Media dan Masyarakat Islam dalam Perspek (1)
Islam dalam Perspektif Media Massa
Barat
“Penembakan 12 Jurnalis Majalah
Charlie Hebdo Oleh 2 Orang Muslim”
Oleh
:
Nuril Laili Mualfa (2013-1004-0311-430)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014-2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana berkat rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul ” Islam dalam
Perspektif Media Massa Barat; “Penembakan 12 Jurnalis Majalah Charlie Hebdo Oleh 2
Orang Muslim”
Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Kedua orang tua, teman-teman yang mendukung dan pak Nashrullah S.Sos. M.Si selaku
dosen pembimbing kami yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan kepercayaan
yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa
memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Malang, 19 April 2015
2
DAFTAR ISI
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Bab II
Pembahasan
2.1 Ajang Perang Media
2.2 Standar Ganda Barat
2.3 Sikap Pemerintah Perancis dan PBB
Bab III
Penutupan
3.1 Kesimpulan
3.2Kritik dan saran
Daftar Pustaka
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Dalih kebebasan berekspresi digunakan Barat hanya kepentingan mereka. Sementara
menghina dan menistakan Islam dibela dengan alasan kebebasan berekspresi. Beragam reaksi
masyarakat menanggapi peristiwa yang menimpa majalah satir Prancis Charlie Hebdo. Ada
yang menggunakan kepala dingin dan ada yang sebaliknya. Ada yang beraksi melalui demo,
tapi tak menutup kemungkinan ada pula yang akan mengambil aksi keras. Kantor majalah
satir Prancis Charlie Hebdo yang menerbitkan karikatur penistaan Nabi Muhammad diserang
oleh dua orang yang tidak terima nabinya dilecehkan. Akibatnya, sebanyak 12 orang tewas
dalam serangan itu
Tak pelak, peristiwa ini dimanfaatkan oleh barat untuk melakukan serangan balik –
melalui media. lebih dari satu juta orang turun ke jalanan Paris. Mereka menyatakan
solidaritas terhadap Charlie Hebdo sekaligus menentang serangan yang menewaskan 12
orang itu. Sebanyak empat puluh orang tokoh dan pemimpin negara ikut ambil bagian dalam
aksi itu. Solidaritas untuk Charley Hebdo mengkampanyekan opini melawan terorisme.
Tentu, tragedi itu harus dipandang secara menyeluruh, termasuk dari sisi aksi dan
reaksi. Tragedi itu bukan berdiri sendiri. Charlie Hebdo (Charlie Weekly) dikenal sebagai
majalah satir porno yang sangat kontroversi , yang selalu menyindir para pemimpin politik
dan agama. Sudah beberapa kali majalah ini memuat pelecehan terhadap Nabi Muhammad.
Namun aksi provokatif berupa penistaan Islam dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam
dilakukan berulang-ulang itu justru dibela oleh Pemerintah Prancis dan dibenarkan oleh
Mahkamah Agung Prancis. Aksi-aksi itu jelas bisa memicu kemarahan pada diri seorang
Muslim.
4
1.2 Rumusan Masalah
a. Ajang Perang Media
b. Standar Ganda Barat
c. Sikap Pemerintah Perancis dan PBB
1.3 Tujuan Penulisan
a. Memahami Ajang perang media antara media barat dan islam
b. Memahami standar ganda barat
c. Memahami bagaimana sikap pemerintah Perancis dan PBB dalam
menanggapi kasus Charlie Hebdo
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ajang Perang Media
Sebelum penembakan, Paris mengantisipasi terbitnya novel keenam penulis Michel
Houellebecq yang berjudul Submission. Novel fiksi tersebut bercerita tentang Partai
Persudaraan Muslim yang berkuasa di Perancis pada 2022. Partai tersebut digambarkan
memaksa
warga
Perancis
yang
patuh
berpindah
agama
ke
Islam.
Houellebecq adalah salah satu penulis yang cukup populer di Perancis. Ia menyebut jalan
cerita novelnya itu bisa menjadi kenyataan di masa mendatang. Pada 2002 dia menangkis
tuduhan
memicu
rasisme
dengan
menyebut
Islam
sebagai
agama
terbodoh.
