas Sumatera Utara
organisasi atau perseroan dalam mencapai tujuannya. (Moenaf,
2000 : 34)
Pentingnya dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasehat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan GCG akan tetapi dewan komisaris tidak boleh turut serta
dalam mengambil keputusan operasional.
Kedudukan Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah
setara. Tugas komisaris adalah sebagai primus inter pares adalah
mengkoordinasi kegiatan dewan komisaris. Supaya pelaksanaan tugas
dewan komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip
berikut :
a. Komposisi
dewan
komisaris
harus
memungkinkan
pengambilan
keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak
independen.
b. Anggota dewan komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan
memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan
baik termasuk memastikan bahwa direksi telah memperhatikan
kepentingan semua pemangku kepentingan.
c. Fungsi pengawasan dan pemberian nasehat dewan komisaris mencakup
tindakan
pencegahan,
perbaikan,
sampai
kepada
pemberhentian
sementara.
Dewan komisaris terdiri dari inside dan outside yang akan memiliki
akses informasi khusus yang berharga dan sangat membantu dewan
21
Universitas Sumatera Utara
komisaris serta menjadikannya sebagai alat efektif dalam keputusan
pengendalian sedangkan fungsi dewan komisaris itu sendiri adalah
mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen
(direksi) dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen
memenuhi
tanggung
jawab
mereka
dalam
mengembangkan
dan
menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan.
Jumlah dewan komisaris yang besar menguntungkan perusahaan dari
sudut pandang resources dependence. Maksud dari pandangan resource
dependence adalah bahwa perusahaan akan tergantung dengan dewannya
untuk dapat mengelola sumber dayanya secara lebih baik. Dewan komisaris
harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif
dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Konsep dasar dewan
komisaris berasal dari tanggung jawab pengaturan (governance) suatu badan
usaha yang dimiliki oleh kelompok yang berbeda dengan yang menata atau
yang mengelolanya (Moenaf, 2000 : 34). Sedangkan kerugian dari jumlah
dewan yang besar berkaitan dengan dua hal yaitu : meningkatkan
permasalahan dalam hal komunikasi dan koordinasi dengan semakin
meningkatnya jumlah dewan dan turunnya kemampuan dewan untuk
mengendalikan manjemen, sehingga menimbulkan permasalahan agensi
yang muncul dari pemisahan antara manajemen dan kontrol.
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran dewan
komisaris. Penelitian yang berkaitan dengan dewan komisaris di Indonesia
yang dilakukan Arifin. “Komposisi dewan komisaris yang diukur dengan
22
Universitas Sumatera Utara
rasio outside directors terhadap jumlah dewan komisaris mempunyai
pengaruh yang signifikan (positif) terhadap pengungkapan sukarela”
(Sembiring, 2003). Hal ini dapat diartikan bahwa semakin besar anggota
dewan komisaris maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan
memonitoring, sehingga yang dilakukan akan semakin efektif.
Kerugian dari jumlah dewan yang besar berkaitan dengan dua hal,
yaitu meningkatnya permasalahan dalam hal komunikasi dan koordinasi
dengan semakin meningkatnya jumlsh dewan dan turunnya kemampuan
dewan
untuk
mengendalikan
manajemen,sehingga
menimbulkan
permasalahan agensi yang muncul dari pemisahan antara manajemen dan
kontrol.
Terjaminnya
fungsi
pengawasan
perusahaan
jumlah
dewan
komisaris dalam setiap perusahaan KNKG (Komite Nasional Kebijakan
Governance) dan peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 memberi
batas minimal tiga orang dewan komisaris yaitu satu orang sebagai ketua
dewan komisaris sekaligus anggota dan dua orang anggota. Ukuran
komisaris maksimal sama dengan jumlah dewan direksi.
Pentingnya dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasehat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan Good Corporate Governance akan tetapi dewan komisaris
tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional.
23
Universitas Sumatera Utara
Dewan komisaris dalam satu perusahaan lebih ditekankan pada
monitoring dari implementasi kebijaan direksi. Peran komisaris ini
diaharapkan akan meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara
dewan direksi dan pemegang saham. Oleh karena itu dewan komisaris
seharusnya dapat mengawasi kinerja perusahaan sehingga kinerja yang
dihasilkan sesuai dengan kepentingan pemegang saham.
2.1.4 Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan merupakan faktor yang banyak diteliti sebagai
salah satu praktek Good Corporate Governance yang mempengaruhi Islamic
Social Reporting. Disamping itu, tingkat pelaporan dalam pengungkapan ISR
di Indonesia masih relevan rendah. Penemuan-penemuan tersebut mengindikasi
adanya korelasi negative antara tingkat pelaporan dan pengungkapan ISR
dengan struktur kepemilikan saham yang terkonsentrasi. “Dalam konteks
perusahaan, prinsipals adalah pemilik perusahaan (pemegang saham) dan
agennya adalah tim manajemen”. (Sugiarto, 2009 : 55).
