Pendekatan Teologis dan Implementasinya docx

PENDEKATAN TEOLOGIS
DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENGKAJIAN ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akademik
Mata Kuliah: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam
Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Arifi, M.A

Disusun oleh:
AFIK AHSANTI

(1320411038)

2 PAI A (NON

REGULER)

PROGRAM PASCASARJANA PRODI PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK
2013/2014


Bab I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah
Dari segi tingkat kebudayaan, agama merupakan universal culture.
Salah satu prinsip teori fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang

tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Karena sejak dulu hingga
sekarang agama dengan tangguh menyatakan eksistensinya, berarti ia
mempunyai dan memerankan sejumlah peran dan fungsi di masyarakat.1
Pada mulanya kegiatan studi kegamaan dipandang sebagai sesuatu
yang tidak mungkin. Kebanyakan orang berkata; agama tidak boleh diteliti
karena agama adalah wahyu Allah yang tidak bisa diutak-atik lagi. Inilah
yang menyebabkan penelitian agama di Indonesia pada awal tahun 70-an
dianggap sesuatu yang tabu.
Akan tetapi, agama sebagai seperangkat wahyu harus dapat
difungsikan dan dirasakan sebagaimana mestinya. Manusia harus mengerti
dan memahami substansi nilai yang dikandung di dalamnya. Oleh karena

itu, manusia harus melakukan apresiasi intelektual atau penelitian ilmiah
atas agama dengan ditopang oleh suatu kerangka metodologi yang tepat.2
Seiring perkembangan zaman, akhirnya, sebagian besar orang telah
memahami bahwa agama bisa diteliti tanpa merusak ajaran atau esensi
agama itu sendiri. Kini, penelitian terhadap agama bukanlah hal yang asing
lagi, malah orang berlomba-lomba melakukannya dengan berbagai
pendekatan. Salah satu dari beberapa pendekatan dalam memahami Islam
adalah pendekatan teologis.
Teologi sebagaimana diketahui membahas ajaran-ajaran dasar dari
sesuatu agama. Setiap orang yang ingin menyelami seluk beluk agamanya
secara mendalam, perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama
yang dianutnya. Mempelajari teologi akan memberikan seseorang
keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat, yang tidak
mudah diombang-ambing oleh peredaran zaman.3
Permasalahan teologi ini memberikan tujuan untuk memberikan
pandangan lain terhadap Islam yang tidak hanya mengenal Islam hanya dari
sudut pandang hukum atau fikih. Mengenal Islam hanya dari sudut tinjauan
fikih saja tentu akan memberi gambaran yang pincang tentang Islam. Fikih
1 Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), hlm.7.

2 H.M. Sayuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan Praktek (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 3
3 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI
Press, 1986), hlm.ix.

yang hanya memperkenalkan Islam sebagai agama yang banyak membahas
halal dan haram, sehingga akan timbul kesan bahwa Islam adalah agama
yang sempit.
Perlu kiranya memperkenalkan Islam secara mendalam dari aspekaspek lain kepada umat Islam khususnya di Indonesia dari sudut tinjauan
teologi.4 Karena teologi tidak hanya sebatas membahas soal halal haram
seperti dalam fikih akan tetapi dalam teologi juga membahas tentang iman
dan kufr, siapa yang yang sebenarnya Muslim dan masih tetap dalam Islam,
dan siapa yang sebenarnya kafir dan telah keluar dari Islam. Dengan
demikian tinjauan teologi ini akan memberikan pandangan lebih lapang dan
sikap yang lebih toleran.
Paradigma pokok atau kerangka sejarah pemikiran teologi Islam telah
diselesaikan oleh para ilmuan pada abad ke-19 dan masa setelah perang
dunia ke-I. Karya yang masih dianggap mempunyai urgensi fundamental
dalam menyediakan orientasi ke wilayah studi adalah Vorlesungen karya
Ignaz Goldziher, The Development of Muslim Theology, Jurisprudence and

Constitutional Theory karya Duncam Black Mac. Donald dan karya Max
Horten.A.J.Websink dalam karyanya yang berjudul The Muslim Creed
mengeksplorasi beberapa tema dasar dari pemikiran teologis pada awal
Islam secara rinci. MM. Annawati dan Louis Gardet telah mengadopsi
metode sistematik ala teologi skolastik dalam tradisi Islam yang didapati
dari skolastisisme latar belakang Kristen-Katolik. Karya awal yang menjadi
sumber utama dalam kajian tentang kalam adalah al-Milal wa al-Nihal
karya al-Syihristani, al-Farqu Bain al-Firaq karya al-Baghdadi dan
Maqalat al-Islamiah karya al-Asy’ari.5
Melalui pendekatan teologi ini kehadiran agama secara fungsional
lebih dirasakan manfaatnya oleh para penganutnya. Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan dibahas tentang konsep teologi dan implementasi
pendekatan teologi dalam studi Islam.

4Ibid,.....hlm. xi
5 M.Gufron Ma’ruf, Metodologi Studi Islam; Teori Dasar Pendekatan dalam Pengkajian
Islam, dalam http://ibnumakruf.staff.stainsalatiga.ac.id/2013/01/23/metodologi-studi-islam-teoridasar-pendekatan-dalam-pengkajian-islam/. Akses tanggal 25 Maret 2014.

