Peningkatan Keunggulan Komparatif dan Ke

LOMBA ESAI TEMU ILMIAH NASIONAL
UNIVERSITAS DIPONEGORO 2015

RAHMA YULIA PRASTIWI
ARUM SEKARINI, RIGA MUZDALIFAH

ACSES, UNIVERSITAS AIRLANGGA
(E-MAIL : raliaprasti@gmail.com)

Peningkatan Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif
sebagai Langkah Strategis dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing
Industri Halal Indonesia dalam Era MEA.
Rahma Yulia Prastiwi, Arum Sekarini, dan Riga Muzdalifah
AcSES, Universitas Airlangga, (raliaprasti@gmail.com)

Dengan menjangkau bidang industri barang dan jasa, bisnis halal global
semakin berkembang. Hal ini semakin meningkatkan permintaan dalam pasar
internasional terhadap produk-produk halal dalam barang maupun jasa semakin
meningkat. Sebagai negara dengan penduduk muslim di dunia, industri halal di
Indonesia memiliki potensi dan peluang untuk menjadikan Indonesia sebagai
produsen produk halal dunia.

Namun, tak hanya Indonesia yang tergiur dengan adanya pangsa pasar yang
besar dan berskala global dalam bisnis industri halal. Negara-negara yang lain juga
mulai tertarik dengan hal ini, contohnya seperti Malaysia, Thailand dan Brunei
Darussalam. Di lain pihak, berbagai negara di Asia dan Eropa, bahkan Australia dan
Selandia Baru secara agresif mengambil peluang pasar produk Halal, dan menjadikan
Indonesia sebagai pasar utamanya.
Dalam lingkup ASEAN, dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia,
Indonesia memiliki banyak kelemahan dalam meningkatkan daya saing industri halal.
Pertama, Indonesia belum memiliki visi yang jelas dalam pengembangan industri
halal. Salah satu penyebabnya ialah ketidakseriusan dalam menggarap peluang
industri halal global karena terpaku pada pangsa pasar domestik. Selain itu orientasi
pengembangan produk halal lebih ditujukan untuk melindungi konsumen muslim
dalam negeri.
Kedua, Sistem Sertifikasi halal di Indonesia masih memiliki kelemahan.
Ketidakjelasan hubungan antara LPPOM MUI yang berada di tataran pusat dan
LPPOM yang berada di level provinsi, membuat sistem sertifikasi halal bersifat
parsial. Hal ini memunculkan beberapa persoalan yaitu adanya ketidaksamaan standar

proses pengeluaran sertifikat halal yang dipakai oleh LPPOM MUI dengan yang
dikeluarkan LPPOM provinsi. Selain itu hasil pemeriksaan LPPOM provinsi belum

tentu diakui LPPOM MUI. Di samping itu, dengan tidak adanya pemisahan
wewenang antara pihak yang membuat standar halal, pihak yang melakukan
pemeriksaan halal, dan pihak yang melakukan pengawasan penerapan sertifikasi,
menjadi salah satu titik lemah proses sertifikasi halal di Indonesia selama ini.
Ketiga, untuk menjadi pusat halal dunia, pemerintah harus ikut aktif terlibat
dalam membangun sistem jaminan produk halal. Salah satu langkah awalnya adalah
dengan melakukan penentuan standar halal. Saat ini praktik penentuan standar proses
sertifikasi halal masih ditentukan oleh LPPOM MUI. Regulasi sistem penjaminan
produk halal juga harus segera ditetapkan, mengingat regulasi ini masih berupa RUU
Dengan adanya kelemahan-kelemahan ini, Indonesia membutuhkan suatu
strategi agar dapat menjadi pemimpin dalam pasar industri halal. Michael.E.Porter
(1990) dalam bukunya yang berjudul “The Competitive Advantages of Nations”
mengatakan bahwa keunggulan kompetitif dapat tercapai tentu dibutuhkan strategi
bersaing yang tepat. Dalam buku yang sama, Porter membuat strategi bersaing yang
dapat digunakan sebagai dasar yaitu Porter's Diamond Model. Gambar dibawah ini
akan menjelaskan tentang model tersebut.

Drawing 1: Model Diamond Porter (sumber: google.com)

Terdapat enam faktor dalam mencapai keunggulan kompetitif, yaitu adanya

strategi perusahaan dan persaingan, kondisi faktor, kondisi permintaan, industri
pendukung dan terkait, peluang yang berada di luar kontrol perusahaan, dan pengaruh
pemerintah. Berikut ini ialah kelemahan dan keunggulan masing-masing faktor di
Indonesia :
1. Strategi industri-industri halal di Indonesia masih terpaku pada persaingan
domestik. Mereka belum tertarik untuk melakukan ekspor dan ekspansi pasar.
Hal ini perlu diperbaiki dengan meningkatkan sosialisasi dan edukasi pada
pelaku industri halal di Indonesia.
2. Kondisi

faktor

Indonesia

memiliki

kelemahan

dan


keunggulan.

