Analisa Break Even Point Sebagai Perencanaan Laba (Studi Pada Riqza Florist Di Jl. Medan-Binjai Km. 12 Kec. Sunggal, Kab. Deli Serdang, Medan)

BAB II
KERANGKA TEORI

2.1

Perencanaan Laba

2.1.1

Pengertian Perencanaan Laba
Perencanaan laba sering digunakan sebagai dasar dalam pengambilan

keputusan investasi dan penilaian kinerja manajemen suatu perusahaan untuk
masa yang akan datang. Perencanaan laba merupakan rencana kerja yang telah
diperhitungkan implikasi keuangan yang dinyatakan dalam bentuk proyeksi
perhitungan rugi-laba, neraca kas dan modal kerja untuk rencana jangka panjang
dan jangka pendek perusahaan. Perencanaan laba jangka panjang merupakan
proses yang berkesinambungan untuk mengambil keputusan secara sistematik
dan disertai dengan perkiraan terbaik mengenai keadaan dimasa mendatang,
mengorganisasikan


kegiatan

yang

diperlukan

secara

sistematik

untuk

melaksanakan keputusan. Dengan segala laba dan pertumbuhan yang diharapkan
haruslah dipecah kedalam anggaran jangka pendek, agar dapat direncanakan dan
dikendalikan secara terarah.
Menurut Carter dan Usry (2005:4), perencanaan laba (profit planning)
adalah pengembangan dari suatu rencana operasi guna mencapai cita-cita dan
tujuan perusahaan. Laba adalah selisih dari pendapatan di atas biaya-biayanya
dalam jangka waktu tertentu. Suatu rencana laba dari suatu perusahaan terdiri atas
anggaran operasi dan laporan keuangan dianggaran secara rinci yang


5
Universitas Sumatera Utara

mencerminkan tingkat laba atau target yang diperkirakan berusaha untuk dicapai
oleh manajemen.
Menurut Kamaludin (2011:88), perencanaan laba merupakan suatu proses
perencanaan keuangan yang sangat penting bagi perusahaan. Pelaku perencanaan
dalam hal ini adalah manajer keuangan menentukan segala aktivitas perusahaan
untuk mencapai target laba yang telah ditentukan.
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan laba
merupakan suatu proses perencanaan keuangan perusahaan yang telah
diperhitungkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan baik jangka panjang
maupun jangka pendek.

2.1.2

Menetapkan Tujuan Laba
Menurut Carter dan Usry (2005:4), pada dasarnya ada tiga pendekatan


yang berbeda dapat diikuti dalam menetapkan tujuan laba.
1. Dalam metode priori, tujuan laba mendominasi perencanaan. Pertama-tama
manajemen menentukan tingkat pengembalian yang diinginkan dan berusaha
untuk merealisasikannya melalui perencanaan
2. Dalam metode posteriori, tujuan laba berada dibawah perencanaan dan
diidentifikasikan sebagai hasil dari perencanaan.
3. Dalam metode pragmatis, manajemen menggunakan suatu standar laba yang
telah diuji dan dibuktikan melalui pengalaman.
Dalam menentukan tujuan laba, menajemen sebaiknya mempertimbangkan
faktor-faktor berikut ini :

6
Universitas Sumatera Utara

1. Laba atau rugi yang diakibatkan dari volume penjualan tertentu.
2. Volume penjualan yang diperlukan untuk menutup semua biaya plus
menghasilkan laba yang mencukupi untuk membayar biaya oprasional serta
menyediakan kebutuhan bisnis masa depan.
3. Titik impas.
4. Volume penjualan yang dapat dicapai dengan kapasitas operasi sekarang.

5. Kapasitas operasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan laba.
6. Pengembalian atas modal yang digunakan.

2.1.3

Manfaat Perencanaan Laba
Perencanaan laba berguna untuk mengetahui target penjualan yang harus

dicapai untuk memperoleh laba yang ditargetkan. Perencanaan laba terkait dengan
jumlah penjualan yang harus dicapai dan biaya yang harus dikeluarkan. Jika biaya
yang harus dikeluarkan lebih besar, maka perusahaan harus berusaha untuk
menekan biaya tersebut agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Menurut
Adolph Matz dalam Aulia Puspita (2012:6), perencanaan laba sering digunakan
sebagai dasar dalam pengambilan keputusan investasi dan penilaian kinerja
manajemen suatu perusahaan untuk masa yang akan datang.
Perencanaan laba atau penganggaran mempunyai manfaat bagi perusahaan
yaitu :
1. Memberikan pendekatan yang terarah dalam pemecahan permasalahan.
2. Memaksa pihak manajemen untuk secara dini mengadakan penelaahan
terhadap masalah yang dihadapi dan menanamkan kebiasaan pada