B. Rumusan Masalah
Berpijak pada latar belakang masalah diatas


perlu kiranya

merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pendekatan teologis dalam pengkajian Islam?
2. Bagaimana karakteristik dasar pendekatan teologis dalam pengkajian
Islam?
3. Bagaimana metodologi pendekatan teologis dalam pengkajian Islam?
4. Bagaimana implementasi pendekatan teologi bagi (perkembangan/studi)
keilmuan?

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pendekatan Teologis dalam Pengkajian Islam
1. Pengertian Teologi Islam
Secara etimologi, teologi terdiri dari dua kata yaitu “theos”, artinya
Tuhan dan “logos” yang berarti “ilmu” (science, study, discourse). Jadi
teologi berarti ilmu tentang Tuhan atau ilmu ketuhanan. 6 Secara

6 A. Hanafi, Pengantar Theology Islam (Cet Ke V, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), hlm.

11.

terminologi, teologi adalah ilmu yang membahas tentang Tuhan dan
segala sesuatu yang terkait dengannya,7 juga membahas hubungan Tuhan
dengan manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan.8
Definisi “theology” yang diberikan oleh ahli-ahli ilmu agama
antara lain dari Fergilius Ferm, yaitu “the dicsipline which concern God
(or the divine reality) and God’s relation to the world” artinya teologi
ialah pemikiran sistematis yang berhubungan dengan alam semesta.9
Dalam Encyclopedia Everyman’s, disebutkan tentang theology
sebagai berikut “Science of religion, dealing therefore with God, and
man in his relation to God” artinya pengetahuan tentang agama, yang
karenanya membicarakan tentang Tuhan dan manusia dalam pertaliannya
dengan Tuhan.10 Sedangkan dalam Encyclopedia Of Religion And
Religious, dikatakan bahwa teologi adalah ilmu yang membicarakan
tentang Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam semesta, namun
seringkali diperluas mencakup seluruh bidang agama.11
Menurut Nicko Syukur sebagaimana dikutip oleh Imam Suprayogo

dan Tobroni, teologi adalah pengetahuan adikodrati yang metodis,
sistematis, dan koheren tentang apa yang diwahyukan Allah. Boleh
dikatakan bahwa teologi adalah refleksi ilmiah tentang iman. Teologi
merupakan ilmu yang “subjektif” yang timbul dari dalam, yang lahir dari
jiwa yang beriman dan bertaqwa berdasarkan wahyu.12
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teologi adalah ilmu
yang membahas tentang masalah ketuhanan baik hubungan manusia
dengan Tuhan, hubungan Tuhan dengan manusia dan hubungan dengan
alam semesta.
Perkataan teologi sebenarnya tidak berasal dari khazanah dan
tradisi Islam. Teologi merupakan istilah yang diambil dari agama lain,
7 Ya’kub Hamzah, Filsafat Agama Titik Temu Akal Dengan Wahyu (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 1991), hlm.10
8 Amsal Bachtiar, Filsafat Agama (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 18.
9 A. Hanafi, Pengantar Theology Islam....hlm. 11.
10 Ibid.,
11 Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2003), hlm.57
12 Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian....,hlm. 58.


yaitu khazanah dan tradisi gereja Kristiani.13 Secara harfiah teologi
berasal dari bahasa Yunani (theos dan logos yang berarti ilmu
ketuhanan). Istilah teologi dalam bahasa Yunani tersebut, dalam tradisi
Islam dikenal dengan ilmu kalam yang berarti perkataan-perkataan
manusia tentang Allah.14
Pengambilan istilah teologi ke dalam agama Islam, tidaklah
dimaksudkan untuk menolak kata teologi itu. Sebab pengambilan suatu
istilah dari khazanah dan tradisi agama lain, tidaklah harus dipandang
sebagai sesuatu yang negatif, apalagi jika istilah tersebut dapat
memperkaya khazanah dan membantu mensistematisasikan pemahaman
tentang Islam.
Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu teologi juga berbicara
tentang berbagai masalah yang berkaitang dengan keimanan serta akibatakibatnya, seperti masalah iman, kufr, musyrik, murtad; masalah
kehidupan akhirat dengan berbagai kenikmatan atau penderitaannya; halhal yang membawa kepada semakin tebal dan tipisnya iman; hal-hal yang
berkaitan dengan kalamullah yakni al-quran; status orang-orang yang
tidak beriman dan sebagaianya. Sejalan dengan ruang lingkup
pembahasan ilmu ini, maka teologi terkadang dinamai pula ilmu Tauhid,
ilmu Ushuluddin, ilmu ‘aqaid karena dengan ilmu ini seseorang
diharapkan agar meyakini dalam hatinya secara mendalam dan
mengikatkan dirinya hanya kepada Allah sebagai Tuhan.15

Teologi dalam Islam disebut juga ‘ilm al-tawhid. Kata tauhid
mengandung arti satu atau Esa dan keEsaan dalam pandangan Islam,
sebagaimana monotheisme, merupakan sifat yang terpenting di antara
segala sifat-sifat Tuhan.16 Selanjutnya, teologi juga disebut dengan ilmu
kalam. Kalam adalah kata-kata.17 Menutut Syech M. Abduh ilmu kalam
adalah ilmu yang membicarakan tetang wujud Tuhan, sifat-sifat yang
13 Muhtadin dan Mustafa, Reorientasi Teologi Islam Dalam Konteks Pluralisme
Beragama, HUNAFA Vol.3 No.2 2006, hlm. 131.
14 Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian....,hlm.57.
15Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.
269.
16 Harun Nasution, Teologi Islam.....hlm. ix.
17 Ibid.,

mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh ada pada-Nya, tentang Rosulrosul, untuk menetapkan keutusan mereka, sifat-sifat yang boleh
dipertautkan kepada mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin terdapat
pada mereka.18 Karena persoalan kalam tersebut, sabda Tuhan atau AlQuran, penah menimbulkan pertentangan-pertentangan yang keras di
kalangan umat Islam di abad ke-9 dan ke-10 M, sehingga timbul
penganiayaan dan pembunuhan-pembunuhan terhadap sesama muslim di
waktu itu.19

