Parameter Fisika dan Parameter Kimia dal

KATA PENGANTAR

Puji penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Efektivitas Parameter Fisika dan
Parameter Kimia dalam Perairan” yang menyangkut tentang mata kuliah Ekologi
Perairan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan atau kekurangan baik dari segi manaupun. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak, agar makalah
ini menjadi lebih baik dan sempurna seperti yang penulis harapkan.
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat
dipergunakan sebaik mungkin, akhir kata penulis menyampaikan terimakasih.

Palangka Raya, 14 April 2015

Penulis

Page | 1

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................
1.3 Tujuan ..............................................................................................................
BAB II

1
2
2

PEMBAHASAN

2.1 Parameter Fisika ....................................................................................................

3


2.1.1 Suhu ..........................................................................................................

3

2.2.2 Kecerahan ...............................................................................................

5

2.1.3 Kedalaman ...............................................................................................

6

2.2 Parameter Kimia ....................................................................................................

7

2.2.1 Derajat Keasaman (pH) ..........................................................................

7


2.2.2 Oksigen Terlarut ......................................................................................

10

2.2.3 Salinitas .....................................................................................................

13

2.2.4 Gas Nitrogen, Amonia, CO2, amonia .....................................................

15

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan ..................................................................................................
2. Saran ............................................................................................................


19
20

DAFTAR PUSTAKA

Page | 2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber daya yang penting bagi kehidupan, baik itu untuk manusia,
hewan, tumbuhan maupun untuk proses industri, produksi pertanian dan penggunaan
domestik. Air juga merupakan media akhir dan merupakan hasil interaksi dari berbagai
faktor dan menghasilkan suatu kondisi lingkungan yang cocok atau tidak cocok bagi
kehidupan ikan. Badan dan insang ikan terus berinteraksi dengan air atau dengan apapun
yang terlarut dan tersuspensi di dalamnya. Sehinga kualitas air akan secara langsung
mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan ikan. Kualitas air yang tidak baik

akan


menimbulkan stress, penyakit, dan pada akhirnya menimbulkan kematian ikan.
Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar air (H2O),
karena air mengandung banyak ion, ion-ion unsur yang kemudian membentuk suatu kondisi
tertentu yang kemudian dikenal dengan kualitas air. Faktor-faktor penentu seperti konsentrasi
ion inorganik terlarut, gas terlarut, padatan tersuspensi, senyawa organik terlarut, dan
mikroorganisma akan menentukan apakah lingkang tersebut cocok untuk kegiatan budidaya.
Jadi kualitas air yang baik adalah air yang cocok untuk kegiatan budidaya dimana jenis
komoditas budidaya bisa hidup dan tumbuh dengan normal. Ketersediaan air yang baik
penting di dalam budidaya perikanan, air yang bagus memiliki karakteristik lingkungan
spesifik untuk mikroorganisma yang di budidayakan.
Faktor-faktor penting kaualitas air ialah Paremeter fisika dan Parameter Kimia.
Dimana parameter fisika terdiri dari suhu air, kecerahan air, kedalaman perairan, dan yang
lainnya. Serta parameter kimia yang terdiri dari pH, oksigen terlarut, Nitrogen, ammonia,
karbondioksida, amoniak NH3, nitrat, dan gas-gas kimia lainnya.
Faktor-faktor tersebut dalam suatu tempat terus mengalami perubahan dinamis karena
adanya faktor dari luar dan dalam dari sistem yang kemudian saling mempengaruhi antar
faktor tersebut. Perubahan lingkungan secara fisika dan kimia yang terjadi secara alamiah dan
akibat ulah manusia yang terjadi di lingkungan perairan.


Page | 3

1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Bagaimana pengaruh suhu terhadap dunia perairan?
Bagaimana pengaruh kecerahan dalam dunia perairan?
Bagaimana pengaruh tingkat kedalaman dalam dunia perairan?
Apa pengaruh pH dalam dunia perairan?
Apakah peranan Oksigen Terlarut (DO) dalam dunia perairan?
Bagaimana pengaruh Salinitas dalam perairan?
Bagaimana pengaruh kualitas air terhadap gas nitrogen, amonia, karbon dioksida
(CO2) dan Nitrit dan Nitrat?


