Pengaruh Karakteristik Keluarga Terhadap Komplikasi Kehamilan Dalam Kesehatan Reproduksi Pada Ibu Hamil Di Desa Laut Dendang Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2012

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam
semua hal yang berkaitan dengan system reproduksi, serta fungsi dan prosesnya
(Widyastuti, 2009). Kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental dan
kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan
fungsi, serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit
atau kecacatan (Kusmiran, 2011). Kesehatan Reproduksi menurut Depkes RI, 1998
adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental

dan

kedudukan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi, dan
pemikiran kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit,
melainkan juga bagaimana seseorang dapat memiliki seksual yang aman dan
memuaskan sebelum dan sesudah menikah.
Implikasi dari definisi kesehatan reproduksi berarti bahwa setiap orang
mampu memiliki kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga

mampu menurunkan serta memenuhi keinginanannya tanpa ada hambatan apapun,
kapan, dan seberapa sering untuk memiliki keturunan ( Kusmiran, 2011).

9
Universitas Sumatera Utara

Kesehatan reproduksi mencakup tiga komponen yaitu : kemampuan (ability),
keberhasilan (success), dan keamanan (safety). Kemampuan berarti dapat
berproduksi. Keberhasilan berarti dapat menghasilkan anak sehat yang tumbuh dan
berkembang. Keamanan berarti semua proses reproduksi termasuk hubungan seks,
kehamilan, persalinan, kontrasepsi dan abortus seyogyanya bukan merupakan
aktifitas yang berbahaya (Myntti, 1998). Indikator keamanan pada kehamilan adalah
komplikasi kehamilan.
Berdasarkan Konferensi Wanita sedunia ke IV di Beijing pada tahun 1995 dan
Koperensi Kependudukan dan Pembangunan di Cairo tahun 1994 sudah disepakati
perihal hak-hak reproduksi tersebut. Dalam hal ini (Cholil, 1996) menyimpulkan
bahwa terkandung empat hal pokok dalam reproduksi wanita yaitu : 1. Kesehatan
reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health), 2. Penentuan dalam
keputusan reproduksi (reproductive decision making), 3. Kesetaraan pria dan wanita
(equality and equity for men and women), 4. Keamanan reproduksi dan seksual

(sexual and reproductive security)
2.1.1

Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
Ruang lingkup kesehatan reproduksi sebenarnya sangat luas, sesuai dengan

defenisi yang tertera diatas, karena mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak
lahir hingga mati. Untuk kepentingan Indonesia saat ini, secara nasional telah
disepakati ada empat komponen prioritas kesehatan reproduksi menurut Widyastuti
(2009), yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
Kehamilan dan persalinan merupakan penyebab kematian penyakit, dan
kecacatan pada perempuan usia reproduksi di Indonesia, Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, melaporkan angka kematian ibu (AKI) sebesar
228 per 100.000 kelahiran hidup.
2. Keluarga Berencana
Ketersediaan dan akses terhadap informasi dan pelayanan KB, dapat

mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Jika semua perempuan mempunyai akses
terhadap kontrasepsi yang aman dan efektif, diperkirakan kematian ibu 50%,
termasuk menurunya risiko kesehatan reproduksi yang terkait dengan kehamilan,
persalinan dan aborsi tidak aman.
3. Kesehatan reproduksi remaja
Angka pernikahan dini (menikah sebelum berusia 16 tahun) hampir dijumpai
di seluruh propinsi di Indonesia. Sekitar 10% remaja puteri melahirkan anak
pertamanya pada usia 15-19 tahun. Kehamilan remaja yang meningkatkan resiko
kematian dua hingga empat kali lebih tinggi dibandingkan perempuan yang hamil
pada perempuan yang hamil pada usia lebih dari 20 tahun.
4. Pencegahan dan penanganan penyakit Menular Seksual, termasuk HIV/AIDS.
Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan salah satu infeksi saluran
reproduksi (ISR) yang ditularkan melalui hubungan kelamin (Widyastuti, 2009).
Perempuan lebih mudah terkena ISR dibandingkan laki-laki, karena saluran
reproduksi perempuan lebih dekat ke anus dan saluran kencing. Pada perempuan ISR

Universitas Sumatera Utara

data menyebabkan kehamilan di luar kandungan, kemandulan, kanker leher rahim,
kelainan pada janin/ bayi, misalnya BBLR, infeksi bawaan, sejak lahir, bayi lahir

mati, dan bayi lahir belum cukup umur.
2.1.2

Hak – Hak Reproduksi
Hak-hak reproduksi merupakan hak pria dan wanita untuk memperoleh

informasi dan mempunyai akses terhadap metode keluarga berencana yang mereka
pilih, aman, efektif, terjangkau serta metode-metode pengendalian kelahiran lainnya
yang mereka pilih dan tidak bertentangan dengan hukum serta perundang-undangan
yang berlaku. Hak-hak reproduksi meliputi hal-hal berikut (Kusmiran, 2012) :
1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
Setiap wanita berhak mendapatkan informasi dan pendidikan yang jelas dan benar
tentang berbagai aspek terkait dengan masalah kesehatan reproduksi.
2. Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi.
Setiap wanita

memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan

kehidupan reproduksinya termasuk perlindungan dari resiko kematian akibat
proses reproduksi.

3. Hak kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi.
Setiap wanita berhak untuk berpikir atau mengungkapkan pikirannya tentang
kehidupan yang diyakininya. Perbedaan yang ada harus diakui dan tidak boleh
menyebabkan terjadinya kerugian atas diri yang bersangkutan. Orang lain dapat
saja berupaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut namun tidak dengan

Universitas Sumatera Utara

pemaksaan akan tetapi dengan melakukan upaya advokasi dan Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE).
4. Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan.
Setiap perempuan yang hamil dan akan melahirkan berhak untuk mendapatkan
perlindungan dalam arti mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik sehingga
terhindar dari kemungkinan kematian dalam proses kehamilan dan melahirkan
tersebut.
5. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak.
Setiap orang berhak untuk menentukan jumlah anak yang dimilikinya serta jarak
kelahiran yang diinginkan.
6. Hak atas kebebasan dan keamanan yang berkaitan dengan kehidupan
reproduksinya.

Hak ini terkait dengan adanya kebebasan berpikir dan menentukan sendiri
kehidupan reproduksi yang dimiliki oleh seseorang.
7. Hak untuk bebas dari penganianyaan dan perlakuan buruk termasuk perlinungan
dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan dan pelecehan seksual.
Wanita berhak mendapatkan perlindungan dari kemungkinan berbagai perlakuan
buruk di atas karena akan sangat berpengaruh pada kehidupan reproduksi.
Penganiayaan atau tindakan kekekerasan lainnya dapat berdampak pada trauma
fisik maupun psikis yang kemudian dapat saja berpengaruh pada kehidupan
reproduksinya.

