Etika Bisnis Tata Niaga dan Manajemen Pe
Etika Bisnis, Tata Niaga dan Manajemen
Pemasaran dalam Agama Islam
Oleh:
Nama
: Marsita Purwanti Ningsih
NIM
: K7614029
Prodi
: Pend. Eko Tata Niaga
MaKul
: Pend. Agama Islam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2014
BAB I
LATAR BELAKANG
Islam adalah suatu agama yang kaya akan sumber ilmu dan pengetahuan. Kekayan ini
di sebabkan oleh kitab yang menjadi pedoman hidup seluruh pemeluk agama islam yaitu AlQur’an. Di dalam kitab suci tersebut apapun yang telah terjadi dan yang akan terjadi telah di
jelaskan dengan gamblang, tentang tata aturan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari
pun dengan jelas pula telah di sebutkan bagaimana seharusnya manusia berperilaku secara
hukum islam.
Islam telah banyak menjelaskan mengenai berbagai hal yang ada dalam kehidupan
manusia seluruhnya, berbagai bidang seperti bidang sosial, bidang budaya, bidang kesehatan
termasuk dalam bidang ekonomi khususnya perdagangan. Dalam cakupan perdagangan
terdapat banyak bab yang harus di mengerti dari segi agama islam. Contohnya saja mengenai
etika berbisnis islam, tata niaga islam dan manajemen pemasaran islam khusunya. Dalam
ketiga hal ini terdapat banyak aturan dan tata cara yang secara jelas telah di jelaskan dengan
melalui konsep agama islam yang bersumber dari kitab suci Al-Qur’an.
Perdagangan adalah hal pokok dan hampir menjadi kegiatan wajib setiap orang dalam
masa ini. Dengan hal ini semestinya manusia setiap melakukan kegiatan perdagangan harus
mengerti unsur-unsur yang terdapat dalam suatu proses perdagangan tersebut. Misalnya
mengenai etika berbisnis islam, tata niaga dan manajemen pemasaran islam. Saat ini bisnis
adalah suatu usaha yang sangat menjanjikan bagi setiap orang maka dalam berbisnis kita
harus mengerti dan memahami mengenai etika berbisnis dalam agama islam. Dalam berbisnis
tentu saja terdapat proses jual beli atau tata niaga, hal ini perlu di tinjau juga secara agama
islam agar hasil dari proses tata niaga menghasilkan sesuatu yang berkah menurut agama
islam. Tidak lepas dari tata niaga dalam berbisnis juga terdapat proses pemasaran. Pemasaran
yang akan menghasilkan sesuatu yang baik semestinya dilakukan dengan adanya manajemen
yang baik, manajemen pemasaran yang baik mempunyai tata aturan tertentu dalam agama
islam. Oleh karenanya dalam melakukan perdagangan terdapat hal yang penting yang
seharusnya di ketahui dari kacamata agama islam, paper ini akan menjelaskan sedikit
mengenai tata aturan ataupun hal yang menyingung mengenai etika bisnis islam, tata niaga
islam dan manajemen pemasaran menurut agama islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ETIKA BISNIS ISLAM
Bisnis (tijarah) merupakan salah satu komponen utama dalam sistem muamalah.
Olehnya itu, Islam menganjurkan pemeluknya untuk menggeluti bidang ini secara
profesional (itqan), sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, keluarganya dan kaum
muslimin secara umum.
Hukum asal transaksi bisnis dalam Islam adalah mubah (dibolehkan), selama tidak ada
dalil yang menunjukkan bahwa jenis dan bentuk transaksi tersebut diharamkan. Prinsip
ini menjadi dasar penting bagi pelaku bisnis (tajir/mustatsmir) untuk melakukan inovasi
(tanmiyah) dalam melakukan aktivitas bisnis selama ia tidak bertentangan dengan kaidahkaidah syariah serta prinsip-prinsip dasar (maqasid) dalam Islam.
Berikut ini, dipaparkan secara sederhana beberapa prinsip dan etika bisnis dalam Islam
yang perlu diperhatikan oleh setiap muslim yang akan menggeluti atau telah bergelut
dalam dunia bisnis:
1. Keikhlasan
Keikhlasan menjadi fondasi utama setiap amalan. Dengan niat ikhlas,
kebiasaan (adat) dapat berubah menjadi ibadah(taqarrub) dan bernilai pahala di sisi alKhaliq. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya amalan itu bergantung kepada niatnya” (HR. al-Bukhari No. 10 &
Muslim No. 1907)
2. Ilmu
Setiap perbuatan senantiasa harus didasari dengan ilmu, al-Imam al-Bukhari
berkata: “Ilmu harus didahulukan sebelum berkata dan bertindak”. Umar bin Khattab
juga berkata: “Tidak boleh menjual di pasar kecuali seorang faqih, kalau tidak ia
akan terjatuh ke dalam riba mau atau tidak mau” (al-Turmudzi No. 449)
Ilmu yang harus diketahui oleh pelaku bisnis dapat dibagi menjadi dua:
Bersifat umum: Akad dan permasalahannya, Jenis aktivitas bisnis yang terlarang
dalam Islam dan sebab pelarangannya dan lain sebagainya.
Bersifat khusus: Bergantung kepada jenis bisnis yang dilakoni (mudharabah,
murabahah, Ijarah dan lain sebagainya).
3. Amanah dan Kejujuran (al-Sidq)
Keberkahan adalah idaman seorang muslim dalam setiap aktivitasnya. Dalam
bisnis amanah dan kejujuran dalam melakukan transaksi merupakan sumber
keberkahan, Rasulullah Shallalahu’alaihi wasallam bersabda:
“Dua pihak yang melakukan jual beli memiliki hak khiyar (memilih) selama keduanya
belum berpisah, apabila keduanya jujur dan saling menjelaskan maka transaksi
keduanya akan diberkahi. Akan tetapi bila keduanya menyembunyikan (aib) dan
berdusta maka boleh jadi keduanya mendapat untung akan tetapi keberkahan jual
beli tersebut tercabut” (HR. al-Bukhari No. 2079 & Muslim No. 1532 )
Dalam sabda beliau yang lain:
“Pelaku bisnis yang jujur lagi tepercaya bersama para Nabi, shiddiqin serta
syuhada” (HR. al-Turmudzi No.1209)
4. al-Wara’
al-Wara’ dalam aktivitas bisnis adalah sikap kehati-hatian yang disertai dengan
meninggalkan dan menjauhi segala perkara yang meragukan dan perkara syubhat
(samar). Prinsip ini didasari oleh sabda Nabi Shallallahu’alaihi wasalllam:
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya
terdapat perkara syubhat yang tidak diketahui oleh banyak orang. Siapa yang
menghindari perkara syubhat sungguh ia telah menyelamatkan agama dan
kehormatannya dan siapa yang terjatuh dalam perkara syubhat maka sungguh ia
terjatuh dalam perkara haram,…”(HR. al-Bukhari No. 50 & Muslim No. 2996 )
5. al-Samahah (tenggang rasa dan berlapang dada)
Perbedaan yang mencolok antara bisnis Islami dan yang lainnya adalah adanya
prinsip tenggang rasa dan berlapang dada dalam melakukan transaksi bisnis terutama
dalam akad jual beli dan utang piutang. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh
sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu,
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 280)
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Allah merahmati seseorang yang mudah dalam menjual, mudah dalam membeli dan
mudah dalam menagih utang”(HR. al-Bukhari No. 2076)
6. Menjaga hak orang lain serta menjauhi kemudharatan
Tabiat muamalah meniscayakan adanya interaksi antara dua pihak atau lebih.
