Dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) Terhadap Stabilitas Harga Beras Dalam Rangka Pencapaian Ketahanan Pangan di Kabupaten Langkat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Program Ketahanan Pangan Nasional
Tahun 2015 merupakan tahun pertama pelaksanaan program dan kegiatan
ketahanan pangan sesuai dengan Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan
Tahun 2015-2019. Program yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan
adalah Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat,
sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan yang tercantum dalam
Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang:
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Program tersebut mencakup 4
(empat) kegiatan, yaitu: (1) Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan
Pangan; (2) Pengembangan Distribusi dan Stabilisasi Harga Pangan; (3)
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan; dan (4)
Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya pada Badan Ketahanan Pangan.
Kegiatan kesatu sampai ketiga merupakan kegiatan prioritas nasional yang
ditujukan dalam rangka pemantapan ketahanan pangan masyarakat yang
membutuhkan partisipasi dan peranserta instansi terkait sesuai dengan masingmasing


kegiatan

yang

dilaksanakan,

serta

melalui

kerjasama

dengan

stakeholders/pemangku kepentingan di pusat dan daerah (BKP Jakarta, 2015).
Pelaksanaan kegiatan tahun 2015 merupakan lanjutan dari kegiatan tahun
sebelumnya, dengan program-program aksinya sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1) Program aksi pada kegiatan Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan
Keamanan Pangan, diarahkan pada Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan (P2KP) yang meliputi: (1) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan
Melalui Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dan Promosi; (2)
Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal; serta (3) Promosi dan Sosialisasi
P2KP.
2) Program aksi pada kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas
Harga Pangan, yaitu :
a) Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM); dan
b) Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat.
3) Program aksi pada kegiatan Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan
Rawan

Pangan

Pengembangan

yaitu:
Desa


Pengembangan

Mandiri

Pangan,

Kawasan
dan

Mandiri

Pengembangan

Pangan,
Sistem

Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) (BKP Jakarta, 2015).
Penjelasan kegiatan dan dukungan anggaran yang berada pada lingkup Badan
Ketahanan Pangan tahun 2015 dapat diuraikan berdasarkan subbagian-subbagian
pada kegiatan tersebut sebagaimana berikut ini :

1) Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan
Kegiatan Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan diarahkan
untuk mengupayakan ketersediaan pangan yang cukup dan terjangkau serta
mengurangi jumlah penduduk rawan pangan melalui pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan tersebut dibagi dalam 5 (lima) subkegiatan yang meliputi : (1)
Pengembangan Desa dan Kawasan Mandiri Pangan; (2) Sistem Kewaspadaan
Pangan dan Gizi (SKPG); (3) Penyusunan Peta Ketahanan dan Kerawanan Pangan

Universitas Sumatera Utara

(Food Security and Vulnerability Atlas/FSVA) Provinsi; (4) Kajian Ketersediaan
Pangan, Rawan Pangan dan Akses Pangan; serta (5) Pembinaan, pemantauan dan
evaluasi Desa dan Kawasan Mandiri Pangan.
Untuk analisis ketersediaan, akses pangan dan kerawanan pangan dilaksanakan
penyusunan FSVA di 34 provinsi serta kajian ketersediaan pangan, rawan pangan
dan akses pangan. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai informasi yang
relevan bagi pimpinan dalam menetapkan kebijakan ketersediaan pangan,
penanganan rawan pangan dan akses pangan secara tepat dan cepat. Untuk
mengawal pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dilaksanakan pembinaan
pemantauan dan evaluasi secara periodik.

2) Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
Kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan diarahkan
untuk mengupayakan pengalokasian pangan kepada masyarakat secara efektif dan
efisien melalui analisis dan koordinasi kebijakan, serta mendorong terciptanya
stabilitas harga pangan di tingkat produsen dan konsumen. Subkegiatan yang akan
dilaksanakan adalah : (1) Penguatan Lembaga Distribusi Pangan; (2)
Pemberdayaan Lumbung Pangan Masyarakat; (3) Pengendalian Kondisi Harga
Pangan Pokok; (4) Pemantauan/Pengumpulan Data Distribusi, Harga dan
Cadangan Pangan; serta (5) Pengembangan Model Pemantauan Distribusi, Harga
dan Cadangan Pangan.
Penguatan LDPM merupakan upaya stabilisasi harga pangan pokok di tingkat
produsen dan penguatan cadangan pangan dalam masa panen raya maupun
paceklik melalui pemberdayaan Gapoktan selama 3 tahun, dimana pada tahun
pertama diberikan dana bansos untuk membangun sarana penyimpanan (gudang),