Bersama dengan wartawan Eric Zemmour, yang dipecat bulan lalu dari sebuah acara TV atas
komentar anti-imigrannya, Amiraux mengatakan, Houellebecq memimpin histeria antiMuslim di negara itu.
Majalah satir Charlie Hedbo kerap mengundang konroversi, terutama karena
menyindir agama Islam. Pada 2011, mingguan tersebut menjadi target pemboman. Tak lama
setelah berita tentang pembunuhan, Amiraux menerima panggilan dari kelompok
antidiskriminasi yang meminta sarannya bagaimana menanggapi gelombang antiMuslim
yang akan terjadi. Perancis memiliki sejarah panjang sekularisme. Pada 2011 negara asal
Napoleon Bonaparte itu melarang cadar niqab dan burka yang dikenakan perempuan
Muslim.
Inilah perang media! Saat ini perang tak hanya dilakukan dengan bom, mesiu, tank,
ataupun senjata lainnya. Namun perang juga dilakukan lewat pena dan kata-kata yang muncul
di berbagai media. Seperti halnya kasus WTC, 11 September 2001 lalu, kini media
baratseperti Majalah Charlie Hebdo kembali melakukannya.
6
2.2 Standar Ganda Barat
Tampak jelas standar ganda Barat. Mereka demikian peduli dan simpati terhadap
korban serangan di kantor majalah satir yang menebar provokasi itu. Sebaliknya, mereka
diam terhadap ribuan korban pembantaian oleh zionis Israel dan malah membela zionis Israel
itu. Barat juga diam terhadap pembunuhan jutaan orang di Irak, pembantaian ratusan ribu
kaum Muslim oleh rezim Asad di Suriah serta pembunuhan umat Islam di Rohingya,
Pakistan, Afrika, Xinjiang dan tempat lainnya. Bahkan Barat menjadi pelakunya. Serangan
itu juga jelas berdampak negatif bagi orang-orang Eropa non-Muslim, bisa menjauhkan
mereka dari usaha mengenal Islam. Serangan itu juga mendatangkan dampak negatif dan
kesulitan tersendiri bagi generasi Muslim di Eropa.
Islamophobia pasca serangan itu terlihat meningkat di Eropa. Di Prancis dan beberapa
negara Eropa lainnya, serangan dan pelecehan terhadap masjid dan fasilitas Islam lainnya
dikabarkan meningkat. Beberapa masjid yang berada di Prancis menjadi sasaran penyerangan
sejumlah kelompok. Mereka menghadapi gelombang kekerasan, termasuk pembakaran,
penembakan dan penodaan kesucian masjid, setidaknya di 13 kota di seluruh negeri. Majalah
Charlie Hebdo sendiri telah beberapa kali memuat gambar kartun yang melecehkan terkait
Nabi Muhammad, baru-baru ini mengulangi hal yang sama. Tentunya, hal ini menimbulkan
berbagai reaksi dari para umat Muslim di seluruh dunia.
Barat menganggap serangan ke kantor Charlie Hebdo itu sebagai serangan terhadap
nilai-nilai dan sistem yang diyakini Barat. Presiden Prancis Francois Hollande menegaskan
dalam orasinya di depan kantor majalah tersebut bahwa serangan itu “menyentuh prinsipprinsip dari Republik Perancis, yaitu kebebasan dan kebebasan berekspresi. Klaim kebebasan
berekspresi Barat nampaknya hanya klaim kosong. Di mana klaim kebebasan itu ketika
mereka mempersulit bahkan melarang Muslimah mengenakan jilbab di ruang publik, hak
mereka mendapat pendidikan dirampas, kecuali mereka menanggalkan jilbab. Bahkan
memakai cadar dianggap bersalah secara hukum dan dijatuhi sanksi dengan membayar denda.
Dalih kebebasan berekspresi mereka gunakan sesuai dengan kepentingan mereka.