Olehnya itu Islam mewajibkan setiap pelaku bisnis untuk senantiasa menjaga hak-hak
orang lain yang menjadi pihak kedua dalam akad yang telah disepakati sehingga tidak
menimbulkan kemudharatan. Prinsip ini didasari oleh sabda Rasululullah
shallallahu’alaihiwasallam:
“Tidak ada kemudharatan dan tidak boleh menimbulkan kemudharatan terhadap
orang lain” (HR. Malik dalam Kitab al-Muwattha, hal: 218)
7. al-Wala’ (loyalitas) kepada Islam dan kaum muslimin
Kepemilikan harta dalam Islam terbagi tiga: Hak Individu (Haqqul fardi), Hak
Allah (Haqqullah) dan Hak Jamaah (haqqul Jama’ah). Dalam kapasitas harta
sebagai haqqullah, maka manusia berposisi sebagai khalifah yang ditugaskan untuk
mengelola harta secara bijak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah Sang
Pemilik hakiki harta tersebut (QS. al-Nur: 33 & al-Hadid: 7). Selain itu, harta tersebut
wajib untuk dikeluarkan zakatnya sebagai bentuk kepedulian serta loyalitas kepada
sesama muslim.
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk
melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Berikut ini ada 5 ketentuan umum etika berbisnis dalam Islam:
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid
yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang
ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan
konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang
berbuat curang atau berlaku dzalim.
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca
yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” (Q.S. al-Isra’:
35).
Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu
jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi
saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat
dengan takwa.”
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi
kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka
lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk
aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
4. Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia
karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk
memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggungjawabkan
tindakannya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia
menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan
bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5. Kebenaran, kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks
bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Tujuan umum etika bisnis dalam ekonomi islam
Dalam hal ini, etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan
sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa
etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis,
beberapa hal sebagai berikut :
1) Membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan
metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol
arahan agar melindungi pelaku bisnis dari resiko.
2) Kode ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku
bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan
diatas segalanya adalah tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
3) Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan
yang muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4) Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi
antara sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja.
5) Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara
mereka semua.
Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di
antaranya ialah:
a. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam hal ini, beliau
bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai
aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami,
maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim).
b. Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis.
c. Tidak melakukan sumpah palsu.
d. Ramah-tamah.
e. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik
membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian
melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk
menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain
untuk membeli).
f. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi
Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan
maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
g. Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam
masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan
besar pun diperoleh).
h. Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang
benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah bagi orang
yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka
minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).
i. Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang
yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan
shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan
penglihatan menjadi goncang”.
j. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda,
“Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”.
k. Tidak monopoli.
l. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat
merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan
bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang
halal.
m. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang
haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw
bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan
“patung-patung” (H.R. Jabir).
n. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang
batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara
kamu” (QS. 4: 29).
o. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang
muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw,
“Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R.
Hakim).
p. Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar.
Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar
hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah
naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
q. Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orangorang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. alBaqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang
kesetanan(QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang
terhadap riba.
KOMENTAR:
Etika adalah hal yang sangat penting untuk di terapkan dalam seluruh aspek kehidupan
manusia, karena ketika suatu etika tersebut di terapkan terkandung banyak manfaat bagi
kegiatan atau perbuatan yang dilakukan. Etika bisnis tidak kalah penting untuk diterapkan
dalam proses kegiatan bisnis. Dalam agama islam penerapan etika dalam segala aspek
kehidupan adalah aturan mendasar, karena suatu kegiatan yang dikenakan dengan suatu
etika yang benar maka suatu kegiatan itu dapat diperoleh hikmah dan manfaat yang baik.
penjelasan tentang etika dalam berbisnis sudah sangat kompleks penjelasan yang
terkandung dalam al Qur’an. Di dalamnya telah di jelaskan tentang etika bisnis yang baik
yang seharusnya di jalankan oleh suatu pebisnis. Tujuan adanya etika bisnis telah jelas
dalam penjelasannya, keutamaan dalam melakukan etika bisnis dan menurut Nabi
Muhammad SAW etika bisnis yang baik sangatlah jelas dalam penguraiannya.
B. TATA NIAGA ISLAM
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain
dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Menurut terminologi, para ulama
berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
1) Menurut ulama Hanafiyah : Jual beli adalah ”pertukaran harta (benda) dengan
hartaberdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).”
2) Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : Jual beli adalah “ pertukaran harta dengan
harta untuk kepemilikan.”
3) Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni : Jual beli adalah “ pertukaran harta
dengan harta, untuk saling menjadikan milik.” Pengertian lainnya jual beli ialah
persetujuan saling mengikat antara penjual ( yakni pihak yang menyerahkan/menjual
barang) danpembeli (sebagai pihak yang membayar/membeli barang yang dijual).Pada
masa Rasullallah SAW harga barang itu dibayar dengan mata uangyang terbuat dari
emas (dinar) dan mata uang yang terbuat dari perak(dirham).
Landasan atau Dasar Hukum Jual Beli
Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an,
Hadist Nabi, dan Ijma’ Yakni :
a) Al Qur’an
Yang mana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa : 29
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan
yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu” (QS. An-Nisa : 29).
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah : 275).
b) Sunnah
Nabi, yang mengatakan:” Suatu ketika Nabi SAW, ditanya tentang mata pencarian
yang paling baik. Beliau menjawab, ’Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap
jual beli yang mabrur.” (HR. Bajjar, Hakim yang menyahihkannya dari Rifa’ah Ibn
Rafi’). Maksud mabrur dalam hadist adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipumenipu dan merugikan orang lain.
c) Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia
tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun
demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti
dengan barang lainnya yang sesuai. Mengacu kepada ayat-ayat Al Qur’an dan hadist,
hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli
itubisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, dan makruh.
Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi
agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum islam).
Rukun Jual Beli:
Dua pihak membuat akad penjual dan pembeli
Objek akad (barang dan harga)
Ijab qabul (perjanjian/persetujuan)
1) Orang yang melaksanakan akad jual beli ( penjual dan pembeli )
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah :
Berakal, jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap tidak sah.
Baligh, jual belinya anak kecil yang belum baligh dihukumi tidak sah. Akan tetapi,
jika anak itu sudah mumayyiz (mampu membedakan baik atau buruk), dibolehkan
melakukan jual beli terhadap barang-barang yang harganya murah seperti :
permen, kue, kerupuk, dll.
Berhak menggunakan hartanya. Orang yang tidak berhak menggunakan harta
milik orang yang sangat bodoh (idiot) tidak sah jual belinya. Firman Allah ( Q.S.
An-Nisa’(4): 5):
2) Sigat atau Ucapan
Ijab dan Kabul. Ulama fiqh sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah
kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka
harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak
pembeli).
Adapun syarat-syarat ijab kabul adalah :
Orang yang mengucap ijab kabul telah akil baliqh.
Kabul harus sesuai dengan ijab.
Ijab dan kabul dilakukan dalam suatu majlis.
3) Barang Yang Diperjual Belikan
Barang yang diperjual-belikan harus memenuhi syarat-syarat yang diharuskan, antara
lain :
Barang yang diperjual-belikan itu halal.
Barang itu ada manfaatnya.
Barang itu ada ditempat, atau tidak ada tapi ada ditempat lain.
Barang itu merupakan milik si penjual atau dibawah kekuasaanya.
Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembelidengan jelas, baik
zatnya, bentuknya dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.
4) Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sampai sekarang ini berupa uang).
Adapun syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual itu adalah :
Harga jual disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun
secara hukum, misalnya pembayaran menggunakan kartu kredit.
Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-muqayadah (nilai tukar barang
yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa uang).
Hal-hal Yang Terlarang Dalam Jual Beli
Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan
syarat-syaratnya.
Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun atau
syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan
(disesuaikan dengan ajaran islam).
Jual beli yang sah tapi terlarang ( fasid ). Jual beli ini hukumnya sah, tidak
membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.
Terlarang sebab Ahliah (Ahli Akad). Ulama telah sepakat bahwa jual beli
dikategorikan sah apabila dilakukan oleh orang yang baliqh, berakal, dapat memilih.
Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya sebagai berikut :
-
Jual beli yang dilakukan oleh orang gila.
-
Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil. Terlarang dikarenakan anak kecil belum
cukup dewasa untuk mengetahui perihal tentang jual beli.
-
Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Jual beli ini terlarang karena ia tidak
dapat membedakan barang yang jelek dan barang yang baik.
-
Jual beli terpaksa
Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
Jual beli yang terhalang. Terhalang disini artinya karena bangkrut, kebodohan, atau
pun sakit.
Jual beli malja’ adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni
untuk menghindar dari perbuatan zalim.
Terlarang Sebab Shigat. Jual beli yang antara ijab dan kabulnya tidak ada kesesuaian
maka dipandang tidak sah. Beberapa jual beli yang termasuk terlarang sebab shiqat
sebagai berikut :
-
Jual beli Mu’athah. Jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan
dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab kabul.
-
Jual beli melalui surat atau melalui utusan dikarenakan kabulyang melebihi
tempat, akad tersebut dipandang tidak sah, seperti surat tidak sampai ketangan
orang yang dimaksudkan.
-
Jual beli dengan syarat atau tulisan. Apabila isyarat dan tulisan tidak dipahami dan
tulisannya jelek (tidak dapat dibaca), maka akad tidak sah.
-
Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad. Terlarang karena tidak memenuhi
syarat in’iqad (terjadinya akad). Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan kabul.
-
Jual beli munjiz adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan
pada waktu yang akan datang.
Terlarang Sebab Ma’qud Alaih (Barang jualan) Ma’qud alaih adalah harta yang
dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi ’(barang
jualan) dan harga. Tetapi ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian ulama,
tetapi diperselisihkan, antara lain :
-
Jual beli benda yang tidak ada atau dikhwatirkan tidak ada.
-
Jual beli yang tidak dapat diserahkan.
-
Jual beli gharar adalah jual beli barang yang menganung unsur menipu (gharar)..
-
Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis.
-
Jual beli air
-
Jual beli barang yang tidak jelas (majhul). Terlarang dikarenakan akan
mendatangkan pertentangan di antara manusia.
-
Jual beli yang tidak ada ditempat akad (gaib) tidak dapat dilihat. Jual beli sesuatu
sebelum dipegangi. Jual beli buah-buahan atau tumbuhan apabila belum terdapat
buah, disepakati tidak ada akad. Setelah ada buah, tetapi belum matang, akadnya
fasid.
Terlarang Sebab Syara’. Jenis jual beli yang dipermasalahkan sebab syara’ nya
diantaranya adalah :
-
Jual beli riba
-
Jual beli dengan uang dari barang yag diharamkan. Contohnya jual beli khamar,
anjing, bangkai.
-
Jual beli barang dari hasil pencegatan barang yakni mencegat pedagang dalam
perjalanannya menuju tempat yang dituju sehingga orang yang mencegat barang
itu mendapatkan keuntungan.
-
Jual beli waktu adzan jum’at.Terlarang dikarena bagi laki-laki yang melakukan
transaksi jual belidapat mengganggukan aktifitas kewajibannya sebagai
muslim dalam mengerjakan shalat jum’at.
-
Jual beli anggur untuk dijadikan khamar .
-
Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang laing. Jual beli hewan ternak yang
masih dikandung oleh induknya.
Barang Yang Dilarang Diperjual Belikan Dalam Islam
Diantara jual beli yang dilarang dalam islam tersebut antara lain:
a. Jual beli yang diharamkan
b. Barang yang tidak ia miliki.
c. Jual beli Hashat (undian)
d. Jual beli Mulamasah (disentuh)
e. Jual Beli Najasy (melakukan tawar-menawar palsu)
Barang yang tidak boleh diperjualbelikan:
1.
Khamer (Minuman Keras)
2.
Bangkai, Babi dan Patung
3.
Anjing
4.
Gambar yang Bernyawa
5.
Buah-Buahan yang Belum Nyata Jadinya
6.
Biji-Bijian yang Belum Mengeras
KOMENTAR:
Islam adalah agama yang syamil, yang mencangkup segala permasalahan manusia, tak
terkecuali dengan jual beli. Jual beli telah disyariatkan dalam Islam dan hukumnya mubah
atau boleh, berdasarkan Al Quran, sunnah, ijma’ dan dalil aqli. Allah SWT membolehkan
jual-beli agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya selama hidup di dunia ini. Dalam
artikel ini telah dijelaskan mengenai rukun dan syarat jual beli, hal-hal yang
diperbolehkan dan hal-hal yang dilarang dalam kegiatan jual beli. Dengan ini kita saat
akan melakukan proses jual beli hendaknya kita mengetahui dengan benar mengenai halhal dasar yang terkandung dalam jual beli yang telah disyariahkan oleh agama islam agar
proses jual beli yang kita lakukan mendapatkan berkah dan terhindar dari dosa yang di
sebabkan dari melanggar hukum islam mengenai proses jual beli yang baik yang telah di
tetapkan oleh Allah SWT yang tertuang dalam Al-Qur’an secara jelas.
C. MANAJEMEN PEMASARAN ISLAM
Rasulullah SAW telah mengajarkan pada umatnya untuk berdagang dengan
menjunjung tinggi etika keislaman. Dalam beraktivitas ekonomi, umat Islam dilarang
melakukan tindakan bathil. Namun harus melakukan kegiatan ekonomi yang dilakukan
saling ridho, sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisaa: 29)
Petunjuk Umum Al-Quran Mengenai Pemasaran dan Penjualan
Perpektif pemasaran dalam Islam adalah ekonomi Rabbani (divinity), realistis,
humanis dan keseimbangan. Inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan
sistem ekonomi konvensional. Marketing menurut Islam memiliki nilai dan karakteristik
yang menarik. Pemasaran syariah meyakini, perbuatan seseorang akan dimintai
pertanggungjawabannya kelak. Selain itu, marketing syariah mengutamakan nilai-nilai
akhlak dan etika moral dalam pelaksanaannya.
Rambu-rambu tersendiri dalam melaksanakan kegiatan pemasaran produkproduknya:
Jujur atau benar (Shiddiq)
Nilai shiddiq dalam kegiatan pemasaran dapat diwujudkan dengan pemberian
informasi yang benar akan produk yang dipasarkan oleh marketer. Dapat dipercaya
(Amanah)
Nilai amanah bagi pekerja marketing adalah sosok yang jujur dan dapat dipercaya.
Bagi perusahaan, sosok pekerja yang amanah akan membawa keuntungan yang besar.
Argumentatif dan Komunikatif (Tabligh)
Anda harus mampu menyampaikan keunggulan-keunggulan produk dengan menarik
dan tepat sasaran tanpa meninggalkan kejujuran dan kebenaran (transparency and
fairness
Cerdas dan bijaksana (Fathonah)
Pebisnis yang fathonah merupakan pebisnis yang mampu memahami, menghayati dan
mengenal tugas dan tanggung jawab bisnisnya dengan sangat baik.
9 etika pemasar yang menjadi prinsip-prinsip bagi syariah marketing dalam
menjalankan fungsi2 pemasaran:
1.