Universitas Sumatera Utara

8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksinya.
Setiap wanita berhak mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi, serta mendapatkan informasi
yang sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya dan kemudahan akses untuk
mendapatkan pelayanan informasi tentang Kesehatan Reproduksi Wanita
9. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga.
Setiap individu harus dijamin kerahasiaan kehidupan kesehatan reproduksinya

terkait dengan informasi pendidikan dan pelayanan misalnya informasi tentang
kehidupan seksual, masa menstruasi dan lain sebagainya.
10. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga
dan kehidupan reproduksi.
Setiap individu dijamin haknya : kapan, dimana, dengan siapa, serta bagaimana ia
akan membangun keluarganya. Tentu saja kesemuanya ini tidak terlepas dari
norma agama, sosial dan budaya yang berlaku (ingat tentang adanya kewajiban
yang menyertai adanya hak reproduksi).
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksinya.
Setiap orang tidak boleh mendapatkan perlakuan diskriminatif berkaitan dengan
kesehatan reproduksi karena ras, jenis kelamin, kondisi sosial ekonomi,
keyakinan/agamanya dan kebangsaannya.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3

Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Kesehatan Reproduksi
Menurut Nugroho, dkk (2010) secara garis besar dapat dikelompokkan empat


faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi :
1. Faktor sosial ekonomi dan demografi (terutama kemiskinana, tingkat pendidikan
yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses
reproduksi serta lokasi tempat tinggal yang terpencil).
2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya praktek tradisional yang berdampak
buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki,
informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena
saling berlawanan satu dengan yang lain).
3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena
ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang
membeli kebebasannya secara materi).
4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit
menular seksual).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor sosiodemografi (penghasilan dan
tempat pelayanan), pengetahuan keluarga tentang masalah kesehatan reproduksi
perempuan, dan sikap keluarga tentang masalah kesehatan reproduksi perempuan,
merupakan faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam KB (Widodo,
2002).


Universitas Sumatera Utara

2.1.4

Konsep Pemikiran Tentang Kesehatan Reproduksi Perempuan
Menurut

Depkes

(2007)

pembangunan

kesehatan

bertujuan

untuk

mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Demi tercapainya derajat kesehatan

yang tinggi, maka wanita sebagai penerima kesehatan, anggota keluarga dan pemberi
pelayanan kesehatan harus berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh sehat
sampai dewasa sebagai generasi muda. Oleh sebab itu wanita, seyogyanya diberi
perhatian sebab :
1. Wanita menghadapi masalah kesehatan khusus yang tidak dihadapi pria
berkaitan dengan fungsi reproduksinya.
2. Kesehatan wanita secara langsung mempengaruhi kesehatan anak yang
dikandung dan dilahirkan.
3. Kesehatan wanita sering dilupakan dan ia hanya sebagai objek dengan
mengatas namakan “pembangunan” seperti program KB, dan pengendalian
jumlah penduduk.
4. Masalah kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda Intemasional
diantaranya

Indonesia

menyepakati

hasil-hasil


Konferensi

mengenai

kesehatan reproduksi dan kependudukan di Beijing dan Kairo.
Berdasarkan pemikiran di atas kesehatan wanita merupakan aspek paling
penting disebabkan pengaruhnya pada kesehatan anak-anak. Oleh sebab itu pada
wanita diberi kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik menurut dirinya
sesuai dengan kebutuhannya dimana ia sendiri yang memutuskan atas tubuhnya
sendiri. Jadi perempuan adalah makhluk yang unik.

Universitas Sumatera Utara

2.1.5

Indikator Permasalahan Kesehatan Reproduksi Wanita
Dalam pengertian kesehatan reproduksi secara lebih mendalam,bukan semata-

mata sebagai pengertian klinis (kedokteran) saja tetapi juga mencakup pengertian
sosial (masyarakat). Intinya goal kesehatan secara menyeluruh bahwa kualitas
hidupnya sangat baik. Namun, kondisi sosial dan ekonomi terutama di negara-negara
berkembang yang kualitas hidup dan kemiskinan memburuk, secara tidak langsung
memperburuk pula kesehatan reproduksi wanita. Indikator-indikator permasalahan
kesehatan reproduksi wanita di Indonesia antara lain:
1. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang sejak dahulu membelenggu
sebagian masyarakat / keluarga di Indonesia. Adanya krisis ekonomi, maka jumlah
penduduk miskin makin bertambah terutama di pedesaan yang umumnya bersumber
dari sektor pertanian yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan, serta tingkat
pendidikan kepala rumah tangga yang rendah. Secara umum misalnya, penyebab
kemiskinan mencakup ketiga faktor kultural, struktural, dan faktor natural. Salah satu
penyebab kemiskinan kultural, khususnya di daerah terkebelakang di mana
penghasilan lebih kecil dari pendapatan (Meity, 2005).
2. Pendidikan yang rendah.
Menurut Sumadi (1998) proses pendidikan yaitu proses dimana pendidik
dengan sengaja dan penuh tanggung jawab memberikan pengaruh kepada anak didik,
demi kebahagiaan anak didik. Tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi tingkat

Universitas Sumatera Utara

kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya mempunyai pengertian yang lebih
besar terhadap masalah-masalah kesehatan dan pencegahannya. Minimal dengan
mempunyai pendidikan yang memadai seseorang dapat mencari uang, merawat diri
sendiri, dan ikut serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat.
Rukmini dan Wiludjeng (2005) meneliti tentang gambaran penyebab kematian
ibu di beberapa Rumah sakit menyimpulkan bahwa kematian ibu paling banyak
terjadi diusia reproduktif yaitu 20-30 tahun dan dengan bertambahnya paritas, ibu
yang mengalami kematian mempunyai status ekonomi yang rendah. Pendidikan ibu
yang diteliti kebanyakan sampai SD bahkan ada yang tidak bersekolah.
3. Budaya kawin muda
Karena tidak mempunyai latar pendidikan yang bagus atau putus sekolah,
maka kebanyakan orang tua menikahkan anaknya di usia dini. Jadi masih banyak
sekali masyarakat awam yang belum tau, pada umur berapakah yang paling bagus
untuk perempuan dan laki – laki menikah. Hal ini dimaksudkan agar mentalnya dan
organ reproduksi sudah matang dan nantinya mampu menghasilkan keturunan yang
bagus, serta menuju kea rah kesejahteraan keluarga.
Di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada wanita masih
banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini banyak kebudayaan yang
menganggap kalau belum menikah di usia tertentu dianggap tidak laku. Idealnya,
penurunan proporsi penduduk muda mengurangi biaya untuk pemenuhan
kebutuhannya, sehingga sumber daya dapat dialihkan untuk memacu pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Meity, 2005).