1.3 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap dunia perairan.
Untuk menganalisis pengaruh tingkat kecerahan dalam dunia perairan.
Untuk menjelaskan pengaruh tingkat kedalaman dalam dunia perairan.
Untuk menganalisis pengaruh pH dalam dunia perairan.
Untuk mengetahui peranan Oksigen Terlarut dalam dunia perairan.
Untuk mengetahui pengaruh salinitas terhadap perairan.
Menganalisis pengaruh kualitas air terhadap gas nitrogen, amonia, karbon
dioksida (CO2) dan Nitrit dan Nitrat.

BAB II
PEMBAHASAN

Page | 4

2.1 Parameter Fisikia
2.1.1 Suhu
Suhu adalah suatu sifat fisika perairan yang secara langsung dipengaruhi oleh adanya
radiasi dan perambatan kedalam peraoran. Suhu air mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap proses kimiawi dan biologis dalam suatu perairan. Suhu air yang optimal didaerah
tropis biasaanya berkisar 25°C-35°C. Suhu air yang ideal adalah perbedaan antara siang dan
malam tidak lebih dari 5°C, yaitu antara 25° sampai 30°C.
Suhu air juga mempengaruhi pertukaran zat-zat atau metabolisme dari mahluk hidup
dan semakin tinggi suhu suhu, maka semakin sedikit Oksigen yang terlarut didalamnya.
Karena suhu air mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap proses kimiawi dalam
perairan. Suhu juga menyebabkan stratifikasi atau tingkat pelapisan air dimana suhu air
dipermukaan lebih panas dibandingkan suhu air yang berada dilapisan bawahnya.
Oksigen yang berkurang berdampak pada aktivitas ikan berkurang atau berhenti
karena nafsu makannya berhenti. Makanan akan tersisa dan berdampak pada meningkatnya
akumulasi ammoniak di air. Suhu juga berpengaruh terhadap munculnya serangan penyakit
dan jumlah ikan yang terkena penyakit. Secara umum imun sistem dari ikan akan optimum
pada suhu 15 oC.
Pada kegiatan budidaya yang dilakukan di tambak atau di bak-bak pemeliharaan.

Maka yang perlu mendapat perhatian adalah kedalaman dan volume air. Permasalahan
muncul ketika kedalaman tambak kurang dari 80 cm, volume air di tambak sedikit sehingga
suhu air akan lebih tinggi dibanding suhu air tambak yang lebih dalam dan volume lebih
besar. Disamping itu, ketika plankton tidak tumbuh dengan baik, cahaya matahari akan
masuk ke dalam air tanpa ada penghalang, akibatnya akan meningkatkan suhu air.

Besar kecilnya suhu dapat dibedakan terhadap letak atau wilayah pada perairan,
yakini :

Page | 5

1. Suhu air di wiliayah lintang tinggi
Suhu perairan dilapisan permukaan diwilayah lintang tinggi cenderung sangat rendah
(< -1°C) dan semakin meningkat hingga mencapai 1°C pada lapisan kedalaman tertentu.
Setelah mencapai puncaknya, suhu menurun hingga dasar perairan.
2. Suhu air diwilayah lintang rendah
Suhu perairan dilapisan permukaan diwilayah lintang rendah cenderung lebih tinggi
(> 24°C) dan semakin menurun hingga 4°C pada wilayah lapisan perairan dalam. Setelah
mencapai puncaknya suhu menurun hingga wilayah dasar perairan dalam.
3. Suhu air diwilayah lintang tengah

Suhu perairan dilapisan permukaan diwilayah lintang tengah cenderung lebih tinggi
(sekitar 10°C) dan sem akin menurun hingga 4°C hingga wilayah lapisan dasar laut dalam.
Suhu diukur dengan menggunakan thermometer, dimana menggunakan satuan
unit °C.

