Analisa Kinerja Mesin Pendingin Tenaga Surya Dengan Luas Kolektor 0.25 M2 Kemiringan 30° Menggunakan Karbon Aktif – Metanol Sebagai Pasangan Adsorpsi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Matahari
Matahari adalah sebuah bulatan gas panas yang memiliki diameter 1,39 x 10 9
m dan mempunyai jarak rata-rata 1,5 x 1011 m dari bumi. Matahari dianggap sebagai
benda hitam dengan temperatur permukaan 5.762 K. Sedangkan temperatur pusat
diperkirakan mencapai 8 x 106 – 40 x 106 K dengan massa jenis 100 kali dari air.
Energi matahari merupakan hasil reaksi fusi yang kontinu antara gas hydrogen dan
helium.(Duffie 2006)
2.1.1 Intensitas Radiasi Pada Bidang Miring
Radiasi per jam pada permukaan miring dan pada permukaan horizontal
dari sebuah kolektor ditunjukkan pada gambar 2.1.

G
bn
G
bT
G
b
G

bn



(a)




(b)

Gambar 2.1 Intensitas radiasi pada bidang horizontal (a), dan bidang yang
dimiringkan (b)

Universitas Sumatera Utara

Perbandingannya dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
R =

dimana :


G ,T
G

G ,n .
,n .

=G

θ

θz

=

θ

θz

…………………….……………………(2.1)


Rb = rasio intensitas radiasi pada bidang miring dengan bidang horizontal
Gb,T = intensitas radiasi pada bidang miring (W/m 2)
Gbn = intensitas radiasi matahari dengan sudut masuk normal pada
bidang horizontal (W/m2)
θ

= sudut datang radiasi; θz = sudut zenith

2.1.2 Posisi Matahari

Untuk menghitung intensitas radiasi matahari langsung pada sebuah
permukaan miring dari data intensitas radiasi matahari pada sebuah permukaan
horizontal dapat dihitung jika posisi matahari diketahui setiap saat. Posisi
matahari juga digunakan untuk menentukan radiasi matahari yang diteruskan
melalui kaca, dimana transmisivitas-absorpsivitasnya juga berubah-ubah sesuai
dengan sudut matahari.
Sudut datang radiasi matahari yang dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut:
cos θ = cos ϕ − β cos δ . cos ω + sin ϕ − β sin δ………………....(2.2)


Untuk permukaan yang dimiringkan, cos θ = cos θT (tilt). Beberapa parameter
pada persamaan di atas dijelaskan sebagai berikut
a. Posisi lintang (�)
Yaitu posisi suatu tempat dari bidang khatulistiwa, utara bernilai positif:
-90o



90o.

Universitas Sumatera Utara

b. Deklinasi (δ)
Yaitu sudut posisi matahari pada siang hari sehubungan dengan bidang
khatulistiwa.
Utara bernilai positif; -23,45

δ


23,45. Nilai δ dapat ditentukan dengan

persamaan berikut:
δ=

,

……………………………………...…....(2.3)

sin

dimana n adalah hari ke berapa dalam tahun tersebut.
c. Kemiringan (β)
Yaitu sudut antara bidang permukaan tertentu dengan bidang horizontal;
0o

β

90o (β > 90o berarti permukaan bidang menghadap ke bawah).


d. Sudut Jam Matahari (ω)
Yaitu pergeseran sudut dari matahari kearah timur/barat dari garis bujur
local akibat rotasi bumi pada porosnya sebesar 15o per jam, pagi negatif dan
sore positif. Nilai ω dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
ω =





…………………………………………………...(2.4)

2.2 Teori Umum Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cair ataupun
gas) terikat pada suatu padatan (zat penyerap, adsorben) dan akhirnya membentuk
suatu lapisan tipis atau film (zat terserap, adsorbat) pada permukaannya. Berbeda
dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan
membentuk suatu larutan.(Pratama, 2009)

Universitas Sumatera Utara


Untuk mengetahui karateristik yang terjadi dalam proses adsorpsi dapat
diilustrasikan dengan gambar 2.4 dimana padatan berpori (pores) yang menghisap
(adsorp) dan melepaskan (desorp) suatu fluida disebut adsorben. Molekul fluida

yang dihisap tetapi tidak terakumulasi atau melekat pada adsorben disebut
adsorptive , sedangkan yang terakumulasi disebut adsorbat . Seperti yang terlihat

pada gambar 2.2

Desorp/melepaskan
adsorptive
adsorbat

Adsorp/menghisap

adsorben

pores


Gambar 2.2 Proses adsorpsi dengan karbon aktif (Pratama, 2009)
2.2.1 Jenis-Jenis Proses Adsorpsi
Berdasarkan interaksi molecular antara permukaan adsorben dengan
adsorbat, adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Adsorpsi Fisika (physical adsorption)
Pada adsorpsi jenis ini, adsorpsi terjadi tanpa adanya reaksi antara
molekul-molekul adsorbat dengan permukaan adsorbat. Molekul-molekul
adsorbat terikat secara lemah karena adanya gaya van der waals. Adsorpsi ini
relatif berlangsung cepat dan bersifat reversible (reversible). Karena dapat
berlangsung di bawah temperatur kritis adsorbat yang relatif rendah, maka
panas adsorpsi yang dilepaskan juga rendah. Adsorbat yang terikat secara lemah