Universitas Sumatera Utara

4. Kekurangan gizi dan kesehatan yang buruk
Selain kawin muda, hal yang juga perlu diperhatikan adalah masalah gizi
dalam keluarga setelah menikah. Jika pendidikan seorang wanita, atau wawasannya
luas, maka seorang perempuan akan mampu memilah dan memilih makanan apa yang
baik dan sehat untuk dirinya dan untuk kelurganya. Bila asupan gizi / energi yg
dibutuhkan ibu tidak mencukupi dari makanan yang dikonsumsi, kehamilan atau
kesehatan reproduksi tersebut riskan turun. Dampak dari ketimpangan ini antara lain
adalah ibu mengalami anemia.
Hak reproduksi perempuan berkaitan dengan kemiskinan, hal ini dapat dilihat
dari jumlah perempuan yang hidup dalam kemiskinan lebih banyak dari pada lakilaki. Karena terbatasnya akses perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi.
Rendahnya

pendapatan

mengakibatkan

perempuan

tidak

memeriksakan

kehamilannya.Keluarga juga tidak dapat membeli makanan yang dibutuhkan ibu
hamil. Karena anggapan bahwa kehamilan merupakan peristiwa alamiah sehingga
harus ditanggung resikonya oleh perempuan (Hidayat,2005).

2.2 Ibu Hamil
Ibu hamil adalah seseorang yang mengalami perubahan terutama pada alat
kandungan dan juga organ lainnya (Manuaba, 1998). Untuk memahami kembalinya
kemampuan hamil pada seorang wanita yang pernah menggunakan alat kontrasepsi
maka pertama kali harus dipahami dahulu adalah kehamilan alamiah manusia.
Kehamilan adalah suatu keadaan istimewa bagi seorang wanita sebagai calon ibu,

Universitas Sumatera Utara

karena pada masa kehamilan akan terjadi perubahan fisik yang memengaruhi
kehidupannnya (Kristiyanasari, 2010). Kehamilan juga merupakan suatu proses
reproduksi yang perlu perawatan khusus, agar dapat berlangsung dengan baik
(Depkes, 2001a). Masa kehamilan adalah suatu masa yang dimulai dari konsepsi
sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal adalah 280 hari (9 bulan 7 hari, atau 40
minggu) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Masa kehamilan dibagi dalam 3
triwulan yaitu:
1) Triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan (pertambahan
berat badan sangat lambat yakni sekitar 1,5 kg).
2) Triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan (penambahan berat
badan 4 ons per minggu).
3) Triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (penambahan berat
badan keseluruhan 12 kg) (Waryono, 2010).
Pada trimester pertama ibu hamil sering merasakan ngantuk, sering kencing,
payudara dan perut mulai membesar, mulai merasakan mual dan muntah serta mulai
ngidam. Memasuki trimester kedua rasa mual dan muntah biasanya telah hilang nafsu
makan nulai membaik, payudara membesar dengan cepat dan gerakan bayi mulai
terasa. Pada trimester ketiga ibu hamil kadang-kadang merasa sedikit sesak bila
bernafas, karena bayi menekan paru-paru ibu. Ibu hamil sering merasakan kepanasan
dan berkeringat, sering kencing karena kepala bayi mulai masuk ke rongga panggul
dan sering merasa sakit pinggang dan cepat lelah (Depkes, 1996). Terjadinya

Universitas Sumatera Utara

kehamilan dapat dilihat dari tanda-tanda sebagai berikut telat haid lebih dari 7 hari,
perut membesar, mual dan payudara tegang (Depkes, 2001b).

2.3 Aspek Keamanan
Aspek keamanan merupakan suatu aspek yang menyatakan kondisi kehamilan
yang aman pada ibu hamil, dengan indikator tidak terjadi komplikasi kehamilan.
2.3.1
1.

Komplikasi Kehamilan
Pengertian Komplikasi Kehamilan
Komplikasi kehamilan adalah kegawat daruratan obstetrik yang dapat

menyebabkan kematian pada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 2009). Pada penelitian
Julian (2003) menyatakan bahwa sebanyak 45% wanita tidak tahu mengenai jenis
komplikasi dalam kehamilan, lebih dari 50% responden tidak tahu mengenai
komplikasi dalam masa persalinan dan nifas.
Komplikasi kehamilan sebenarnya dapat dicegah, minimal diperingan walau
15 - 20 % kehamilan normal dapat berubah menjadi komplikasi pada saat persalinan.
Salah satu cara yang efektif adalah dengan cara deteksi dini risiko tinggi kehamilan
dengan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur oleh petugas kesehatan.
Hasil penelitian Senewe,dkk (2001) bahwa ada hubungan antara komplikasi
kehamilan dengan komplikasi persalinan dengan nilai OR= 2,88.

Universitas Sumatera Utara

Jenis komplikasi pada kehamilan adalah:
a. Keguguran
Banyak perempuan mengalami keguguran bukan hanya satu kali, bahkan ada
yang bisa lebih dari tiga kali keguguran. Semua perempuan akan mengalami
kesedihan hingga trauma karena keguguran, apalagi jika diharuskan di kuret, sakit
yang dialami bisa melebihi sakit karena melahirkan. Keguguran merupakan gagalnya
kehamilan sebelum memasuki usia ke-20 minggu, biasanya ditandai dengan flek
hingga pendarahan.
Faktor yang memicu keguguran, diantaranya :


Aktivitas berat selama hamil



Stres



Virus



Infeksi



Rahim lemah



Dan Lain-Lain
Keguguran terjadi berulang-ulang harus segera ditangani dengan serius agar

secepatnya mendapatkan solusi. Itu sebabnya ketika perempuan yang sudah
mengalami keguguran ketika akhirnya dia akan hamil kembali harus dalam
penanganan dokter agar bisa terus terawasi perkembangan janin di perut dan bisa
meminimalisir terjadinya keguguran kembali.
b. Pre-eklamsia
Pre-eklamsia merupakan kehamilan yang disertai dengan naiknya tekanan
darah ibu hamil.

Universitas Sumatera Utara

Pre-eklamsia biasanya ditandai dengan gejala :


Pusing atau sakit kepala berlebihan
Sakit kepala yang menunjukkan masalah yang serius adalah sakit kepala yang
menetap dan tidak hilang dengan beristirahat, sakit kepala dapat bertahan
lebih dari 2-3 jam. Kadang-kadang dengan sakit kepala yang hebat tersebut,
penglihatan ibu menjadi kabur dan berbayang. Sakit kepala yang hebat dalam
kehamilan merupakan gejala dari preeklamsi.