Konsentrasi
kepemilikan
dapat
menjadi
mekanisme
internal
pendisiplinan manajemen, sebagai salah satu mekanisme yang dapat digunakan
untuk meningkatkan efektifitas monitoring, karena dengan kepemilikan yang
besar menjadikan shareholder memiliki akses informasi yang cukup signifikan
untuk
mengumbangi
keuntungan
informasi
informasi
struktur
kepemilikan
yang
dimiliki
manajemen.
Struktur
kepemilikan
adalah
saham
yaitu
perbandingan jumlah saham yang dimiliki oleh orang dalam (insider) dengan
24
Universitas Sumatera Utara
jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Atau dengan kata lain struktur
kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional dan kepemilikan
manajemen dalam kepemilikan saham perusahaan. Dalam menjalankan
kegiatannya suatu perusahaan diwakili oleh direksi (agents) yang ditunjuk oleh
pemegang saham (principals).
Struktur Kepemilikan dapat berupa investor individual, pemerintah dan
institusi swasta. Struktur Kepemilikan terbagi dalam beberapa kategori. Secara
spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan oleh institusi
domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan dan individual domestik.
Struktur kepemilikan akan memiliki motivasi yang berbeda dalam memonitor
perusahaan serta manajemen dan dewan direksinya.
Negara-negara dengan rendahnya perlindungan terhadap Investor seperti
halnya
Indonesia,
shareholders
merasa
khawatir
akan
kemungkinan
berbedanya pendapatan yang diperoleh dengan yang di ekspektasikan.
Akibatnya mereka memperbesar persentase kepemilikan atas perusahaan
sebagai salah satu cara untuk melindungi diri. Para pemegang saham dapat
mengendalikan perusahaan melalui voting power atau representasi mereka
dimanajemen sehingga hak-hak mereka telindungi. Struktur kepemilikan
saham
mencerminkan
distribusi
kekuasaan
dan
pengaruh
di
antara
shareholderatas akegiatan operasional perusahaan. Salah satu karakteristik
struktur kepemilikan adalah struktur yang terbagi dalam dua bentuk struktur
kepemilikan yaitu kepemilikan terkonsentrasi dan kepemilikan menyebar.
Kepemilikan saham dikatakan terkonsentrasi jika sebagian besar saham
25
Universitas Sumatera Utara
dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok, sehingga shareholder
memiliki jumlah saham yang relatif dominan dibandingkan dengan yang
lainnya dan struktur kepemilikan terkonsentrasi juga dapat menjadi mekanisme
internal pendisiplinan manajemen. Kepemilikan saham dikatakan menyebar,
jika kepemilikan saham menyebar secara relatif merata kepublik, tidak ada
yang memiliki saham dalam jumlah yang sangat besar dibandingkan dengan
lainnya. “Struktur kepemilikan juga menentukan tingkat pengawasan dan tentu
saja tingkat pengungkapan” (Farook et al. 2011).
Sebagimana diuraikan di atas, investor Islam menentukan tingkat
kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah dan berdampak pada tingkat
pengungkapan Islamic Social Reporting. Investor Islam lebih mungkin untuk
menginvestikasikan dana mereka sebagai nasabah (IAH) bukan sebagai
pemegang saham sejak investor Islam lebih tertarik pada layanan yang
ditawakan bank-bank syariah tersebut. Selanjutnya, rekening di bank syariah
lebih mudah diakses daripada saham-saham bank-bank syariah.Hal ini
disebabkan oleh fakta bahwa keuntungan pemegang saham ditentukan oleh
keuntungan yang diperoleh melalui pemanfaatan dana nasabah.
Jika menjadi nasabah lebih menarik daripada menjadi pemegang saham
dan sesuai dengan hukum serta prinsip Islam, maka pengaruh relatif dari
nasabah akan menentukan sejauh mana aktivitas bank sesuai dengan hukumhukum Islam dan prinsip-prinsip syariah dan pengaruhnya terhadap
tingkatpengungkapan yang disajikan oleh bank. Hal ini menunjukkan bahwa
26
Universitas Sumatera Utara
pengungkapan Islamic Social Reporting berhubungan positif dengan ukuran
relatif dana nasabah sebagai proporsi dari dana pemegang saham.
Jumlah saham yang dimiliki insider
Struktur Kepemilikan =
X 100%
Jumlah saham yang dimilki Investor
2.2 Penelitian Terdahulu
No.