Universitas Sumatera Utara

menyediakan cadangan pangan, dan memasarkan/mendistribusikan/mengolah
gabah/beras hasil produksi petani anggotanya, meningkatkan pendapatan
petani/Gapoktan dan meningkatkan akses pangan. Tahun kedua diberikan bansos

sebagai tambahan modal usaha pada unit usaha distribusi/pemasaran/pengolahan
unit cadangan pangan, dan tahun ketiga berupa pembinaan untuk memperkuat
manajemen Gapoktan untuk menjadi Gapoktan mandiri dan berkelanjutan dalam
mengelola unit-unit usahanya sehingga tidak tergantung kepada bantuan
pemerintah.
Untuk mengantisipasi masa paceklik di daerah rawan pangan, dilakukan
pemberdayaan pengelolaan cadangan pangan bagi kelompok lumbung selama 3
tahun, dimana pada tahun pertama untuk pembangunan fisik lumbung yang
dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Pertanian, serta tahun
kedua dan ketiga diberikan dana bansos untuk pengisian cadangan pangan dan
penguatan kelembagaan.
Untuk memberikan masukan bagi pimpinan dalam menetapkan kebijakan
distribusi, harga, serta cadangan pangan pemerintah daerah dan masyarakat,
dilakukan pemantauan harga dan pasokan pangan menjelang hari besar
keagamaan dan nasional, pengendalian harga pangan melalui pengumpulan data
harga dan pasokan pangan secara periodik, analisis dan pemantauan harga tingkat
produsen dan konsumen, distribusi dan cadangan pangan, serta pengembangan
model pemantauan distribusi dan harga pangan dalam memperoleh data secara
cepat dan valid.


Universitas Sumatera Utara

3) Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
Kegiatan Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
diarahkan untuk mendorong konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang
dan aman, melalui analisis, koordinasi kebijakan, promosi dan pemberdayaan
masyarakat di pedesaan. Kegiatan tersebut terdiri dari 7 subkegiatan, yaitu:(1)
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP); (2) Pemantauan,
Monitoring, Evaluasi dan Perumusan Kebijakan P2KP; (3) Promosi P2KP; (4)
Analisis Situasi Konsumsi Pangan Peduduk; (5) Penanganan Keamanan Pangan
Segar; (6) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal.
4) Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada BKP
Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan
diarahkan untuk mengelola pelayanan kantor dalam rangka pelaksanaan
ketahanan pangan serta mengembangkan model-model pemberdayaan ketahanan
pangan masyarakat. Pelayanan kantor tersebut berupa: perencanaan, umum,
keuangan dan perlengkapan, evaluasi dan pelaporan, serta dukungan manajemen,
informasi dan administrasi daerah sehingga operasional kantor dan manajemen
pengelolaan program dan kegiatan ketahanan pangan dapat berjalan lancar sesuai
jadwal yang ditetapkan. Disamping itu, dukungan manajemen dan teknis lainnya

diarahkan untuk memfasilitasi Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Pusat dalam
menyelenggarakan sidang pleno, konferensi dan sidang regional dalam
mewujudkan ketahanan pangan masyarakat (BKP Jakarta, 2015).

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Kondisi Eksisting Ketahanan Pangan di Indonesia
Di Indonesia, UU No. 18 tahun 2012 mendefinisikan ketahanan pangan sebagai
kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan. Pemenuhan kebutuhan pangan menjadi tantangan
tersendiri bagi Indonesia yang merupakan kepulauan. Luas wilayah Indonesia
secara geografis menjadi penyebab adanya perbedaan kondisi tanah dan
kecocokan

terhadap

jenis-jenis


tanaman

termasuk

tanaman

pangan

(Dewan Ketahanan Pangan, 2015).
Adapun beberapa kebijakan pembangunan pertanian Kementrian Pertanian tahun
2010-2014 yang berkaitan dengan pembangunan ketahanan pangan yaitu : (i)
pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi
melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan (ii) pencapaian swasembada
kedelai, daging sapi, dan gula industri (iii) peningkatan produksi susu segar, buah
lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor (iv) peningkatan kualitas
dan pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, jalan desa, dan jalan
usahatani (Pujiasmanto, 2013).
Sejak tahun 1997, kemampuan Indonesia untuk memenuhi sendiri kebutuhan
pangan bagi penduduk terus menurun. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa

untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi bangsa Indonesia yang jumlahnya lebih
dari 210 juta jiwa, Indonesia harus mengimpor bahan pangan seperti beras 2 juta
ton, jagung lebih dari 1 juta ton, kedelai lebih dari 1 juta ton, kacang tanah lebih