Sementara menghina dan menistakan Islam dan Nabi Muhammad dibela dengan alasan
kebebasan berekspresi. Sebaliknya, menyoal kejahatan dan pembantaian oleh Yahudi atas
ribuan warga Palestina kerap dituding tindakan illegal.
7
2.3. Sikap Pemerintah Perancis dan PBB
Dalam kasus Charlie Hebdo, ketika mayoritas negeri Islam memprotes dan menuntut
Charlie Hebdo menanggalkan karikatur penistaan Nabi, mereka tidak menggubrisnya.
Berbeda pada 2008 lalu ketika salah seorang kartunis Charlie Hebdo, membuat karikatur
anak laki-laki Nicholas Sarkozy yang menikahi ahli waris Yahudi karena uang. Karikatur itu
tampaknya merendahkan Sarkozy. Maurice Sinet pun dipecat dari majalah Charlie Hebdo.
Hal ini dapat disejajarkan dengan kebijakan Amerika yang melakukan penyerangan dan
pembantaian muslim Irak dengan dalih adanya senjata pemusnah masal, demi dan atas nama
demokrasi, pembunuhan suatu komunitas bangsa tertentu dianggap legal karena mendapat
stempel "kebijakan negara".
Pengusiran kaum muslim di Burma, pembantaian rakyat Suriah oleh rezim Basar
asad, penjagalan aktivis islam oleh al Sisi di Mesir, penyerangan Palestina oleh tentara Israel,
pembunuhan etnis muslim oleh rezim Hindu di India, semuanya dianggap legal karena
dilakukan oleh Negara. Tetapi tindakan tersebut disematkan predikat aksi terorisme sematamata karena dilakukan oleh individu atau entitas kekuatan selain negara. Aksi tersebut
menjadi Sahih disebut aksi teroris karena korbannya adalah pengagum kebebasan dan
memiliki latar belakang menghina islam. Seolah-olah, kesimpulan yang hendak dibangun
dalam tataran opini publik adalah bahwa terorisme identik dengan islam.
Publik telanjur mengikuti ritme opini yang ditabuh barat dengan berbagai media yang
bekerja siang dan malam untuk memusuhi islam. Sementara dua pria terduga pelaku aksi
Charlie Hebdo tewas dalam aksi kontak senjata dengan aparat Perancis. Belum ada pengajuan
tuntutan dan pemeriksaan secara hukum melalui pengadilan, sayangnya publik telanjur diajak
memvonis pelaku yang mengeksekusi kartunis Charlie Hebdo sebagai teroris, sementara
kartunis penghina nabi Muhammad dianggap pejuang kebebasan yang layak mendapat
simpati dan dibanjiri dukungan.
Masyarakat dunia di era modern seperti sekarang, menjadi bagian yang tidak dapat
terpisahkan dari media massa karena media massa merupakan bentuk dari komunikasi massa.
Media massa juga dipandang sebagai pihak non pemerintah yang berusaha ikut membentuk
dan mempengaruhi pandangan umum melaui pandangan-pandangan mereka. Hal ini
dikarenakan media massa merupakan sarana penyampaian komunikasi dan informasi yang
8
melakukan penyebaran informasi secara masal dan dapat diakses oleh masyarakat secara luas,
ditambah era globalisasi seperti sekarang ini, hubungan antara batas-batas negara menjadi
semakin kecil. Dengan adanya kemajuan tekonolgi serta berkembang pesatnya internet yang
dapat diakses oleh setiap golongan masyarakat. Media massa sesungguhnya memiliki posisi
yang sangat penting untuk memengaruhi masyarakat.
Media massa adalah ruang dimana sarana berbagai ideologi dipresentasikan dan juga
merupakan sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana
publik. Media massa sebagai lembaga sosial bentuk dari kebebasan berbicara telah tumbuh
sebagai industri jasa yang melayani informasi masyarakat, oleh karena itu media massa
dikontrol dengan ketat oleh pemilik modal (pengusaha). Media massa digerakan untuk
memengaruhi perilaku masyarakat, karenanya media massa merupakan alat penting untuk
mencapai tujuan suatu kelompok kepentingan. Kebebasan komunikasi yang dilakukan oleh
media massa terhadap masyarakat dapat mempengaruhi perubahan, jika menyangkut suatu
kepentingan pihak elit. Media juga mampu menggalang persatuan opini publik terhadap
peristiwa tertentu.