2.1.2 Kecerahan
Page | 6

Kecerahan perairan berkaitan dengan kekeruhan perairan. Kecerahan yang rendah
disebabkan karena kekeruhan yang tinggi. Tingkat kecerahan suatu perairan tergantung pada
partikel-partikel koloid dan bahan-bahan tersuspensi yang terkandung pada partikel-partikel
koloid dan bahan-bahan tersuspensi yang terkandung diperairan.
Kecerahan air yang baik untuk kehidupan organisme perairan berkisar antara 30
sampai 60 Cm. Kecerahan perairan berkaitan dengan kekeruhan perairan, mkecerahan yang
rendah disebabkan oleh kekeruhan yang tinggi. Tingkat kecerahan suatu perairan tergantung
pada partikel-partrikel koloid dan padatan tersuspensi yang terkandung dalam perairan.
Padatan tersebut berupa lumpur, bahan organik, plankton, dan zat-zat garam, dimana tingkat
kecerahan suatu perairan tersebut menunjukkan tingkat kedalaman perairan.
Tingkat kecerahan menyatakan tingkat cahaya yang diteruskan ke dalam kolom air dan
dinyatakan dalam persentase (%), dari beberapa panjang gelombang yang ada yang jatuh

agak lurus pada permukaan air.
Pengukuran tingkat kecerahan air menggunakan ‘Secchi disc’.

2.1.3 Kedalaman

Page | 7

Batimetti (dari bahasa Yunani, Barus, berarti kedalam dan ukuran) adalah ilmu yang
mempelejari kedalaman dibawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudera atau
danau.
Kedalaman merupakan parameter yang penting dalam memecahkan masalah teknik
berbagai pesisir seperti erosi. Pertambahan stabilitas garis pantai, pelabuhan dan kontraksi
pelabuhan, evaluasi, penyimpangan pasang surut, pergerakan pemeliharaan, rute navigasi.
Kedalaman akan mempengaruhi kelimpahan makro zoobenthoss, dan juga
mempengaruhi penyebaran suhu pada perairan. Pedalaman perairan yang baik dan normal
untuk kehidupan organisme aquatik berkisar antara 1,5-2 meter. Bukan hanya itu, kedalaman
perairan juga mempengaruhi jumlah dan jenis jasad renik dalam suatu perairan.
Faktor yang mempengaruhi kedalaman perairan menurut Ariana bathmetri adalah
ukuran tinggi rendahnya dasar laut. Perubahan kondisi hidrografi diwilayah perairan laut dan
pantai disamping disebabkan oleh fenomena perubahan penggunaan lahan diwilayah tersebut
dan proses-proses yang terjadi diwilayah hulu sungai. Terbawahnya berbagai material partikel
dan kandungan oleh aliran sungai semakin mempercepat proses pendangkalan diperairan
pantai.
Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut.
Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh
gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih dari dari 3 meter dari pengaruh
gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih dari dasar jaring.

2.2 Parameter Kimia
2.2.1 Derajat Keasaman (pH)
Page | 8

Derajat keasaman adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen, yangh
menunjukan suasana asam atau basah. Derajat keasaman merupakan indikator baik buruknya
lingkungan air, sehingga angka pH ini digunakan untuk memperoleh gambaran tentang daya
produksi potensial air.
Skala pH berkisar antara 0 sampai 14, pH 7 adalah bersifat netral artinya air tersebut
tidak bersifat asam dan tidak basa. Apabila nilai pH dibawah 7, berarti air tersebut bersifat
asam. Dan juga apabila pH diatas 7, maka air terrsebut bersifat basa.
Perairan yang produktif dan ideal bagi kehidupan hewan benthos perairan yang
memiliki derajat keasaman (pH) air berkisar 6,5-6,8. Nilai pH di atas 9.2 atau kurang dari 4.8
bisa membunuh ikan dan pH di atas 10.8 dan kurang dari 5.0 akan berakibat fatal bagi ikanikan jenis tilapia. Air dengan pH rendah terjadi di daerah tanah yang bergambut. Nilai pH
yang tinggi terjadi di perairan dengan kandungan alga tinggi, dimana proses photosinthesis
membutuhkan banyak CO2. pH akan meningkat hingga 9.0-10.0 atau lebih tinggi jika
bikarbonat di serap dari air (Svobodova, at al, 1993). Untuk melawan kondisi pH yang
rendah atau tinggi ikan akan memproduksi lendir di kulitnya dan di bagian dalam insang.
Nilai pH juga mempunyai pengaruh yang signifikan pada kandungan ammonia, H2S, HCN,
dan logam berat pada ikan. Pada pH rendah akan meningkatkan potensi untuk kelarutan
logam berat. Peningkatan nilai pH hingga 1 angka akan meningkatkan nilai konsentrasi
ammonia di dalam air hingga 10 kali lipat dari semula.
Stabilisasi pH dipengaruhi oleh aktivitas respirasi dan photosintesis. Respirasi akan
menurunkan pH, dan sebaliknya fotosintesis menaikan nilai pH.