Universitas Sumatera Utara

dari 0,8 juta ton, gula pasir 1,6 juta ton, ternak hidup setara 82 ribu ton, daging 39
ribu ton, susu dan produknya 99 ribu ton per tahun (Soemarno, 2012).
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kebutuhan pangan tidak mampu dipenuhi dari
produksi nasional. Sebagai akibatnya, kebutuhan pangan harus dipenuhi dari
impor. Hal ini merupakan kondisi yang tidak baik karena impor menguras banyak
devisa serta tidak strategis bagi kepentingan ketahanan pangan nasional dalam
jangka panjang (Soemarno, 2012).
Untuk total konsumsi beras selama periode tahun 2002 – 2013 di Indonesia
cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun 2003
dan 2008 mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,65% dan 4,84%
dibandingkan tahun sebelumnya. Rata-rata konsumsi beras selama periode 2002 2013 sebesar 1,98 kg/kapita/minggu atau setara dengan 103,18 kg/kapita/tahun
dengan laju penurunan rata-rata sebesar 0,88% per tahun. Konsumsi beras
tertinggi terjadi pada tahun 2003 yang mencapai 108,42 kg/kapita/tahun. Setelah
itu, konsumsi beras cenderung terus mengalami penurunan hingga pada tahun

2013 menjadi sebesar 97,40 kg/kapita/tahun (Pusdatin, 2014).
Konsumsi energi pangan masyarakat Indonesia selalu berada di bawah 2.200 kkal
selama periode 2002-2011. Konsumsi energi pangan tertinggi adalah 2.146 kkal
(97,5%) yang terjadi pada tahun 2005, namun pada periode berikutnya (20082011) konsumsi energi pangan turun, atau rata-rata penduduk Indonesia
kekurangan sekitar 8-9% asupan energi pangan selama periode tersebut. Dengan
membandingkan kondisi aktual asupan energi dengan susunan Pola Pangan
Harapan (PPH) Nasional, terlihat konsumsi padi-padian dalam kisaran 42-47%

Universitas Sumatera Utara

yang mendekati PPH tetapi lebih dekat pada batas minimumnya. Hal ini berarti
konsumsi padi-padian hampir memadai, sementara konsumsi umbi-umbian
berkisar antara 2-3%, yang berarti belum memadai. Selanjutnya, asupan energi
pangan, seperti pangan hewani (5-7,1%), kacang-kacangan (2-3,3%), gula
(4-4,7%), sayur dan buah (3,9-4,7%) masih sangat kurang memadai. Hal ini
memberikan gambaran bahwa program diversifikasi pangan belum optimal
selama periode tersebut (Kemendag, 2013).
Menurut BPS (2015) untuk provinsi Sumatera Utara perkembangan luasan panen
dan produksi akan tanaman pangan khususnya padi selama tahun 2003-2014 ratarata mengalami kenaikan per tahun. Peningkatan dan penurunan ini disebabkan
bertambah atau berkurangnya produksi padi sawah, sedangkan produksi padi
ladang mengalami fluktuatif tiap tahunnya. Untuk luasan panen padi di Sumatera
Utara pada tahun 2014 ada 717.318 Ha, dengan total produksi sebesar 3.631.039
ton, dan rata-rata produksi 50,62 kw/Ha.
Menurut Balitbang (2011) untuk provinsi Sumatera Utara situasi konsumsi
pangan masyarakat berdasarkan Susenas 2008 masih belum memenuhi kaidah gizi
seimbang,walaupun konsumsi energi dan protein telah berada di atas rata-rata
yakni 2074,5kkal/kap/hr dan 60 gr/kap/hr, dimana rata-rata konsumsi energi
adalah 2000 kkal/kap/hr dan protein 52 gr/kap/hr. Konsumsi masyarakat Sumatera
Utara belum beragam, bergizi dan seimbang yang diindikasikan nilai PPH masih
79,4 atau masih < 100. Sedangkan keadaan ketersediaan pangan lokal selama
periode 2003-2008 di Sumatera Utara mengalami pertumbuhan produksi masingmasing komoditas pangan pokok dan strategis per tahun sangat bervariasi.
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh ubi kayu 15,77% dengan produksi pada tahun

Universitas Sumatera Utara

2008 sebesar 736.771 ton dan paling rendah adalah telur minus 2,81% dengan
produksi pada tahun 2008 sebesar 133.701 ton. Pertumbuhan produksi beras
selama periode 2003-2008 mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,37%.
Menurunnya ketersediaan beras akan menyebabkan terganggunya ketahanan
pangan di Sumatera Utara pada masa yang akan datang.
Komoditas pangan merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Untuk itu,
pemenuhannya harus disegerakan. Dalam kaitan ini, keterlambatan pemenuhan
pangan akan menyebabkan harga pangan tinggi dan bergejolak. Hal ini tentunya
akan berimplikasi pada sulitnya mengendalikan harga dan menurunnya
kesejahterahaan masyarakat. Di Indonesia, komoditas pangan menyumbang peran
cukup besar pada inflasi. Dari beberapa komoditas utama penyumbang inflasi
diantaranya merupakan komoditas pangan.