Para jurnalis Charlie Hebdo yang menganggap perbuatan menggambar nabi
Muhammad tidak salah karena mereka adalah bagian dari masyarakat negara demokrasi
Perancis dan bukan bagaian dari Islam yang memang melarang adanya gambar nabi
Muhammad. Menurut akal sehat dan keadilan sekalipun hal itu tidak dapat diterima.
Bagaimana mungkin pihak-pihak media massa internasional sekelas British Broadcasting
Corporation (BBC) atau Cable News Network (CNN) tidak mengecam tindakan majalah
Charlie Hebdo, pemberitaan yang dilakukan media-media masa internasional Barat lebih
menyoroti tindakan penembakan, bahkan Perdana Menteri Inggris, David Cameron,
mendukung penuh penerbitan kembali majalah Charlie Hebdo seusai tragedi penembakan
dengan tetap menghadirkan wajah nabi Muhammad. Dan beberapa media massa Barat
lainnya ada yang ikut mempublikasikan halaman-halaman kontroversional majalah Charlie
Hebdo.
9
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Kebebasan berpendapat yang dilakukan media massa, terutama yang berada di dalam
naungan negara demokrasi dapat menimbulkan tindakan semena-mena. Bentuk kebebasan
berbicara yang tidak bertanggung jawab dan tidak toleransi antar sesama manusia adalah
terjadinya peristiwa penembakan para jurnalis majalah Charlie Hebdo, hal tersebut
merupakan akibat dari kebebasan berlebihan yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan
pihak majalah Charlie Hebdo. Publik dunia telah mengetahui bahwa majalah Charlie Hebdo
asal perancis tersebut telah banyak mempublikasikan gambar nabi Muhammad dengan dalih
tidak bersalah karena majalah tersebut menganggap publikasi gambar nabi Muhammad
merupakan suatu bentuk kebebasan dalam berbicara, negara Perancis juga berlandaskan
demokrasi, jadi para jurnalis majalah Charlie Hebdo menilai hal tersebut sah-sah saja
dilakukan. Tetapi merujuk pada nilai-nilai toleransi, hal itu tentu saja sangat salah dilakukan.
Kebebasan berbicara seharusnya tetap menjaga keharmonisan hubungan antar individu
dengan kelompok tertentu. Umat muslim tentu saja sangat mengecam tindakan majalah
Charlie Hebdo tersebut, dan tindakan penembakan orang-orang yang telah menggambar nabi
Muhammad juga tidak di benarkan, tetapi penembakan itu tentu saja terjadi sebagai akibat
perilaku kebebasan berbicara yang tidak bertanggung jawab.
3.2 KRITIK dan SARAN
Media massa seperti halnya majalah Charlie hebdo yang mengusung
kebebasan berpendapat hendaknya memiliki asas toleransi. Bagi Umat islam sendiri,
tragedy Charlie hebdo sendiri hendaknya dijadikan sebuah pelajaran bahwa
menegmukaan ketidaksetujuan dengan konten Charlie hebdo tidak harus melaui jalan
membunuh. Hal itu justru membuat kalangan muslim di Eropa khususnya di Perancis
mendapat tekanan sulit dari lingkungan sosialnya karena sterotype yang mereka ambil
adalah orang islam pasti dekat dengan teroris.