Tabel Hubungan pH dengan sistem perairan .
Rang pH

Dampak diperairan
Page | 9

9.0-10.0

8.0-9.0

7.0-8.0

6.0-7.0



Alga berkembang



NH3 dominan dan beracun



Proses nitrifikasi oleh bakteri terhambat




Kalsium karbonat dan logam mengendap
Kondisi normal air laut



Racun NH3 menjadi masalah




Optimal untuk proses nitrifikasi
Kondisi normal rawa-rawa dan estuari



Ion ammonium (NH4+) dominan, ammonia sedikit beracun




Proses nitrifikasi agak terhambat
Kondisi rawa payau



Ion ammonium (NH4+) dominan, ammonia sedikit beracun



Proses nitrifikasi terhambat



Nitrit beracun



Batuan dan logam terlarut

Penanganan terhadap perubahan pH di dalam kolom air media budidaya bisa
dilakukan. Kondisi pH yang menurun akibat adanya hujan bisa dilakukan dengan melakukan
pengapuran dengan menggunakan kapur atau dolomit degan dosis 100 - 200 kg/ha (Adhikari,
2003). Sebaliknya bila pH tinggi bisa dilakukan dengan melakukan pergantian air.

Pengukuran biasanya menggunakan alat yang dinamakan pH-meter. Tetapi, dapat juga
menggunakan kertas lakmus.

Page | 10

2.2.2 Oksigen Terlarut (DO)

Page | 11

Oksigen terlarut adalah jumlah miligram mol Oksigen per liter atau konsentrasi
kelarutan O2 dalam air. Kandungan oksigen terlarut dalam air sangat penting bagi kehidupan
dan penyebaran hewan dan tumbuhan air yang hidup didalamnya. Kandungan oksigen rendah
hanya didominasi oleh beberapa spesies saja.
Spesies-spesies tertentu dan kelompok makrozoobenthos mempunyi tingkat
penyesuaian yang berbeda terhdap oksigen terlarut dan ada kelompok spesies yang dapat
bertahan dalam kurun waktu yang terbatas, yaitu bila konsentrasi oksigen terlarut mencapai 1
mg/l.
DO adalah jumlah oksigen yang terlarut di dalam air. Maksimum oksigen yang
terlarut di dalam air dikenal dengan “oksigen jenuh”. Oksigen masuk ke dalam air ketika
permukaan air bergolak dan berasal dari proses photosinthesis. Peningkatan salinitas dan
suhu air akan menurunkan tingkat oksigen jenuh di dalm air. Air yang mengandung oksigen
jenuh cukup untuk mendukung kehidupan organisme air, tetapi oksigen akan cepat habis bila
organisma/ikan ditebar dalam jumlah yang padat.
Tingkat oksigen terlarut dipengaruhi oleh suhu, salinitas dan ketinggian dari
permukaan laut (dpl). Salinitas, suhu, dan ketinggian dpl meningkat maka oksigen terlarut
akan menurun. Oksigen terlarut di air laut lebih rendah dibanding dengan air tawar. Faktor
biologi yang mempengaruhi jumlah oksigen terlarut di dalam air adalah proses respirasi dan
fotosintesis. Respirasi mengurangi oksigen di dalam air sedangkan fotosintesis menambah
oksigen ke dalam air. Dari sisi lain oksigen terlarut akan berkurang akibat organisme aerobik
yang menghancurkan bahan organik di dalam air dan oleh proses respirasi berbagai
organisme yang ada di dalam air.