Dengan kata lain, ketidakstabilan

harga komoditas pangan di Indonesia banyak dipengaruhi oleh permasalahan
supply (Nurhemi, 2014).
Ketidakstabilan harga pangan di Indonesia juga disebabkan oleh sifat komoditas
pangan yang musiman dan sangat terpengaruh oleh kondisi alam seperti tanah,
perubahan musim, dan juga letak geografis daerah. Faktor-faktor ini akan
memengaruhi ketersediaan stok tiap bulannya. Pada musim panen supply
meningkat, sehingga harga relatif rendah. Namun, pada saat musim paceklik atau
di luar musim panen stok menjadi terbatas. Selain itu, permasalahan distribusi
juga menjadi hambatan tersendiri pada masalah transportasi barang antar daerah.
Panjangnya

rantai

pemasaran

komoditas

pangan

juga

menyebabkan

ketidakefisienan dalam pemasaran (Nurhemi, 2014).

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Ketahanan Pangan, Hambatan, dan Peluang
Menurut UU No 7 Tahun 1996 ketahanan pangan adalah kondisi di mana
terjadinya kecukupan penyediaan pangan bagi rumah tangga yang diukur dari
ketercukupan pangan dalam hal jumlah dan kualitas dan juga adanya jaminan atas
keamanan

(safety),

distribusi

yang

merata

dan

kemampuan

membeli

(Soemarno, 2012).
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas
berbagai subsistem. Subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi
pangan, dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi
dari interaksi ketiga sistem tersebut.
1) Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta
keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Ketersediaan pangan harus
dikelola dengan baik sehigga walaupun produksi pangan bersifat musiman,
terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan yang tersedia bagi
masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari
waktu ke waktu.
2) Subsistem distribusi pangan mencakup aksesibilitas secara fisik dan ekonomi
atas pangan secara merata. Sistem distribusi ini perlu dikelola secara optimal
agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan akses pangan bagi seluruh
penduduk. Akses pangan merupakan kemampuan semua rumah tangga dan
individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang
cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya
sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan
individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi tergantung

Universitas Sumatera Utara

pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat
isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial
menyangkut tentang preferensi pangan (Pujiasmanto, 2013).
3) Subsistem konsumsi pangan yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup
sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan.
Efektifitas dari konsumsi pangan tergantung pada pengetahuan rumah
tangga/individu rumah tangga/individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas
dan layanan kesehatan (Hanani, 2009).
Adapun hambatan-hambatan yang masih dihadapi dalam memantapkan ketahanan
pangan nasional tahun 2015 antara lain:
1) Subsistem

Ketersediaan

ketidakseimbangan

pangan

produksi

dan

meliputi
stok

perubahan
pangan

iklim
antar

global,
kawasan,

ketidakseimbangan penguasaan dan kemampuan menerapkan teknologi dan
pengolahan pangan antar kawasan, meningkatnya impor bahan pangan
terutama gandum dan terigu, degradasi kualitas lahan, air dan kerusakan
lingkungan, menyediakan cadangan beras yang cukup untuk mengatasi gejolak
pasokan dan harga.
2) Subsistem Distribusi pangan meliputi trend harga pangan yang terus meningkat
dan lebih bergejolak, stabilitas pasokan dan harga pangan pokok sepanjang
tahun, dan pangan strategis pada periode tertentu (Ramadhan, lebaran, natal,
tahun baru), memperlancar distribusi pangan ke seluruh wilayah nusantara.
3) Subsistem Konsumsi Pangan meliputi tingginya konsumsi beras per kapita,
menurunnya tingkat konsumsi non beras, rendahnya konsumsi protein hewani,
sayuran dan buah-buahan (BKP Jakarta, 2015).

Universitas Sumatera Utara

Potensi dan peluang dalam pembangunan ketahanan pangan antara lain :
1) Besarnya jumlah penduduk Indonesia merupakan pasar produk pangan
sekaligus penggerak ekonomi nasional.
2) Tingkat pendidikan masyarakat dan pengetahuan tentang pangan yang semakin
tinggi memberikan peluang bagi percepatan proses peningkatan kesadaran gizi
masyarakat.
3) Luas wilayah Indonesia yang besar

dan merupakan negara kepulauan

menyediakan peluang usaha distribusi pangan yang cukup besar.
4) Perkembangan teknologi informatika, perhubungan, dan transportasi yang
sangat pesat hingga ke pelosok daerah menjadi

penunjang penting bagi

keberhasilan pembangunan ketahanan pangan nasional.
5) Ketersediaan sumber daya lahan dan air sebagai faktor utama produksi untuk
menghasilkan pangan, belum dikelola secara optimal.
6) Keragaman sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati baik flora dan fauna
nasional belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber pangan untuk
mendukung peningkatan konsumsi masyarakat sekaligus mempertahankan
kelestariannya.
7) Ketersediaan lahan pertanian cukup besar dan belum dimanfaatkan secara
optimal.
8) Semakin berkembangnya riset dan teknologi pangan yang telah menghasilkan
berbagai varietas tanaman pangan yang tahan terhadap kondisi tidak optimal
namun tetap berproduksi tinggi. Demikian pula untuk hortikultura dan
peternakan.