1
Nama
Peneliti
Yudha
Pranata
(2007)
2
Ayu
(2010)
3
Kania
(2011)
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Judul Penelitian
Variabel
Penelitian
Prinsip
Good Dependen :
Corporate
Prinsip Good
Governance
Corporate
(GCG) terhadap Governance
kinerja
Independen :
keuangan
perusahaan yang Kinerja
diukur memakai keuangan
perusahaan
NPM
yang
diukur
memakai NPM
Analisis
Dependen :
Pengaruh Jenis Tingkat
Industri, Ukuran pengungkapan
Perusahaan, dan CSR
Profitabilitas
terhadap tingkat Independen :
pengungkapan
Mekanisme
Islamic Social pengawasan,
Resporting
struktur
kepemilikan,
(ISR)
perusahaan yang ukuran
termasuk dalam perusahaan
Jakarta Islamic
Indeks
Pengaruh
Dependen :
Praktek
Good Corporate
Corporate
Social
Governance
Responsibiliy
(GCG) terhadap
Independen :
pengungkapan
Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang
dilakukannya terdapat
pengaruh yang positif
terhadap
kinerja
keuangan perusahaan
Ukuran perusahaan,
dan profitabilitas
berpengaruh secara
signifikan terhadap
perusahaan untuk
menyediakan
pelaporan Social
Islam. Sedangkan
untuk jenis industri
tidak memberikan
hasil yang signifikan
untuk penyediaan
pengungkapan ISR
Komposisi
Dewan
Komisaris
tidak
berpengaruh signifikan
terhadap
pengungkapan
Corporate
Social
27
Universitas Sumatera Utara
4
5
Raditya
(2012)
Corporate
Social
Responsibility
(CSR)
pada
perbankan
Syariah
di
Indonesia
Analisis Faktorfaktor
yang
mempengaruhi
tingkat
pengungkapan
Islamic Social
Reporting (ISR)
pada perusahaan
yang
masuk
Daftar
Efek
Syariah (DES)
Struktur
Kepemilikan,
Komposisi
Dewan
Komisaris,
Ukuran Dewan
Komisaris
Dependen :
Corporate
Responsibility
(sustainable
develpoment)
Independen :
Corporate
Financial
Responsibility,
Corporate
Evironmental
Responsibility,
CSR
Khoirudin Pengaruh
Dependen :
(2013)
Elemen
Good Pengungkapan
Corporate
Islamic Social
Governance
Reporting
terhadap
Pengungkapan
Independen :
Islamoic Social Ukuran Dewan
Reporting pada Komisaris,
perbankan
Ukuran Dewan
syariah
di Pengawas
Indonesia
Syariah
Responsibility,
sedangkan
Ukuran
Dewan Komisaris dan
Struktur Kepemilikan,
berpengaruh signifikan
terhadap
pengungkapan CSR
Ukuran
perusahaan,
dan
profitabilitas
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
perusahaan
untuk
pengungkapan ISR
Ukuran
Dewan
Komisaris berpengaruh
positif
terhadap
pengungkapan Islamic
Social
Reporting
sedangkan
Ukuran
Dewan
Pengawas
Syariah
tidak
berpengaruh terhadap
Islamic
Social
Reporting
2.3 Kerangka Konseptual
Ukuran Dewan Komisaris
(X1)
Struktur Kepemilikan
(X2)
H1
Islamic Social
Reporting
(ISR)
(Y)
H2
28
Universitas Sumatera Utara
H3
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek
penelitian ditujukan, dimana hal ini merupakan jaringan hubungan antara variabel
masalah yang telah diidentifikasikan melalui wawancara, observasi dan survey.
Kerangka konseptual merupakan kesimpulan sementara dari tinjauan teoritis yang
mencerminkan adanya hubungan antara variabel yang diteliti.
2.3.1 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap tingkat pengungkapan
Islamic Social Reporting
Ukuran Dewan Komisaris mempunyai fungsi penting dalam perbankan
syariah. Ukuran Dewan Komisaris memiliki fungsi pengawasan terhadap
manajemen dan berfungsi mengawasi kegiatan operasional perusahaan agar
sesuai dengan visi dan misi perusahaan serta sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Dengan wewenang yang dimiliki, maka dewan komisaris dapat
menekan manajemen untuk mengungkapkan CSR dalam bentuk ISR.
Penelitian yang dilakukan Sembiring (2005) mengenai size, profile,
profitabilitas, ukuran perusahaan, dewan komisaris, leverage terhadap praktek
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, menunjukan bahwa dewan
komisaris berpengaruh terhadap indeks pengungkapan sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewan komisaris berpengaruh
terhadap corporate social responsibility disclosure. Penelitian-penelitian
29
Universitas Sumatera Utara
tersebut menunjukkan bahwa dewan komisaris memiliki peran yang penting
karena bertugas mengawasi perusahaan dan menyampaikan semua informasi
kepada stakeholders, termasuk informasi pengungkapan tanggung jawab sosial.
Semakin besar ukuran dewan komisaris, maka pengawasan akan semakin baik.