7
Universitas Sumatera Utara

organisasi untuk mengadakan telaah yang seksama sebelum mengambil
suatu keputusan.
3. Menciptakan suasana organisasi yang mengarah pada pencapaian laba.
4. Merangsang peran serta dan mengkoordinasi rencana operasi berbagai
segmen dari keseluruhan organisasi manajemen sehingga keputusan akhir
dan rencana saling berkaitan.
5. Menawarkan kesempatan untuk menilai secara sistematik setiap segi atau
aspek organisasi maupun untuk memeriksa serta memperbaharui kebijakan
dan pedoman dasar secara berkala.
Dengan berbagai manfaat diatas, maka pihak manajemen merasa tergugah
atau berfikir bagaimana agar perencanaan laba tersebut dapat berhasil yang akan
berakibat pula pada keberhasilan suatu usaha.

2.2

Biaya


2.2.1

Pengertian Biaya
Salah satu data yang diperlukan oleh manajemen perusahaan untuk

memperoleh laba yang diinginkan adalah informasi biaya. Melalui informasi
biaya manajemen dapat menyusun laba yang diingikan untuk membantu
keputusan yang akan datang, sehingga diperlukan definisi kata biaya dengan tepat.
Menurut Darsono dan Ari (2009:19), biaya adalah kas dan setara kas yang
dikorbankan untuk memproduksi atau memperoleh barang atau jasa yang
diharapkan akan memperoleh manfaat atau keuntungan dimasa yang akan
mendatang. Menurut Kuswandi (2008:46), biaya adalah semua pengeluaran untuk

8
Universitas Sumatera Utara

mendapatkan barang dagang, baik yang diproduksi sendiri maupun yang
merupakan hasil pembelian dari pihak lain (misalnya supplier atau pemasok)
hingga


barang

tersebut

terjual

kembali

kepada

pihak

pembeli

(pemakai/pelanggan) baik yang berkaitan didalam maupun diluar usaha pokok
perusahaan.

Sedangkan


Mulyadi

(2000:506)

menyatakan,

biaya

adalah

pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang terjadi/yang
kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Ada empat unsur
pokok dalam definisi biaya tersebut :
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi
2. Diukur dalam satuan uang
3. Yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi
4. Pengorbanan tertentu untuk tujuan tertentu
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya adalah
pengeluaran yang dikorbankan perusahaan dan memberikan manfaat dimasa yang
akan datang.


2.2.2

Pengelompokan Biaya
Biaya yang harus dikeluarkan di dalam pelaksanaan operasi terdiri dari

berbagai macam. Jumlah dan jenis biaya dalam rangka pelaksanaan operasi
perusahaan ini akan dapat dipisahkan atas dasar berbagai macam keperluan pula.
Untuk keperluan analisis pulang pokok ini berbagai macam biaya tersebut akan
dapat dipisahkan menurut hubungannya dengan perubahan tingkat kegiatan dalam
perusahaan tersebut.

9
Universitas Sumatera Utara

Menurut Carter dan Usry (2006:57), biaya umumnya akan menghasilkan
klasifikasi tiap pengeluaran sebagai biaya tetap, biaya variabel, atau biaya semi
variabel.
1. Biaya Tetap
Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat

aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Meskipun beberapa jenis biaya
tampak sebagai biaya tetap, semua biaya sebenarnya bersifat variabel jangka
panjang. Jika semua aktivitas bisnis menurun sampai dengan titik nol dan
tidak ada prospek untuk kenaikan, perusahaan akan melakukan melikuidasi
dan menghindari semua biaya. Jika aktivitas diharapkan untuk meningkat
diatas kapasitas yang sekarang, biaya tetap harus dinaikkan untuk menangani
peningkatan

volume

yang

diperkirakan.

Misalnya,

overhead

pabrik


memasukkan item seperti supervise, penyusutan, sewa, asuransi properti,
pajak properti semuanya secara umum dianggap sebagai biaya tetap. Jika
manajemen memperkirakan permintaan atas produksi perusahaan meningkat
di atas kapasitas sekarang, manajemen mungkin mengusahakan tambahan
pabrik, peralatan, tenaga kerja tidak langsung. Satu jenis biaya tertentu
sebaiknya diklasifikasikan sebagai biaya tetap hanya dalam rentang aktivitas
yang terbatas. Rentang aktivitas yang terbatas ini disebut rentang yang relevan
(relevant range).