Universitas Sumatera Utara

9) Kebijakan, program dan kegiatan prioritas nasional yang mendukung
pemantapan

ketahanan

pangan

berbasis

sumber

daya

lokal

(BKP Jakarta, 2013).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Instabilitas Harga
Fluktuasi harga atau instabilitas sebenarnya dibutuhkan untuk mendorong
realokasi sumberdaya dan realokasi konsumsi ketika ada guncangan ekonomi.
Namun untuk pangan, instabilitas harga yang berlebihan berpotensi memiliki
dampak negatif yang cukup substansial. Merangkum dari hasil-hasil kajian
Sadoulet dan De Janvry (1995), Timmer (2003), Jayne (2004), dan Jordan et
al.(2007), ada beberapa dampak negatif dari instabilitas harga pangan yang
berlebihan, yaitu :
1) Instabilitas harga pangan dapat menyebabkan inefisiensi baik pada sisi
produksi maupun konsumsi, khususnya untuk masyarakat berpendapatan
rendah. Ketidakstabilan harga pangan dapat meningkatkan atau menurunkan
tingkat tabungan masyarakat dan investasi dalam suatu kegiatan ekonomi.
Konsumen memerlukan tabungan untuk melindungi diri dari kemungkinan
kenaikan harga pangan, sementara produsen menabung untuk melindungi diri
dari kejatuhan harga pangan yang diusahakan.
2) Instabilitas ekonomi makro. Instabilitas harga pangan yang berlebihan dapat
berdampak pada ekonomi makro secara keseluruhan, terutama ketika sebagian
pendapatan masyarakat digunakan untuk konsumsi pangan. Instabilitas
berpengaruh pada perubahan nilai tukar, dan inflasi yang berpengaruh pada
ekonomi makro.

Universitas Sumatera Utara

3) Kemiskinan dan kerentanan. Fluktuasi harga pangan dapat meningkatkan
jumlah orang miskin atau membuat kelompok orang yang berpendapatan
rendah menjadi lebih rentan secara ekonomi. Instabilitas harga pangan untuk
kelompok masyarakat ini dapat menyebabkan kekurangan gizi, kesehatan,
bahkan kelaparan.
4) Instabilitas politik. Instabilitas harga pangan yang berlebihan sering identik
dengan instabilitas politik atau paling tidak mendorong instabilitas politik,
khususnya di negara yang tingkat kesejahteraannya masih rendah.
Menurut Badan Ketahanan Pangan (2015), indikator stabilitas mempunyai
pengertian memantau dan melakukan intervensi secara cepat jika harga pangan di
suatu wilayah tidak stabil. Cara perhitungan stabilisasi harga adalah dengan
melihat nilai koefisien variasi (CV), dengan rumus sebagai berikut:
cv =

�����
����

x 100%

Keterangan :
cv

= Nilai koefisien variasi (%)

StDev = Nilai standar deviasi
Mean = Rata-rata harga pangan
Harga dinyatakan stabil jika nilai cv (koefisien variasi) dari harga pangan di suatu
wilayah kurang dari 25% .
Ada banyak faktor penyebab instabilitas harga. Jayne (2004) secara global
menyebukan ada tiga penyebab instabilitas, yaitu (i) goncangan pasokan di pasar

Universitas Sumatera Utara

domestik; (ii) perubahan kebijakan pemerintah; dan (iii) guncangan harga di pasar
internasional.
Menurut FAO (1986) ada sejumlah variabel yang dapat mempengaruhi
instabilisasi harga tingkat konsumen, yaitu :
1) Karakteristik produksi, dimana produksi terkaita dengan pola panen, jenis
pangan dan intensitas tanam. Daerah yang monokultur berbeda dengan daerah
yang mengenal beberapa jenis tanaman pangan. Konsumen di daerah yang pola
panennya meluas dan jenisnya banyak maka pengendalian harga pangan lebih
mudah karena adanya pangan substitusi, apalagi jika pola panennya tersebar
sepanjang tahun, sehingga harga akan relatif stabil.
2) Selera konsumen, dimana preferensi konsumen akan berpengaruh dalam
menstabilkan harga. Makin banyak jenis dan ragam pangan substitusi, akan
saling menutupi konsumsi. Manakala harga pangan yang satu naik, akan cepat
disubstitusikan dengan yang lain.
3) Partisipasi sektor swasta, dimana terkait dengan margin keuntungan dari
aktivitasnya. Semakin besar margin itu, semakin tinggi pula keinginan mereka
untuk ikut serta, termasuk pula perdagangan antar pulau. Partisipasi mereka
akan menciptakan nilai tambah dari produksi pangan tersebut. Apabila insetif
itu berkurang atau tidak ada, maka peran swasta berkurang atau terhenti. Hal
ini akan berdampak buruk terhadap petani, karena harga pangan waktu panen
pasti akan rendah.
4) Transportasi, dimana ketersediaan alat angkut, baik di darat maupun laut sangat
mempengaruhi efektivitas stabilisasi harga. Itu terkait dengan waktu dan