2. Macam-Macam Aliran Teologi Islam
Dalam membahas macam-macam aliran teologi Islam tidak akan
sampai ke detailnya, namun hanya akan menyebutkan aliran-aliran
teologi yang sempat berkembang dalam Islam. Macam-macam aliran
teologi dalam Islam antara lain:
a. Khawarij
b. Murji’ah
c. Mu’tazilah
d. Qadariyah
e. Jabariyah
f. Maturidiah
g. Asy’ariyah
h. Ahlu sunnah wal jama’ah.
3. Pengertian Pendekatan Teologis Dalam Pengkajian Islam
Dalam studi keagamaan sering dibedakan antara kata religion
dengan kata religiousity. Religion biasa dialihbahasakan menjadi
“agama”, pada mulanya lebih berkonotasi sebagai kata kerja, yang
mencerminkan sikap keberagamaan atau kesalehan hidup berdasarkan
nilai-nilai ketuhanan. Tetapi dalam perkembangannya, religion bergeser
menjadi semacam “kata benda”, ia menjadi himpunan doktrin, ajaran,

serta hukum-hukum yang telah baku yang diyakini sebagai kodifikasi

18 A. Hanafi, Pengantar Theology Islam....,hlm. 12.
19 Harun Nasution, Teologi Islam.....hlm. ix.

perintah Tuhan untuk manusia.20 Sedangkan religiousitas lebih mengarah
pada kualitas penghayatan dan sikap hidup seseorang berdasarkan nilainilai keagamaan yang diyakininya.21
Pendekatan teologi dalam studi agama adalah pendekatan iman
untuk merumuskan kehendak Tuhan berupa wahyu yang disampaikan
kepada para nabinya agar kehendak Tuhan itu dapat dipahami secara
dinamis dalam konteks ruang dan waktu. Karena itu, pendekatan teologi
dalam studi agama disebut juga pendekatan normatif dari ilmu-ilmu
agama itu sendiri. Secara umum, metode teologi/normatif dalam studi
agama bertujuan untuk mencari pembenaran dari suatu ajaran agama
dalam rangka menemukan pemahaman/pemikiran keagamaan yeng lebih
dapat dipertanggungjawabkan secara normatif idealistik.22
Pendekatan teologi adalah cara pandang atau analisis terhadap
masalah ketuhanan dengan menggunakan norma-norma agama atau
simbol-simbol keagamaan yang ada. Dengan kata lain, pendekatan
teologi cenderung normatif karena keyakinan teologi (kegamaan)
menjadi norma dalam melihat suatu fenomena.23
Pendekatan teologis agama dipandang sebagai keyakinan atau
dogma Tuhan yang bersifat absolut. Keyakinan ini bersifat subjektif dan
partikular. Dalam arti, bahwa suatu kebenaran yang diyakini berlaku
untuk orang-orang yang meyakininya, atau bahkan menolaknya. Disebut
partikuler (bagian) karena keyakinan tersebut tidak berlaku secara
universal (umum), hanya bagi pemeluk agama tertentu. Karenanya,
terdapat kepercayaan yang berbeda-beda, seperti teologi Islam, teologi
Kristen, dan teologi Yahudi.24
Pendekatan

ini

kepercayaan-kepercayaan

menjelaskan
terhadap

agama

khususnya

rukun-rukun

agama

tentang
(doktrin

ketuhanan). Termasuk, sangat mungkin menjelaskan wujud empirik
keberagamaan para pemeluknya dilihat sebagai kebenaran yang terkait
20 Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam...hlm. 3.
21 Ibid., hlm. 4.
22 Imam Suprayogo Dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama...hlm. 59.
23 Muhtadin Dan Mustafa, “Reorientasi Teologi Islam Dalam Konteks Pluralisme
Beragama”. HUNAFA. Vol.3. No.2, Juni 2006, hlm. 131.
24 Moh. Nurhakim, Metodologi Studi Islam (Malang: UMM Press, 2004), hlm. 17.

dengan dogma-dogma Tuhan tersebut. Dalam arti, bahwa pendekatan ini
disamping melihat agama dalam arti dimensi dogma yang bersifat
normatif, juga melihat agama dalam arti dimensi religiousitas yang
bersifat empirik. Namun, kedua dimensi agama tersebut ditinjau secara
normatif menggunakan ilmu dan teori ketuhanan (teologi).25natisme
semacam ini pada gilirannya memungkinkan terjadinya ketagangan
antarpara pengikut kepercayaan atau agama yang berbeda ketika terdapat
keadaan-keadaan sosial tertentu yang mendorongnya. Maka, pendekatan
keberagamaan semacam ini membutuhkan pendekatan-pendekatan baru
yang bersifat inklusif.26
Pendekatan teologis menekankan pada bentuk forma atau simbolsimbol keagamaan tertentu, sehingga lahir pada diri pemeluknya sikapsikap