Tabel Hubungan antara suhu dan salinitas air terhadap oksigen terlarut
Page | 12

SUHU
(°C)

AIR SALINITAS AIR (ppt)
0

5

10

15

20

25

30

35

40

Page | 13

20

9.06

8.81

8.56

8.31

8.07

7.83

7.60

7.39

7.17

21

8.90

8.64

8.39

8.15

7.93

7.69

7.46

7.25

7.04

22

8.73

8.48

8.23

8.00

7.77

7.55

7.33

7.12

6.93

23

8.55

8.32

8.08

7.85

7.63

7.41

7.20

6.98

6.79

24

8.40

8.05

7.93

7.71

7.49

7.28

7.07

6.87

6.68

25

8.24

8.01

7.79

7.57

7.35

7.15

6.95

6.75

6.57

26

8.09

7.87

7.65

7.44

7.23

7.03

6.83

6.64

6.46

27

7.95

7.73

7.52

7.31

7.11

6.91

6.72

6.53

6.35

28

7.81

7.59

7.33

7.16

6.98

6.78

6.61

6.42

6.26

29

7.67

7.46

7.26

7.06

6.87

6.68

6.50

6.32

6.15

30

7.54

7.34

7.14

6.94

6.76

6.57

6.39

6.22

6.05

31

7.40

7.21

7.02

6.83

6.65

6.47

6.29

6.12

5.96

32

7.29

7.09

6.93

6.72

6.54

6.36

6.19

6.03

5.87

33

7.17

6.96

6.79

6.61

6.44

6.27

6.10

5.94

5.78

34

7.05

6.86

6.68

6.51

6.34

6.17

6.01

5.85

5.69

35

6.93

6.75

6.58

6.41

6.24

6.07

5.92

5.76

5.61

36

6.82

6.65

6.47

6.31

6.14

5.98

5.83

5.68

5.53

37

6.72

6.54

6.37

6.23

6.05

5.89

5.74

5.59

5.45

38

6.61

6.44

6.27

6.12

5.96

5.81

5.66

5.51

5.37

39

6.51

6.34

6.18

6.03

5.87

5.72

5.58

5.44

5.39

40

6.41

6.25

6.09

5.94

5.79

5.64

5.50

5.36

5.23

Oksigen terlarut biasanya diukur dengan menggunakan DO-meter. Dimana alat ini terbagi
menjadi dua, yakni DO-meter manual, dan DO-meter digital.
DO-meter manual.

DO-meter Digital.

Page | 14

2.2.3 Salinitas
Salintas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses
biologi dan secara langsung akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan kehidupan organisme
antara lain uyaitu mempengaruhi laju pertembuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai
konversi makanan, daya kelangsungan hidup.

Page | 15

Salinitas adalah ukuran jumlah garam yang terlarut di dalam air. Garam di laut adalah
ada dalam bentuk NaCl. Secara umum jenis Crustacea tidak sensitif terhadap perubahan
salinitas hingga 5 ppt (Malone & Burden, 1988). Suhu sangat mempengaruhi kondisi salinitas
perairan, semakin tinggi suhu akan berdampak pada tingginya salinitas. Proses evaporasi
akibat suhu yang meningkat akan meningkatkan salinitas walaupun lambat, seperti pada
sistem resirkulasi budidaya soft shell (Malone & Burden, 1988), dan sistem resirkulasi
pendederan kerapu macan (Udi Putra, et al. 2007a; 2007b).
Organisme perairan yang mempunyai teloransi salinitas sempit dikenal dengan
stenohaline seperti ikan-ikan yang hidup di air tawar, sebaliknya dikenal dengan euryhaline
seperti ikan-ikan laut, dan estuaria. Seperti udang mampu hidup dengan baik pada kisaran
salinitas 0.5 – 40 ppt. uk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan penambahan
air tawar atau penambahan air laut.
Salinitas dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni :
1.
2.
3.
4.

Pola sirkulasi air,
Penguapan,
Curah hujan, dan
Aliran air.

Klasifikasi air berdasarkan tingkat salinitas

Page | 16

Tingkatan salinitas dapat diukur dengan menggunakan alat refraktometer.