10
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Biaya Tetap

Sumber : Carter dan Usry (2006:69)
2. Biaya Variabel
Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkatkan
secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara
proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas. Biaya variabel termasuk
biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan,
beberapa tenaga kerja tidak langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang, dan
unit-unit yang rusak. Biaya variabel biasanya dapat diidentifikasikan langsung
dengan aktivitas yang menimbulkan biaya. Ketika volume aktivitas meningkat
sampai batas tertentu, manajemen mungkin menambahkan mesin baru yang
lebih efesien atau menggantikan mesin sekarang dengan mesin yang lebih
produktif. Dalam rentang aktivitas yang terbatas, hubungan antara suatu
aktivitas dengan biaya yang terkait bisa mendekati liniaritas. Hubungan ini
diilustrasikan dalam gambar, dimana garis penuh (garis B) mewakili biaya
variabel aktual pada semua tingkat aktivitas dan garis putus-putus (garis A)
11
Universitas Sumatera Utara

mewakili biaya variabel yang terhitung pada semua aktivitas sebagai
ditentukan dari observasi dalam rentang aktivitas yang relevan.
Gambar 2.2 Biaya Variabel

Sumber : Carter dan Usry (2006:70)
3. Biaya Semivariabel
Biaya semivariabel didefinisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik
karateristik-karateristik dari biaya tetap maupun variabel. Contoh biaya
tersebut adalah biaya listik, air, gas, bensin, batu bara, perlengkapan,
pemeliharaan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, biaya pensiun, pajak
penghasilan dan biaya asuransi jiwa.
Dua alasan adanya karateristik semivariabel pada beberapa jenis pengeluaran :
a. Pengaturan minimum mungkin diperlukan, atau kuantitas minimum dari
perlengkapan atau jasa mungkin perlu dikonsumsi untuk memelihara
kesiapan beroperasi. Di luar tingkat minimum biaya yang biasanya tetap,
tambahan biaya bervariasi terhadap volume.

12
Universitas Sumatera Utara

b. Klasifikasi akuntansi berdasarkan objek pengeluaran atau fungsi,
umumnya mengkelompokan biaya tetap dan biaya variabel secara
bersama-sama.

Gambar 2.3SemiVariabel

Sumber : Carter dan Usry (2006:71)
Hubungan ini diilustrasikan dalam gambar, dimana garis A: mewakili
elemen biaya tetap terhitung dari biaya semivariabel, garis B: total biaya variabel
dan garis C: biaya aktual. Total biaya variabel yang diestimasikan adalah selisih
antara titik-titik di garis B dengan titik-titik di garis A. Dimana garis B dan garis
C berpotongan, asumsi linear hampir mendekati hubungan aktual.

2.2.3

Metode Memisahkan Biaya Semivariabel
Untuk merencanakan, menganalisis, mengendalikan, atau mengevaluasi

biaya pada tingkat aktivitas yang berbeda, biaya tetap dan biaya variabel harus
dipisahkan. Biaya-biaya yang seluruhnya tetap atau seluruhnya variabel dalam
rentang aktivitas yang diantisipasi harus diidentifikasi, dan komponen tetap dan
variabel dari biaya semivariabel harus diestimasikan. Menurut Armila (2013:74),

13
Universitas Sumatera Utara

ada tiga metode yang dapat dipergunakan dalam menentukan biaya tetap dan
biaya variabel :
1. Metode Titik Tinggi dan Rendah
Untuk menghitung tarif biaya variabel per unit maka kita perlu membagi
selisih antara titik tertinggi dan terendah dan membaginya dengan selisih
jumlah jam dari kedua kegiatan tersebut. Sebagai ilustrasi kegiatan PT.
Eccobudy ingin memisahkan biaya iklan semivariabel untuk 6 bulan
terakhir tahun 2002. Data biaya dan aktivitas selama 7 bulan sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Kegiatan Semivariabel PT. Eccobudy
Biaya Iklan Rp

Jam Kerja

(Y)

(X)

Januari

6.900.000

46

Februari

7.500.000

61

Maret

6.400.000

40

April

7.200.000

55

Mei

8.100.000

63

Juni

8.800.000

70

Juli

6.800.000

52

Bulan

Sumber : Armila (2013:74)

14
Universitas Sumatera Utara

Perhitungan :
Tingkat Kegiatan

Biaya

Tertinggi

70 jam kerja

Rp. 8.800.000

Terendah

40 jam kerja

Rp. 6.400.000

Selisih

30 jam kerja

Rp. 2.400.000

Tarif biaya iklan variabel per jam Rp. 80.000
Biaya tetap

= total biaya – biaya variabel
= Rp. 8.800.000,-(Rp. 80.000 x 70 jam)
= Rp. 3.200.000,-

Rumus persamaan : Y = Rp. 3.200.000 + Rp. 80.000 X
2. Metode Scatter Graph
Merupakan metode yang memperhatikan pertimbangan visual. Pada
metode ini yang diperhatikan adalah pola umum perilaku biaya. Dalam
menentukan pemilihan garis, manajer atau analisis biaya bebas
menentukan tetapi tetap harus mempertimbangkan pengalaman masa lalu
dengan melihat dari pola umum perilaku biaya. Sebagai ilustrasi PT.
Pandityatama bergerak dibidang pembuatan mainan mobil-mobilan.
Sebagai biaya persiapan maka ditentukanlah jam persiapan sebagai
penggerak biaya persiapannya.