Universitas Sumatera Utara

ongkos untuk distribusi pangan. Alternatif alat transportasi yang sedikit dan
ongkos yang mahal, akan menghambat penyaluran produk pangan ke daerah
setempat. Hambatan tersebut menyebabkan instabilitas harga di suatu tempat
semakin sulit diatasi.
5) Struktur badan/lembaga yang mengendalikan harga, dimana peran badan
pelaksana program stabilisasi harga sangat penting. Lembaga pemerintah
cenderung kurang fleksibel, baik dalam hal biaya maupun prosedur
pelaksanaannya.
Menurut Dawe (2001) menyebutkan tiga jenis keuntungan dari kebijakan
stabilisasi harga komoditas pangan, yaitu: (i) melindungi petani selaku produsen
dari penurunan harga

sehingga mereka dapat berlaku lebih efisien; (ii)

melindungi konsumen kelas menengah ke bawah yang berpendapatan rendah
(poor consumers) dari gejolak peningkatan harga dan (iii) menciptakan kondisi
makroekonomi yang lebih stabil sehingga mendorong investasi dan pertumbuhan
ekonomi.
2.2.2 Fungsi Sarana Penyimpanan (Gudang) Terhadap Stabilisasi Harga
Sebagaimana diketahui, sebagian besar produk pertanian bersifat musiman
sehingga ketersediaannya tidak terdistribusi merata sepanjang tahun. Agar produk
pertanian tertentu selalu tersedia dalam volume transaksi dan waktu yang
diinginkan harus dilakukan pengelolaan stok produksi tahunan. Dengan demikian
ada beberapa tipe penyimpanan berdasarkan motivasi atau alasan dilakukannya
penyimpanan, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1) Seasonal stocks: ada sejumlah produk pertanian yang proses konsumsinya
dilakukan sepanjang tahun namun periode panennya relatif pendek, contoh
bawang putih. Peyimpanan musiman ini bersifat jangka pendek tergantung
pada daya simpan produk dan periode panennya
2) Carryover stocks: hal ini dilakukan untuk produk pertanian yang tersedia
sepanjang tahun namun level produktivitasnya fluktuatif, contohnya telur dan
daging ayam. Fungsi penyimpanan umumnya ditujukan agar harga produk
stabil. Penyimpanan persediaan juga harus mempertimbangkan penurunan
kualitas produk akibat lamanya waktu penyimpanan
3) Speculative stocks: jenis penyimpanan ini dilakukan untuk produk-produk
pertanian yang pola permintaannya sepanjang tahun berbeda.

Misalnya

permintaan kurma, tepung terigu dan bahan-bahan pembuat kue yang selalu
meningkat menjelang lebaran mendorong pedagang untuk melakukan
speculative stocks. Penyimpanan atau penimbunan produk umumnya dilakukan
pedagang sejak harga produk dan pola permintaan belum meningkat. Stok
spekulatif juga dilakukan karena alasan jarak tempuh transportasi yang intensif
waktu. Untuk mengantisipasi permintaan mendadak, lembaga pemasaran harus
memiliki simpanan cadangan produk (Tatiek, 2013).
Untuk petani padi, kebanyakan petani menjual gabahnya di sawah segera
setelah panen. Harga yang mereka terima adalah harga kesepakatan, meskipun
seringkali lebih ditentukan oleh para pedagang desa/penggilingan. Sebenarnya
petani dapat menerima harga lebih tinggi seandainya mereka menjual padi
mereka dalam bentuk gabah kering simpan (GKS). Namun hal

ini

sulit

Universitas Sumatera Utara

dilakukan karena mereka tidak memiliki lumbung penyimpan yang cukup luas
dan lantai jemur untuk mengeringkan gabah (Surono, 1998).
Menurut Jannahari (2012), pola produksi tahunan komoditas gabah/beras di
daerah sentra produksi menunjukkan produksi gabah/beras pada saat panen raya
selalu melimpah sedangkan permintaan akan gabah/beras bulanan relatif stabil.
Hal ini menyebabkan harga gabah/beras menjadi turun. Sebaliknya pada saat tidak
terjadi panen (paceklik), produksi gabah/beras lebih sedikit sehingga lebih rendah
dari kebutuhan gabah/beras. Akibatnya harga akan melonjak naik dan tidak
terjangkau, yang terjadi saat petani justru tidak memiliki persediaan. Hal ini
menunjukkan bahwa harga gabah/beras berfluktuasi menurut musim
Menurut Badan Ketahanan Pangan (2015), jika para petani mempunyai gudang
penyimpanan, maka para petani dapat meningkatkan volume pembelian-penjualan
gabah, beras, minimal para petani sudah memperoleh harga yang layak terutama
saat panen raya serendah-rendahnya sesuai HPP untuk gabah/beras, sehinga harga
untuk gabah/beras dapat stabil. Selain itu petani dapat mengelola gabah tersebut,
yaitu menyimpan dengan baik, mengolah menjadi beras dan memasarkan pada
saat harga cukup tinggi sehingga dapat memperoleh keuntungan yang optimal.
Gudang penyimpanan juga berfungsi sebagai cadangan/stok pangan secara
berkelanjutan, yaitu menyalurkan bagi anggotanya yang memerlukan pada saat
musim paceklik dan menerima pengembalian dan jasanya pada saat panen raya.
Dengan adanya gudang penyimpanan maka para petani dapat menyediakan
cadangan pangan, memasarkan/mengolah gabah/beras hasil produksi di luar masa
panen, serta meningkatkan pendapatan petani (Badan Ketahanan Pangan, 2015).

