Sistem Pelaksanaan Program Klinik Sanitasi di Puskesmas Belawan Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,

menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah suatu
keseimbangan ekologi yangharus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat
menjamin keadaan sehat dari manusia.Menurut WHO, ruang lingkup kesehatan
lingkungan diantaranya meliputi penyediaan airminum serta pengelolaan air
buangan dan pengendalian pencemaran. Sanitasi menurut WHO adalah
pengawasan penyediaan air minum masyarakat, pembuangan tinja dan air limbah,
pembuangan sampah, vektor penyakit, kondisi perumahan, penyediaan dan
penanganan makanan, kondisi atmosfer dan keselamatan lingkungan kerja.
(WHO, 2013)
Masalah kesehatan lingkungan perlu untuk diperhatikan, karena
lingkungan dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Salah satu
program yang dilaksanakan puskesmas dalam mengatasi maslah kesehatan
lingkungan adalah program kesehatan lingkungan.Ruang lingkup kesehatan

lingkungan tersebut antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia,
penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah),
sanitasi tempat-tempat umum dan tempat pengolahan makanan.

1
Universitas Sumatera Utara

2

Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial
dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan
berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau
dihilangkan. Sanitasi lingkungan merupakan upaya pengendalian terhadap faktorfaktor lingkungan fisik manusia yang dapat berpengaruh buruk terhadap
kesehatan atau upaya kesehatan untuk memelihara dan melindungi kebersihan
lingkungan dari subyeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk mencuci
tangan dalam memelihara dan melindungi kebersihan tangan, menyediakan
tempat sampah untuk membuang sampah dalam memelihara kebersihan
lingkungan, membangun jamban untuk tempat membuang kotoran dalam
memelihara kebersihan lingkungan dan menyediakan air minum yang memenuhi
syarat kesehatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan

masyarakat (Entjang, 2000).
Persediaanair yang tidak amandantingkatsanitasi yang tidak memadai
meningkatkanpenularan penyakitdiare(termasuk kolera). Meskipun hampir 1,9
miliar orang telah memperoleh akses ke fasilitassanitasi meningkat sejak tahun
1990, cakupan global saat ini diperkirakan hanya 64%. Pada tahun 2011, lebih
dari sepertiga dari populasi dunia (2,5 miliar orang) masih kekurangan akses ke
fasilitas sanitasi yang baik. Upaya-upaya besar juga akan diperlukan baik di luar
2015 sebagai tantangan baru untuk dunia yang harus dihadapi dalam
mempertahankan dan mengukur kemajuan yang berarti, misalnya memastikan
akses ke air minum yang aman dan sanitasi dasar (WHO, 2013).

Universitas Sumatera Utara

3

Pusat Data dan Informasi Tahun 2014 (Profil Kesehatan Indonesia)
memaparkan data kesehatan lingkungan di Sumatera Utara. Pencapaian rumah tangga
berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yaitu 60,04%. Persentase penduduk yang
memiliki akses terhadap air minum berkualitas 67,81%. Penduduk yang memiliki
akses terhadap sanitasi layak (jamban sehat) 61,92%. Persentase rumah yang

memenuhi syarat kesehatan 73,40% (Kemenkes RI, 2014).

Ruang lingkup sanitasi dalam laporan Riskesdas 2013 meliputi
penggunaan fasilitas buang air besar (BAB), jenis tempat BAB, tempat
pembuangan akhir tinja, jenis tempat penampungan airlimbah, jenis tempat
penampungan

sampah,

dan

cara

pengelolaan

sampah.

Untuk

akses


terhadapfasilitas tempat buang air besar (sanitasi) digunakan kriteriaJoint
Monitoring Programme(JMP) WHO -Unicef tahun 2006.Menurut kriteria
tersebut, rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi
improvedadalah rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB milik sendiri,
jenis tempat BAB jenis leherangsa atau plengsengan, dan tempat pembuangan
akhir tinja jenis tangki septik.Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa rumah
tangga di Indonesia menggunakan fasilitas BAB milik sendiri 76,2%, milik
bersama 6,7%, dan fasilitas umum 4,2% (Riskesdas, 2013).
Akses terhadap sanitasi layak merupakan salah satu fondasi inti dari
masyarakat yang sehat. Sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang
menunjang

kesehatan

manusia.Sanitasi

berhubungan

dengan


kesehatan

lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatanmasyarakat. Buruknya kondisi
sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan,mulai dari turunnya
kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minumbagi