Tekanan darah naik
Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg dan diastolik 15 mmHg dari
normal



Bengkak pada wajah, tangan dan kaki
Hampir dari separuh ibu hamil akan mengalami bengkak yang normal pada
kaki yang biasanya muncul pada sore hari. Bengkak biasanya hilang setelah
beristirahat dan meninggikan kaki. Keadaan ini dapat dikatakan normal, akan
tetapi bengkak dapat menunjukkan masalah serius jika muncul pada muka dan
tangan, tidak hilang setelah beristirahat, dan disertai dengan keluhan fisik
yang lain dan bertahan lebih dari 24 jam. Bila dibiarkan keadaan ini dapat
membahayakan ibu dan janin. Odema yang terjadi merupakan akumulasi
cairan yang menyeluruh dan berlebihan dalam jaringan terutama pada tangan
dan wajah merupakan gejala dari preeklamsi.

Umumnya, kehamilan dengan komplikasi ini akan membuat ibu melahirkan secara
Caesar.

Universitas Sumatera Utara

c. Kehamilan ektopik
Kehamilan yang terjadi jika janin berkembang di luar rahim. Kondisi ini
jarang terjadi namun sangat membahayakan janin jika sampai terjadi karena janin
bisa berkembang dengan baik jika berada dalam rahim dengan mendapatkan berbagai
nutrisi yang akan membantunya berkembang ketika dia sedang berada aman dalam
rahim ibunya. Maka, kehamilan ektopik ini bukan hanya membuat janin tidak tumbuh
namun juga membuatnya tidak bisa bertahan lama.
d. Perdarahan
Darah ini bisa dianggap wajar jika tidak terjadi terus menerus, namun akan
sangat membahayakan jika darah yang keluar berlebihan, berbau, dan terus menerus
muncul. Sebaiknya wanita hamil yang mengalami pendarahan harus waspada sebab
perdarahan yang terjadi pada saat kehamilan berlangsung, biasanya akan
menyebabkan keguguran. Namun selain itu ibu yang sedang hamil ataupun telah
melahirkan juga perlu waspada adanya perdarahan karena bisa jadi merupakan gejala
kanker.
e. Plasenta previa
Kondisi yang terjadi pada kehamilan, dimana plasenta berada pada posisi
menutup mulut rahim sehingga jika tidak diatasi dengan baik maka akan
menyebabkan perdarahan. Jika hal ini terjadi sebaiknya ibu hamil segera
memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang serius.

Universitas Sumatera Utara

f. Diabetes gestasional
Kondisi kehamilan yang dibarengi dengan naiknya gula darah sang ibu
sehingga hal ini beresiko menyebabkan bayi lahir dengan berat badan lebih dan
beresiko menderita diabetes. Kondisi ini bisa di minimalisir dengan pola makan yang
sesuai anjuran dokter agar gula darah sang ibu bisa menurun bahkan kembali normal.
g. Keluar Cairan per Vagina
Jika keluarnya cairan ibu tidak terasa, berbau amis, dan warna putih keruh,
berarti yang keluar adalah air ketuban. Jika kehamilan belum cukup bulan, hati-hati
akan adanya persalinan preterm dan komplikasi infeksi intrapartum.
h. Gerakan Janin Tidak Terasa
Kesejahteraan janin dapat diketahui dari keaktifan gerakannya, minimal
adalah 10 kali dalam 24 jam. Jika kurang dari itu, maka waspada akan adanya
gangguan janin dalam rahim. Bayi harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam periode
3 jam. Gerakan bayi akan lebih mudah terasa jika ibu berbaring atau beristirahat dan
jika ibu makan dan minum yang baik. Jika ibu tidak merasakan gerakan janin selama
12 jam atau sesudah kehamilan 22 minggu, kemungkinan dapat terjadi solusio
plasenta, rupture uteri, gawat janin dan kematian janin.jika ditemukan hal ini pada ibu
hamil, cepat rujuk ke fasilitas kesehatan (Salmah, 2006).
2. Faktor Risiko Kehamilan
Yang dimaksud risiko kehamilan adalah keadaan menyimpang dari normal,
yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun
bayi.(Meilani, 2009). Ibu hamil yang berisiko adalah ibu hamil yang mempunyai

Universitas Sumatera Utara

faktor risiko dan risiko tinggi (Depkes RI,2003). Menurut Manuaba (2008) golongan
ibu hamil berisiko meliputi :
1. Ibu hamil risiko rendah yaitu ibu hamil dengan kondisi kesehatan dalam
keadaan baik dan tidak memiliki faktor-faktor risiko berdasarkan klasifikasi
risiko sedang dan risiko tinggi, baik dirinya maupun janin yang dikandungnya.
Misalnya, ibu hamil primipara tanpa komplikasi,kepala masuk PAP minggu
ke-36
2. Ibu hamil risiko sedang yaitu ibu hamil yang memiliki satu atau lebih faktor
risiko tingkat sedang. Misalnya ibu yang usia kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun, tinggi badan kurang dari 145 cm. Faktor ini dianggap nantinya
akan memengaruhi kondisi ibu dan janin, serta memungkinkan terjadinya
penyulit pada waktu persalinan.
3. Ibu hamil risiko tinggi yaitu ibu hamil yang memiliki satu atau lebih dari satu
faktor-faktor risiko tinggi, antaralain adanya anemia pada ibu hamil.
3. Faktor Penyebab Kehamilan Risiko
Kehamilan risiko adalah keadaan buruk pada kehamilan yang dapat
memengaruhi keadaan ibu maupun janin apabila dilakukan tatalaksana secara umum
seperti yang dilakukan pada kasus normal (Manuaba, 2008). Banyak faktor yang
menyebabkan mengapa kehamilan dapat berisiko bagi ibu hamil maupun anak yang
dikandungnya. Menurut Manuaba (2008) :
1) Penyebab kehamilan risiko rendah adalah
a. Primipara tanpa komplikasi.

Universitas Sumatera Utara

Primipara adalah wanita yang pernah 1 kali melahirkan bayi yang telah
mencapai tahap mampu hidup (viable). Kehamilan dengan presentase kepala,
umur kehamilan 36 minggu dan kepala sudah masuk PAP
b. Multipara tanpa komplikasi adalah wanita yang telah melahirkan 2 janin atau
lebih
c. Persalinan spontan dengan kehamilan prematur dan bayi hidup
Persalinan spontan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggi, tetapi
berat badan lahir melebihi 2.500 gram.
2) Kehamilan risiko sedang adalah kehamilan yang masuk ke dalam kategori “4
terlalu“
a. Umur ibu terlalu muda (< 20 tahun).
Pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik dan
relatif masih kecil, biologis sudah siap tetapi psikologis belum matang.
b. Umur ibu terlalu tua (> 35 tahun).
Pada usia ini kemungkinan terjadi problem kesehatan seperti hypertensi,
diabetes mellitus, anemis, saat persalinan terjadi persalinan lama, perdarahan
dan resiko cacat bawaan.
c. Jarak kehamilan terlalu dekat (> 2 tahun).
Bila jarak anak terlalu dekat, maka rahim dan kesehatan ibu belum pulih
dengan baik, pada keadaan ini perlu diwaspadai kemungkinan pertumbuhan
janin kurang baik, persalinan lama atau perdarahan.