Memiliki kepribadian spiritual (takwa)
2.
Berperilaku baik dan simpatik (Shidq)
3.
Berlaku adil dalam bisnis (Al-adl)
4.
Bersikap melayani dan rendah hati (khidmah)
5.
Menepati janji dan tidak curang (tahfif)
6.
Jujur dan terpercaya (Al-amanah)
7.
Tidak suka berburuk sangka (su’uzh-zhann)
8.
Tidak suka menjelek-jelekkan (ghibah)
9.
Tidak melakukan sogok (riswah)
Ayat alquran yang dapat dipedomani mengenai etika marketing
Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
(2)
(QS. Al-Baqarah : 1-2)
Petunjuk ayat
Agar memperkuat iman kepada Allah Ta’ala, kitabNya dan RasulNya serta
ajakan agar mencari hidayah melalui Al-Quran Al-Karim. Menjelaskan keutamaan
taqwa dan orang-orang yang bertaqwa.
Ayat ini memberi petunjuk kepada kita mengenai urutan-urutan aktivitas yang perlu
dilakukan dalam etika pemasaran :
a. Allah memberi Jaminan terhadap kebenaran al-quran,sebagai reality product
quarantees.
b. Allah menjelaskan manfaat Al-quran itu bagi manusia yang disebutnya sebagai
huda (petunjuk)
c. Allah menjelaskan objek, sasaran,customer, sekaligus target penggunaan kitab suci
tersebut, yaitu orang-orang yang bertakwa (muttaqin)
Isyarat ayat tersebut sangat relevan untuk dipedomani dalam rangka pelaksanaan tugas
marketing sebab marketing merupakan bagian yang sangat penting dari mesin suatu
perusahaan.
Dari ayat di atas, dapat kita ketahui bahwa perusahaan harus dapat memberi
jaminan bagi produk yang dihasilkannya. Jaminan yang dimaksud mencakup dua
aspek, yaitu aspek material, yaitu mutu bahan, mutu pengolahan, dan mutu penyajian;
aspek non-material mencakup kehalalan dan keislaman dalam penyajian.
“Kemudian Kami Jadikan kamu berada didalam suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orangorang yang tidak mengetahui” (QS Al-Jatsiyah: 18).
Firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat Al-Jatsiyah Kata syariah berasal dari kata
syara’a al-syari’a yang berarti menerangkan atau menjelaskan sesuatu. Atau berasal dari
kata syir’ah dan syari’ah yang berarti suatu tempat yang dijadikan sarana untuk
mengambil air secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak memerlukan
bantuan alat lain
Karakteristik Pemasaran Syari’ah (Syariah Marketing)
Ada empat karakteristik syariah marketing yang dapat menjadi panduan bagi para pemasar
diantaranya:
1) Teistis (rabbaniyyah): jiwa seorang syariah marketer meyakini bahwa hukum-hukum
syariat yang teistis atau bersifat ketuhanan ini adalah yang paling adil, paling
sempurna, paling selaras dengan segala bentuk kebaikan, paling dapat mencegah
segala bentuk kerusakan, paling mampu mewujudkan kebenaran, memusnahkan
kebatilan dan menyebarluaskan kemaslahatan.
2) Etis (akhlaqiyyah): Keistimewaan lain dari syariah marketer selain karena teistis
(rabbaniyyah) juga karena ia sangat mengedepankan masalah akhlak (moral dan etika)
dalam seluruh aspek kegiatannya, karena nilai-nilai moral dan etika adalah nilai yang
bersifat universal, yang diajarkan oleh semua agama.
3) Realistis (al-waqiyyah): Pemasaran syariah adalah konsep pemasaran yang fleksibel,
sebagaimana keluasan dan keluwesan syariah Islamiyah yang melandasinya.
Pemasaran syariah adalah para pemasar professional dengan penampilan yang bersih,
rapi dan bersahaja, apapun model atau gaya berpakaian yang dikenakannya, bekerja
dengan mengedepankan nilai-nilai religius, kesalehan, aspek moral dan kejujuran
dalan segala aktivitas pemasarannya.
4) Humanistis (insaniyyah):Keistimewaan syariah marketer yang lain adalah sifatnya
yang humanistis universal, yaitu bahwa syariah diciptakan untuk manusia agar
derajatnya terangkat, sifat kemanusiaannya terjaga dan terpelihara. Syariat Iislam
diciptakan untuk manusia sesuai dengan kapasitasnya tanpa menghiraukan ras, warna
kulit, kebangsaan dan status.
KOMENTAR:
Proses manajemen pemasaran yang dilakukan dari sebagian proses dari kegiatan
perdagangan bertujuan untuk memasarkan suatu produk atau jasa yang dijual agar produk
dan jasa tersebut dapat diminati oleh banyak orang sehingga mendapatkan hasil penjualan
yang memenuhi target. Terdapat 9 unsur yang yang harus dipenuhi dalam melakukan
proses manajemen pemasaran menurut agama islam. Unsure-unsur ini harus dipenuhi
oleh seorang marketing dalam memasarkan suatu produk dan jasa, hal ini bertujuan agar
orang yang menjadi obyek pemasaran tidak merasakan ditipu dalam proses pemasaran
tersebut dan bagi pihak marketing tidak melakukan dusta mengenai produk dan jasa yang
dipasarkan.
BAB III
KESIMPULAN
Etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah
aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis
Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis. Islam menawarkan
keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini
pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu
persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam. Realitasnya, para pelaku bisnis sering
tidak mengindahkan etika. Para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis
yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat
persaingan, dan manajemen konflik.
Hukum jual beli pada dasarnya diperbolehkan oleh ajaran islam. Kebolehan ini
didasarkan kepada kepada firman Allah yang terjemahannya sebagai berikut :‘’ janganlah
kamu memakan harta diantara kamu dengan jalan batal melainkan dengan jalan jual beli, suka
sama suka...”(Q.S An-Nisa’ : 29) Dan Hadist Nabi SAW, yang artinya sebagai berikut : “
Bahwa nabi SAW ditanya tentang, mata pencaharian apakah yang paling baik ? jawabnya :
seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih”.(H.R. AlBazzar) Dalam pada itu ulama sepakat mengenai kebolehan berjual beli ini sebagai salah satu
usaha yang telah dipraktekkan semenjak masa Nabi SAW hingga saat sekarang ini.
Menurut prinsip syariah, kegiatan pemasaran harus dilandasi semangat beribadah
kepada Tuhan Sang Maha Pencipta, berusaha semaksimal mungkin untuk kesejahteraan
bersama, bukan untuk kepentingan golongan apalagi kepentingan sendiri. Islam agama yang
sangat luar biasa. Islam agama yang lengkap, yang berarti mengurusi semua hal dalam hidup
manusia. Islam agama yang mampu menyeimbangkan dunia dan akhirat; antara hablum
minallah (hubungan dengan Allah) dan hablum minannas (hubungan sesama manusia). Ajaran
Islam lengkap karena Islam agama terakhir sehingga harus mampu memecahkan berbagai
masalah
besar
manusia.
Islam
menghalalkan
umatnya
berniaga.
Bahkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang saudagar – sangat terpandang pada
zamannya. Sejak muda beliau dikenal sebagai pedagang jujur. “Sepanjang perjalanan sejarah,
kaum Muslimin merupakan simbol sebuah amanah dan di bidang perdagangan, mereka
berjalan di atas adab islamiah,” ungkap Syekh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada
dalam Ensiklopedi Adab Islam Menurut Alquran dan Assunnah.
Ketiga paragraph diatas adalah kesimpulan dari artikel etika bisnis islam, tata niaga
islam dan manajemen pemasaran islam.