Universitas Sumatera Utara

pada permukaan adsorben, dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke
bagian permukaan lain. Peristiwa adsorpsi fisika menyebabkan molekulmolekul gas yang teradsorpsi mengalami kondensasi. Besarnya panas yang
dilepaskan dalam proses adsorpsi fisika adalah kalor kondensasinya.(Purba,
2013)
Proses adsorpsi terjadi tanpa memerlukan energi aktifasi, sehingga proses
tersebut membentuk lapisan jamak (multilayers) pada permukaan adsorben.

Ikatan yang terbentuk dalam adsorpsi fisika dapat diputuskan dengan mudah,
yaitu melalui degassing atau pemanasan pada temperatur sekitar 1500C-2000C
selama 2-3 jam.

b. Adsorpsi Kimia (Chemical Adsorpstion)
Adsorpsi ini terjadi karena adanya reaksi kimia antara molekul-molekul
adsorbat dengan permukaan adsorben. Adsorpsi jenis inilah yang biasa disebut
“absorption” dan bersifat tidak reversible hanya membentuk satu lapisan
tunggal (monolayer). Umumnya terjadi pada temperatur diatas temperatur kritis
adsorbat. Sehingga kalor adsorpsi yang dibebaskan tinggi. Adsorben yang
mengadsorpsi secara kimia pada umumnya sulit untuk diregenerasi. Perbedaan
antara adsorpsi fisika dan kimia ditunjukkan pada tabel 2.1.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Perbedaan antara adsorpsi fisika dan kimia (Taufan, Andi, 2008)
Karateristik

Adsorpsi Fisika


Adsorpsi Kimia

Gaya tarik secara fisika sehingga adsorpsi

Gaya tarik atau ikatan kimia

fisika sering disebut adsorpsi Van der

sehingga adsorpsi kimia sering

Waals

disebut adsorpsi teraktifasi

Tebal lapisan

Banyak lapisan (multilayer)

Satu lapis (single layer)


Energi aktifasi

Kurang dari 1 kkal/gr-mol

10-60 kkal/gr-mol

Terjadi pada temperatur di bawah titik

Dapat terjadi pada temperatur

didih adsorbat

tinggi

Lebih bergantung pada adsorbat daripada

Bergantung pada adsorben dan

adsorben

adsorbat

Gaya yang
bekerja

Temperatur

Kemampuan
adsorpsi

Sebanding dengan banyaknya
Jumlah zat
Sebanding dengan kenaikan tekanan

inti aktif adsorben yang dapat

teradsorpsi
bereaksi dengan adsorbat
Ada transfer electron, terbentuk
Tidak ada transfer electron, meskipun
Driving force

pada ikatan antara adsorbat dan
mungkin terjadi polarisasi pada adsorbat
permukaan padatan

Kalor adsorpsi

5-10 kkal/gr-mol gas

10-100 kkal/gr-mol gas

2.2.2 Adsorben
Adsorben adalah zat padat yang digunakan untuk mengadsorp atom-atom
atau ion-ion (disebut juga solute) yang terkandung dalam gas atau cairan.
Adsorben yang memiliki kemampuan menyerap air disebut hydrophilic yaitu
silica gel, zeolit, dan alumina aktif. Sedangkan adsorben yang memiliki
kemampuan menyerap oli atau gas disebut hydrophobic yaitu karbon aktif dan
adsorben yang polimer.

Universitas Sumatera Utara

Kriteria-kriteria adsorben yang baik, antara lain:
a. memiliki kapasitas tinggi untuk meminimalisasi jumlah adsorben yang
diperlukan
b. memiliki selektivitas tinggi untuk proses pemisahan
c. memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang mendukung proses perpindahan
massa secara cepat
d. memiliki stabilitas kimia dan termal, serta sifat kelarutan yang rendah
terhadap fluida yang kontak dengan adsorben
e. memiliki ketahanan fisik dan mekanik
f. tidak memiliki kecenderungan untuk mendorong terjadinya reaksi-reaksi
kimia yang tidak dikehendaki
g. memiliki kemampuan untuk diregenerasi
h. memiliki harga relatif murah