Universitas Sumatera Utara

d. Jumlah anak terlalu banyak (> 4 anak).
Ibu yang memiliki anak lebih dari 4, apabila terjadi hamil lagi, perlu
diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan lama, karena semakin banyak
anak, rahim ibu makin melemah.
e. Ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm.
Pada ibu hamil yang memiliki tinggi badan kurang dari 145 cm, dalam
keadaan seperti itu perlu diwaspadai adanya panggul sempit karena dapat
mengalami kesulitan dalam melahirkan.
f. Kehamilan lebih bulan (serotinus).
Kehamilan yang melewati waktu 42 minggu belum terjadi persalinan.
3) Kehamilan risiko tinggi adalah suatu keadaan dimana kondisi ibu hamil yang bisa
menyebabkan janin yang dikandungnya tidak dapat tumbuh dengan sehat bahkan
dapat menimbulkan kematian dan janin, seperti anemia, malaria, TBC Paru,
riwayat obstetri buruk, penyakit jantung, infeksi menular seksual dan Diabetes
Mellitus.
4. Pencegahan Komplikasi Kehamilan
Pencegahan komplikasi pada kehamilan dapat dicegah melalui pelayanan
asuhan antenatal. Adapun pelayanan kesehatan selama masa kehamilan seorang ibu
yang diberikan sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang telah ditentukan
(Mandriwati, 2008).
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan terhadap individu yang bersifat
preventif care untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik bagi ibu maupun

Universitas Sumatera Utara

janin.

Pelayanan

antenatal

merupakan

upaya

kesehatan

perorangan

yang

memperhatikan precisi dan kualitas pelayanan medis yang diberikan. Agar dapat
melalui persalinan dengan sehat dan aman diperlukan kesiapan fisik dan mental ibu,
sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan yang optimal. Keadaan kesehatan ibu
yang optimal sangat berpengaruh bagi pertumbuhan janin yang dikandungnya.
Pemeriksaan kehamilan sebaiknya dilakukan sedini mungkin, segera setelah seorang
wanita merasa dirinya hamil. Dalam pemeriksaan antenatal selain kuantitas (jumlah
kunjungan), perlu diperhatikan pula kualitas pemeriksaannya. Kebijakan program
pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan
paling sedikit 4 (empat) kali selama kehamilan, minimal 1 (satu) kali pada trimester
pertama = K1, 1 (satu) kali pada trimester kedua = K2, 2 (dua) kali pada trimester
ketiga = K3 & K4.
Pelayanan antenatal selengkapnya mencakup banyak hal meliputi antara lain:
a. Anamnesis yaitu pencarian riwayat kehamilan terdahulu seperti gangguan
kehamilan
b. Pengukuran tinggi badan yang dilakukan satu kali dan penimbangan berat badan
yang dilakukan setiap ibu hamil memerikasakan kehamilannya.
c. Pengukuran tinggi fundus uteri untuk menaksir usia kehamilan, dilakukan dengan
perabaan perut (Leopold I-IV)
d. Pemeriksaan panggul, dilakukan dengan maksud :
1) Memeriksa ada tidaknya kelainan atau penyakit pada jalan lahir
2) Mengadakan pemerikasaan untuk membuktikan bahwa ibu hamil

Universitas Sumatera Utara

3) Untuk mengetahui apakah ibu panggul sempit.
e. Penghitungan denyut jantung janin (DJJ)
f. Pemeriksaan kesehatan secara umum, meliputi pengukuran tekanan darah dan
denyut jantung ibu, dan pemeriksaan faal tubuh.
g. Pemerikasaan Hb dengan menggunakan metode sahli
Antenatal Care selain memberikan pelayanan juga merupakan suatu media
komunikasi untuk mempromosikan perilaku hidup sehat, gizi yang baik selama
hamil, membantu pengambilan keputusan persalinan dan mengidentifikasi ibu hamil
resiko tinggi termasuk ibu hamil dengan KEK (Depkes, 2001b).
Menurut Depkes (2004) ada sedikit penurunan persentase pemeriksaan
kehamilan menurut data SKRT 1992, SKRT 1995 dan Surkesnas 2001 yaitu masingmasing 78,7%, 77,9% dan 76,3%. Rendahnya cakupan kunjungan ibu hamil ke
fasilitas kesehatan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya faktor
demografi, budaya dan sosial ekonomi.
5. Penanganan Komplikasi Kehamilan
a. Penanganan Perdarahan (PUSDIKNAKES RI, 2003).
1.

Lakukan penilaian awal untuk segera menentukan kondisi pasien (gawat
darurat, komplikasi berat atau masih cukup stabil),

2.

Periksa konsistensi uterus, yang merupakan langkah pertama, karena 8090% perdarahan postpartum berhubungan dengan atonia uteri,

3.

Jika kontraksi bersifat atonik, masase untuk menstimulasi kontraksi,

Universitas Sumatera Utara

4.

Jika uterus gagal berkontaksi segera setelah masase lakukan kompresi
bimanual sebagai tambahan stimulasi kontraksi uterus,

5.

Pada kondisi gawat darurat, segera upayakan stabilisasi pasien sebelum
melakukan tindakan lanjutan (evaluasi medik atau merujuk),

6.

Penilaian medik untuk menetukan tindakan di fasilitas kesehatan
setempat atau rujuk ke rumah sakit. Bila pasien syok atau kondisinya
memburuk akibat perdarahan hebat, segera atasi komplikasi tersebut
dengan pemasangan infus dan pemberian oksigen,

7.

Gunakan jarum infus besar (16 gauge atau lebih besar) dan berikan
tetesan cepat (500 ml dalam 2 jam pertama) larutan fisiologis atau riger
laktat,

8.

Kemungkinan hamil ektopik pada pasien hamil muda dengan syok berat,

9.

Bila terdapat tanda-tanda sepsis, berikan antibiotika yang sesuai,

10. Temukan dan hentikan segera sumber perdarahan,
11. Lakukan

pemantauan

ketat

tentang

kondisi

pascatindakan

dan

perkembangan selanjutnya.
b. Penanganan Pre- eklamsi
1. Jika kehamilan < 37 minggu, tangani secara rawat jalan,
2. Pantau tekanan darah, proteinuria, dan kondisi janin setiap minggu,
3. Jika kondisi janin memburuk, atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat dan teminasi kehamilan,

Universitas Sumatera Utara

4. Jika tekanan dastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan
diastolik di antara 90-100 mmHg. ,
5. Pasang infus ringer laktat dengan jarum besar,
6. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi Overload,
7. Kateterisasi urin untuk mengukur volume pengeluaran dan proteinuria,
8. Jika jumlah urin < 30 ml per jam infus cairan pertahankan dan pantau
kemunkinan odem paru,
9. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Karena kejang dan aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin,
10. Obsevasi tanda-tanda vital, denyut jantung janin setiap jam.
c. Penanganan Infeksi
1. Rawat jalan bila tanpa komplikasi, rawat inap bila disetai komplikasi,
2. Upaya pencegahan merupakan cara paling menguntungkan,
3. Kenali tanda dan gejala dan jenis pemeriksaan spesifik,
4. Tegakkan diagnosis sedini mungkin,
5. Tirah baring,
6. Pemberian antibiotika,
7. Pemeliharaan personal higyene