Pemasaran dalam Agama Islam
Oleh:
Nama
: Marsita Purwanti Ningsih
NIM
: K7614029
Prodi
: Pend. Eko Tata Niaga
MaKul
: Pend. Agama Islam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2014
BAB I
LATAR BELAKANG
Islam adalah suatu agama yang kaya akan sumber ilmu dan pengetahuan. Kekayan ini
di sebabkan oleh kitab yang menjadi pedoman hidup seluruh pemeluk agama islam yaitu AlQur’an. Di dalam kitab suci tersebut apapun yang telah terjadi dan yang akan terjadi telah di
jelaskan dengan gamblang, tentang tata aturan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari
pun dengan jelas pula telah di sebutkan bagaimana seharusnya manusia berperilaku secara
hukum islam.
Islam telah banyak menjelaskan mengenai berbagai hal yang ada dalam kehidupan
manusia seluruhnya, berbagai bidang seperti bidang sosial, bidang budaya, bidang kesehatan
termasuk dalam bidang ekonomi khususnya perdagangan. Dalam cakupan perdagangan
terdapat banyak bab yang harus di mengerti dari segi agama islam. Contohnya saja mengenai
etika berbisnis islam, tata niaga islam dan manajemen pemasaran islam khusunya. Dalam
ketiga hal ini terdapat banyak aturan dan tata cara yang secara jelas telah di jelaskan dengan
melalui konsep agama islam yang bersumber dari kitab suci Al-Qur’an.
Perdagangan adalah hal pokok dan hampir menjadi kegiatan wajib setiap orang dalam
masa ini. Dengan hal ini semestinya manusia setiap melakukan kegiatan perdagangan harus
mengerti unsur-unsur yang terdapat dalam suatu proses perdagangan tersebut. Misalnya
mengenai etika berbisnis islam, tata niaga dan manajemen pemasaran islam. Saat ini bisnis
adalah suatu usaha yang sangat menjanjikan bagi setiap orang maka dalam berbisnis kita
harus mengerti dan memahami mengenai etika berbisnis dalam agama islam. Dalam berbisnis
tentu saja terdapat proses jual beli atau tata niaga, hal ini perlu di tinjau juga secara agama
islam agar hasil dari proses tata niaga menghasilkan sesuatu yang berkah menurut agama
islam. Tidak lepas dari tata niaga dalam berbisnis juga terdapat proses pemasaran. Pemasaran
yang akan menghasilkan sesuatu yang baik semestinya dilakukan dengan adanya manajemen
yang baik, manajemen pemasaran yang baik mempunyai tata aturan tertentu dalam agama
islam. Oleh karenanya dalam melakukan perdagangan terdapat hal yang penting yang
seharusnya di ketahui dari kacamata agama islam, paper ini akan menjelaskan sedikit
mengenai tata aturan ataupun hal yang menyingung mengenai etika bisnis islam, tata niaga
islam dan manajemen pemasaran menurut agama islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ETIKA BISNIS ISLAM
Bisnis (tijarah) merupakan salah satu komponen utama dalam sistem muamalah.
Olehnya itu, Islam menganjurkan pemeluknya untuk menggeluti bidang ini secara
profesional (itqan), sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, keluarganya dan kaum
muslimin secara umum.
Hukum asal transaksi bisnis dalam Islam adalah mubah (dibolehkan), selama tidak ada
dalil yang menunjukkan bahwa jenis dan bentuk transaksi tersebut diharamkan. Prinsip
ini menjadi dasar penting bagi pelaku bisnis (tajir/mustatsmir) untuk melakukan inovasi
(tanmiyah) dalam melakukan aktivitas bisnis selama ia tidak bertentangan dengan kaidahkaidah syariah serta prinsip-prinsip dasar (maqasid) dalam Islam.
Berikut ini, dipaparkan secara sederhana beberapa prinsip dan etika bisnis dalam Islam
yang perlu diperhatikan oleh setiap muslim yang akan menggeluti atau telah bergelut
dalam dunia bisnis:
1. Keikhlasan
Keikhlasan menjadi fondasi utama setiap amalan. Dengan niat ikhlas,
kebiasaan (adat) dapat berubah menjadi ibadah(taqarrub) dan bernilai pahala di sisi alKhaliq. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya amalan itu bergantung kepada niatnya” (HR. al-Bukhari No. 10 &
Muslim No. 1907)
2. Ilmu
Setiap perbuatan senantiasa harus didasari dengan ilmu, al-Imam al-Bukhari
berkata: “Ilmu harus didahulukan sebelum berkata dan bertindak”. Umar bin Khattab
juga berkata: “Tidak boleh menjual di pasar kecuali seorang faqih, kalau tidak ia
akan terjatuh ke dalam riba mau atau tidak mau” (al-Turmudzi No. 449)
Ilmu yang harus diketahui oleh pelaku bisnis dapat dibagi menjadi dua:
Bersifat umum: Akad dan permasalahannya, Jenis aktivitas bisnis yang terlarang
dalam Islam dan sebab pelarangannya dan lain sebagainya.
Bersifat khusus: Bergantung kepada jenis bisnis yang dilakoni (mudharabah,
murabahah, Ijarah dan lain sebagainya).
3. Amanah dan Kejujuran (al-Sidq)
Keberkahan adalah idaman seorang muslim dalam setiap aktivitasnya. Dalam
bisnis amanah dan kejujuran dalam melakukan transaksi merupakan sumber
keberkahan, Rasulullah Shallalahu’alaihi wasallam bersabda:
“Dua pihak yang melakukan jual beli memiliki hak khiyar (memilih) selama keduanya
belum berpisah, apabila keduanya jujur dan saling menjelaskan maka transaksi
keduanya akan diberkahi. Akan tetapi bila keduanya menyembunyikan (aib) dan
berdusta maka boleh jadi keduanya mendapat untung akan tetapi keberkahan jual
beli tersebut tercabut” (HR. al-Bukhari No. 2079 & Muslim No. 1532 )
Dalam sabda beliau yang lain:
“Pelaku bisnis yang jujur lagi tepercaya bersama para Nabi, shiddiqin serta
syuhada” (HR. al-Turmudzi No.1209)
4. al-Wara’
al-Wara’ dalam aktivitas bisnis adalah sikap kehati-hatian yang disertai dengan
meninggalkan dan menjauhi segala perkara yang meragukan dan perkara syubhat
(samar). Prinsip ini didasari oleh sabda Nabi Shallallahu’alaihi wasalllam:
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya
terdapat perkara syubhat yang tidak diketahui oleh banyak orang. Siapa yang
menghindari perkara syubhat sungguh ia telah menyelamatkan agama dan
kehormatannya dan siapa yang terjatuh dalam perkara syubhat maka sungguh ia
terjatuh dalam perkara haram,…”(HR. al-Bukhari No. 50 & Muslim No. 2996 )
5. al-Samahah (tenggang rasa dan berlapang dada)
Perbedaan yang mencolok antara bisnis Islami dan yang lainnya adalah adanya
prinsip tenggang rasa dan berlapang dada dalam melakukan transaksi bisnis terutama
dalam akad jual beli dan utang piutang. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh
sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu,
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 280)
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Allah merahmati seseorang yang mudah dalam menjual, mudah dalam membeli dan
mudah dalam menagih utang”(HR. al-Bukhari No. 2076)
6. Menjaga hak orang lain serta menjauhi kemudharatan
Tabiat muamalah meniscayakan adanya interaksi antara dua pihak atau lebih.