2.2.2.1 Karbon Aktif Sebagai Adsorben
Karbon aktif merupakan zat padat amorf yang mempunyai luas
permukaan internal dan volume pori yang sangat besar. Produk komersial
karbon aktif memiliki luas permukaan spesifik antara 500- 2000 m2/g, tetapi
seiring perkembangan teknologi telah dikembangkan pula karbon aktif dengan
luas permukaan spesifik antara 3500-5000 m2/g.
Pada dasarnya karbon aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung
karbon, baik berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang. Bahan
yang sering dibuat menjadi karbon aktif antara lain jenis kayu, sekam padi,
tulang hewan, batu bara, tempurung kelapa, kulit biji kopi dan lain-lain. Daya
serap dari karbon aktif umumnya bergantung pada senyawa karbon berkisar

Universitas Sumatera Utara

85% sampai 95% karbon bebas. Semua jenis adsorbat dapat digunakan sebagai
pasangan karbon aktif kecuali air. Dan pada gambar di bawah ini dapat kita lihat
gambar 2.3 dan tabel sifat Adsorben pada tabel 2.2

Gambar 2.3 Karbon Aktif
Adsorben karbon aktif yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari
cangkang kelapa. Adapun sifat dari adsorben karbon aktif yang digunakan
adalah sebagai berikut ini.
Tabel 2.2 Sifat Adsorben Karbon Aktif (Purba, 2013)
No
1
2
3
4
5
6
7

Sifat Adsorben Karbon Aktif
Massa Jenis
Panas Spesifik
Pore Volume
Diameter Rata-rata Pori
Temperatur Regenerasi
Temperatur Maksimum Diizinkan
Ukuran Karbon Aktif

Nilai Sifat Karbon aktif
22 – 34 lb/ft3
0.27 – 0.36 BTU/lb°F
0,56 – 1,20 cm3/g
15-25 Å
100 - 140°C
150°C
3 mm

2.2.2.2 Pembuatan Karbon Aktif
Prinsip pembuatan karbon aktif adalah proses karbonisasi yaitu proses
pembentukan bahan menjadi arang (karbon) kemudian diaktifasi.

Universitas Sumatera Utara

a. Proses karbonisasi
Proses karbonisasi umumnya dilakukan pada temperatur 600 oC –
700oC. Pada proses karbonisasi akan terjadi penguapan air (H2O) yang disusul
dengan pelepasan gas karbondioksida (CO2) dan selanjutnya terjadi peristiwa
eksotermis yang merupakan tahap permulaan proses karbonisasi. Karbonisasi
dianggap sempurna jika asap sudah tidak terbentuk lagi. Kualitas hasil
karbonisasi ditentukan oleh banyaknya kandungan karbon, semakin tinggi
kandungan karbon maka semakin baik kualitasnya.
b.

Aktifasi karbon
Proses pengaktifan karbon dilakukan dengan tujuan untuk memperbesar

luas permukaan karbon dengan cara membuka pori-pori yang tertutup
sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi terhadap zat warna. Pori-pori dalam
karbon umumnya mengandung tar , hidrokarbon, dan zat-zat organik lainnya
seperti fixed carbon, abu, air, persenyawaan yang mengandung nitrogen dan
sulfur.
Langkah-langkah untuk mengaktifkan karbon dapat dilakukan dengan
berikut ini:
a. Arang dimasukkan ke dalam tangki aktivasi (pirolisis) dan ditutup rapat.
b. Pastikan sambungan pipa pendingin, dan termocouple untuk pengamatan
temperatur berfungsi sebagaimana mestinya.
c. Alirkan air pendingin ke dalam pipa pendingin, kemudian kompor tungku
pirolisis mulai dinyalakan. Kompor bisa menggunakan bahan bakar
minyak tanah atau solar. Pengaturan api bisa diatur menggunakan
kompresor.

Universitas Sumatera Utara

d. Melakukan pengamatan terhadap kerja dari tungku aktivasi dengan
mengamati kenaikan temperatur. Temperatur selama proses sekitar
600°C, apabila temperatur telah mencapai 600°C dan terlihat pada ujung
pendingin tidak adanya tar (cairan berwarna coklat) yang keluar, ditandai
dengan adanya gelembung air, maka pembakaran dipertahankan selama 3
jam. Setelah waktu tersebut proses telah selesai. Kemudian api dimatikan,
dan tungku aktivasi dibiarkan sampai dingin, setelah itu bisa dibuka dan
dikeluarkan untuk dilakukan penggilingan sesuai mesh yang diinginkan.
Arang aktif atau karbon aktif siap digunakan.
Untuk memenuhi kebutuhan bagi aplikasi-aplikasi spesifik, karbon aktif
dibuat dan diklasifikasikan dalam bentuk granular , bubuk (powder) dan bentuk
tertentu ((extrude). Karbon aktif granular diproduksi secara langsung dengan
menggunakan bahan baku granular, misalnya serbuk gergaji. Karbon aktif yang
berupa bubuk diperoleh dengan cara menggiling karbon aktif granular. Produk
dengan bentuk tertentu (extrude) biasanya diproduksi dalam bentuk pellet
silinder dengan cara extrusion bahan baku dengan binder yang sesuai sebelum
bahan baku mengalami proses aktifasi.
2.2.2.3 Aplikasi Penggunaan Karbon Aktif
Aplikasi penggunaan karbon aktif dapat dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu:
a. Aplikasi karbon aktif untuk fasa cair
Karbon aktif yang digunakan untuk aplikasi fasa cair berbeda dengan
karbon aktif untuk fasa gas. Perbedaannya terutama terletak pada distribusi
ukuran pori dimana karbon aktif untuk fasa cair memiliki volume pori yang