mempertahankan

kepercayaan

dan

simbol-simbol

sebagai

identitasnya. Maka, pendekatan demikian tidak jarang menimbulkan
sikap paling benar dalam beragama, sedangkan yang lain salah. Sikap f
Pendekatan teologis merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
kegiatan penelitian agama. Hal ini dilakukan untuk menjawab persoalan
apakah agama dapat diteliti. Sementara ahli dan ulama, menurut Noeng
Muhadjir, bahwa ilmu dan wahyu itu memiliki otonomi dibidangnya
masing-masing. Ekstremitasnya menimbulkan filsafat di antara para
ulama, dan menabukan non empirik dan non sensual diantara para
ilmuan. Apapun alasan yang dikemukakan, adalah bahwa pendekatan
teologi dalam penelitian agama dimaksudkan untuk menjembatani para
pakar ilmu agama (ulama) dengan ilmuan lainnya, karena pendekatan
teologi dalam penelitian agama berada di kawasan naqli atau wahyu dan
ada yang aqli atau produk budaya manusia.27
Adapun yang termasuk kedalam penelitian teologis ini adalah
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ulama-ulama, pendeta, rahib
terhadap suatu subjek masalah dalam agama yang menjadi tanggung
jawab mereka, baik disebabkan oleh adanya pertanyaan dari jamaah
25 Ibid.,.hlm. 17.
26 Ibid., 17-18.
27 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Edisi IV Cet. I; Yoyakata: Rake
Sarasin,2000), hlm. 255.

maupun dalam rangka penguatan dan mencari landasan yang akurat bagi
suatu mazhab yang sudah ada. Pendekatan teologis memahami agama
secara harfiah atau pemahaman yang menggunakan kerangka ilmu
ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari
suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan
dengan yang lainnya.28
Teologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memenuhi
kriteria saintifik, yaitu penggunaan akal dengan segala kemampuan
analisisnya, generalisasinya, serta hukum-hukum penarikan kesimpulan
induksi dan deduksi terhadap data-data pengalaman.29 Dengan cara ini
bisa diperoleh hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang mendasari dan
mengaitkan fakta dan fenomena yang disajikan serta menyatukan seluruh
isi pengalaman ke dalam satu sistem yang koheren secara keseluruhan.
Apabila pengetahuan ini bersifat ilmiah, yaitu metodis sistematis
dan koheren terdapat pada teologi, maka teologi yang dimaksud adalah
penegetahuan adikodrati atau merupakan refleksi ilmiah terhadap iman.
Dengan demikian, ada faktor yang membedakan secara mendasar antara
teologi dengan ilmu pengetahuan lainnya. Teologi berdasarkan wahyu
Allah sebagaimana yang ditangkap oleh manusia beriman, sedangkan
ilmu pengetahuan lainnya berdasarkan pengalaman indrawi dan
pemikiran rasional.30
Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan
pendekatan normatif, yaitu pendekatan yang memandang agama dari segi
ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum
terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis ini
agama dilihat dari suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada
kekurangan sedikitpun dan nampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini
agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk
agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar, menjunjung nilai28 Pendekatan Teologi (ilmu kalam), dalam http://amvanalion.blogspot.com/p/pendekatanteologiilmu-kalam.html. Akses tanggal 4 April 2014.
29 Moh Natsir Mahmud, Bunga Rampai Epistemologi dan Metode Studi Islam
(Ujungpandang: IAIN Alaudin, 1998), hlm. 84
30 Nico Syukur Dister. Filsafat Agama Kristiani. (Cet. IV. Jakarta: Pustaka, 1989), hlm.
12.

nilai luhur. Untuk bidang sosial agama tampil menawarkan nilai-nilai
kemanusiaan, kebersamaan, tolong-menolong, tenggang rasa, persamaan
derajat dan sebagainya. Untuk bidang ilmu pengetahuan, agama tampil
mendorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi
setinggi-tingginya, menguasai keterampilan, keahlian dan sebagainya.
Pendekatan teologis atau normatif dalam pengkajian Islam telah
melahirkan banyak karya yang berkaitan dengan tafsir, sunnah dan
keilmuan naqli seperti fikih, kalam, dan tasawuf. Pendekatan ini pada
prakteknya tidak dapat berdiri sendiri, namun harus dipadu dengan
pendekatan lain, khususnya sosial humaniora dan kealaman.31
B.

Karakteristik Dasar Pendekatan Teologi Islam
Pendekatan teologis dalam memahami agama cenderung bersikap
tertutup, tidak ada dialog yang saling menyalahkan dan mengkafirkan, yang
ada pada akhirnya terjadi pembagian-pembagian umat, tidak ada kerja sama
dan tidak terlihat adanya kepedulian sosial. Melalui pendekatan teologis ini
agama dapat menjadi buta terhadap masalah-masalah sosial cenderung
menjadi lambang atau identitas yang tidak memiliki makna. Pendekatan
teologis juga erat kaitannya dengan ajaran pokok dari Tuhan yang di
dalamnya belum terdapat penularan pemikiran manusia. Dalam pendekatan
teologis agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada
keraguan sedikitpun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini, agama
tampil prima dengan seperangkat ciri yang khas.
Berikut ini, ada beberapa yang menjadi dasar dalam teologis normatif
diantaranya:
1. Truth Claim (klaim kebenaran) hanya ada pada ajarannya. Hal ini
memiliki korelasi dengan logika Aristoteles yang bersifat clear-cut,
hitam-putih dan salah-benar, hanya berbicara tentang dirinya sendiri dan
tentang kebenarannya sendiri.