Dengan pengawasan yang baik, maka diharapkan pengungkapan ISR akan
semakin luas karena dapat meminimalisir informasi yang mungkin dapat
disembunyikan oleh manajemen. Hasil ini juga mendukung hasil penelitian
Sulastini. menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif
terhadap luas pengungkapan CSR perusahaan.
HI : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan
Islamic Social Reporting pada perbankan syariah di Indonesia
2.3.2 Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap tingkat pengungkapan
Islamic Social Reporting
Struktur kepemilikan merupakan pemisah antara pemilik perusahaan dan
manajer perusahaan. Pemilik atau pemegang saham adalah pihak yang
menyertakan modal kedalam perusahaan, sedangkan manajer adalah pihak
yang ditunjuk pemilik dan diberi kewenangan mengambil keputusan dalam
mengelola perusahaan, dengan harapan manajer bertindak sesuai dengan
kepentingan pemilik. Dengan adanya konsentrasi kepemilikan, maka para
stakeholders besar akan dapat meningkatkan nilai tambah sendiri bagi
perusahaan termasuk pengungkapan Islamic Social Reporting.
Secara teoritis
perusahaan
yang memiliki
struktur kepemilikan
terkonsentrasi akan lebih mudah dalam mengendalikan kegiatan perusahaan.
30
Universitas Sumatera Utara
hal ini dikarenakan ada satu stakehoderyang memiliki kekuatan besar untuk
melakukan kecurangan-kecurangan yang dapat merugikan shareholder,
sehingga pengungkapan hasil kinerja perusahaan akan lebih luas termasuk
melakukan pengungkapan CSR kepada stakeholders-nya.
Struktur kepemilikan terkonsentrasi dapat menjadi mekanisme internal
pendisilinan manajemen, sebagai salah satu mekanisme yang dapat digunakan
untuk meningkatkan efektifitas monitoring, karena dengan kepemilikan yang
besar menjadikan pemegang saham memiliki akses informasi yang cukup
signifikan untuk mengimbangi keuntungan informasi yang dimiliki manjemen
terutama dalam pengungkapan Islamic Social Reporting, dan untuk menilai
atau memastikan pemenuhan prinsip syariah dalam setiap kegiatan operasional
yang dilakukan oleh perbankan syariah di Indonesia.
H2 : Struktur Kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengungkapan Islamic Social Reporting pada perbankan syariah di
Indonesia.
2.3.3 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan
terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social Reporting.
Ukuran Dewan Komisaris yang berasal dari luar perusahaan akan
menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan perusahaan yang lebih objektif
dan independen dibanding perusahaan yang memiliki susunan dewan komisaris
yang hanya berasal dari dalam perusahaan sehingga fungsi pengawasan dapat
benar-benar dilaksanakan. Praktek Good Corporate Governance (struktur
31
Universitas Sumatera Utara
kepemilikan dan ukuran dewan komisaris ) berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan Islamic Social Reporting sektor perbankan.
Teori agency menyatakan konflik antara agen dan principal dapat
dikurangi dengan mekanisme pengawasan yang dapat menyelaraskan berbagai
kepentingan yang ada dalam perusahaan. Mekanisme yang dimaksud yaitu
GCG (Struktur kepemilikan dan Ukuran dewan komisaris). Teori legitimacy
menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untuk memastikan bahwa
mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam masyarakat atau
lingkungan dimana perusahaan berada, dimana mereka berusaha untuk
memastikan bahwa aktifitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luar
sebagai suatu yang sah. Perusahaan yang melakukan pengungkapan ISR tidak
akan terlaksana dengan baik bila perusahaan tidak menerapkan GCG.
Perbankan syariah memiliki peraturan sendiri mengenai pelaksanaan
good corporate governance, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
11/33/PBI/2009. Terbitnya peraturan ini diharapkan mampu memperkuat
industri perbankan syariah menjadi industri yang sehat dan tangguh terutama
dalam pengungkapan Islamic Social Reporting. Terkait dengan adanya
kebutuhan mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial pada perbankan
syariah, peneliti-peneliti ekonomi syariah saat ini banyak yang menggunakan
Islamic Social Reporting (ISR) untuk mengukur CSR institusi keuangan
syariah. Indeks ISR dapat menjadi pijakan awal dalam hal standar
pengungkapan CSR yang sesuai dengan perspektif Islam.
32
Universitas Sumatera Utara
H3 : Ukuran Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social
Reporting pada perbankan syariah di Indonesia.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan hipotesisnya sebagai
berikut:
H1
: Ukuran Dewan Komiaris berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) pada perbankan syariah di
Indonesia.
H2
: Struktur
Kepemilikan
berpengaruh
signifikan
terhadap
tingkat
pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) pada perbankan syariah di
Indonesia.
H3
:
Ukuran Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social
Reporting pada perbankan syariah di Indonesia.
33
Universitas Sumatera Utara