Universitas Sumatera Utara

lebih besar pada bagian macropore yang menyebabkan cairan dapat berdifusi
lebih cepat ke bagian mesopore dan micropore. Karbon aktif yang digunakan
untuk fasa cair dapat berupa bubuk, granular, maupun dalam bentuk tertentu.
Aplikasi penggunaan karbon aktif pada fasa cair antara lain sebagai
berikut :
-

penjernihan air (menghilangkan kontaminan)

-

pengolahan limbah cair industri (menghilangkan zat-zat berbahaya dan
bahan organik lainnya dalam limbah cair)

-

dekolorisasi bahan pemanis, misalnya pemurnian gula

-

industri makanan dan minyak (proses pemurnian), dan industri minuman
(menghilangkan bau tertentu pada minuman)

b. Aplikasi karbon aktif untuk fasa gas
Karbon aktif yang digunakan untuk aplikasi fasa gas umumnya berupa
granular atau dengan bentuk tertentu (extrude). Karbon aktif untuk fasa gas
terutama digunakan dalam proses-proses pemisahan. Proses pemisahan
tersebut didasarkan pada perbedaan daya adsorpsi karbon aktif terhadap gas
dan uap.
2.2.3 Adsorbat
Adsorbat adalah substansi dalam bentuk cair atau gas yang terkonsentrasi
pada permukaan adsorben. Adsorbat yang biasa digunakan pada sistem pendingin
adalah air (polar substances) dan kelompok non-polar substances seperti
metanol, etanol, amonia dan kelompok hidrokarbon.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3.1 Metanol Sebagai Adsorbat
Metanol juga dikenal sebagai metil alcohol, wood alcohol atau spiritus
adalah senyawa kimia dengan rumus CH3OH. Metanol merupakan bentuk
alcohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan
yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun
dengan bau yang khas (berbau lebih ringan dari pada etanol). Metanol
digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai
bahan aditif bagi etanol industri. Dan pada gambar di bawah ini dapat kita lihat
gambar 2.4 dan tabel sifat methanol pada tabel 2.3

Gambar 2.4 Metanol (CH3OH)
Tabel 2.3 Sifat Metanol (Purba, 2013)
No
1
2
3
4
5
6

Sifat Metanol
Massa Jenis (cair)
Ttitik Lebur
Titik Didih
Klasifikasi EU
Panas Jenis (Cp)
Panas Laten Penguapan (Le)

Nilai Sifat Metanol
0.79 Kg/liter
-97.7 °C
64,5 °C
Flamamable (F), Toxic (T)
2530 J/kg K
1168 kJ/kg

2.3 Prinsip Sistem Pendinginan Adsorpsi
Siklus

pendingin

adsorpsi

berlangsung

dengan

penyerapan

refrigeran/adsorbat dalam fasa uap ke dalam adsorbenpada tekanan rendah,
kemudian refrigeran yang terserap pada adsorben didesorpsi dengan memberikan
panas pada adsorben.

Universitas Sumatera Utara

Bentuk sederhana siklus pendingin adsorpsi ditunjukkan pada gambar 2.5.

Kondensasi/panas
dilepas ke
lingkungan

Evaporasi/panas
diserap ke
lingkungan

Gambar 2.5 Prinsip dasar adsorpsi-desorpsi
Pada awalnya sistem dikondisikan pada tekanan dan temperatur rendah. Dua buah
botol labu (vessel) yang berhubungan, dimana pada labu pertama terdapat adsorben
(karbon aktif) yang mengandung adsorbat berkonsentrasi tinggi sedangkan pada
labu kedua terdapat adsorbat dalam fasa uap. Labu pertama dipanaskan, sehingga
tekanan dan temperatur sistem meningkat dan menyebabkan kandungan adsorbat
yang ada di dalam adsorben berkurang atau menguap. Proses berkurangnya
kandungan adsorbat pada adsorben pada kasus ini disebut proses desorpsi.
Adsorbat yang menguap kemudian terkondensasi dan mengalir ke botol labu
yang kedua, disini panas dilepaskan ke lingkungan dimana tekanan sistem masih
tinggi. Pemanasan pada botol labu pertama dihentikan, lalu pada botol labu pertama