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Penguatan LDPM
Adapun kerangka pemikiran dari Program P-LDPM yang dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penguatan LDPM
Dari gambar 1. Dapat diketahui, Program P-LDPM dilatarbelakangi oleh beberapa
permasalahan yaitu : rendahnya posisi tawar petani pada saat panen raya,
rendahnya nilai tambah produk pertanian, terbatasnya modal usaha Gapoktan, dan
terbatasnya akses pangan (beras) pada saat masa paceklik. Sehingga melalui
program ini diberikan dana bantuan sosial, perencanaan pembiayaan dan
pendampingan, serta dukungan operasional kegiatan kepada Gapoktan agar dapat
mengelola modal yang diberikan dengan baik (Badan Ketahanan Pangan, 2015).
Dana bantuan sosial serta pendampingan digunakan untuk :

Universitas Sumatera Utara

1) Pengembangan unit-unit usaha (unit usaha distribusi atau pemasaran atau
pengolahan dan pengelolaan cadangan pangan, yaitu melalui pembangunan dan
perbaikan gudang. Dengan adanya gudang tersebut, Gapoktan yang membeli
gabah/beras denan harga minimal sesuai HPP.
2) Pembangunan sarana penyimpanan milik Gapoktan agar dapat meningkatkan
posisi tawar petani, meningkatkan nilai tambah produksi petani dan
mendekatkan

akses

masyarakat

terhadap

sumber

pangan

(Badan Ketahanan Pangan, 2015).
Dana bantuan sosial tersebut juga mempengaruhi unit pengolahan usaha, dimana
para Gapoktan diharapkan gabah menjadi beras sehingga dapat meningkatkan
nilai tambah sehingga petani dapat menjual dengan harga yang lebih tinggi tanpa
harus melalui tengkulak senigga kestabilan harga gabah/beras dapat tercapai dan
terwujud

ketahanan

pangan

tingkat

rumah

tangga

petani

(Badan Ketahanan Pangan, 2015).
2.3 Penelitian Terdahulu
Linda Jannahari Lubis (2012) dalam penelitian berjudul “Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Keberhasilan Program Penguatan Lembaga Distribusi
Pangan Masyarakat (P-LDPM) di Kabupaten Serdang Bedagai”. Kesimpulan
yang diambil bahwa tidak ada hubungan antara umur dan pendidikan non formal
pengurus terhadap keberhasilan pelaksanaan program P-LDPM. Namun
ditemukan hubungan antara tingkat pendidikan pengurus terhadap keberhasilan
pelaksanaan program P-LDPM.

Universitas Sumatera Utara

Solikah (2010) dalam penelitiannya menganalisis tentang persepsi petani
terhadap peran LUEP dalam usahatani padi. Kesimpulannya petani berpersepsi
baik terhadap program DPM-LUEP karena pada waktu panen raya harga gabah
jatuh dan LUEP membeli gabah minimal seharga HPP. Selain itu dianalisis juga
tentang faktor-faktor yang membentuk persepsi petani terhadap peran LUEP
dalam usaha tani padi. Kesimpulannya, faktor-faktor yang membentuk persepsi
petani terhadap peran LUEP dalam usahatani padi adalah pendidikan formal,
pendidikan non formal, pengalaman masa lalu, luas lahan, lingkungan sosial dan
lingkungan ekonomi.
Syarief (2007) dalam penelitiannya menganalisis tentang faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap efektivitas program DPM-LUEP di Kab.Lampung Tengah.
Kesimpulan yang diperoleh, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas
Program DPM-LUEP adalah Pendidikan Formal,Masa Kerja SDM pengelola
LUEP,Sarana,jaringan pasar,produksi GKP mitra LUEP dan Kualitas GKP mitra
LUEP. Selain itu juga dianalisis bagaimana efektivitas program DPM-LUEP di
Kabupaten Lampung Tengah. Kesimpulan yang diperoleh, rata-rata efektivitas
Program DPM-LUEP berklasifikasi efektif pada ketepatan lokasi ketepatan waktu
dan jumlah dana yang dikembalikan,volume pembelian gabah, jumlah petani dan
pemanfaatan dana,kurang efektif pada harga GKP dan tidak efektif pada ketepatan
waktu pembelian gabah. Hal ini menunjukkan bahwa Program DPM-LUEP belum
berjalan sesuai tujuan.