31 Pokja Akademik, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2005), hlm. 108.

2. Partikularistik, artinya mengutamakan kepentingan pribadi di atas
kepentinngan umum. Mementingkan daerahnya atau sukunya masingmasing (sukuisme).
3. Teosentris, menurut Amin Abdullah masih didominasi oleh pemikiran
yang bersifat transendental-spekulatif yang kurang menyinggung
masalah-masalah insaniyat (humaniora) yang meliputi kehidupan sosial,
politik dan lain sebagainya.32
4. Formalistik, menekankan bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan
yang masing-masing mengklaim dirinya yang paling benar, sedangkan
yang lainnya salah.
5. Intoleran, tidak menghargai pandangan atau kepercayaan orang lain yang
berbeda atau yang bertentangan dengan dirinya.
6. Deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini
benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan sudah
pasti benar sehingga tidak perlu dipertanyakan terlebih dahulu,
melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan
dalil-dalil dan argumentasi.
C.

Metodologi Pendekatan Teologis Dalam Pengkajian Islam
Mengkaji ajaran Islam diperlukan suatu metodologi yang tepat,
sehingga dapat menghasilkan teknik dan cara yang tepat selanjutnya akan
menghasilkan pemecahan masalah sesuai dengan kebutuhan umat. Hal ini
mutlak diperlukan sebagai langkah mewujudkan cita-cita ajaran Islam,
menjadi rahmat bagi seluruh alam.33
Metodologi studi Islam merupakan suatu prosedur ilmiah mengenai
salah satu kajian terhadap ajaran Islam.34 Metodologi sendiri dapat diartikan
dengan science of method yang diartikan sebagai suatu pembahasan konsep
teoritik berbagai metode terkait dalam suatu sistem pengetahuan. Secara

32 Amin Abdullah, Filsafat Kalam di Era Post Modernisme (Yogyakarta; Pustaka Pelajar,
1995), hlm. 48
33 Hasyim Hasanah, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: Ombak, 2013), hlm. 59.
34 Ibid.,

etimologis, kata metodologi diderivasi dari kata method yang berarti cara
dan logy yang berarti ilmu atau teori.35
Selanjutnya dikatakan bahwa metodologi erat kaitannya dengan istilah
research atau penelitian, pengumpulan data atau cara memperoleh informasi
data, analisis data, kajian atau pendekatan (approach) dan lain sebagainya.36
Sumadi Suryabrata sebagaimana dikutip oleh hasyim hasanah
mengemukakan bahwa metodologi merupakan suatu teori yang memuat
prosedur ilmiah, biasanya dipergunakan untuk melakukan pencarian data
yang berkaitan dengan langkah-langkah tertentu, sehingga didapatkan
pemecahan masalah.37
1. Objek Kajian Islam
Objek kajian (studi) Islam adalah semua hal yang membicarakan
tentang Islam, mulai dari tingkat wahyu berupa nash, hasil pemikiran
para ulama, sampai pada level praktik yang dilakukan masyarakat.
Dengan adanya perbedaan level kajian menentukan juga pendekatan dan
metode yang digunakan.38
Al-Quran dipandang sebagai sumber ajaran dan sumber hukum
Islam yang pertama dan utama, sedang Hadits merupakan sumber hukum
kedua setelah Al-Quran. Ketika Al-Quran dan Hadits dijadikan, dipahami
dan dijadikan sebagai obyek kajian, maka muncullah penafsiran
pemahaman dan pemikiran. Demikian juga lahirlah berbagai jenis ilmu
Islam yang kemudian disebut ” ‫ ”الدراسة السلمية‬atau “Islamic Studies”.
Jika Al-Quran dan Hadits, dipahami dalam bentuk pengetahuan Islam,
maka kebenaranya berubah menjadi relatif, dan tidak lagi mutlak. Hal ini
karena pemahaman, pemikiran dan penafsiran merupakan hasil upaya
manusia dalam mendekati kebenaran yang dinyatakan dalam Wahyu
Allah dan sunnah Rasulullah..Karena produk manusia, maka hasilnya
relatife bisa benar, tapi juga bisa salah. Bisa benar unuk waktu tertentu,
tapi tidak untuk waktu yang lain.
2. Teori Dalam Pendekatan Teologi-Normatif
35 Ibid., hlm. 60.
36 Ibid.,
37Ibid.,
38 Pokja Akademik, Pengantar Studi Islam...hlm. 22.