Universitas Sumatera Utara

terjadi perpindahan panas ke lingkungan sehingga tekanan dan temperatur sistem
menjadi rendah. Tekanan dan temperatur sistem yang rendah menyebabkan
adsorbat cair pada botol labu yang kedua menguap dan terserap ke botol labu
pertama yang berisi adsorben. Proses terserapnya adsorbat ke adsorben pada kasus
ini disebut adsorpsi. Proses adsorpsi menghasilkan efek pendinginan yang terjadi
pada botol labu yang kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari lingkungan
diserap untuk menguapkan adsorbat sampai sistem kembali ke kondisi awal dimana
pada botol labu yang pertama berisi adsorben dengan kandungan adsorbat
berkonsentrasi tinggi dan pada botol labu kedua terdapat adsorbat dalam fasa gas.

2.4 Siklus Ideal Sistem Pendingin Adsorpsi
Adsorpsi dan desorpsi merupakan suatu proses yang dapat berlangsung secara
reversibel. Adsorpsi merupakan proses exothermic dimana adsorben dan adsorbat
melepaskan panas sehingga penurunan pergerakan molekul adsorbat yang
mengakibatkan adsorbat menempel pada permukaan adsorben dan membentuk
suatu lapisan tipis.
Ketika panas diberikan kepada sistem tersebut maka pergerakan molekul
adsorbat akan meningkat sehingga jumlah panas tertentu akan menghasilkan energi
kinetik molekul adsorbat yang cukup untuk merusak gaya van der Walls antara
adsorben dan adsorbat. Proses pelepasan adsorbat dari adsorben disebut sebagai
proses desorpsi, dimana proses ini membutuhkan energi panas sehingga disebut
proses endothermic. Jumah adsorbat yang terkandung di dalam adsorben dapat
digambarkan oleh garis isoters pada diagram tekanan vs temperatur (Ln P vs -1/T)
seperti pada gambar 2.6 di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

LnP

Saturation Curve

ISOTERS
-1/T
Gambar 2.6 Diagram tekanan vs temperatur pada garis isoters.
Siklus mesin pendingin adsorpsi tidak membutuhkan energi mekanis,
melainkan membutuhkan energi panas. Pada saat mesin pendingin beroperasi,
beberapa proses yang terjadi pada adsorber yang melibatkan proses endothermic
dan exothermic. Proses endothermic berlangsung selama proses pemanasan
(peningkatan tekanan) dan proses pemanasan-desorpsi-kondensasi, sedangkan
proses exothermic berlangsung selama proses pendinginan (penurunan tekanan)
dan proses pendinginan-adsorpsi-evaporasi. Keempat proses tersebut membentuk
suatu siklus yang digambarkan oleh diagram Clapeyron ideal seperti pada gambar
2.7
LnP
Desorpsi

Kondensasi

Pkon
C

Pevap E Evaporasi A
Tevap

Tkond TA

D

B

Adsorpsi

F

TB TF

TD

Gambar 2.7 Diagram Clapeyron Ideal

Universitas Sumatera Utara

Kempat proses tersebut adalah sebagai berikut:
1. Proses pemanasan (pemberian tekanan)
Selama proses ini, tidak ada aliran metanol yang masuk maupun keluar
dari adsorber. Adsorber menerima panas sehingga temperatur adsorber
meningkat dan diikuti oleh peningkatan tekanan dari tekanan evaporasi
menjadi tekanan kondensasi. Proses ini sama seperti proses kompresi pada

Condenser

Qin

Adsorber

sistem pendingin mekanik. Proses ini diilustrasikan pada gambar 2.8.

Katup
Evaporator

Gambar 2.8 Proses pemanasan
2. Proses pemanasan-desorpsi-kondensasi
Selama periode ini, adsorber terus dialiri panas sehingga adsorber terus
mengalami peningkatan dan temperatur yang menyebabkan timbulnya uap
desorpsi. Sementara itu, katup aliran ke kondensor dan evaporator dibuka
sehingga adsorbat dalam bentuk gas mengalir ke kondensor untuk mengalami
proses kondensasi. Kalor laten pengembunan adsorbat diserap oleh media
pendingin pada kondensor. Siklus ini sama dengan siklus kondensasi pada
sistem pendingin mekanik. Proses ini diilustrasikan pada gambar 2.9.