Universitas Sumatera Utara

4

masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya beberapa
penyakit (Kemenkes RI, 2014).
Penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh masih buruknya kondisi
sanitasi dasar terutama air bersih dan jamban, yang dapat memicu terjadinya penyakit
diare serta masih kurangnya rumah yang memenuhi syarat kesehatan sehingga
penyakit ISPA juga semakin meningkat. Penularan penyakit diare karena infeksi
bakteri dan virus biasanya melalui air minum dan makanan yang terkontaminasi.
Disamping itu jamban keluarga juga ikut berperan terjadinya diare karena tanpa
jamban masyarakat memilih buang air besar disembarang tempat. Hal inilah yang

dapat menularkan penyakit diare melalui media air atau media makanan melalui lalat
(Syarifuddin, dkk. 2010).
Menurut Riskesdas 2013 penyakit berbasis lingkungan berdasarkan
media/cara penularan melalui udara, makanan, air, dan vektor. Melalui udara yaitu
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia, dan TB paru. Melalui makanan,
air dan lainnya yaitu diare. Melalui vektor yaitu malaria dan DBD (Riskesdas, 2013).
Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga
merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian.
Diaremerupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi 31,4% dan pada balita
25,2%,pada golongan semua umur merupakanpenyebab kematianyang ke empat
(13,2%). Dan angka kematian akibat ISPA pneumonia pada balita sebesar 1,19%.
Pada kelompok bayi angka kematian lebih tinggi yaitu sebesar 2,89% dibandingkan
pada kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar 0,20% (Kemenkes RI, 2014)

Universitas Sumatera Utara

5

Menurut Riskesdas 2013 mengenai data ISPA dan Diare adalah sebagai
berikut,period prevalence Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berdasarkan

diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan penduduk sebesar 25,0 persen.Insiden dan
prevalensi pneumonia Indonesia tahun 2013 adalah 1,8 persen dan 4,5 persen.Insiden
dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5
persen dan 7,0 persen, insiden diare (≤ 2 minggu terakhir sebelum wawancara)
berdasarkan gejala pada seluruh kelompok umur sebesar 3,5% (kisaran menurut
provinsi1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi
3,3%-10,2%).Sedangkan period prevalence diare pada seluruh kelompok umur (>2
minggu-1 bulan terakhirsebelum wawancara) berdasarkan gejala sebesar 7% dan pada
balita sebesar 10,2%. (Riskesdas, 2013).
Kota Medan memiliki 39 puskesmas dan seluruh puskesmas di Kota
Medaanmempunyaiklinik sanitasi, termasuk salah satunya Puskesmas Belawan.
Puskesmas Belawan menjalankan klinik sanitasi sejak tahun 2007. Puskesmas
Belawan merupakan Puskesmas yang terletak di kecamatan Medan Belawan yang
terdiri dari 6 Kelurahan, yaitu Kelurahan Belawan I, Belawan II, Belawan Bahari,
Belawan Bahagia, P Sicanang, dan Bagan Deli.Dengan jumlah penduduk riil
Kecamatan Belawan tahun 2015 adalah 126456 jiwa.
Puskesmas Belawan melakasanakan upaya penyelenggaraan kesehatan wajib
Puskesmas yaitu program promosi kesehatan (promkes), upaya kesehatan lingkungan,
kesehatan ibu dan anak (KIA), upaya peningkatan gizi, penanggulangan penyakit,
pengobatan dan penanggulangan kegawatdarurat. Program upaya peyehatan

lingkungan berupaya pengawasan lingkungan baik fisik, geologis, sosial dan ekonomi
yang mempengaruhi kesehatan manusia. Tujuannya antara lain Meningkatkan mutu

Universitas Sumatera Utara

6

lingkungan yang dapat menjamin masyarakat mencapai derajat kesehatan optimal,
terwujudnya kesedaran dan keikutsertaan

masyarakat dan sektoral terikat yang

bertanggung jawab atas upaya peningkatan dan pelestarian, serta terlaksananya
pengawasan secara teratur pada sarana sanitasi perumahan pokok masyarakat (Profil
Puskesmas Belawan, 2014)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vini Jamarin (2014)
mengenai Gambaran Pelaksanaan Program Klinik Sanitasi di Puskesmas Kota
Bukittinggi. Dalam hasil penelitian dipaparkan bahwa Bukittinggi sudah menjalankan
klinik sanitasi dari tahun 2009. Seluruh klinik sanitasi puskesmas kota Bukittinggi
dinilai baik dengan nilai bervariasi antara 50-100%. Puskesmas Mandiangin