Olehnya itu Islam mewajibkan setiap pelaku bisnis untuk senantiasa menjaga hak-hak
orang lain yang menjadi pihak kedua dalam akad yang telah disepakati sehingga tidak
menimbulkan kemudharatan. Prinsip ini didasari oleh sabda Rasululullah
shallallahu’alaihiwasallam:
“Tidak ada kemudharatan dan tidak boleh menimbulkan kemudharatan terhadap
orang lain” (HR. Malik dalam Kitab al-Muwattha, hal: 218)
7. al-Wala’ (loyalitas) kepada Islam dan kaum muslimin
Kepemilikan harta dalam Islam terbagi tiga: Hak Individu (Haqqul fardi), Hak
Allah (Haqqullah) dan Hak Jamaah (haqqul Jama’ah). Dalam kapasitas harta
sebagai haqqullah, maka manusia berposisi sebagai khalifah yang ditugaskan untuk
mengelola harta secara bijak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah Sang
Pemilik hakiki harta tersebut (QS. al-Nur: 33 & al-Hadid: 7). Selain itu, harta tersebut
wajib untuk dikeluarkan zakatnya sebagai bentuk kepedulian serta loyalitas kepada
sesama muslim.
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk
melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Berikut ini ada 5 ketentuan umum etika berbisnis dalam Islam:
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid
yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang
ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan
konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang
berbuat curang atau berlaku dzalim.
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca
yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” (Q.S. al-Isra’:
35).
Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu
jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi
saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat
dengan takwa.”
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi
kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka
lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk
aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
4. Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia
karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk
memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggungjawabkan
tindakannya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia
menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan
bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5. Kebenaran, kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks
bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Tujuan umum etika bisnis dalam ekonomi islam
Dalam hal ini, etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan
sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa
etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis,
beberapa hal sebagai berikut :
1) Membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan
metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol
arahan agar melindungi pelaku bisnis dari resiko.
2) Kode ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku
bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan
diatas segalanya adalah tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
3) Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan
yang muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4) Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi
antara sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja.
5) Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara
mereka semua.
Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di
antaranya ialah:
a. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam hal ini, beliau
bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai
aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami,
maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim).
b. Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis.
c. Tidak melakukan sumpah palsu.
d. Ramah-tamah.
e. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik
membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian
melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk
menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain
untuk membeli).
f. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi
Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan
maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
g. Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam
masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan
besar pun diperoleh).
h. Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang
benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah bagi orang
yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka
minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).
i. Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang
yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan
shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan
penglihatan menjadi goncang”.
j. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda,
“Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”.
k. Tidak monopoli.
l. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat
merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan
bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang
halal.
m. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang
haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw
bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan
“patung-patung” (H.R. Jabir).
n. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang
batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara
kamu” (QS. 4: 29).
o. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang
muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw,
“Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R.
Hakim).
p. Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar.
Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar
hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah
naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
q. Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orangorang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. alBaqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang
kesetanan(QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang
terhadap riba.
KOMENTAR:
Etika adalah hal yang sangat penting untuk di terapkan dalam seluruh aspek kehidupan
manusia, karena ketika suatu etika tersebut di terapkan terkandung banyak manfaat bagi
kegiatan atau perbuatan yang dilakukan. Etika bisnis tidak kalah penting untuk diterapkan
dalam proses kegiatan bisnis. Dalam agama islam penerapan etika dalam segala aspek
kehidupan adalah aturan mendasar, karena suatu kegiatan yang dikenakan dengan suatu
etika yang benar maka suatu kegiatan itu dapat diperoleh hikmah dan manfaat yang baik.
penjelasan tentang etika dalam berbisnis sudah sangat kompleks penjelasan yang
terkandung dalam al Qur’an. Di dalamnya telah di jelaskan tentang etika bisnis yang baik
yang seharusnya di jalankan oleh suatu pebisnis. Tujuan adanya etika bisnis telah jelas
dalam penjelasannya, keutamaan dalam melakukan etika bisnis dan menurut Nabi
Muhammad SAW etika bisnis yang baik sangatlah jelas dalam penguraiannya.
B. TATA NIAGA ISLAM
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain
dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Menurut terminologi, para ulama
berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
1) Menurut ulama Hanafiyah : Jual beli adalah ”pertukaran harta (benda) dengan
hartaberdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).”
2) Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : Jual beli adalah “ pertukaran harta dengan
harta untuk kepemilikan.”
3) Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni : Jual beli adalah “ pertukaran harta
dengan harta, untuk saling menjadikan milik.” Pengertian lainnya jual beli ialah
persetujuan saling mengikat antara penjual ( yakni pihak yang menyerahkan/menjual
barang) danpembeli (sebagai pihak yang membayar/membeli barang yang dijual).Pada
masa Rasullallah SAW harga barang itu dibayar dengan mata uangyang terbuat dari
emas (dinar) dan mata uang yang terbuat dari perak(dirham).
Landasan atau Dasar Hukum Jual Beli
Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an,
Hadist Nabi, dan Ijma’ Yakni :
a) Al Qur’an
Yang mana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa : 29
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan
yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu” (QS. An-Nisa : 29).
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah : 275).
b) Sunnah
Nabi, yang mengatakan:” Suatu ketika Nabi SAW, ditanya tentang mata pencarian
yang paling baik. Beliau menjawab, ’Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap
jual beli yang mabrur.” (HR. Bajjar, Hakim yang menyahihkannya dari Rifa’ah Ibn
Rafi’). Maksud mabrur dalam hadist adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipumenipu dan merugikan orang lain.
c) Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia
tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun
demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti
dengan barang lainnya yang sesuai. Mengacu kepada ayat-ayat Al Qur’an dan hadist,
hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli
itubisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, dan makruh.
Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi
agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum islam).
Rukun Jual Beli:
Dua pihak membuat akad penjual dan pembeli
Objek akad (barang dan harga)
Ijab qabul (perjanjian/persetujuan)
1) Orang yang melaksanakan akad jual beli ( penjual dan pembeli )
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah :
Berakal, jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap tidak sah.
Baligh, jual belinya anak kecil yang belum baligh dihukumi tidak sah. Akan tetapi,
jika anak itu sudah mumayyiz (mampu membedakan baik atau buruk), dibolehkan
melakukan jual beli terhadap barang-barang yang harganya murah seperti :
permen, kue, kerupuk, dll.
Berhak menggunakan hartanya. Orang yang tidak berhak menggunakan harta
milik orang yang sangat bodoh (idiot) tidak sah jual belinya. Firman Allah ( Q.S.
An-Nisa’(4): 5):
2) Sigat atau Ucapan
Ijab dan Kabul. Ulama fiqh sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah
kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka
harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak
pembeli).
Adapun syarat-syarat ijab kabul adalah :
Orang yang mengucap ijab kabul telah akil baliqh.
Kabul harus sesuai dengan ijab.
Ijab dan kabul dilakukan dalam suatu majlis.
3) Barang Yang Diperjual Belikan
Barang yang diperjual-belikan harus memenuhi syarat-syarat yang diharuskan, antara
lain :
Barang yang diperjual-belikan itu halal.
Barang itu ada manfaatnya.
Barang itu ada ditempat, atau tidak ada tapi ada ditempat lain.
Barang itu merupakan milik si penjual atau dibawah kekuasaanya.
Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembelidengan jelas, baik
zatnya, bentuknya dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.
4) Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sampai sekarang ini berupa uang).
Adapun syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual itu adalah :
Harga jual disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun
secara hukum, misalnya pembayaran menggunakan kartu kredit.
Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-muqayadah (nilai tukar barang
yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa uang).