Universitas Sumatera Utara

Condenser

Adsorber

Qin

Katup
Evaporator

Gambar 2.9 Proses pemanasan-desorpsi-kondensasi
3. Proses pendinginan (penurunan tekanan)
Selama periode ini, tidak ada aliran metanol yang masuk maupun keluar
dari adsorber. Adsorber melepaskan panas dengan cara didinginkan sehingga
temperature di adsorber turun dan diikuti penurunan tekanan kondensasi ke
tekanan evaporasi. Proses ini sama seperti proses ekspansi pada sistem

Condenser

Qout

Adsorber

pendingin mekanik. Proses ini diilustrasikan seperti pada gambar 2.10.

Katup
Evaporator

Gambar 2.10 Proses pendinginan
4. Proses pendinginan-adsorpsi-evaporasi
Selama periode ini, adsorber terus melepaskan panas sehingga adsorber
terus mengalami penurunan temperatur dan tekanan yang menyebabkan
timbulnya uap adsorpsi. Sementara itu, katup aliran dari evaporator ke

Universitas Sumatera Utara

adsorber dibuka sehingga adsorbat dalam bentuk uap mengalir dari evaporator
ke adsorber. Adsorbat dalam bentuk uap dihasilkan dari proses penyerapan
kalor oleh adsorbat dari lingkungan sebesar kalor laten penguapan adsorbat
tersebut. Proses ini berlangsung pada temperatur saturasi yang rendah pula.

Condenser

Qout

Adsorber

Proses ini diilustrasikan pada gambar 2.11.

Katup
Evaporator

Gambar 2.11 Proses pendinginan-adsorpsi-evaporasi
2.4.1 Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Daya Adsopsi
Daya adsorpsi dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu:
1. Jenis adsorbat
a. Ukuran molekul adsorbat
Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal yang penting agar
adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat diadsorpsi
adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan
diameter pori adsorben.
b. Kepolaran zat
Apabila berdiameter sama, molekul-molekul polar lebih kuat
diadsorpsi daripada molekul-molekul tidak polar. Molekul-molekul polar
akan menggantikan molekul-molekul yang kurang polar meskipun sudah
teradsorpsi terlebih dahulu.

Universitas Sumatera Utara

2. Karateristik adsorben
a. Kemurnian adsorben
Sebagai zat yang mengadsorpsi, maka adsorben dengan kemurnian
yang lebih tinggi lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsi lebih baik.
b. Luas permukaan dan volume pori adsorben
Jumlah molekul adsorbat yang teradsorpsi meningkat dengan
bertambahnya luas permukaan dan volume pori adsorben.
3. Temperatur absolut (T)
Temperatur yang dimaksud adalah temperatur adsorbat. Pada saat
molekul-molekul gas atau adsorbat melekat pada permukaan adsorben akan
terjadi pembebasan sejumlah energi yang dinamakan peristiwa eksotermis.
Berkurangnya temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi
demikian juga peristiwa sebaliknya.
4. Tekanan (P)
Tekanan yang dimaksud adalah tekanan adsorbat. Kenaikan tekanan
adsorbat dapat menaikkan jumlah yang diadsorpsi.
5. Interaksi Potensial (E)
Interaksi potensial antara adsorbat dengan dinding adsorben sangat
bervariasi, tergantung dari sifat-sifat adsorben.

Universitas Sumatera Utara

2.5 Sistem Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi
2.5.1 Kolektor Surya
Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang
menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai
sumber energi utama. Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada kolektor,
sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian
besar akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas tersebut
kemudian dimanfaatkan guna berbagai aplikasi.
Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen utama,
yaitu :
1. Cover, berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju
lingkungan
2. Absorber, berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari.
3. Kanal, berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja.
4. Isolator, berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari
absorber menuju lingkungan
5. Frame, berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor
2.5.1.1 Klasifikasi Kolektor Surya
Terdapat tiga jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam Solar
Thermal Collector System dan juga memiliki korelasi dengan pengklasifikasian

kolektor surya berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang
dimilikinya, yaitu:
a. Kolektor Surya Pelat Datar (Flat-Plate Collector )
b. Concentrating Solar Collectors/ Compound Parabolic Collector (CPC)

Universitas Sumatera Utara

c. Evacuated Tube Collectors
2.5.1.2 Kolektor Surya Pelat Datar (Flat-Plate Collector)
Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada
temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari absorbernya yang berupa pelat datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas
termal tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam. Kolektor pelat datar
memanfaatkan radiasi matahari langsung dan terpencar (beam dan diffuse),
tidak membutuhkan pelacak matahari, dan hanya membutuhkan sedikit
perawatan. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk
pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas
industri. Komponen penunjang yang terdapat pada kolektor pelat datar antara
lain; transparent cover , absorber, insulasi, dan kerangka, seperti terlihat pada
gambar 2.12