Universitas Sumatera Utara

2.4

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aspek Keamanan dalam Kesehatan
Reproduksi pada Ibu Hamil

2.4.1 Karakteristik Keluarga
Beberapa ahli mempunyai kesamaan dalam mengemukakan pendapatnya
tentang pengertian keluarga. Bailon dan Maglaya (1976) mendefinisikan keluarga
adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya
hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang saling berinteraksi satu sama lain,
mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu
budaya.
Apabila kesehatan reproduksi seseorang terganggu, misalnya suami atau istri
menderita kemandulan, tentu akan mempengaruhi bentuk keluarga. Keluarga yang
terbentuk dari pasangan suami istri yang mandul tersebut adalah keluarga inti tanpa
anak.12 Selain itu, besarnya keluarga juga berpengaruh. Di dalam keluarga yang
besar dan miskin, anak-anak dapat menderita karena penghasilan keluarga harus
digunakan oleh banyak orang. Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap
kesakitan (penyakit menular dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Suatu keluarga besar karena besarnya tanggungan secara relatif mungkin
harus tinggal berdesakdesakan di dalam rumah yang luasnya terbatas sehingga
memudahkan penularan penyakit menular di kalangan anggota-anggotanya. Karena
persediaan harus digunakan untuk anggota keluarga dengan jumlah besar, maka
mungkin pula mereka tidak dapat membeli cukup makanan yang bernilai gizi cukup
atau tidak dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Pengaruh kesehatan terhadap fungsi keluarga banyak macamnya. Apabila
kesehatan kepala keluarga terganggu dapat mengancam terganggunya berbagai fungsi
keluarga terutama fungsi ekonomi. Sedangkan apabila kesehatan ibu rumah tangga
yang terganggu dapat mengganggu fungsi afektif dan sosialisasi.
1. Umur
Umur mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Umur ibu
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun memiliki resiko sedang yang
kemungkinan akan memberikan ancaman kesehatan dan jiwa ibu maupun janin yang
selama kehamilan, persalinan dan nifas. (Manuaba, 2008)
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20-35 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan
pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal
yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah
usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2005).
Hasil penelitian Supriatiningsih (2009) ada hubungan antara usia ibu dengan
komplikasi kehamilan. Berdasarkan penelitian Senewe, dkk (2001) proporsi ibu yang
mengalami komplikasi saat persalinan pada kelompok umur kurang 20 dan 35 tahun
keatas adalah 28%, lebih besar daripada proporsi untuk yang berumur 21-34 tahun
sebesar 22%.
Menurut BKKBN (2007) bahwa jika ingin memiliki kesehatan reproduksi
yang prima seyogyanya harus menghindari “4 terlalu” dimana dua diantaranya adalah
menyangkut dengan usia ibu. T yang pertama yaitu terlalu muda artinya hamil pada

Universitas Sumatera Utara

usia terlalu muda adalah wanita yang hamil usianya kurang dari 20 tahun yang dapat
berisiko keguguran, preeklamsia (tekanan darah tinggi, oedema, proteinuria),
eklampsia (keracunan kehamilan), timbulnya kesulitan persalinan, bayi lahir sebelum
waktunya, berat bayi lahir rendah, merembesnya air seni ke vagina, keluar gas dan
veses/tinja kevagina, kanker leher rahim dan risiko ini. T yang kedua adalah terlalu
tua adalah yang kehamilannya diatas usia 35 tahun dengan risiko keguguran,
preeklamsia, eklamsia, timbulnya kesulitan kehamilan, berat bayi lahir rendah dan
cacat bawaan (Suryani, 2008).
Ibu yang melahirkan anak pada usia remaja akan memiliki beberapa risiko
kesehatan seperti keguguran, eklampsia, anemia, kematian janin, dan bayi baru lahir
(Gueye, 1990), sedangkan ibu yang melahirkan pada usia tua memiliki cenderung
melahirkan dengan jarak interval yang dekat (Nath, et al., 1999).
Penelitian di Purworejo menyatakan bahwa umur ibu hamil mempunyai
hubungan yang bermakna terhadap perawatan kehamilannya (Dasuki, et al., 1997).
Menurut penelitian Najah (2004), bahwa ada pengaruh umur ibu terhadap komplikasi
kehamilan yaitu perdarahan postpartum.
2

Pendidikan Ibu
Menurut Depkes RI (2002), pendidikan yang dijalani seseorang memiliki

pengaruh pada

peningkatan

kemampuan

berfikir,

dimana

seseorang yang

berpengetahuan tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasionil
umumnya terbuka menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu
yang berpendidikan lebih rendah.

Universitas Sumatera Utara

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat

mau

melakukan

tindakan-tindakan

(praktik)

untuk

memelihara

(mengatasi masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini
didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran
(Notoatmodjo, 2003).
Pendidikan selain merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian
keluarga juga berperan dalam penyusunan makanan untuk rumah tangga maupun pola
pengasuhan (Yuliana, 2004). Tingkat pendidikan formal diduga mempunyai peranan
yang cukup besar dalam menentukan sikap dan perilaku ibu terhadap kegiatan
pemilihan makanan (Sulistyowati, 1987). Menurut Tinker dan Koblinsky (1994),
diacu dalam Hardinsyah (2000) menyatakan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh
yang nyata terhadap kesehatan ibu hamil.
Menurut J. S Lesinki faktor pendidikan dan sosial ekonomi diperhitungkan
sebagai faktor risiko tinggi yang dapat mempengaruhi kehamilan karena kedua faktor
ini menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan rahim,
mempengaruhi cara pemilihan tempat dan penolong persalinan sehingga dapat
menimbulkan risiko saat persalinan atau saat hamil. Menurut Thedeus dan Maine
(1990) yang dikutip dari suryani (2008), dari beberapa penelitian yang dilakukan
berbagai negara menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan
pelayanan obstetrik dan tingkat pendidikan ibu.