15
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Kegiatan Biaya Persiapan PT. Pandityatama
Bulan

Biaya Persiapan

Jam Persiapan

Januari

Rp. 1.000.000

100

Februari

Rp. 1.250.000

200

Maret

Rp. 2.250.000

300

April

Rp. 2.500.000

400

Mei

Rp. 2.750.000

500

Sumber : Armila (2013:76)

Dengan asumsi pilihan terbaik setelah mempertimbangkan pengalaman
masa lalu adalah garis yang melalui titik 1 dan 3, maka biaya variabel dapat
dihitung sebagai berikut :
X1

= 100

Y1

= 1.000.000

X3

= 300

Y3

= 2.250.000

Maka biaya variabel (V)
V

= (2.250.000-1.000.000)/(300/100)

V

= 1.250.000/200 = 6.250

Sehingga biaya tetap adalah Rp. 2.250.000 - (Rp. 6.250 x 300)
= Rp. 375.000
Jadi biaya persiapan (Y)

= Rp. 375.000 + Rp. 6.250

16
Universitas Sumatera Utara

3. Metode Kuadrat Terkecil (Least Squarest)
Merupakan metode memisahkan biaya semivariabel menjadi komponen
biaya tetap dan biaya variabel yang menggunakan seluruh data. Garis
regresi dengan rumus Y = a + bX disesuaikan dengan data yang ada.
Metode kuadrat terkecil menganggap bahwa hubungan biaya dengan
volume penjualan berbentuk hubungan garis lurus dengan persamaan garis
regresi. x2
y = a + bx

Keterangan :
y : Variabel tidak bebas (biaya)
x : Variabel bebas (volume kegiatan)
a : Unsur biaya tetap
b : Unsur biaya variabel
Dalam kasus biaya pemeliharaan PT. Pandityatama menghitung estimasi
regresi kuadrat kecil total biaya tetap (a) dan biaya variabel per unit (b) :
a = Rp. 35.000
b = Rp. 150
Dengan menggunakan metode regresi kuadrat kecil, elemen biaya tetap
dari biaya pemeliharaan adalah Rp. 35.000 per bulan dan elemen biaya

17
Universitas Sumatera Utara

variabel adalah Rp. 150 per hari untuk tiap unit. Dalam rumus persamaan
linier Y=a + bX, rumus biaya yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
Y = Rp. 35.000 + Rp. 150X (X menunjukan aktivitas)

2.3

Analisis Break Even Point

2.3.1

Pengertian Break Even Point
Di dalam menyusun perhitungan break even point untuk suatu perusahaan,

maka perlu diketahui bagaimana cara menyusun perhitungan tersebut. Adapun
yang dimaksud dengan break even point di dalam hal ini adalah suatu titik yang
menunjukkan keadaan total penerimaan pendapatan sama dengan total biaya yang
ada di dalam perusahaan yang bersangkutan. Dengan kata lain dapat disebutkan
bahwa titik break even merupakan titik dimana perusahaan tidak menderita
kerugian dan tidak memperoleh keuntungan. Di dalam keadaan ini seluruh
penerimaan pendapatan perusahaan tersebut hanya akan dipergunakan untuk
menutup biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Hansen dan Mowen (2005:274), titik impas (break even point)
adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya, titik dimana laba
sama dengan nol. Menurut Darsono dan Ari (2009:247) titik impas adalah suatu
kondisi bisnis dimana pelaku bisnis tidak memperoleh laba dan tidak menderita
kerugian. Menurut Niswonger, et al (2005:231), titik impas (break even point)
adalah tingkat operasi dimana pendapatan perusahaan dan biaya yang telah
dikeluarkan persis sama. Pada kondisi impas, perusahaan tidak merealisasikan
laba operasi maupun mengalami rugi operasional.

18
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa break
even point atau sering disebut titik impas (pulang pokok) adalah suatu keadaan
perusahaan yang menggambarkan jumlah total penghasilan sama dengan total
biaya atau keadaan dimana perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak
menderita kerugian.