a. Hal-hal untuk mengetahui kebenarannya dapat dibuktikan secara
empirik dan eksperimental.
b. Hal-hal yang sulit dibuktikan secara empirik biasanya disebut
masalah yang berhubungan dengan ra’yi (penalaran). Masalahmasalah yang tidak berhubungan dengan empirik (ghaib) biasanya
diusahakan pembuktiannya dengan mendahulukan kepercayaan.
Hanya saja cukup sulit untuk menentukan hal-hal apa saja yang
masuk klasifikasi empirik dan mana yang tidak terjadi perbedaan
pendapat dikalangan para ahli. Maka sikap yang perlu dilakukan
dengan pendekatan normatif adalah sikap kritis.39
3. Model-Model Penelitian Teologis
Penelitian teologis dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Penelitian pemula, yaitupenelitaian yang bersifat dasar dan pemula.
Penelitian ini ditemukan beberapa hasil penelitian pemula sebagai
berikut:40
1) Model Abu Manshur Muhammad Bin Muhammad Bin Mahmud
Al-Maturidy Al-Samarkandy
2) Model Al-Imam Abi Al-Hasan Bin Ismail Al-Asyari
3) Model Abd Al-Jabbar Bin Ahmad
4) Model Thahawiyah
5) Model Al-Imam Al-Haramain Al-Juwainy
6) Model Al-Ghazali
7) Model Al-Amidy
8) Model Al-Syahrastani
9) Model Al-Bazdawi41
b. Penelitian lanjutan, yaitu penelitian atas sejumlah karya yang
dilakukan oleh para peneliti pemula. Pada penelitian ini para peneliti
mencoba melakukan deskripsi, analisis, klasifikasi, dan generalisasi. 42
Adapun berbagai hasil penelitian lanjutan adalah sebagai berikut:
39 Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA,
2009), hlm. 198.
40 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam..., hlm 270.
41 Ibid.,276.
42 Ibid.,278.

1) Model Abu Zahrah
2) Model Ali Musthafa Al-Ghurabi
3) Model Abd Al-Lathif Muhammad Al-Asyr
4) Model Ahmad Mahmud Shubhi
5) Model Ali Sami A-Nasyr dan Ammar Jam’iy Al-Thalibi
6) Model Harun Nasution.43
4. Langkah-langkah

Pokok

Penyusunan

Draft

Penelitian

dan

Pengkajian Islam
Langkah-langkah

pokok

penyususnan

draft

penelitian

dan

pengkajian Islam adalah salah satu bagian pokok dari “konstruksi teori”
penelitian agama. Langkah-langkah tersebut pada hakikatnya merupakan
kegiatan yang harus ada dalam suatu rencana penelitian.44
Adapun hal-hal yang harus ada dalam draft penelitian agama
adalah sebagai berikut:
a. Unsur latar belakang masalah
b. Studi kepustakan
c. Landasan teori
d. Metodologi penelitan
e. Kerangka analisis.45
D.

Implementasi Pendekatan Teologis
Dalam implementasi pendekatan teologis dalam pengkajian Islam,
penulis akan melakukan penelitian dengan judul:
Sholawat dan Dzikir Habib Syekh Assegaf
(Tren Baru Dalam Tradisi Shalawat dan Dzikir Umat Islam)
A.

Latar Belakang Masalah
Musik diciptakan untuk mengekspresikan emosi terdalam
manusia mengenai kehidupan, merasakan kehadiran keilahian,
merayakan berbagai ritus sosial, menidurkan anak, dan lainnya.

43 Ibid.,280.
44 Ibid.,179.
45 Ibid.,180.

Sebagai contoh, Tarekat Maulawiyah yang didirikan oleh Jalaludin
Rumi di Konya, Turki pada abad ke-13, menggunakan musik untuk
mengungkapkan rasa cinta hamba dengan Tuhan. Mereka berzikir
sambil melakukan tarian berputar-putar yang diiringi oleh gendang
dan suling.46
Perkembangan musik di Indonesia mengalami perkembangan
yang pesat. Di media massa, banyak yang mempertontonkan acaraacara musik yang mempunyai banyak penggemar. Bahkan acara
musik tersebut semakin “naik daun” dengan berlomba-lombanya
stasiun televisi swasta yang setiap hari selalu menyuguhkan acara
tersebut denga berbagai kreasi dan inovasinya. Disini musik selalu
bisa dinikmati oleh para penikmatnya. Penulis mengambil satu jenis
musik yang bernuansakan Islam, yaitu shalawat.
Tradisi shalawat yang ditujukan kepada Nabi Muhammad oleh
masyarakat di Indonesia sudah tak asing lagi. Dari anak kecil sampai
orang tua pasti telah mendengar shalawat Nabi. Ada beragam praktik
shalawatan di berbagai daerah di Indonesia. Biasanya, tradisi ini
dilakukan pada bulan kelahiran Nabi, yakni Rabi’ul Awal. Sehingga
bulan ini sering disebut “Maulid” atau Mulud di Jawa. Di daerah
Surakarta, pada mulanya juga berkembang tradisi shalawatan,
tepatnya di Pajang, Laweyan, Solo. Di dalam acara tersebut, biasanya
warga-warga di sekitar Solo, termasuk Karanganyar, Klaten, Boyolali,
datang berduyun-duyun untuk merayakan hari kelahiran Nabi
Muhammad. Mereka datang untuk bershalawat bersama dan
dilanjutkan pengajian oleh ulama-ulama besar. Dari tradisi inilah,
acara-acara shalawatan berkembang menjadi cukup masif di berbagai
daerah,

seperti

acara

“Yogyakarta

Bershalawat..”,

“Pemalang

Berdzikir…”, “Shalawat dan Dzikir bersama Habib Syech”, dan
sebagainya.47

46 Nur Rosyid, “Bershalawat Bersama Habib : Transformasi Baru Relasi Audiens Muslim
NU Di Indonesia”. JANTRA: Balai Pelestarian Nilai Sejaran dan Tradisi. Vol. VII. No. 2.
Desember 2013, hlm. 2.
47 Ibid., hlm. 3.