Hal-hal Yang Terlarang Dalam Jual Beli
Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan
syarat-syaratnya.
Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun atau
syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan
(disesuaikan dengan ajaran islam).
Jual beli yang sah tapi terlarang ( fasid ). Jual beli ini hukumnya sah, tidak
membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.
Terlarang sebab Ahliah (Ahli Akad). Ulama telah sepakat bahwa jual beli
dikategorikan sah apabila dilakukan oleh orang yang baliqh, berakal, dapat memilih.
Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya sebagai berikut :
-
Jual beli yang dilakukan oleh orang gila.
-
Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil. Terlarang dikarenakan anak kecil belum
cukup dewasa untuk mengetahui perihal tentang jual beli.
-
Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Jual beli ini terlarang karena ia tidak
dapat membedakan barang yang jelek dan barang yang baik.
-
Jual beli terpaksa
Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
Jual beli yang terhalang. Terhalang disini artinya karena bangkrut, kebodohan, atau
pun sakit.
Jual beli malja’ adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni
untuk menghindar dari perbuatan zalim.
Terlarang Sebab Shigat. Jual beli yang antara ijab dan kabulnya tidak ada kesesuaian
maka dipandang tidak sah. Beberapa jual beli yang termasuk terlarang sebab shiqat
sebagai berikut :
-
Jual beli Mu’athah. Jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan
dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab kabul.
-
Jual beli melalui surat atau melalui utusan dikarenakan kabulyang melebihi
tempat, akad tersebut dipandang tidak sah, seperti surat tidak sampai ketangan
orang yang dimaksudkan.
-
Jual beli dengan syarat atau tulisan. Apabila isyarat dan tulisan tidak dipahami dan
tulisannya jelek (tidak dapat dibaca), maka akad tidak sah.
-
Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad. Terlarang karena tidak memenuhi
syarat in’iqad (terjadinya akad). Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan kabul.
-
Jual beli munjiz adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan
pada waktu yang akan datang.
Terlarang Sebab Ma’qud Alaih (Barang jualan) Ma’qud alaih adalah harta yang
dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi ’(barang
jualan) dan harga. Tetapi ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian ulama,
tetapi diperselisihkan, antara lain :
-
Jual beli benda yang tidak ada atau dikhwatirkan tidak ada.
-
Jual beli yang tidak dapat diserahkan.
-
Jual beli gharar adalah jual beli barang yang menganung unsur menipu (gharar)..
-
Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis.
-
Jual beli air
-
Jual beli barang yang tidak jelas (majhul). Terlarang dikarenakan akan
mendatangkan pertentangan di antara manusia.
-
Jual beli yang tidak ada ditempat akad (gaib) tidak dapat dilihat. Jual beli sesuatu
sebelum dipegangi. Jual beli buah-buahan atau tumbuhan apabila belum terdapat
buah, disepakati tidak ada akad. Setelah ada buah, tetapi belum matang, akadnya
fasid.
Terlarang Sebab Syara’. Jenis jual beli yang dipermasalahkan sebab syara’ nya
diantaranya adalah :
-
Jual beli riba
-
Jual beli dengan uang dari barang yag diharamkan. Contohnya jual beli khamar,
anjing, bangkai.
-
Jual beli barang dari hasil pencegatan barang yakni mencegat pedagang dalam
perjalanannya menuju tempat yang dituju sehingga orang yang mencegat barang
itu mendapatkan keuntungan.
-
Jual beli waktu adzan jum’at.Terlarang dikarena bagi laki-laki yang melakukan
transaksi jual belidapat mengganggukan aktifitas kewajibannya sebagai
muslim dalam mengerjakan shalat jum’at.
-
Jual beli anggur untuk dijadikan khamar .
-
Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang laing. Jual beli hewan ternak yang
masih dikandung oleh induknya.
Barang Yang Dilarang Diperjual Belikan Dalam Islam
Diantara jual beli yang dilarang dalam islam tersebut antara lain:
a. Jual beli yang diharamkan
b. Barang yang tidak ia miliki.
c. Jual beli Hashat (undian)
d. Jual beli Mulamasah (disentuh)
e. Jual Beli Najasy (melakukan tawar-menawar palsu)
Barang yang tidak boleh diperjualbelikan:
1.
Khamer (Minuman Keras)
2.
Bangkai, Babi dan Patung
3.
Anjing
4.
Gambar yang Bernyawa
5.
Buah-Buahan yang Belum Nyata Jadinya
6.
Biji-Bijian yang Belum Mengeras
KOMENTAR:
Islam adalah agama yang syamil, yang mencangkup segala permasalahan manusia, tak
terkecuali dengan jual beli. Jual beli telah disyariatkan dalam Islam dan hukumnya mubah
atau boleh, berdasarkan Al Quran, sunnah, ijma’ dan dalil aqli. Allah SWT membolehkan
jual-beli agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya selama hidup di dunia ini. Dalam
artikel ini telah dijelaskan mengenai rukun dan syarat jual beli, hal-hal yang
diperbolehkan dan hal-hal yang dilarang dalam kegiatan jual beli. Dengan ini kita saat
akan melakukan proses jual beli hendaknya kita mengetahui dengan benar mengenai halhal dasar yang terkandung dalam jual beli yang telah disyariahkan oleh agama islam agar
proses jual beli yang kita lakukan mendapatkan berkah dan terhindar dari dosa yang di
sebabkan dari melanggar hukum islam mengenai proses jual beli yang baik yang telah di
tetapkan oleh Allah SWT yang tertuang dalam Al-Qur’an secara jelas.
C. MANAJEMEN PEMASARAN ISLAM
Rasulullah SAW telah mengajarkan pada umatnya untuk berdagang dengan
menjunjung tinggi etika keislaman. Dalam beraktivitas ekonomi, umat Islam dilarang
melakukan tindakan bathil. Namun harus melakukan kegiatan ekonomi yang dilakukan
saling ridho, sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisaa: 29)
Petunjuk Umum Al-Quran Mengenai Pemasaran dan Penjualan
Perpektif pemasaran dalam Islam adalah ekonomi Rabbani (divinity), realistis,
humanis dan keseimbangan. Inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan
sistem ekonomi konvensional. Marketing menurut Islam memiliki nilai dan karakteristik
yang menarik. Pemasaran syariah meyakini, perbuatan seseorang akan dimintai
pertanggungjawabannya kelak. Selain itu, marketing syariah mengutamakan nilai-nilai
akhlak dan etika moral dalam pelaksanaannya.
Rambu-rambu tersendiri dalam melaksanakan kegiatan pemasaran produkproduknya:
Jujur atau benar (Shiddiq)
Nilai shiddiq dalam kegiatan pemasaran dapat diwujudkan dengan pemberian
informasi yang benar akan produk yang dipasarkan oleh marketer. Dapat dipercaya
(Amanah)
Nilai amanah bagi pekerja marketing adalah sosok yang jujur dan dapat dipercaya.
Bagi perusahaan, sosok pekerja yang amanah akan membawa keuntungan yang besar.
Argumentatif dan Komunikatif (Tabligh)
Anda harus mampu menyampaikan keunggulan-keunggulan produk dengan menarik
dan tepat sasaran tanpa meninggalkan kejujuran dan kebenaran (transparency and
fairness
Cerdas dan bijaksana (Fathonah)
Pebisnis yang fathonah merupakan pebisnis yang mampu memahami, menghayati dan
mengenal tugas dan tanggung jawab bisnisnya dengan sangat baik.
9 etika pemasar yang menjadi prinsip-prinsip bagi syariah marketing dalam
menjalankan fungsi2 pemasaran:
1.
Memiliki kepribadian spiritual (takwa)
2.