2.3.2

Pengertian Analisis Break Even Point
Analisis break even point merupakan salah satu bentuk analisis biaya,

volume dan laba yang analisisnya menggunakan biaya variabel dan biaya tetap.
Analisis break even point digunakan untuk menentukan tingkat penjualan untuk
menutup biaya yang telah dikeluarkan perusahaan. Menurut Riyanto (2001:359),
analisis break even point adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari
hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Arsyad (2008:209),
menjelaskan bahwa analisis pulang pokok (break even point) merupakan teknik
analisis penting yang digunakan untuk mempelajari hubungan-hubungan antara
biaya, penerimaan dan laba.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis break even
point mempelajari hubungan antara biaya keuntungan dan volume kegiatan, dan
dapat digunakan untuk mengetahui pada volume penjualan berapakah perusahaan
akan impas menutupi biaya-biaya. Suatu perusahaan dikatakan titik impas (break
even point) yaitu apabila setelah disusun perhitungan laba-rugi untuk suatu
periode tertentu, perusahaan tersebut tidak mendapatkan keuntungan dan
menderita kerugian.

19
Universitas Sumatera Utara

2.3.3

Kegunaan Analisis Break Even Point
Analisis break even point adalah suatu cara atau teknik untuk mengetahui

kaitan antara penjualan, produksi, harga jual dan laba rugi. Dengan mengetahui
perkaitannya, analisis break even dapat digunakan untuk membantu menetapkan
sasaran atau tujuan perusahaan. Menurut Sigit (2002:2) kegunaan-kegunaan Break
Even, antara lain:
1. Sebagai dasar atau landasan merencanakan kegiatan operasional dalam usaha
mencapai laba tertentu. Jadi dapat digunakan untuk perencanaan laba atau
profit planning.
2. Sebagai dasar atau landasan untuk mengendalikan kegiatan operasi yang
sedang berjalan, yaitu untuk alat pencocokan antara realisasi dengan angkaangka dalam perhitungan break even dan sebagai alat pengendalian.
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual, yaitu setelah
diketahui hasil-hasil perhitungannya menurut break even dan laba yang
ditargetkan.
4. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang harus
dilakukan oleh seorang manajer.
Karena analisis break even dapat digunakan untuk berbagai bahan
pertimbangan bagi seorang manajer perusahaan di dalam mengambil keputusan,
baik perusahaannya itu hanyalah sekedar warung kopi, usaha angkutan, hotel,
pemborong, jasa, ataupun pabrik besar, maka perlu memahami analisis break
even. Bagi perusahaan kecil ataupun perusahaan besar pada prinsipnya adalah

20
Universitas Sumatera Utara

sama caranya dalam menghitung dan menganalisis break even, bedanya hanya
dalam besarnya angka-angka dan jenis-jenis komponen biaya.

2.3.4

Asumsi-Asumsi Dalam Analisis Break Even Point
Di

dalam

menganalisis

break

even

termasuk

menghitung

dan

mengumpulkan angka-angka yang dihitung itu, analisis break even menetapkan
syarat-syarat tertentu. Jika syarat-syarat itu tidak ada dalam kenyataan, maka
harus diadakan atau dianggap ada atau diperlakukan seperti dipersyaratkan. Jadi
jika syarat tidak ada, dapat dianggap ada inilah yang disebut asumsi. Menurut
Sigit (2002:2) ada asumsi-asumsi yang diperlukan agar dapat menganalisis break
even ialah :
1. Biaya yang terjadi dalam suatu perusahaan harus digolongkan kedalam biaya
tetap dan biaya variabel.
2. Biaya variabel yang secara total berubah sesuai dengan perubahan volume,
sedangkan biaya tetap tidak mengalami perubahan secara total.
3. Jumlah biaya tetap tidak berubah walaupun ada perubahan kegiatan,
sedangkan biaya tetap perunit akan berubah-ubah.
4. Harga jual per unit konstan selama periode analisis.
5. Jumlah produk yang diproduksi dianggap selalu terjual habis.
6. Perusahaan menjual dan membuat satu jenis produk, bila perusahaan membuat
atau menjual lebih dari satu jenis produk maka “perimbangan hasil penjualan”
setiap produk sama.