Tradisi shalawatan ini kemudian berkembang di Jawa dengan
istilah “slametan”. Ritus ini merupakan ritus inti dalam masyarakat
Jawa

yang

digunakan

untuk

tatanan.

Doa-doa

meningkatkan

penyelenggaraan

dan

pada

melanjutkan,

memelihara

dilangsungkan

perayaan-perayaan

atau

dalam

setiap

komunal

demi

menjamin “kesinambungan yang mulus”. Lebih lanjut, agar sebuah
slametan menjadi ritual yang efektif, para tetangga juga harus
disertakan, bahkan jika acara yang diselenggarakan dimaksudkan
untuk mengamankan kesejahteraan pribadi seseorang. Dengan
demikian, acara shalawatan kurang lebih sama dengan praktik ritual
slametan orang Jawa. Bershalawat pada dasarnya tidak untuk diri
pribadi, tetapi dilakukan secara komunal. 48
Perkembangan musik shalawatan di Solo menarik untuk dikaji.
Mulai tahun 1999, sejak Haddad Alwi dan Sulis merilis album “Cinta
Rasul”, musik tersebut menjadi populer di kalangan masyarakat Solo.
Bahkan di desa-desa sering terdengar lantunan musik dari speakerspeaker masjid maupun rumah. Akan tetapi, kepopulerannya tidak
berlangsung

lama

semenjak

lagu-lagunya

di

adopsi

sebagai

soundtrack sinetron-sinetron religi. Baru kemudian seorang Habib
Syech dari keluarga Assegaf, memunculkan gebrakan luar biasa
dengan mendirikan “Jamaah Ahbabul Musthofa” (Jamaah Pecinta
Rasulullah/Kanjeng Nabi). Sampai saat ini, dia sukses menelurkan
sembilan album solonya.
Dalam prakteknya, shalawat justru dianggap bid’ah oleh
kalangan

tertentu.

Menurut

mereka,

materi

pujian

yang

menggambarkan Nabi sebagai pemberi syafa’ah, ampunan, dan
keselamatan

adalah

perbuatan

syirik

(menyekutukan

Tuhan).

Maksudnya, mereka menempatkan Nabi dalam kapasitas sebagai
pemberi keselamatan, padahal itu sebuah hak mutlak Tuhan saja.
Oleh karena itu, perumusan masalah yang akan dikaji adalah
sebagai berikut:
48 Ibid., hlm. 4-5.

1) Bagaimana pengaruh shalawat dan dzikir Habib Syekh Assegaf
dalam komunitas Islam di Indonesia?
2) Bagaimana relevansi shalawat dan dzikir Habib Syekh Assegaf
dalam meningkatkan keimanan masyarakat?
B.

Studi Kepustakan
Untuk mendukung penelaahan yang lebih komprehensif, seperti
yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka peneliti
melakukan kajian awal terhadap penelitian penelitian-penelitian
terdahulu yang mempunyai relevansi dengan topik yang diteliti.
Diantara penelitian yang terkait dengan shalawat Habib Syekh
adalah Jurnal Nur Rosyid dengan judul Bersholawat Bersama Habib:
Transformasi Baru Relasi Audiens Muslim NU di Indonesia. Jurnal
Jantra: Balai Pelestarian Nilai Sejarah dan Tradisi. Vol. VII. No. 2.
Desember 2013. Dalam jurnal ini disebutkan transformasi shlalawat
NU dari tradisi Maulud Nabi yang membaca shalawat sampai dengan
shalawat dengan model Habib Syekh yang berada di Solo.
Menurut hemat peneliti, jurnal yang ditulis oleh Nur Rosyid
belum memfokuskan pada tren baru shalawat dan dzikir Habib Syekh.
Oleh karena itu, penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan guna
mengkaji tren shalawat dan dzikir secara berjamaah yang dilakukan
oleh Habib Syekh Assegaf dalam rangka menambah keimanan kepada
Allah dan Nabi Muhammad.

C.

Landasan Teori
1. Shalawat
Shalawat bentuk jamak dari kata salla atau salat yang berarti

doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah. Arti
bershalawat dapat dilihat dari pelakunya. Jika shalawat itu
datangnya dari Allah SWT berarti memberi rahmat kepada
makhluk. Shalawat dari malaikat berarti memberikan ampunan.
Sedangkan shalawat dari orang-orang mukmin berarti suatu doa

agar Allah SWT. memberi rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi
Muhammad SAW dan keluarganya.
Shalawat juga berarti doa, baik untuk diri sendiri, orang
banyak atau kepentingan bersama. Sedangkan shalawat sebagai
ibadah ialah pernyataan hamba atas ketundukannya kepada Allah
SWT, serta mengharapkan pahala dari-Nya, sebagaimana yang
dijanjikan Nabi Muhammad SAW, bahwa orang yang bershalawat
kepadanya akan mendapat pahala yang besar, baik shalawat itu
dalam bentuk tulisan maupun lisan (ucapan).49
2. Dzikir
Dzikir menurut konteks bahasa mengandung beberapa
pengertian, mengandung arti menceritakan. Arti Dzikir yang
sebenarnya adalah suatu cara / media untuk menyebut/mengingat
nama Allah, jadi semua bentuk aktivitas yang tujuannya
mendekatkan diri kepada Allah dinamakan dzikir seperti shalat
(QS. Thoha : 14), tetapi lebih spesifik lagi dzikir dibatasi dengan
kata mengingat Allah dengan lisan dan hati.50

a. Pembagian dzikir
Pada hakikatnya semua anggota tubuh manusia dapat
digunakan sebagai dzikir asalkan digunakan untuk bersyukur
atau mendekatkan diri kepada Alloh, seperti shalat, puasa dan
pergi haji. Tetapi para ahli tasawuf membagi dzikir itu dengan
dua bagian :
1) Dzikir Billisan :
Berdzikir

dengan

menggunakan

lidah

dan

menggerakkan kedua bibir.