Gambar 2.12 Kolektor surya pelat datar sederhana
2.5.2 Kondensor
Kondensor adalah salah satu jenis mesin penukar kalor (heat exchanger)
yang berfungsi untuk mengkondensasikan fluida kerja dengan cara membuang
kalor ke lingkungan sehingga uap refrigeran akan mengembun dan berubah fasa
dari uap ke cair. Sebelum masuk ke kondensor refrigeran berupa uap yang
bertemperatur dan bertekanan tinggi, sedangkan setelah keluar dari kondensor

Universitas Sumatera Utara

refrigeran berupa cair jenuh dan bertemperatur lebih rendah tetapi dengan tekanan
sama (tinggi) seperti sebelum masuk ke kondensor.
Berdasarkan jenis media pendingin yang digunakan, kondensor dibagi
menjadi tiga jenis yaitu:
a. Kondensor berpendingin air (water cooled condenser)
Kondensor berpendingin air dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:
-

Kondensor yang air pendinginnya dibuang langsung

-

Kondensor yang air pendinginnya disirkulasikan kembali

b. Kondensor berpendingin udara (air cooled condenser)
Ada dua metode mengalirkan udara pada jenis ini, yaitu konveksi alamiah
dan konveksi paksa dengan bantuan kipas. Konveksi secara alamiah mempunyai
laju aliran udara yang melewati kondensor sangat rendah, karena hanya
mengandalkan kecepatan angin yang terjadi saat itu. Kondensor yang
menggunakan bantuan kipas angin dalam mensirkulasikan media pendinginnya
dikenal sebagai kondensor berpendingin udara konveksi paksa.
c. Kondensor evaporatif (evaporative condenser)
Kondensor evaporative pada dasarnya adalah kombinasi kondensor yang
menggunakan air dan udara sebagai media pendinginnya.
2.5.3 Evaporator
Pada prinsipnya, evaporator hampir sama dengan kondensor, yaitu samasama alat penukar kalor yang fungsinya mengubah fasa refrigeran. Bedanya, jika
pada kondensor refrigeran berubah fasa dari uap menjadi cair, maka pada
evaporator refrigeran berubah fasa dari cair menjadi uap. Perbedaan berikutnya,
sebagai komponen pada siklus refrigerasi, pada evaporator lah sebenarnya tujuan

Universitas Sumatera Utara

itu tercapai. Artinya jika pada kondensor fungsinya hanya membuang panas ke
lingkungan, maka pada evaporator panas harus diserap untuk menyesuaikan
dengan beban pendingin di ruangan.
Berdasarkan cara evaporator mengambil beban pendingin dari ruangan,
sistem pendingin dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu direct cooling sistem dan
indirect cooling sistem.

2.6 Performansi Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi Tenaga Surya
2.6.1 Energi Panas Radiasi Total yang Diterima Kolektor
Total energi panas radiasi yang diterima oleh suatu permukaan kolektor, Qit,
dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Q i = Gi A

[J]………………………………...……..……………....(2.5)

Dimana:

Gi = adalah fluks energi/intensitas matahari yang diterima sepanjang hari (J/m 2)
Ac = adalah luas permukaan area kolektor yang terpapar sinar matahari (m 2).
2.6.2 Energi Panas Radiasi yang Digunakan Kolektor
Energi panas radiasi yang digunakan kolektor, Qic, merupakan energi yang
digunakan kolektor atau yang diserap adsorben (karbon aktif) untuk menaikkan
temperaturnya dan selanjutnya digunakan untuk melepaskan/mendesorpsi
adsorbat (metanol). Energi panas aktual yang digunakan kolektor, Qic, dapat
dihitung dengan persamaan berikut:
Q i = (m C

+ m C )ΔT + m h

[J]……………..…………...(2.6)

Universitas Sumatera Utara

Dimana:
mac = adalah massa karbon aktif (kg)
Cpac = adalah kalor jenis karbon aktif (J/kgoC)
mr = adalah massa metanol yang akan didesorpsi (kg)
Cpr = adalah kalor jenis metanol (J/kgoC)
ΔTg = adalah temperatur pemanasan kolektor maksimal
mrhsg = adalah energi panas laten metanol (J).