21
Universitas Sumatera Utara

2.3.5

Kelemahan Dalam Analisis Break Even Point
Menurut Syafi (1997:364) mengungkapkan bahwa terdapat kelemahan-

kelemahan di dalam analisis break even point antara lain :
1. Asumsi yang menyebutkan harga jual konstan padahal kenyataan harga jual
terkadang harus berubah sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran
pasar.
2. Asumsi terhadap penggolongan biaya tetap dan biaya variabel mengandung
kelemahan. Dalam keadaan tertentu untuk memenuhi volume penjualan biaya
tetap tidak bisa tidak harus berubah karena pembelian mesin-mesin dan
peralatan lainnya sehingga perhitungan biaya variabel perunit juga akan dapat
dipengaruhi perubahan ini.
3. Biaya tetap juga tidak terlalu tetap pada berbagai kapasitas.
4. Biaya variabel juga tidak selalu berubah sejajar dengan perubahan volume.

2.3.6

Penetapan Tingkat Break Even Point
Perhitungan break even point menggunakan rumus break even yang tepat.

Pada dasarnya sebagaimana telah diketahui, bahwa analisis break even ini akan
berusaha untuk mengetahui hubungan antara penerimaan pendapatan perusahaan,
biaya dan tingkat produksi di dalam sebuah perusahaan, maka untuk menyusun
perhitungan break even ini tentunya tidak terlepas dari masalah-masalah tersebut.
Untuk menetapkan besarnya tingkat break even point diperlukan seluruh data
yang dibutuhkan seperti, data pengklasifikasi biaya dan laporan laba rugi.

22
Universitas Sumatera Utara

Menurut Garrinson, et al (2008:334), ada beberapa cara pendekatan yang dapat
digunakan untuk menghitung break even point antara lain :
1. Pendekatan Persamaan
Pendekatan persamaan adalah laba sama dengan hasil penjualan dikurangi
dengan biaya, atau dapat dinyatakan dengan persamaan. Persamaan ini
diturunkan dari laporan laba/rugi keuangan perusahaan, yaitu :
Laba = (Penjualan – Biaya Variabel) – Biaya Tetap
atau
Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba
Pada titik impas, laba adalah nol. Dengan demikian titik impas dapat
dihitung dengan menemukan titik dimana penjualan sama dengan total
beban variabel dan beban tetap.
Untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang penggunaan rumus diatas
diterangkan melalui ilustrasi berikut ini : Perusahaan Acoustic Concepts
beroperasi dengan biaya tetap Rp. 35.000biaya variabel per unit Rp. 150
dengan harga jual perunit Rp. 250. Berapa penjualan pengeras suara yang
harus dicapai perusahaan untuk mencapai titik impas.
Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba
250 Q = 150 Q + 35.000 + 0
100 Q = 35.000
Q = 350 pengeras suara
Dimana Q adalah jumlah (kuantitas) pengeras suara terjual.

23
Universitas Sumatera Utara

2. Pendekatan Marjin Kontribusi
Pendekatan marjin kontribusi memusatkan pada ide yang telah
didiskusikan sebelumnya bahwa setiap unit yang terjual memberikan
sejumlah marjin kontribusi yang akan menutup biaya tetap.
a. Berdasarkan Unit
Perhitungan break even point berdasarkan unit dapat dilakukan dengan
rumus :
BEP (unit) =
Untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang penggunaan rumus
diatas diterangkan melalui ilustrasi berikut ini :
Sebuah perusahaan yang memproduksi barang jadi sejumlah 500 unit
dengan harga jual Rp. 250 per unit. Biaya tetap Rp. 35.000 setahun dan
biaya variabel Rp. 150 per unit. Berapa unit penjualan barang yang
harus dicapai perusahaan untuk mencapai titik impas.
BEP (unit) =

= 350 unit

b. Berdasarkan Penjualan dalam Rupiah
Pertimbangan break even point berdasarkan unit dapat dilakukan
dengan rumus :

Untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang penggunaan rumus diatas
diterangkan melalui ilustrasi berikut ini :

24
Universitas Sumatera Utara

Sebuah perusahaan yang memproduksi barang jadi sejumlah 500 unit
dengan harga jual Rp. 250,- per unit. Biaya tetap Rp. 35.000,- setahun dan
biaya variabel Rp. 150,- per unit. Berapa volume penjualan barang yang
harus dicapai perusahaan untuk mencapai titik impas.
=

BEP (Rupiah) =

= Rp. 87.500

3. Pendekatan Grafik
Pendekatan grafik adalah perhitungan biaya, volume dan laba dengan
menggunakan grafik. Pada pendekatan ini, titik impas (break even point)
digambarkan sebagai titik perpotongan antara garis penjualan dengan garis
biaya total. Langkah-langkah dalam pembuatan grafik break even point
akan dijabarkan sebagai berikut :
1) Sumbu datar (sumbu x) menunjukkan volume penjualan yang
dinyatakan dalam satuan unit.
2) Sumbu tegak (sumbu y) menunjukkan pendapatan penjualan dan biaya
dalam rupiah.
3) Pembuatan garis penjualan (TR) dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Pada volume penjualan sama dengan nol, pendapatan penjualan
sama dengan nol.
b. Garis lurus kemudian ditarik untuk menghubungkan titik x=0; y=0.