Universitas Sumatera Utara

Status pendidikan ibu berpengaruh terhadap pemanfaatan jasa pelayanan
kesehatan, karena status pendidikan mempengaruhi kesadaran dan pengetahuan
wanita tentang kesehatan. Hal yang sering menjadi penghambat bagi pemanfaatan
jasa pelayanan tersebut adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan ibu tentang halhal yang berkaitan dengan perilaku kesehatan. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan
wanita sangat bervariasi, mulai dari tidak mengetahui tempat jasa pelayanan
kesehatan yang tersedia hingga kurangnya pemahaman tentang manfaat pelayanan,
tanda-tanda bahaya atau kegawatan yang memerlukan pelayanan. Sebagai contoh, di
banyak Negara, kehamilan tidak dianggap sebagai kondisi yang memerlukan
perawatan kecuali jika ada komplikasi kehamilan sampai trimester kedua karena
mereka tidak menyadari atau mengabaikan pentingnya pelayanan.
Tingkat pendidikan ibu mempunyai hubungan yang bermakna terhadap
perawatan kehamilannya (Dasuki, et al., 1997). Senada dengan hal ini Nagdeve
(2003) mengatakan bahwa variabel yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan
kesehatan (antenatal care) adalah tingkat pendidikan.
3

Beban Kerja
Beban Kerja adalah kemampuan tubuh untuk menerima pekerjaan dapat

berupa beban fisik dan beban mental. Everly, dkk (dalam Munandar, 2001)
mengatakan bahwa beban kerja adalah dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang
harus diselesaikan pada waktu tertentu.
Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu
jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara jumlah pekerjaan dengan

Universitas Sumatera Utara

waktu. Setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri
maupun masyarakat di sekelilingnya, untuk itu perlu dilakukan upaya penyerasian
antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar diperoleh produktivitas
kerja yang optimal (UU Kesehatan No 36 Tahun 2009).
Menurut Irwandy (2007), beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari
masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja meliputi beban
kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan
fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang ibu hamil mengalami
keguguran.
Wanita bekerja jauh lebih lama dari pada pria, berbagai penelitian yang telah
dilakukan di seluruh dunia rata-rata wanita bekerja 3 jam lebih lama. Akibatnya
wanita mempunyai sedikit waktu istirahat, lebih lanjut terjadinya kelelahan kronis,
stress, dan sebagainya. Kesehatan wanita tidak hanya dipengaruhi oleh waktu kerja,
tetapi juga jenis pekerjaan yang berat, kotor dan monoton bahkan membahayakan.
Beban kerja yang terlalu berat membuat seorang perempuan mengalami
kecapekan dan mudah terserang penyakit. Terlebih lagi bila seorang perempuan tidak
punya cukup waktu untuk istirahat dan tidak memperoleh cukup perhatian akan
kondisi kesehatannya (Depkes, 1996). Beban kerja yang terlalu berat mempengaruhi
resiko kehamilan. Beban kerja dapat dibedakan atas beban kerja berlebih dan beban
kerja terlalu sedikit atau kurang (Munandar, 2008) :

Universitas Sumatera Utara

a. Beban kerja berlebih
Beban kerja berlebih, timbul sebagai akibat dari kegiatan yang terlalu banyak
diberikan kepada ibu hamil untuk diselesaikan dalam waktu tertentu. Munandar
(2008) menyatakan bahwa beban kerja berlebih secara fisik dan mental adalah
melakukan terlalu banyak kegiatan baik fisik maupun mental, dan ini dapat
merupakan sumber stres pekerjaan. Adanya beban berlebih mempunyai pengaruh
yang tidak baik pada kesehatan pekerja. Menurut Munandar (2008) yang mengutip
pendapat Friedmen dan Rosenman (1974) menunjukkan bahwa desakan waktu
tampaknya memberikan pengaruh tidak baik, pada sistem cardiovasculer, terutama
serangan jantung prematur dan tekanan darah tinggi.
b. Beban kerja terlalu sedikit atau kurang
Beban kerja terlalu sedikit atau kurang, merupakan sebagai akibat dari terlalu
sedikit pekerjaan yang akan diselesaikan, dibandingkan waktu yang tersedia menurut
standar waktu kerja, dan ini juga akan menjadi pembangkit stres.
4

Jarak Kehamilan
Jarak Kehamilan adalah waktu sejak kehamilan sebelumnya sampai terjadi

kehamilan berikutnya. Jarak yang begitu dekat dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi kehamilan. Bila jarak antar kelahiran anak sebelumnya kurang dari 2
tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik, kehamilan dalam keadaan
ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan terjadinya komplikasi kehamilan.
Hasil penelitian di Amerika Latin dan Caribbia menyatakan jarak kelahiran
yang pendek < 6 bulan meningkatkan risiko kematian maternal, perdarahan trimester

Universitas Sumatera Utara

tiga, KPD, endometriasis purpuralis, dan anemia. Sementara jarak kehamilan yang
panjang >59 bulan meningkatkan risiko preeklampsia dan eklampsia (Conde-Agudelo
& Belizan, 2000). Menurut penelitian Yuniarti (2004), ibu yang memiliki jarak
kelahiran kurang dari 2 tahun berisiko 2, 82 kali mengalami komplikasi kehamilan.
Menurut Sitorus yang dikutip dari Setianingrum (2005), bahwa risiko proses
reproduksi dapat ditekan apabila jarak minimal antar

kelahiran 2 tahun. Hasil

penelitian Supriatiningsih (2009) ada hubungan antara jarak kelahiran dengan
komplikasi kehamilan.
Pengaturan kelahiran merupakan suatu upaya agar setiap keluarga memahami
dan menyadari tentang prinsip keterbatasan manusia. Seorang istri akan menghadapi
kesulitan manakala masa kesuburannya tidak dikelola secara bijaksana dan teratur.
Seorang ibu yang terlalu sering, terlalu banyak, terlalu dekat dalam mengatur
kehamilannya akan sangat mengganggu terhadap berbagai sisi kehidupan dirinya dan
seluruh anggota keluarga lainnya, misalnya masalah kesehatan, kehidupan sosial,
ekonomi dan pendidikan (BKKBN, 1999).
5

Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga dengan ibu hamil dibutuhkan untuk menyediakan

kebutuhan ibu hamil dalam pemeliharaan kesehatan ibu hamil. Ibu hamil berisiko
terjadi masalah kesehatan, tidak hanya masalah nutrisi tetapi juga masalah yang
berhubungan dengan sistem tubuhnya. Menurut USDHHS (1990, dalam Hitcock,
1999) menjelaskan bahwa pendapatan yang kurang merupakan faktor risiko karena
tidak dapat memenuhi kebutuhannya.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Miler dan Meineres (1997) Engel sebagai pelopor dalam penelitian
tentang pengeluaran rumah tangga. Penelitian Engel melahirkan empat butir
kesimpulan, yang kemudian dikenal dengan hukum Engel. Keempat butir
kesimpulannya yang dirumuskan tersebut adalah jika pendapatan meningkat, maka
persentase pengeluaran untuk konsumsi pangan semakin kecil, persentase
pengeluaran untuk konsumsi pakaian relatif tetap dan tidak tergantung pada tingkat
pendapatan, persentase pengeluaran untuk konsumsi keperluan rumah relatif tetap
dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan dan jika pendapatan meningkat, maka
persentase pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, rekreasi, barang mewah dan
tabungan semakin meningkat.
Penelitian di Tanzania menemukan hasil bahwa pemanfaatan pelayanan
kesehatan (ANC) oleh wanita hamil berhubungan dengan status sosial ekonomi
keluarga.. Faktor ekonomi, yang membuat kebutuhan gizi tidak terpenuhi, merupakan
penyebab secara mekanisme biologis yang tidak tampak yang dapat menyebabkan
anemia selama kehamilan. Anemia disebabkan karena kekurangan cadangan zat besi
karena ketidak-seimbangan antara kebutuhan dan penyediaan. Asupan zat besi dalam
tubuh dari makanan yang rendah, absorbsi yang buruk, atau kebutuhan yang
meningkat (Andrews, 1999; Ramakhrisnan, 2002). Penelitian Marti et al. (2001) di
Venezuela melaporkan beberapa faktor ekonomi status sosial ekonomi yang rendah,
berhubungan dengan kelahiran prematur.
Selain tingkat pendidikan tingkat pendapat diduga turut berpengaruh terhadap
kejadian KEK pada ibu hamil. Perubahan pendapatan secara langsung dapat