2.2.4 Gas Nitrogen, Amonia, Karbon Dioksida (CO2) Dan Nitrat.
2.2.4.1 Gas Nitrogen
Page | 17

Nitrogen yang terlarut di dalam air terdapat dalam 5 bentuk yakni gas nitrogen (N 2),
nitrogen organik, ammonia, nitrit, dan nitrat (Malone & Burden, 1988). Istilah organik
nitrogen berkaitan dengan jumlah nitrogen di dalam bahan organik yang terlarutkan atau
tersuspensi di dalam air (Malone & Burden, 1988). Ammonia, nitrit dan nitrat merupakan
produk kimia yang dihasilkan oleh organisma dan bakteri melalui proses biologi. Ammonia
dan nitrit adalah dua bentuk nitrogen yang mempunyai daya racun yang tinggi bagi ikan, tapi
sebaliknya bagi nitrat.
2.2.4.2 Amonia
Ammonia berasal dari kandungan nitrogen yang bersumber dari limbah rumah tangga
ataupun industri. Di lain pihak bisa berasal dari sisa pakan dan sisa feses (sisa metabolisme
protein oleh ikan) yang dihasilkan ikan itu sendiri dan bahan organik lainnya. Hampir 85%
nitrogen pakan untuk udang dikonversi menjadi ammonia (Svobodova, at al, 1993).
Ammonia di dalam air ada dalam bentuk molekul (non disosiasi/unionisasi) ada dalam bentuk
NH3 dan ada dalam bentuk ion ammonia (disosiasi) dalam bentuk NH4+. Kedua bentuk
ammonia tersebut sangat bergantung pada kondisi pH dan suhu air.
Dinding sel tidak dapat ditembus oleh ion ammonia (NH4+), akan tetapi ammonia
(NH3) akan mudah didifusi melewati jaringan jika konsentrasinya tinggi dan berpotensi
menjadi racun bagi tubuh ikan. Sehingga kondisi normal ada dalam kondisi asam seimbang
pada hubungan air dengan jaringan. Jika keseimbangan dirubah, seperti nilai pH di salah satu
bagian turun akan mengudang terjadinya penambahan molekul ammonia (Svobodova, at al,
1993). Tingkat racun dari ammonia selain karena faktor pH dan ammonia juga dipengaruhi
oleh kandungan oksigen di dalam air (Gambar 1) (Tabel 4). Air dengan nilai pH rendah maka
yang dominan adalah ammonium (NH4+), sebaliknya bila nilai pH tinggi yang dominan
adalah ammonia (NH3). Ammonia adalah bentuk yang paling beracun dari ammonia.

Pengukuran kadar ammonia:
1. metode spektrofotometri

Page | 18

2.

test kit (alat tes cepat)

2.2.4.3 Karbondioksida (CO2).
Karbondioksida yang ideal untuk kehidupan adalah berkisar 10 sampai 20 mg/l.
Sumber utama CO2 diperairan adalah proses perombaklan lahan organik mati oleh
mikroorganisme pengurai dan proses respirasi hewan serta tumbuh-tumbuhan air yang
tenggelam pada waktu malam hari.
Karbondioksida terlarut di dalam air dalam bentuk melekul gas. Kelarutan CO2
diperoleh dari aktivitas respirasi mikroorganisme dan photosyntesis phytoplankton. Hanya
10% dalam bentuk asam karbonat (H2CO3). Ada dua bentuk CO2 yang kemudian membentuk
CO2 bebas. Bentuk ion, penjerapan CO2 terepresentasikan oleh ion bikarbonat, dan karbonat
(HCO3- dan CO32-). Keberadaannya sangat penting sebagai buffer di dalam air. Jumlah CO2
yang ada dipermukaan air hanya sedikit dan bervariasi karena sangat berkaitan dengan proses
photosynthesis tumbuhan air dan phytoplankton. Pada bagian permukaan air mempunyai
kandungan CO2 yang rendah dibanding pada strata rendah. Jika CO 2 bebas dipermukaan
dipakai untuk photosynthesis maka pH meningkat hingga 8.3, dan di dalam air dengan
bikarbonat sedang bisa mencapai 10. dan akan terus meningkat pada waktu-waktu dimana
intensitas cahaya cahaya kuat.
Air dengan oksigen rendah, CO 2 tinggi, dimana pertukaran gas pada permukaan
respirator terbatas, ikan akan meningkatkan peredaran udara, ikan akan nampak gelisah,
kurang keseimbangan dan bisa mati. Karena konsenrasi CO 2 yang tinggi akan mengurangi
Page | 19

kemampuan ikan/udang mengekstraksi oksigen dari air dan akan mengurangi tingkat
teloransinya terhadap rendahnya kandungan oksigen di dalam air. Efeknya ke ikan adalah
akan meningkatkan konsentasi CO2 di dalam darah, yang akan mendorong menurunnya pH
darah yang akan berperan pada menurunnya kemampuan darah mengikat oksigen dan
memasukannya ke dalam jaringan.
Munculnya masalah akibat CO2 terjadi karena banyaknya CO2 bebas di dalam air
akibat penggunaan CO2 untuk proses photosynthesis oleh phytoplankton. Konsentrasi CO2
bebas kurang dari 1 mg/L bepengaruh pada keseimbangan asam di dalam jaringan dan darah
ikan dan menyebabkan alkalosis. Kekurangan CO 2 bebas khususnya berbahaya bagi anakanak ikan jenis tilapia yang baru melewati bentuk pakan endogenous dan eksogenous.
Mereka melakukan respirasi menggunakan permukaan tubuhnya dan tidak dapat mengatur
keseimbangan asam dengan insangnya. Tekanan rendah CO2 bebas di dalam air menimbulkan
tingginya tingkat difusi CO2 dari tubuhnya, menimbulkan alkalosis dan akhirnya mati.
Pemberian aerasi adalah tindakan efektif untuk mengatasi kelebihan CO2.

2.2.4.4 Nitrit dan Nitrat

Page | 20

Nitrit dan nitrat ada di dalam air sebagai hasil dari oksidasi. Nitrit merupakan hasil
oksidasi dari ammonia dengan bantuan bakteri Nitrisomonas dan Nitrat hasil dari oksidasi
Nitrit dengan bantuan bakteri Nitrobacter. Keduanya selalu ada dalam konsentrasi yang
rendah karena tidak stabil akibat proses oksidasi dan sangat tergantung pada keberadaan
bahan yang dioksidasi dan bakteri. Kedua bakteri tersebut akan optimal melakukan proses
nitrifikasi pada pH 7.0-7.3. Hampir tidak ada nitrat yang masuk di tanah karena proses
pencucian dan penggunan pupuk.
Tingkat racun dari Nitrit sangat bergantung pada kondisi internal dan eksternal ikan
seperti, spesies, umur ikan, dan kualitas air. Ion nitrit masuk ke dalam ikan dengan bantuan
sel Klorida insang. Di dalam darah nitrit akan bersatu dengan haemoglobin, yang berakibat
pada peningkatan methaemoglobin. Ini akan mengurangi kemampuan transportasi oksigen
dalam darah. Peningkatan methaemoglobin akan terlihat pada perubahan warna ingsang
menjadi coklat begitu juga warna darah. Jika jumlah methaemoglobon tidak lebih dari 50%
dari total haemoglobin, ikan akan tetap hidup, tapi bila melebihi hingga 70-80% gerakannya
akan melamban. Bila terus meningkat maka ikan akan kehilangan kemampuan untuk
bergerak dan tidak akan merespon terhadap stimulan. Akan tetapi kondisi tersebut akan bisa
kembali normal karena eritrosit di dalam darah terdapat enzim reduktase yang mampu
mengkonversi methaemoglobin menjadi haemoglobin. Proses konversi akan berlangsung
hingga menghabiskan waktu 24-48 jam. Ini terjadi bila kemudian ikan ditempatkan pada air
yang terbebas dari nitrit.