Keunggulannya ialah potensi pasar yang merupakan pasar produk halal
terbesar di dunia (Kassim, 2009) dan ketersediaan bahan baku yang memadai.
Sedangkan kelemahannya ialah, infrastruktur logistik, informasi dan
administratif yang belum sepenuhnya merata dan memadai. Hal ini perlu
diperhatikan mengingat infrastruktur merupakan hl yang penting untuk
kelancaran perdagangan.
3. Kondisi permintaan produk halal dalam bentuk barang maupun jasa sangat

besar baik secara domestik maupun global. Industri halal di Indonesia
memang sudah memenuhi permintaan domestik, akan tetapi dalam
mememenuhi perimntaan ekspor masih belum cukup. Peningkatan ekspor
produk halal peru dilakukan.
4. Industri-industri halal Indonesia perlu menjalin relasi dengan industri yang
terkait atau berhubungan. Contohnya seperti pemasok atau pemasar. Hal ini
akan membantu menekan biaya, baik biaya produksi maupun pemasaran.
Selain itu, informasi dari baik dari pelanggan maupun pemasok akan lebih
mudah diperoleh dan mendukung proses bisnis.
5. Peluang yang dapat terlihat jelas ialah besarnya pangsa pasar domestik

maupun global yang perlu digarap serius baik oleh pemerintah maupun
industri halal. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu produk dan
juga penjaminan sertifikasi halal yang ada.
6. Pengaruh pemerintah memegang peranan penting dalam mengatur regulasi
penjaminan halal dan juga mengatur sertifikasi halal untuk industri-industri
halal baik swasta maupun miliki negara. Kurang baiknya sistem sertifikasi dan
susahnya birokrasi menyebabkan keengganan pelaku industri-industri halal
untuk memberikan sertifikasi halal. Padahal hal ini telah dijelaskan dalam AlQuran, dalam Surah An-Nisa ayat 58 , yaitu “Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi
Maha melihat”.
Tak hanya keunggulan kompetitif saja yang harus diperrhatikan oleh
Indonesia dalam menguatkan daya saing industri halal-nya. Keunggulan komparatif
juga memerlukan atensi yang sama. Keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu
negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih
murah daripada negara lainnya (Ricardo, 1821). Dengan sumber daya alam yang
melimpah dibandingkan pesaingnya seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan


Thailand, Indonesia memiliki potensi yang tinggi. Industri-industri halal dapat
menekan biaya karena adanya ketersediaan bahan baku. Selain itu, tenaga kerja yang
relatif murah juga membantu industri-industri halal untuk memproduksi barang dan
jasa yang lebih banyak dengan harga yang lebih murah. Pemerintah dapat membantu
dengan membuat suatu kawasan industri halal, sehingga ekspor lebih dapat
terkoordinasi dan lebih mungkin dilakukan.
Dengan adanya peningkatan pada keunggulan kompetitif dan komparatif,
Industri-industri halal di Indonesia diharapkan dapat bersaing dengan negara-negara
tetangga, terutama di ASEAN. Industri-industri halal tersebut akan dapat menguasai
pasar global dan sebagai pelindung pasar halal di dalam negeri. Semakin baik
industri-industri tersebut maka konsumen akan lebih memilih produk Indonesia
daripada produk impor. Semakin berkembang industri-industri tersebut maka
Indonesia akan dapat bertahan dalam era MEA mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Purnomo,

Dwi.,


Gumbira-Sa'id,E.,

Tasrif,Muhammad.. (2012). Posisi

Fauzi,Anas.,Syamsu,

Daya

Saing

Produk

Khaswar.,

dan

&

Kelembagaan


Agroindustri Halal ASEAN. Jurnal Teknik Industri. - (-), p1-9.
Purnomo,

Dwi.,

Gumbira-Sa'id,E.,

Tasrif,Muhammad.. (2011). Analisis

Fauzi,Anas.,Syamsu,

Kekuatan

Keunggulan

Khaswar.,

&

Komparatif


dan

Kompetitif Indonesia dalam Meningkatkan Daya Saing Agroindustri Halal. Jurnal
Teknoltan. 5 (3), p596-602.

Riky, Alfonsus & Mustamu, Ronny.. (2014). PORTER FIVE FORCES MODEL
PADA PT. RUCI

GAS. Agora . 2 (2), -.

Laylatu.(2009).Teori

Keunggulan

https://laylatu.wordpress.com/2012/09/17/teoriFebruari 2015. pk: 23.20.

Komparatif.

keunggulan-komparatif/.


8th