Berperilaku baik dan simpatik (Shidq)
3.
Berlaku adil dalam bisnis (Al-adl)
4.
Bersikap melayani dan rendah hati (khidmah)
5.
Menepati janji dan tidak curang (tahfif)
6.
Jujur dan terpercaya (Al-amanah)
7.
Tidak suka berburuk sangka (su’uzh-zhann)
8.
Tidak suka menjelek-jelekkan (ghibah)
9.
Tidak melakukan sogok (riswah)
Ayat alquran yang dapat dipedomani mengenai etika marketing
Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
(2)
(QS. Al-Baqarah : 1-2)
Petunjuk ayat
Agar memperkuat iman kepada Allah Ta’ala, kitabNya dan RasulNya serta
ajakan agar mencari hidayah melalui Al-Quran Al-Karim. Menjelaskan keutamaan
taqwa dan orang-orang yang bertaqwa.
Ayat ini memberi petunjuk kepada kita mengenai urutan-urutan aktivitas yang perlu
dilakukan dalam etika pemasaran :
a. Allah memberi Jaminan terhadap kebenaran al-quran,sebagai reality product
quarantees.
b. Allah menjelaskan manfaat Al-quran itu bagi manusia yang disebutnya sebagai
huda (petunjuk)
c. Allah menjelaskan objek, sasaran,customer, sekaligus target penggunaan kitab suci
tersebut, yaitu orang-orang yang bertakwa (muttaqin)
Isyarat ayat tersebut sangat relevan untuk dipedomani dalam rangka pelaksanaan tugas
marketing sebab marketing merupakan bagian yang sangat penting dari mesin suatu
perusahaan.
Dari ayat di atas, dapat kita ketahui bahwa perusahaan harus dapat memberi
jaminan bagi produk yang dihasilkannya. Jaminan yang dimaksud mencakup dua
aspek, yaitu aspek material, yaitu mutu bahan, mutu pengolahan, dan mutu penyajian;
aspek non-material mencakup kehalalan dan keislaman dalam penyajian.
“Kemudian Kami Jadikan kamu berada didalam suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orangorang yang tidak mengetahui” (QS Al-Jatsiyah: 18).
Firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat Al-Jatsiyah Kata syariah berasal dari kata
syara’a al-syari’a yang berarti menerangkan atau menjelaskan sesuatu. Atau berasal dari
kata syir’ah dan syari’ah yang berarti suatu tempat yang dijadikan sarana untuk
mengambil air secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak memerlukan
bantuan alat lain
Karakteristik Pemasaran Syari’ah (Syariah Marketing)
Ada empat karakteristik syariah marketing yang dapat menjadi panduan bagi para pemasar
diantaranya:
1) Teistis (rabbaniyyah): jiwa seorang syariah marketer meyakini bahwa hukum-hukum
syariat yang teistis atau bersifat ketuhanan ini adalah yang paling adil, paling
sempurna, paling selaras dengan segala bentuk kebaikan, paling dapat mencegah
segala bentuk kerusakan, paling mampu mewujudkan kebenaran, memusnahkan
kebatilan dan menyebarluaskan kemaslahatan.
2) Etis (akhlaqiyyah): Keistimewaan lain dari syariah marketer selain karena teistis
(rabbaniyyah) juga karena ia sangat mengedepankan masalah akhlak (moral dan etika)
dalam seluruh aspek kegiatannya, karena nilai-nilai moral dan etika adalah nilai yang
bersifat universal, yang diajarkan oleh semua agama.
3) Realistis (al-waqiyyah): Pemasaran syariah adalah konsep pemasaran yang fleksibel,
sebagaimana keluasan dan keluwesan syariah Islamiyah yang melandasinya.
Pemasaran syariah adalah para pemasar professional dengan penampilan yang bersih,
rapi dan bersahaja, apapun model atau gaya berpakaian yang dikenakannya, bekerja
dengan mengedepankan nilai-nilai religius, kesalehan, aspek moral dan kejujuran
dalan segala aktivitas pemasarannya.
4) Humanistis (insaniyyah):Keistimewaan syariah marketer yang lain adalah sifatnya
yang humanistis universal, yaitu bahwa syariah diciptakan untuk manusia agar
derajatnya terangkat, sifat kemanusiaannya terjaga dan terpelihara. Syariat Iislam
diciptakan untuk manusia sesuai dengan kapasitasnya tanpa menghiraukan ras, warna
kulit, kebangsaan dan status.
KOMENTAR:
Proses manajemen pemasaran yang dilakukan dari sebagian proses dari kegiatan
perdagangan bertujuan untuk memasarkan suatu produk atau jasa yang dijual agar produk
dan jasa tersebut dapat diminati oleh banyak orang sehingga mendapatkan hasil penjualan
yang memenuhi target. Terdapat 9 unsur yang yang harus dipenuhi dalam melakukan
proses manajemen pemasaran menurut agama islam. Unsure-unsur ini harus dipenuhi
oleh seorang marketing dalam memasarkan suatu produk dan jasa, hal ini bertujuan agar
orang yang menjadi obyek pemasaran tidak merasakan ditipu dalam proses pemasaran
tersebut dan bagi pihak marketing tidak melakukan dusta mengenai produk dan jasa yang
dipasarkan.
BAB III
KESIMPULAN
Etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah
aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis
Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis. Islam menawarkan
keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini
pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu
persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam. Realitasnya, para pelaku bisnis sering
tidak mengindahkan etika. Para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis
yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat
persaingan, dan manajemen konflik.
Hukum jual beli pada dasarnya diperbolehkan oleh ajaran islam. Kebolehan ini
didasarkan kepada kepada firman Allah yang terjemahannya sebagai berikut :‘’ janganlah
kamu memakan harta diantara kamu dengan jalan batal melainkan dengan jalan jual beli, suka
sama suka...”(Q.S An-Nisa’ : 29) Dan Hadist Nabi SAW, yang artinya sebagai berikut : “
Bahwa nabi SAW ditanya tentang, mata pencaharian apakah yang paling baik ? jawabnya :
seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih”.(H.R. AlBazzar) Dalam pada itu ulama sepakat mengenai kebolehan berjual beli ini sebagai salah satu
usaha yang telah dipraktekkan semenjak masa Nabi SAW hingga saat sekarang ini.
Menurut prinsip syariah, kegiatan pemasaran harus dilandasi semangat beribadah
kepada Tuhan Sang Maha Pencipta, berusaha semaksimal mungkin untuk kesejahteraan
bersama, bukan untuk kepentingan golongan apalagi kepentingan sendiri. Islam agama yang
sangat luar biasa. Islam agama yang lengkap, yang berarti mengurusi semua hal dalam hidup
manusia. Islam agama yang mampu menyeimbangkan dunia dan akhirat; antara hablum
minallah (hubungan dengan Allah) dan hablum minannas (hubungan sesama manusia). Ajaran
Islam lengkap karena Islam agama terakhir sehingga harus mampu memecahkan berbagai
masalah
besar
manusia.
Islam
menghalalkan
umatnya
berniaga.
Bahkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang saudagar – sangat terpandang pada
zamannya. Sejak muda beliau dikenal sebagai pedagang jujur. “Sepanjang perjalanan sejarah,
kaum Muslimin merupakan simbol sebuah amanah dan di bidang perdagangan, mereka
berjalan di atas adab islamiah,” ungkap Syekh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada
dalam Ensiklopedi Adab Islam Menurut Alquran dan Assunnah.
Ketiga paragraph diatas adalah kesimpulan dari artikel etika bisnis islam, tata niaga
islam dan manajemen pemasaran islam.