25
Universitas Sumatera Utara

4) Pembuatan garis total biaya (TC) dilakukan sebagai berikut :
a. Total (TC) ini dimulai dari titik potong antara FC dengan sumbu
vertikal ke kanan atas memotong grafik TR. TC dimulai dari grafik
FC karena titik TC merupakan penjumlahan antara biaya tetap (FC)
dan biaya variabel (VC). Ketika itu perusahaan belum berproduksi
maka biaya total adalah sebesar dengan biaya tetap.
b. Garis lurus kemudian ditarik untuk menghubungkan titik x=0; y=
biaya tetap dengan x = unit penjualan; y = pendapatan penjualan.
5) Pembuatan garis biaya tetap ditarik dengan menghubungkan titik x=0;
y = biaya tetap dengan titik x = unit penjualan. Pembuatan garis biaya
variabel ditarik dengan menghubungkan titik x = 0; y = biaya variabel
dengan titik x = unit penjualan.
6) Break even terletak pada titik perpotongan garis pendapatan penjualan
dengan garis biaya. Garis ditarik pada titik perpotongan tersebut
x=jumlah unit; y= break even dalam rupiah.
7) Daerah sebelah kiri break even yaitu bidang antara garis total biaya
dengan garis total pendapatan penjualan merupakan daerah rugi,
karena pendapatan penjualan lebih rendah dari total biaya. Sedangkan
daerah sebelah kanan BEP yaitu bidang diantara garis pendapatan
penjualan dengan garis total biaya merupakan daerah laba karena
pendapatan penjualan lebih tinggi dari total biaya.

26
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Grafik Break Even Point
Pendapatan dan
penjualan
TR

UNTUNG TC
VC

FC
RUGI

Volume Penjualan (Unit)

Sumber : Ahyari (1986:65)

2.3.7

Penerapan Break Even Point dalam Perencanaan Laba
Analisis break even point dapat membantu manajer/pimpinan perusahaan

untuk mengetahui dari perubahan salah satu faktor dari harga jual, biaya variabel
dan biaya tetap terhadap laba yang akan dicapai. Dengan bantuan analisis break
even point juga dapat direncanakan laba atau rugi pada setiap tingkat kapasitas
kegiatan. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut :

Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa biaya tetap diestimasikan sebesar Rp.
200.000,- dan laba yang diinginkan adalah Rp. 100.000,-. Harga jual per unit Rp.
75,- biaya variabel per unit Rp. 45,-. Hitunglah penjualan unit yang harus dicapai
perusahaan untuk mencapai laba yang direncanakan.

27
Universitas Sumatera Utara

(Niswonger et al, 2005:235)

2.3.8

Perubahan Harga dan Biaya dalam Analisis Break Even Point
Analisis break even point merupakan perubahan penerimaan pendapatan

dan biaya yang ada dalam perusahaan adalah semata-mata diakibatkan oleh
terdapatnya perubahan tingkat penjualan yang ada dalam perusahaan tersebut.
Perubahan tingkat penjualan yang ada dalam perusahaan tersebut akan
mengakibatkan perubahan terhadap penerimaan dan biaya yang harus dikeluarkan
oleh perusahaan yang bersangkutan. Menurut (Ahyari, 1986:122) ada tiga
perubahan yang mempengaruhi break even point yaitu : perubahan harga jual
produk, biaya tetap, biaya variabel.
1. Perubahan Harga Jual Produk
Perubahan yang terjadi didalam harga jual produk perusahaan tersebut
akan mempunyai pengaruh langsung terhadap penerimaan pendapatan
perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu penerimaan pendapatan
perusahaan yang bersangkutan, maka besarnya break even point dalam
perusahaan yang bersangkutan ini akan berubah dengan terdapatnya
perubahan harga jual produk perusahaan.
Perubahan harga jual yang terjadi di dalam perusahaan ini akan
mempunyai pengaruh searah terhadap penerimaan pendapatan perusahaan. Di