Universitas Sumatera Utara

memengaruhi konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti
memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang
lebih baik. Sebaliknya penurunan pendaptan akan menyebabkan penurunan dalam hal
kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli (Madanijah, 2004).
Peningkatan pendapatan akan diikuti oleh perubahan-perubahan dalam
susunan makan. Keluarga dan masyarakat yang berpenghasilan rendah cenderung
membelanjakan uangya untuk makanan dan bahan pangan. Pada kondisi ini orang
tidak memikirkan kualitas pangan yang dikonsumsinya. Menurutnya peningkatan
penghasilan keluarga, biasanya diikuti oleh peningkatan penyediaan lauk pauk
(Suhardjo, 1989). Tingkat pendapatan yang tinggi akan memberi peluang yang lebih
besar bagi keluarga untuk memilih pangan yang lebih baik, baik dari segi jumlah
maupun jenisnya (Roedjito, 1989).
Persentase belanja pangan bila dibandingkan dengan kebutuhan lainnya dapat
dijadikan indikator untuk melihat tingkat kemakmuran suatu rumah tangga atau
masyarakat. Semakin besar proporsi belanja untuk pangan berarti ekonomi semakin
rendah, demikian pula sebaliknya semakin rendah proporsi belanja pangan kelas
ekonomi semakin tinggi. Masalah lain yang terjadi adalah semakin tinggi proporsi
belanja pangan bukan berarti semakin baik bahan pangan yang dikonsumsi bahan
sebaliknya semakin tinggi proporsi belanja pangan semakin besar belanja
dialokasikan pada makanan pokok sumber energi terutama beras. Jenis lauk yang
dikonsumsi lebih banyak lauk nabati karena harganya murah. Seandainya membeli

Universitas Sumatera Utara

lauk hewani biasanya lauk hewani dengan harga murah seperti ikan asin yang
berkualitas rendah (Depkes, 2003a).
6

Besar keluarga
Banyak anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Jumlah

anggota keluarga yang besar tanpa diimbangi peningkatan pendapatan akan
mengakibatkan pendistribusian pangan dalam keluarga tidak merata. Pangan yang
tersedia untuk satu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang
besarnya setengah dari keluarga tersebut. Suhardjo, (1989) juga menyatakan bahwa
hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dengan kekurangan gizi sangat nyata pada
masing-masing keluarga terutama pada keluarga miskin. Ada kemungkinan pangan
yang tersedia untuk keluarga besar hanya cukup dikonsumsi oleh keluarga kecil.
Kondisi ini jelas tidak cukup mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar.
Menurut Khomsan dan Kusharto (2004), wanita yang berpendidikan rendah
sudah biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan yang
berpendidikan lebih tinggi. Mereka yang berpendidikan rendah umumnya tidak dapat
memahami dampak negatif dari mempunyai banyak anak. Untuk mengalami
gangguan kesehatan dan menyebabkan angka kematian anak dan ibu tinggi.
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada
masing-masing keluarga. Sumber pangan ibu yang sedang hamil, terutama pada
keluarga miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika jumlah
keluarganya kecil. Sumber pangan dan gizi yang tersedia untuk ibu hamil pada
keluarga yang jumlahnya besar mungkin cukup untuk keluarga yang jumlahnya kecil

Universitas Sumatera Utara

tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada ibu hamil pada keluarga yang
besar.
Menurut Azma (2003) pada status ekonomi rendah keluarga dengan jumlah
anggota keluarga besar tentu berbeda dari jumlah anggota keluarga kecil dalam
pemerataan makanan. Keluarga dengan jumlah anak besar dan jarak kelahiran yang
dekat akan menimbulkan masalah. Pendapatan dalam keluarga yang pas-pasan dan
mempunyai keluarga yang besar maka pemerataan dan kecukupan makanan dalam
keluarga kurang sehingga dapat menyebabkan kekurangan gizi. Kekurangan gizi pada
wanita makin bertambah apabila ada pendapat bahwa makanan lebi diutamakan p

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Antenatal Care dengan Jumlah Kunjungan Antenatal Care di Desa Laut Dendang Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Medan Tahun 2011

3 39 63

Pengaruh Karakteristik Ibu Balita terhadap Partisipasi dalam Penimbangan Balita (D/S) di Posyandu Desa Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2010.

7 87 100

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA SEBAGAI ACUAN KINERJA KEPALA DESA DI DESA LAUT DENDANG KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELISERDANG.

0 2 22

EVALUASI PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN KELUARGA PADA IBU-IBU RUMAH TANGGA ANGGOTA UPPKS DESA PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI TUAN DELI SERDANG.

0 1 13

Pengaruh Karakteristik Keluarga Terhadap Komplikasi Kehamilan Dalam Kesehatan Reproduksi Pada Ibu Hamil Di Desa Laut Dendang Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2012

0 0 20

Pengaruh Karakteristik Keluarga Terhadap Komplikasi Kehamilan Dalam Kesehatan Reproduksi Pada Ibu Hamil Di Desa Laut Dendang Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2012

0 0 2

Pengaruh Karakteristik Keluarga Terhadap Komplikasi Kehamilan Dalam Kesehatan Reproduksi Pada Ibu Hamil Di Desa Laut Dendang Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2012

0 0 8

Pengaruh Karakteristik Keluarga Terhadap Komplikasi Kehamilan Dalam Kesehatan Reproduksi Pada Ibu Hamil Di Desa Laut Dendang Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2012

0 0 8

Pengaruh Karakteristik Keluarga Terhadap Komplikasi Kehamilan Dalam Kesehatan Reproduksi Pada Ibu Hamil Di Desa Laut Dendang Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2012

1 1 23

BILINGUALISME KEDWIBAHASAAN pada masyarakat 1

0 0 5