10
DAFTAR PUSTAKA
http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2015/01/13/35013/kasus-charlie-hebdohiprokitme-barat-dan-urgensi-penegakan-khilafah/#sthash.fLT9wP2Y.dpuf
Republika.com/Ironi Tragedi Charlie Hebdo vs Tragedi Chapel Hill Dalam Sorotan Media
Massa Barat
Kompas.com/Prancis Kehilangan “Kartunis Terbaiknya” dalam Serangan Charlie Hebdo
11
Barat
“Penembakan 12 Jurnalis Majalah
Charlie Hebdo Oleh 2 Orang Muslim”
Oleh
:
Nuril Laili Mualfa (2013-1004-0311-430)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014-2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana berkat rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul ” Islam dalam
Perspektif Media Massa Barat; “Penembakan 12 Jurnalis Majalah Charlie Hebdo Oleh 2
Orang Muslim”
Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Kedua orang tua, teman-teman yang mendukung dan pak Nashrullah S.Sos. M.Si selaku
dosen pembimbing kami yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan kepercayaan
yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa
memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Malang, 19 April 2015
2
DAFTAR ISI
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Bab II
Pembahasan
2.1 Ajang Perang Media
2.2 Standar Ganda Barat
2.3 Sikap Pemerintah Perancis dan PBB
Bab III
Penutupan
3.1 Kesimpulan
3.2Kritik dan saran
Daftar Pustaka
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Dalih kebebasan berekspresi digunakan Barat hanya kepentingan mereka. Sementara
menghina dan menistakan Islam dibela dengan alasan kebebasan berekspresi. Beragam reaksi
masyarakat menanggapi peristiwa yang menimpa majalah satir Prancis Charlie Hebdo. Ada
yang menggunakan kepala dingin dan ada yang sebaliknya. Ada yang beraksi melalui demo,
tapi tak menutup kemungkinan ada pula yang akan mengambil aksi keras. Kantor majalah
satir Prancis Charlie Hebdo yang menerbitkan karikatur penistaan Nabi Muhammad diserang
oleh dua orang yang tidak terima nabinya dilecehkan. Akibatnya, sebanyak 12 orang tewas
dalam serangan itu
Tak pelak, peristiwa ini dimanfaatkan oleh barat untuk melakukan serangan balik –
melalui media. lebih dari satu juta orang turun ke jalanan Paris. Mereka menyatakan
solidaritas terhadap Charlie Hebdo sekaligus menentang serangan yang menewaskan 12
orang itu. Sebanyak empat puluh orang tokoh dan pemimpin negara ikut ambil bagian dalam
aksi itu. Solidaritas untuk Charley Hebdo mengkampanyekan opini melawan terorisme.
Tentu, tragedi itu harus dipandang secara menyeluruh, termasuk dari sisi aksi dan
reaksi. Tragedi itu bukan berdiri sendiri. Charlie Hebdo (Charlie Weekly) dikenal sebagai
majalah satir porno yang sangat kontroversi , yang selalu menyindir para pemimpin politik
dan agama. Sudah beberapa kali majalah ini memuat pelecehan terhadap Nabi Muhammad.
Namun aksi provokatif berupa penistaan Islam dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam
dilakukan berulang-ulang itu justru dibela oleh Pemerintah Prancis dan dibenarkan oleh
Mahkamah Agung Prancis. Aksi-aksi itu jelas bisa memicu kemarahan pada diri seorang
Muslim.
4
1.2 Rumusan Masalah
a. Ajang Perang Media
b. Standar Ganda Barat
c. Sikap Pemerintah Perancis dan PBB
1.3 Tujuan Penulisan
a. Memahami Ajang perang media antara media barat dan islam
b. Memahami standar ganda barat
c. Memahami bagaimana sikap pemerintah Perancis dan PBB dalam
menanggapi kasus Charlie Hebdo
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ajang Perang Media
Sebelum penembakan, Paris mengantisipasi terbitnya novel keenam penulis Michel
Houellebecq yang berjudul Submission. Novel fiksi tersebut bercerita tentang Partai
Persudaraan Muslim yang berkuasa di Perancis pada 2022. Partai tersebut digambarkan
memaksa
warga
Perancis
yang
patuh
berpindah
agama
ke
Islam.
Houellebecq adalah salah satu penulis yang cukup populer di Perancis. Ia menyebut jalan
cerita novelnya itu bisa menjadi kenyataan di masa mendatang. Pada 2002 dia menangkis
tuduhan
memicu
rasisme
dengan
menyebut
Islam
sebagai
agama
terbodoh.