28
Universitas Sumatera Utara

dalam hal ini berarti apabila harga jual produk perusahaan tersebut naik, maka
penerimaan pendapatan perusahaan juga akan naik. Demikian sebaliknya
apabila harga jual perusahaan turun maka penerimaan pendapatan perusahaan
juga akan turun.
2. Perubahan Biaya Tetap
Perubahan biaya tetap yang ada didalam suatu perusahaan akan berakibat
langsung terhadap perubahan biaya total yang ada didalam perusahaan. Biaya
tetap sebagai salah satu unsur biaya apabila bertambah besar biaya total yang
ada didalam perusahaan tersebut akan menjadi bertambah pula. Besarnya
pertambahan yang terjadi pada biaya tetap yang ada didalam perusahaan yang
bersangkutan tersebut.
Perubahan tingkat break even point ini akan searah dengan perubahan
biaya tetap yang ada dalam perusahaan tersebut, yang ini berarti apabila
terdapat kenaikkan biaya tetap dalam perusahaan, maka tingkat break even
point dalam perusahaan tersebut juga akan naik. Sebaliknya apabila terjadi
penurunan biaya tetap dalam perusahaan tersebut maka akan terdapat
penurunan tingkat break even point dalam perusahaan tersebut.
3. Perubahan Biaya Variabel
Biaya variabel yang ada dalam perusahaan ini merupakan salah satu unsur
pembentuk biaya total (disamping biaya tetap) dalam perusahaan tersebut.
Oleh karena itu biaya variabel dalam suatu perusahaan ini juga akan
mempengaruhi biaya total yang ada didalam perusahaan, sehingga tingkat
break even point dalam perusahaan juga akan berubah karenanya. Di dalam

29
Universitas Sumatera Utara

suatu perusahaan, apabila terjadi kenaikkan biaya variabel per unit, maka
untuk memproduksikan sejumlah unit tertentu akan terjadi kenaikkan dalam
jumlah biaya variabel, yang berakibat terhadap kenaikkan jumlah biaya total
yang ada dalam perusahaan. Dengan naiknya jumlah biaya total ini maka
tingkat break even point dalam perusahaan tersebut akan menjadi naik.

2.4

Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang telah melakukan penelitian

berhubungan dengan analisis break even point sebagai perencanaan laba.
No

Tahun

Nama

Judul Penelitian

Hasil

1.

2012

Aulia Puspita

“Analisis Break

Analisis break even

KD

Even Terhadap

point total tahun 2009

Perencanaan Laba

yaitu Rp.

PR. Kratifa Hasta

14.517.416.341, break

Mandiri

even point total tahun

Yogyakarta”

2011 yaitu Rp.
8.706.410.182.
Perusahaan
menetapkan profit
margin tahun 2009
sebesar 25%, profit
margin tahun 2010
sebesar 20%, profit

30
Universitas Sumatera Utara

margin tahun 2011
sebesar 35%.
2.

2014

Abdi Agus

“Analisis Break

Analisis break even

Herlambang

Even Point Sebagai

point total tahun 2012

Dasar Perencanaan

sebesar Rp.

Laba Pada Pangkas

16.930.325 dan tahun

Mantap

2013 sebesar Rp.

Mellinium”

17.236.646.
Perusahaan
menetapkan target
keuntungan pada
tahun 2012 dan 2013
sebesar Rp.
40.000.000, terget
penjualan minimal
yang harus dicapai
perusahaan tahun
2012 Rp. 101.048.023
dan tahun 2013 Rp.
101.759.859.

3.

2011

Agustina

“Analisis Break

Tahun 2009 dengan

Pradita

Even Point Sebagai

perkiraan hasil

Marhaeni

Alat Perencanaan

penjualan Rp.

31
Universitas Sumatera Utara

Laba Pada Industri

6.338.537.220 dan

Kecil Tegel Di

biaya keseluruhan Rp.

Kecamatan

2.422.045.998 maka

Pedurungan

akan diperoleh laba

Periode 2004-2008

bersih sebesar Rp.

(Studi Kasus Usaha 3.916.491.232.
Manufaktur)”

Melalui analisis trend
maka ramalan BEP
tahun depan dapat
diketahui, antara lain
mengenai volume
penjualan tegel tahun
2009 sebesar Rp.
6.338.537.220, dengan
demikian terjadi
peningkatan dari
tahun sebelumnya.

4.

2006

Febby

“Analisis Break

Analisis titik impas

Natasha

Even Point Dalam

(Break Even Point)

Perencanaan Laba

total yang dicapai oleh

Pada CV. AZ

CV. AZ Network

Network Medan”

Medan pada tahun
2003 adalah sebesar

32
Universitas Sumatera Utara

Rp. 124.645.265 dan
pada tahun 2004
Break Even Point total
yang dicapai adalah
sebesar Rp.
181.696.781. tingkat
margin of safety CV.
AZ Network medan
pada tahun 2003
adalah sebesar 60,5%
dan pada tahun 2004
adalah sebesar 57%.

33
Universitas Sumatera Utara