2.6.3 Kapasitas Kalor yang Diserap Evaporator
Kapasitas kalor yang diserap evaporator, Quc, merupakan jumlah panas yang
diserap evaporator dari air untuk menurunkan temperaturnya saat proses adsorpsi.
Jumlah air, mw, yang akan didinginkan di dalam wadah air yang bersentuhan
dengan evaporator akan mengalami perubahan temperatur ∆Tw, jika air mencapai
temperatur pembekuan, maka sejumlah es, mi, akan dihasilkan. Jika semua air
membeku, es akan mengalami perubahan temperatur , ∆Ti. Dalam kasus ini, mw =
mi dan kapasitas kalor yang diserap evaporator, Quc (useful cooling),, dapat dengan

mudah dievalusi dengan persamaan berikut:
Q

Dimana

= mw C

w ΔTw

+ mi h + mi C i ΔTi

[J]………………………..(2.7)

mw = adalah massa air (kg)
Cpw = adalah panas jenis air (J/kgoC)
ΔTw = adalah penurunan temperatur air (oC)
mi = adalah massa es yang terbentuk (kg)
hsf = adalah panas laten es (KJ/kg)
Cpi = adalah panas jenis es (J/kgoC)

Universitas Sumatera Utara

ΔTi = adalah penurunan temperatur es (oC)

2.6.4 Efisiensi Termal Kolektor Surya

Efisiensi termal kolektor surya dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
=

Qi

Qit

………………………..……………………….…………... (2.8)

dimana Qic adalah energi panas yang digunakan kolektor (J), Qit adalah energi
panas total yang diterima kolektor (J).
2.6.5 COP Sistem (Coeffiecient of Performance)
COP dari sebuah mesin pendingin dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut:
Koefisien performansi siklus aktual:
COP =

Q

⁄Q ………………………………………………………(2.9)
i

Koefisien performansi sistem keseluruhan:
COP

=

Q

⁄Q ……………………………………………………..(2.10)
i

Beberapa hasil penelitian dari mesin pendingin siklus adsorpsi tenaga surya
dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 2.4 COP Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi
Peneliti

Tipe Kolektor

Pasangan AdsorbenAdsorbat

COPuo

M.Pons, Guilleminot
J.J

Pelat Datar (6 m2)

Karbon aktif – metanol

0.12

Tulus B.Sitorus, dkk

Pelat Datar (0.25 m2)

Karbon aktif – metanol

0.028 - 0.064

E.E Anyanwu.
C.I.Ezeckwe

Pelat Datar (1.2 m2)

Karbon aktif – metanol

0.007 – 0.015

P.H.Grenier, dkk

Pelat Datar (20 m2)

Karbon aktif – metanol

0.10

Sakoda A, M.Suzuki

Pelat Datar (0.4 m2)

Karbon aktif – metanol

0.113 – 0.193

Universitas Sumatera Utara

M. Li, dkk

Pelat Datar (0.75 &
1.5 m2)

Karbon aktif – metanol

0.12 & 0.14

A. Mahesh

Pelat Datar (12 m2)

Karbon aktif – metanol

0.23

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Uji Performansi Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi Bertenaga Surya dengan Luas Kolektor 1 m2 Kemiringan 30o Menggunakan Karbon Aktif -Metanol Sebagai Pasangan Adsorben-Adsorbat

0 22 185

Uji Performansi Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi Bertenaga Surya dengan Luas Kolektor 1 m2 Kemiringan 30o Menggunakan Karbon Aktif -Metanol Sebagai Pasangan Adsorben-Adsorbat

0 0 27

Uji Performansi Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi Bertenaga Surya dengan Luas Kolektor 1 m2 Kemiringan 30o Menggunakan Karbon Aktif -Metanol Sebagai Pasangan Adsorben-Adsorbat

0 0 2

Uji Performansi Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi Bertenaga Surya dengan Luas Kolektor 1 m2 Kemiringan 30o Menggunakan Karbon Aktif -Metanol Sebagai Pasangan Adsorben-Adsorbat

0 0 6

Uji Performansi Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi Bertenaga Surya dengan Luas Kolektor 1 m2 Kemiringan 30o Menggunakan Karbon Aktif -Metanol Sebagai Pasangan Adsorben-Adsorbat

0 0 35

Analisa Kinerja Mesin Pendingin Tenaga Surya Dengan Luas Kolektor 0.25 M2 Kemiringan 30° Menggunakan Karbon Aktif – Metanol Sebagai Pasangan Adsorpsi

0 0 23

Analisa Kinerja Mesin Pendingin Tenaga Surya Dengan Luas Kolektor 0.25 M2 Kemiringan 30° Menggunakan Karbon Aktif – Metanol Sebagai Pasangan Adsorpsi

0 0 2

Analisa Kinerja Mesin Pendingin Tenaga Surya Dengan Luas Kolektor 0.25 M2 Kemiringan 30° Menggunakan Karbon Aktif – Metanol Sebagai Pasangan Adsorpsi

0 0 5

Analisa Kinerja Mesin Pendingin Tenaga Surya Dengan Luas Kolektor 0.25 M2 Kemiringan 30° Menggunakan Karbon Aktif – Metanol Sebagai Pasangan Adsorpsi

0 0 2

Analisa Kinerja Mesin Pendingin Tenaga Surya Dengan Luas Kolektor 0.25 M2 Kemiringan 30° Menggunakan Karbon Aktif – Metanol Sebagai Pasangan Adsorpsi

0 0 18