mendapatkan nilai 50%, Prasimah Ahmad 70%, Gulai Bancah dan Nilam 80%,
Mandiangin Plus 85%, Tigo Baleh 90%, dan Guguk Panjang 100%.
Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Umnie Cipta Trian Dewi (2012)
mengenai Evaluasi Program Klinik Sanitasi Di Puskesmas Kabupaten Jember Tahun
2012 menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan program klinik sanitasi di
Kabupaten Jember belum berjalan dengan baik sesuai dengan pedoman pelaksanaan
klinik sanitasi. Hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan klinik sanitasi di Kabupaten
Jember yaitu dilihat dari variabel masukan, proses, dan keluarannya.
Penelitian sejenis lainnya dilakukan oleh Syarifuddin, Hasanuddin Ishak, dan
Arifin Seweng (2010) mengenai Hubungan Pelaksanaan Klinik Sanitasi dengan
Kejadian Diare Di Kabupaten Takalar. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa
kejadian diare lebih tinggi di wilayah puskesmas tanpa program klinik sanitasi 104
orang (66,2%) dibandingkan pada puskesmas dengan adanya program klinik sanitasi
sebanyak 41 orang (19,3%). Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian diare lebih

Universitas Sumatera Utara

7

tinggi di wilayah puskesmas tanpa program klinik sanitasi dibanding puskesmas

dengan adanya program klinik sanitasi.
Menurut survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Belawan, kegiatan
klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dengan alur sebagai berikut: pasien yang datang
ke puskesmas yang menderita penyakit berbasis lingkungan seperti ISPA dan diare
dengan latar belakang buruknya kebersihan diri, keluarga dan lingkungan, maka
pasien tersebut diobati di poliklinik dan diarahkan ke klinik sanitasi. Sedangkan klien
(masyarakat umum) yang ingin berkonsultasi tentang masalah kesehatan lingkungan
bisa langsung datang ke klinik sanitasi. Di sana, petugas klinik sanitasi akan
memberikan konseling mengenai penyakit berbasis lingkungan dan sanitasi
lingkungandan jika dirasa perlu, petugas akan melakukan kunjungan ke rumah pasien
dan atau klien tersebut untuk menelaah penyebab utama masalah sanitasi lingkungan
yang terjadi.
Sumber Daya Manusia Kesehatan yang ada di bagian klinik sanitasi program
kesehatan lingkungan di Puskesmas Belawan hanya ada 3 orang tenaga kesling.
Petugas klinik sanitasi sampai saat ini belum pernah mendapatkan pelatihan khusus
mengenai klinik sanitasi.
Data yang diperoleh dari survey pendahuluan bahwa 10 penyakit terbesar
yang didiagnosa pada pelayanan di Puskesmas Belawan masih didominasi oleh
penyakit-penyakit berbasis lingkungan antara lain seperti ISPA, diare, penyakit kulit,
dan penyakit lain pada pernapasan. Menurut data yang didapat dari Dinas Kesehatan

Kota Medan jumlah perkiraan kasus Diare yang tercatat di Puskesmas Belawan ada
41,1% dan yang baru ditangani masih sekitar 3,1% (Dinkes Kota Medan, 2013).

Universitas Sumatera Utara

8

Maka berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai sistem pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan tahun
2015.

1.2

Perumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian

yaitu:
1. Bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas
Belawan dilihat dari sisi masukan (input).
2. Bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas
Belawan dilihat dari sisi proses.
3. Bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas
Belawan dilihat dari sisi keluaran (output).
1.3

Tujuan Penelitan
Bedasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian adalah:
1. Untuk melihat bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di
Puskesmas Belawan dilihat dari sisi masukan (input).
2. Untuk melihat bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di
Puskesmas Belawan dilihat dari sisi proses.
3. Untuk melihat bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di
Puskesmas Belawan dilihat dari sisi keluaran (output).

Universitas Sumatera Utara

9

1.4

Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi Puskesmas Belawan dan
Dinas Kesehatan Kota Medan untuk meningkatkan kualitas sistem
pelaksanaan program klinik sanitasi.
2. Sebagai bahan evaluasi kepada petugas atau pelaksana program klinik
sanitasi.
3. Sebagai tambahan masukan dan pengetahuan kepada penulis tentang
program klinik sanitasi.
4. Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi untuk
penelitian yang lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara