Ular Picung berbisa dan beracun
Ular Picung : Berbisa dan Beracun !
Rudy ‘idur’ Rahadian (*)
Ular picung atau dalam bahasa
latin Rhabdophis subminiatus
(Schlegel, 1837) adalah salah satu ular
Indonesia yang termasuk ke dalam
famili Natricidae. Spesies ini cukup
sering ditemui berada dibawah
tumpukan
daun‐daunan
yang
berjatuhan (serasah), dan ditempat‐
tempat sampah. Dahulu, ular ini
diidentifikasi sebagai ular yang tidak
Ular Picung (Rhabdophis subminiatus)
berbahaya, namun beberapa kasus
gigitan oleh ular picung berakibat
cukup fatal sehingga sekarang dikategorikan sebagai ular berbisa tinggi, walaupun memiliki gigi taring
dibelakang (rear‐fanged).
Suatu kali ketika sedang berkumpul di acara Sioux, saya mendengar percakapan mengenai makanan ular
ini. Salah satu dari anggota Sioux waktu itu bilang, “jangan dikasih makan kodok buduk (sebenarnya ini
masuknya katak bukan kodok), karena kodok buduk ini beracun, nanti mati”. Sedangkan seorang lain
menyangkal, bahwa biasanya dia kasih makan kodok buduk itu, dan tidak ada masalah. Katak buduk
atau Bufo melanostictus (Schneider, 1799) adalah salah satu jenis katak yang banyak hidup di Indonesia,
dibagian atas tengkuknya terdapat paratoid (kelenjar racun) yang cukup
besar dan panjang, dan katak ini adalah makanan favorit ular picung di
alam bebas. Sehingga melanjut cerita tentang percakapan tadi, saya
juga akhirnya sadar tentang satu fenomena ini. Iya, secara logika
seharusnya ular picung ini tidak bisa memakan katak buduk karena
racunnya itu bisa membahayakan dirinya sendiri.
Usut punya usut, ular picung ini memang kebal terhadap racun dari
katak ini. Dan sebagai makanan favoritnya, katak ini ternyata adalah
sumber dari racun yang dimiliki oleh ular picung. Ya, selain memiliki
bisa, ular picung juga memiliki racun. Masih bingung bedanya bisa dan
racun ? gampangnya, bisa itu adalah salah satu bentuk pertahanan atau Katak buduk (Bufo melanostictus)
membunuh mangsanya dengan cara di injeksikan dan diproduksi oleh
organ tertentu, sedangkan racun biasanya terdapat pada anggota tubuh hewan/tanaman dan diproduksi
oleh organisme ditubuhnya.
Ular picung memiliki kelenjar khusus dilehernya yang mengandung racun, yang dinamakan
bufadienolides. Racun ini akan menyerang jantung si korban, sehingga tidak bisa berfungsi dengan
normal. Ketika terpojok, ular picung akan mengarahkan kelenjar tersebut ke arah si penyerang.
Penelitian lebih lanjut mengenai ini, dilakukan oleh Profesor Deborah A. Hutchinson dari Old Dominion
University, Amerika dan beberapa koleganya. Peneliti tersebut memiliki hipotesa bahwa racun yang
dimiliki oleh ular tersebut kemungkinan besar tidak diproduksi sendiri oleh si ular, melainkan dari katak
yang dia makan sebagai makanan utamanya. Profesor Hutchinson dan koleganya meneliti pada dua ular
yang hidup didua lokasi geografis yang berbeda agar mendapatkan validitas yang baik. Satu spesies
berasal dari daerah geografis yang terdapat banyak katak beracun, sedangkan satu lagi tidak. Hasilnya
menunjukan bahwa ular yang hidup di daerah yang banyak kataknya, memiliki lebih banyak kandungan
racun bufadienolide.
Rhabdophis tigrinus
Selain itu, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa racun tersebut
tidak hanya dapat digunakan oleh sang ular sendiri, namun
sebagai sang induk, ular picung dapat mewariskan racun ini
kepada sang anak yang baru saja keluar sebagai modal pertahanan
dini dari serangan predator.
Penelitian yang dilakukan oleh Profesor Hutchinson dan
koleganya, masih sebatas pada penelitian spesies Rhabdopis
tigrinus, mungkin jika ada yang tertarik lebih jauh ada yang mau
meneliti pada ular picung yang ada di Indonesia? Kita tunggu yah ..
Referensi
Hutchinson, Deborah A. Journal : Dietary sequestration of defensive steroids in nuchal glands of the Asian snake
Rhabdophis tigrinus. 2006. USA
Das, Indraneil. A Field guide to The Reptiles of South‐East Asia.2010. New Holland. London
http://www.odu.edu/ao/alumni_magazine/SPR07/SnakeDefense.html
http://ularindonesia.com
http://www.snakesoftaiwan.com/Rhabdophis%20tigrinus%20formosanus/species_rhabdophis_tigrinus.htm
Rudy ‘idur’ Rahadian (*)
Ular picung atau dalam bahasa
latin Rhabdophis subminiatus
(Schlegel, 1837) adalah salah satu ular
Indonesia yang termasuk ke dalam
famili Natricidae. Spesies ini cukup
sering ditemui berada dibawah
tumpukan
daun‐daunan
yang
berjatuhan (serasah), dan ditempat‐
tempat sampah. Dahulu, ular ini
diidentifikasi sebagai ular yang tidak
Ular Picung (Rhabdophis subminiatus)
berbahaya, namun beberapa kasus
gigitan oleh ular picung berakibat
cukup fatal sehingga sekarang dikategorikan sebagai ular berbisa tinggi, walaupun memiliki gigi taring
dibelakang (rear‐fanged).
Suatu kali ketika sedang berkumpul di acara Sioux, saya mendengar percakapan mengenai makanan ular
ini. Salah satu dari anggota Sioux waktu itu bilang, “jangan dikasih makan kodok buduk (sebenarnya ini
masuknya katak bukan kodok), karena kodok buduk ini beracun, nanti mati”. Sedangkan seorang lain
menyangkal, bahwa biasanya dia kasih makan kodok buduk itu, dan tidak ada masalah. Katak buduk
atau Bufo melanostictus (Schneider, 1799) adalah salah satu jenis katak yang banyak hidup di Indonesia,
dibagian atas tengkuknya terdapat paratoid (kelenjar racun) yang cukup
besar dan panjang, dan katak ini adalah makanan favorit ular picung di
alam bebas. Sehingga melanjut cerita tentang percakapan tadi, saya
juga akhirnya sadar tentang satu fenomena ini. Iya, secara logika
seharusnya ular picung ini tidak bisa memakan katak buduk karena
racunnya itu bisa membahayakan dirinya sendiri.
Usut punya usut, ular picung ini memang kebal terhadap racun dari
katak ini. Dan sebagai makanan favoritnya, katak ini ternyata adalah
sumber dari racun yang dimiliki oleh ular picung. Ya, selain memiliki
bisa, ular picung juga memiliki racun. Masih bingung bedanya bisa dan
racun ? gampangnya, bisa itu adalah salah satu bentuk pertahanan atau Katak buduk (Bufo melanostictus)
membunuh mangsanya dengan cara di injeksikan dan diproduksi oleh
organ tertentu, sedangkan racun biasanya terdapat pada anggota tubuh hewan/tanaman dan diproduksi
oleh organisme ditubuhnya.
Ular picung memiliki kelenjar khusus dilehernya yang mengandung racun, yang dinamakan
bufadienolides. Racun ini akan menyerang jantung si korban, sehingga tidak bisa berfungsi dengan
normal. Ketika terpojok, ular picung akan mengarahkan kelenjar tersebut ke arah si penyerang.
Penelitian lebih lanjut mengenai ini, dilakukan oleh Profesor Deborah A. Hutchinson dari Old Dominion
University, Amerika dan beberapa koleganya. Peneliti tersebut memiliki hipotesa bahwa racun yang
dimiliki oleh ular tersebut kemungkinan besar tidak diproduksi sendiri oleh si ular, melainkan dari katak
yang dia makan sebagai makanan utamanya. Profesor Hutchinson dan koleganya meneliti pada dua ular
yang hidup didua lokasi geografis yang berbeda agar mendapatkan validitas yang baik. Satu spesies
berasal dari daerah geografis yang terdapat banyak katak beracun, sedangkan satu lagi tidak. Hasilnya
menunjukan bahwa ular yang hidup di daerah yang banyak kataknya, memiliki lebih banyak kandungan
racun bufadienolide.
Rhabdophis tigrinus
Selain itu, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa racun tersebut
tidak hanya dapat digunakan oleh sang ular sendiri, namun
sebagai sang induk, ular picung dapat mewariskan racun ini
kepada sang anak yang baru saja keluar sebagai modal pertahanan
dini dari serangan predator.
Penelitian yang dilakukan oleh Profesor Hutchinson dan
koleganya, masih sebatas pada penelitian spesies Rhabdopis
tigrinus, mungkin jika ada yang tertarik lebih jauh ada yang mau
meneliti pada ular picung yang ada di Indonesia? Kita tunggu yah ..
Referensi
Hutchinson, Deborah A. Journal : Dietary sequestration of defensive steroids in nuchal glands of the Asian snake
Rhabdophis tigrinus. 2006. USA
Das, Indraneil. A Field guide to The Reptiles of South‐East Asia.2010. New Holland. London
http://www.odu.edu/ao/alumni_magazine/SPR07/SnakeDefense.html
http://ularindonesia.com
http://www.snakesoftaiwan.com/Rhabdophis%20tigrinus%20formosanus/species_rhabdophis_tigrinus.htm