BAB III
PENUTUP
Page | 21

3.1 Kesimpulan

Parameter fisika dan parameter kimia juga berperan penting dalam berbagai proses
yang terjadi diperairan, baik oleh biota-biota yang ada diperairan dan perairan nya sendiri.
Parameter fisika, yaitu yang pertama suhu. Suhu air yang ideal adalah perbedaan
antara siang dan malam tidak lebih dari 5°C, yaitu antara 25° sampai 30°C. Dan yang kedua
ialah kecerahan. Tingkat kecerahan menyatakan tingkat cahaya yang diteruskan ke dalam
kolom air dan dinyatakan dalam persentase (%), dari beberapa panjang gelombang yang ada
yang jatuh agak lurus pada permukaan air. Yang ketiga ialah kedalaman. Kedalaman akan
mempengaruhi kelimpahan makro zoobenthoss, dan juga mempengaruhi penyebaran suhu
pada perairan. Pedalaman perairan yang baik dan normal untuk kehidupan organisme aquatik
berkisar antara 1,5-2 meter.
Parameter kimia, yaitu yang pertama pH. Perairan yang produktif dan ideal bagi
kehidupan hewan benthos perairan yang memiliki derajat keasaman (pH) air berkisar 6,5-6,8.
Nilai pH di atas 9.2 atau kurang dari 4.8 bisa membunuh ikan dan pH di atas 10.8 dan kurang
dari 5.0 akan berakibat fatal bagi ikan-ikan jenis tilapia.
Parameter kimia yang kedua ialah oksigen terlarut (DO). Oksigen terlarut adalah jumlah
miligram mol Oksigen per liter atau konsentrasi kelarutan O 2 dalam air. Kandungan oksigen
terlarut dalam air sangat penting bagi kehidupan dan penyebaran hewan dan tumbuhan air
yang hidup didalamnya. Kandungan oksigen rendah hanya didominasi oleh beberapa spesies
saja.
Parameter kimia yang berikutnya ialah salinitas. Salintas merupakan salah satu parameter
lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi laju
pertumbuhan dan kehidupan organisme antara lain uyaitu mempengaruhi laju pertembuhan,
jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, daya kelangsungan hidup.
Dan masih banyak lagi parameter kimia yang dapat mendukung atau berperan dalam periran
contohnya Gas Nitrogen, Amonia, Karbon Dioksida (CO2) Dan Nitrat.

3.2 Saran
Page | 22

Dalam perarian, baik perairan tawar, laut dan estuaria, parameter fisika dan parameter
kimia sangatlah memiliki peranan yang sangat penting. Dalam mengetahui bagaimana
kualitas dari suatu perairan, parameter fisika dan kimia dapatlah menjadi bahan acuan dalam
mengetahuinya.
Dengan kemajuan IPTEK yang saat ini sudah maju, maka untuk lebih cepat dalam
mengetahui bagaimana peran parameter fisika dan kimia dalam perairan. Karena dalam
perairan yang baik atau yang berkualitas akan dapat mendukung pertumbuhan biota-biota
yang ada diperairan, baik perairan tawar, perairan laut dan estuaria. Sehingga biota-biota air
yang ada tidak punah, dan perairan tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat
dalam mendukung dan membangun kesejatheraan masyarakat.

Page | 23

DAFTAR PUSTAKA

1. Hefni Effendi. 2007. Telaah kualitas air ; Kanisius 2003, Yogyakarta.
2. Hochheimer J. 1985. Using Water Quality Convertion Tables for Soft Crabbing.
Maryland Sea Grant Extension Program. Crab Shedders Workbook Series.
----------------------1988. Water Quality in Soft Crab Shedding. Maryland Sea Grant
Extension Program. Crab Shedders Workbook Series.
3. Saeni, M. Sri dan Latifah K. Darusman. 2007. Penuntun Praktikum Kimia Lingkungan.
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB.
4. Edison Harteman. 2014. Ekologi Perairan (Ekologi Laut), Universitras Palangka Raya,
FAPERTA, Palangka Raya.
5. Susilawati Yuli. 2002. Proposal Penelitian “Kelimpahan dan Keanekaragaman
Makrozoobenthos didanau Sabuah”; Universitas Palangka Raya 2002, Palangka Raya.
6. Wahyono Arie. 2001. Usulan penelitian “Kelimpahan, Keanekaragaman, Dominasi
Jenis, dan Penyebaran Zooplankton di Pantai Kubu, Kalimantan Tengah”; Universitas
Palangka Raya 2001, Palangka Raya.

Page | 24