Universitas Sumatera Utara

2.4 Kerangka Pemikiran
P-LDPM (Penguatan Lembaga Distribusi Pangan) yang dimulai pada tahun 2009
adalah salah satu program pemerintah dibidang pertanian yang bertujuan untuk
membantu petani dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidup petani
melalui stabilisasi harga dan pasokan pangan khususnya di sentra produksi padi.
Kabupaten Langkat merupakan salah satu saerah yang menerima dana bantuan
sosial Program P-LDPM (Penguatan Lembaga Distribusi Pangan). Program ini
dilatarbelakangi oleh adanya beberapa permasalahan yang dihadapi para petani
padi pada saat proses distibusi/pemasaran gabah yaitu pada saat kondisi iklim
yang tidak menentu, dimana pada musim panen raya bersamaan dengan
datangnya hujan yang dapat menyebabkan penurunan harga karena petani akan
cenderung menjual gabahnya tanpa melalui proses pengeringan terlebih dahulu,
sehingga berdampak merugikan petani.
Sebaliknya pada periode waktu tertentu (musim paceklik), dan hari-hari besar
keagamaan nasional, harga pangan mulai mengalami peningkatan yang cukup
tinggi sehingga berdampak menekan sebagian besar konsumen yang pada
umumnya juga petani produsen pangan.
Setelah adanya Program P-LDPM (Penguatan Lembaga Distribusi Pangan) para
petanimelalui penguatan modal usaha, diharapkan mampu secara swadaya
melakukan aktivitas membangun sarana untuk penyimpanan, pengembangan
pemasaran pangan dan penyediaan pangan minimal bagi kebutuhan konsumsi.
Program P-LDPM (Penguatan Lembaga Distribusi Pangan) akan memberi
dampak terhadap stabilisasi ketersediaan pangan dan stabilisasi harga gabah/beras

Universitas Sumatera Utara

yang pada akhirnya akan mencapai ketahanan pangan. Dimana, stabilisasi harga
beras dapat diukur dengan membandingkan harga aktual beras di pasar dengan
HPP (Harga Pembelian Pemerintah).
Pencairan dana Program P-LDPM (Penguatan Lembaga Distribusi Pangan)
diharapkan dapat menciptakan stabilitas harga beras di Kabupaten Langkat
dibandingkan dengan sebelum pencairan dana Program P-LDPM (Penguatan
Lembaga Distribusi Pangan) di tahun 2009.

Universitas Sumatera Utara

Petani

Sebelum Program
P-LDPM

Produksi
Gabah/Beras

Panen Raya
Rendahnya posisi tawar
menawar petani

Paceklik
Terbatasnya akses
pangan

Harga Jual

Stabilitas Harga
Sesudah Program
P-LDPM
Program
P-LDPM

Bansos

Gapoktan

Keterangan

:
: Menyatakan hubungan

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara

2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang sudah diuraikan, maka diajukan hipotesis untuk
diuji sebagai berikut :
1. Ada perbedaan yang nyata stabilitas harga gabah sebelum dan sesudah
Program P-LDPM
2. Ada perbedaan yang nyata stabilitas harga beras sebelum dan sesudah Program
P-LDPM

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) Terhadap Stabilitas Harga Beras Dalam Rangka Pencapaian Ketahanan Pangan di Kabupaten Langkat

5 18 103

Analisis Dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) terhadap Stabilitas Harga Beras di Kabupaten Simalungun

1 16 70

Dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) Terhadap Stabilitas Harga Beras Dalam Rangka Pencapaian Ketahanan Pangan di Kabupaten Langkat

0 0 15

Dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) Terhadap Stabilitas Harga Beras Dalam Rangka Pencapaian Ketahanan Pangan di Kabupaten Langkat

0 0 1

Dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) Terhadap Stabilitas Harga Beras Dalam Rangka Pencapaian Ketahanan Pangan di Kabupaten Langkat

0 0 7

Dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) Terhadap Stabilitas Harga Beras Dalam Rangka Pencapaian Ketahanan Pangan di Kabupaten Langkat

0 0 2

Dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) Terhadap Stabilitas Harga Beras Dalam Rangka Pencapaian Ketahanan Pangan di Kabupaten Langkat

0 0 5

Analisis Dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) terhadap Stabilitas Harga Beras di Kabupaten Simalungun

0 0 13

Analisis Dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) terhadap Stabilitas Harga Beras di Kabupaten Simalungun

0 0 1

Analisis Dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) terhadap Stabilitas Harga Beras di Kabupaten Simalungun

0 0 6