Bersama dengan wartawan Eric Zemmour, yang dipecat bulan lalu dari sebuah acara TV atas
komentar anti-imigrannya, Amiraux mengatakan, Houellebecq memimpin histeria antiMuslim di negara itu.
Majalah satir Charlie Hedbo kerap mengundang konroversi, terutama karena
menyindir agama Islam. Pada 2011, mingguan tersebut menjadi target pemboman. Tak lama
setelah berita tentang pembunuhan, Amiraux menerima panggilan dari kelompok
antidiskriminasi yang meminta sarannya bagaimana menanggapi gelombang antiMuslim
yang akan terjadi. Perancis memiliki sejarah panjang sekularisme. Pada 2011 negara asal
Napoleon Bonaparte itu melarang cadar niqab dan burka yang dikenakan perempuan
Muslim.
Inilah perang media! Saat ini perang tak hanya dilakukan dengan bom, mesiu, tank,
ataupun senjata lainnya. Namun perang juga dilakukan lewat pena dan kata-kata yang muncul
di berbagai media. Seperti halnya kasus WTC, 11 September 2001 lalu, kini media
baratseperti Majalah Charlie Hebdo kembali melakukannya.
6
2.2 Standar Ganda Barat
Tampak jelas standar ganda Barat. Mereka demikian peduli dan simpati terhadap
korban serangan di kantor majalah satir yang menebar provokasi itu. Sebaliknya, mereka
diam terhadap ribuan korban pembantaian oleh zionis Israel dan malah membela zionis Israel
itu. Barat juga diam terhadap pembunuhan jutaan orang di Irak, pembantaian ratusan ribu
kaum Muslim oleh rezim Asad di Suriah serta pembunuhan umat Islam di Rohingya,
Pakistan, Afrika, Xinjiang dan tempat lainnya. Bahkan Barat menjadi pelakunya. Serangan
itu juga jelas berdampak negatif bagi orang-orang Eropa non-Muslim, bisa menjauhkan
mereka dari usaha mengenal Islam. Serangan itu juga mendatangkan dampak negatif dan
kesulitan tersendiri bagi generasi Muslim di Eropa.
Islamophobia pasca serangan itu terlihat meningkat di Eropa. Di Prancis dan beberapa
negara Eropa lainnya, serangan dan pelecehan terhadap masjid dan fasilitas Islam lainnya
dikabarkan meningkat. Beberapa masjid yang berada di Prancis menjadi sasaran penyerangan
sejumlah kelompok. Mereka menghadapi gelombang kekerasan, termasuk pembakaran,
penembakan dan penodaan kesucian masjid, setidaknya di 13 kota di seluruh negeri. Majalah
Charlie Hebdo sendiri telah beberapa kali memuat gambar kartun yang melecehkan terkait
Nabi Muhammad, baru-baru ini mengulangi hal yang sama. Tentunya, hal ini menimbulkan
berbagai reaksi dari para umat Muslim di seluruh dunia.
Barat menganggap serangan ke kantor Charlie Hebdo itu sebagai serangan terhadap
nilai-nilai dan sistem yang diyakini Barat. Presiden Prancis Francois Hollande menegaskan
dalam orasinya di depan kantor majalah tersebut bahwa serangan itu “menyentuh prinsipprinsip dari Republik Perancis, yaitu kebebasan dan kebebasan berekspresi. Klaim kebebasan
berekspresi Barat nampaknya hanya klaim kosong. Di mana klaim kebebasan itu ketika
mereka mempersulit bahkan melarang Muslimah mengenakan jilbab di ruang publik, hak
mereka mendapat pendidikan dirampas, kecuali mereka menanggalkan jilbab. Bahkan
memakai cadar dianggap bersalah secara hukum dan dijatuhi sanksi dengan membayar denda.
Dalih kebebasan berekspresi mereka gunakan sesuai dengan kepentingan mereka.
Sementara menghina dan menistakan Islam dan Nabi Muhammad dibela dengan alasan
kebebasan berekspresi. Sebaliknya, menyoal kejahatan dan pembantaian oleh Yahudi atas
ribuan warga Palestina kerap dituding tindakan illegal.
7
2.3. Sikap Pemerintah Perancis dan PBB
Dalam kasus Charlie Hebdo, ketika mayoritas negeri Islam memprotes dan menuntut
Charlie Hebdo menanggalkan karikatur penistaan Nabi, mereka tidak menggubrisnya.
Berbeda pada 2008 lalu ketika salah seorang kartunis Charlie Hebdo, membuat karikatur
anak laki-laki Nicholas Sarkozy yang menikahi ahli waris Yahudi karena uang. Karikatur itu
tampaknya merendahkan Sarkozy. Maurice Sinet pun dipecat dari majalah Charlie Hebdo.
Hal ini dapat disejajarkan dengan kebijakan Amerika yang melakukan penyerangan dan
pembantaian muslim Irak dengan dalih adanya senjata pemusnah masal, demi dan atas nama
demokrasi, pembunuhan suatu komunitas bangsa tertentu dianggap legal karena mendapat
stempel "kebijakan negara".
Pengusiran kaum muslim di Burma, pembantaian rakyat Suriah oleh rezim Basar
asad, penjagalan aktivis islam oleh al Sisi di Mesir, penyerangan Palestina oleh tentara Israel,
pembunuhan etnis muslim oleh rezim Hindu di India, semuanya dianggap legal karena
dilakukan oleh Negara. Tetapi tindakan tersebut disematkan predikat aksi terorisme sematamata karena dilakukan oleh individu atau entitas kekuatan selain negara. Aksi tersebut
menjadi Sahih disebut aksi teroris karena korbannya adalah pengagum kebebasan dan
memiliki latar belakang menghina islam. Seolah-olah, kesimpulan yang hendak dibangun
dalam tataran opini publik adalah bahwa terorisme identik dengan islam.
Publik telanjur mengikuti ritme opini yang ditabuh barat dengan berbagai media yang
bekerja siang dan malam untuk memusuhi islam. Sementara dua pria terduga pelaku aksi
Charlie Hebdo tewas dalam aksi kontak senjata dengan aparat Perancis. Belum ada pengajuan
tuntutan dan pemeriksaan secara hukum melalui pengadilan, sayangnya publik telanjur diajak
memvonis pelaku yang mengeksekusi kartunis Charlie Hebdo sebagai teroris, sementara
kartunis penghina nabi Muhammad dianggap pejuang kebebasan yang layak mendapat
simpati dan dibanjiri dukungan.
Masyarakat dunia di era modern seperti sekarang, menjadi bagian yang tidak dapat
terpisahkan dari media massa karena media massa merupakan bentuk dari komunikasi massa.
Media massa juga dipandang sebagai pihak non pemerintah yang berusaha ikut membentuk
dan mempengaruhi pandangan umum melaui pandangan-pandangan mereka. Hal ini
dikarenakan media massa merupakan sarana penyampaian komunikasi dan informasi yang
8
melakukan penyebaran informasi secara masal dan dapat diakses oleh masyarakat secara luas,
ditambah era globalisasi seperti sekarang ini, hubungan antara batas-batas negara menjadi
semakin kecil. Dengan adanya kemajuan tekonolgi serta berkembang pesatnya internet yang
dapat diakses oleh setiap golongan masyarakat. Media massa sesungguhnya memiliki posisi
yang sangat penting untuk memengaruhi masyarakat.
Media massa adalah ruang dimana sarana berbagai ideologi dipresentasikan dan juga
merupakan sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana
publik. Media massa sebagai lembaga sosial bentuk dari kebebasan berbicara telah tumbuh
sebagai industri jasa yang melayani informasi masyarakat, oleh karena itu media massa
dikontrol dengan ketat oleh pemilik modal (pengusaha). Media massa digerakan untuk
memengaruhi perilaku masyarakat, karenanya media massa merupakan alat penting untuk
mencapai tujuan suatu kelompok kepentingan. Kebebasan komunikasi yang dilakukan oleh
media massa terhadap masyarakat dapat mempengaruhi perubahan, jika menyangkut suatu
kepentingan pihak elit. Media juga mampu menggalang persatuan opini publik terhadap
peristiwa tertentu.
Para jurnalis Charlie Hebdo yang menganggap perbuatan menggambar nabi
Muhammad tidak salah karena mereka adalah bagian dari masyarakat negara demokrasi
Perancis dan bukan bagaian dari Islam yang memang melarang adanya gambar nabi
Muhammad. Menurut akal sehat dan keadilan sekalipun hal itu tidak dapat diterima.
Bagaimana mungkin pihak-pihak media massa internasional sekelas British Broadcasting
Corporation (BBC) atau Cable News Network (CNN) tidak mengecam tindakan majalah
Charlie Hebdo, pemberitaan yang dilakukan media-media masa internasional Barat lebih
menyoroti tindakan penembakan, bahkan Perdana Menteri Inggris, David Cameron,
mendukung penuh penerbitan kembali majalah Charlie Hebdo seusai tragedi penembakan
dengan tetap menghadirkan wajah nabi Muhammad. Dan beberapa media massa Barat
lainnya ada yang ikut mempublikasikan halaman-halaman kontroversional majalah Charlie
Hebdo.
9
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Kebebasan berpendapat yang dilakukan media massa, terutama yang berada di dalam
naungan negara demokrasi dapat menimbulkan tindakan semena-mena. Bentuk kebebasan
berbicara yang tidak bertanggung jawab dan tidak toleransi antar sesama manusia adalah
terjadinya peristiwa penembakan para jurnalis majalah Charlie Hebdo, hal tersebut
merupakan akibat dari kebebasan berlebihan yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan
pihak majalah Charlie Hebdo. Publik dunia telah mengetahui bahwa majalah Charlie Hebdo
asal perancis tersebut telah banyak mempublikasikan gambar nabi Muhammad dengan dalih
tidak bersalah karena majalah tersebut menganggap publikasi gambar nabi Muhammad
merupakan suatu bentuk kebebasan dalam berbicara, negara Perancis juga berlandaskan
demokrasi, jadi para jurnalis majalah Charlie Hebdo menilai hal tersebut sah-sah saja
dilakukan. Tetapi merujuk pada nilai-nilai toleransi, hal itu tentu saja sangat salah dilakukan.
Kebebasan berbicara seharusnya tetap menjaga keharmonisan hubungan antar individu
dengan kelompok tertentu. Umat muslim tentu saja sangat mengecam tindakan majalah
Charlie Hebdo tersebut, dan tindakan penembakan orang-orang yang telah menggambar nabi
Muhammad juga tidak di benarkan, tetapi penembakan itu tentu saja terjadi sebagai akibat
perilaku kebebasan berbicara yang tidak bertanggung jawab.
3.2 KRITIK dan SARAN
Media massa seperti halnya majalah Charlie hebdo yang mengusung
kebebasan berpendapat hendaknya memiliki asas toleransi. Bagi Umat islam sendiri,
tragedy Charlie hebdo sendiri hendaknya dijadikan sebuah pelajaran bahwa
menegmukaan ketidaksetujuan dengan konten Charlie hebdo tidak harus melaui jalan
membunuh. Hal itu justru membuat kalangan muslim di Eropa khususnya di Perancis
mendapat tekanan sulit dari lingkungan sosialnya karena sterotype yang mereka ambil
adalah orang islam pasti dekat dengan teroris.
10
DAFTAR PUSTAKA
http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2015/01/13/35013/kasus-charlie-hebdohiprokitme-barat-dan-urgensi-penegakan-khilafah/#sthash.fLT9wP2Y.dpuf
Republika.com/Ironi Tragedi Charlie Hebdo vs Tragedi Chapel Hill Dalam Sorotan Media
Massa Barat
Kompas.com/Prancis Kehilangan “Kartunis Terbaiknya” dalam Serangan Charlie Hebdo
11