‫عذلى كجكنوإبك كمم ذفإإذذا‬
‫ذفإإذذا ذقذضيمتككم ال لذصل ذذة ذفامذك ككروا م الل لذه إقذياما ا ذوكقكعودا ا ذو ذ‬
‫عذلى ال مكممؤإمإنيذن إكذتابا ا لذمموكقوتا ا‬
‫ت ذ‬
‫امطذمأ مذننتكمم ذفأ ذإقيكموا م ال لذصل ذذة إإ لذن ال لذصل ذذة ذكان ذ م‬
49 Anonim. Dalam Http://Roelwie.Wordpress.Com/Makna-Shalawat/. Akses Tanggal 11
Juni 2014.
50 Anonim. Dalam Http://Www.Dzikir.Org/Index.Php/Dzikir. Akses Tanggal 11 Juni 2014.

"Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu),
ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu
berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka
dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman." (QS. Annisa : 103).
Mu'az bertanya kepada Nabi tentang amal yang paling
utama. Nabi menjawab : "Sampai mati lidahmu basah dengan
berdzikir kepada Alloh". (HR. Al Baihaqi). Dalam Hadits
Qudsi dikatakan : "Aku selalu bersama hamba-Ku apabila ia
mengingat-Ku dengan menggerakkan kedua bibirnya".51
Berzikir dengan lisan ada dua cara :
(a)Sir yaitu berdzikir dengan suara perlahan sekiranya hanya
terdengar oleh telinga orang yang berdzikir, orang tasauf
menamakan dzikir ini adalah "Azzikru Bissirry" yang
merupakan cara berdzikir yang paling afdhol.

‫جمهإر إمذن ال مذقموإل إبال مكغكدإلو‬
‫ذوامذككر لذربلذذك إفي ن ذمفإسذك تذذض لكرعا ا ذوإخيذفاة ذوكدوذن ال م ذ‬
‫كن إلمذن ال مذغاإفإليذن‬
‫ذوالذصاإل ذول ذ تذ ك‬
"Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak
mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al Araf : 205).
(b)Jahar yaitu berdzikir dengan suara keras sekira terdengar
telinga orang yang berdzikir dan orang yang didekatnya.
2) Dzikir Bilqolbi :
Berzikir dengan menggunakan hati dan sama sekali
tidak terdengar oleh telinga. (QS. Ali Imran : 135).

‫ذ‬
‫ب‬
‫ال لذإذيذن آذمكنوا م ذوتذمطذمإئ لكن كقكلوبككهم إبإذك مإر الل لإه أل ذ إبإذك مإر الل لإه تذمطذمإئ لكن ال مكقكلو ك‬
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya
51 Ibid.,

dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram" (QS. ArRad : 28)
Setiap zikir Billisan dan Bilqolbi mempunyai kelebihan
dan

kekurangan.

Zikir

billisan

dengan

suara

jahar

kelebihannya disamping berzikir secara tidak langsung dapat
mengajarkan orang yang disekitarnya untuk mengikuti
zikirannya seperti zikir sesudah shalat Fardhu yang dipandu
oleh imam.
Sabda Nabi : "Siapa yang mengajarkan / menunjukkan
seseorang dalam kebaikan pahalanya sama dengan orang
yang mengarjakannya". Akan tetapi kekurangannya dekat
kemungkinan menjadikan orang yang berzikir menjadi Riya (
rasa ingin dipuji) dan Ujub (merasa dirinya lebih dari orang
lain), kecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah. Zikir
dengan Sir atau Bilqolbi pahala dan zikirannya hanya untuk
orang yang membaca zikir tersebut, tetapi jauh kemungkinan
menimbulkan sifat yang buruk.52

b. Halaqah zikir atau Majlis Dzikir
Salah satu cara untuk mendawamkan (kontinyu) berzikir
dengan membuat Halaqah (Forum) atau Majlis zikir, minimal
dua orang atau lebih. Majlis zikir disamping untuk memberi
semangat dalam berzikir juga mengajak orang lain untuk
berzikir.
"Tidaklah sekelompok orang berzikir kepada Allah disatu
majlis melainkan mengelilingi malaikat dan menurunkan rahmat
kepada mereka, maka Alloh ingat kepada mereka siapa saja
yang ada disisinya". (QS. Ali Imran : 104).
Para sufi apabila ingin berzikir sendiri maka ia membuat
"Jawiyah" yaitu tempat / pojok khusus untuk berzikir dan bila
52 Ibid.,

berzikir dilakukan bersama-sama maka mereka membuat
"Ribath" yaitu majlis / pesantren khusus untuk zikir bersama.53
D.

Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif.
Penelitian dekriptif bertujuan menggambarkan secara tepat
sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu,
atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala dan
gejala lain dalam masyarakat. 54
2. Melalui pendekatan teologis ini menggunakan cara berpikir
deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang
diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari
Tuhan, sudah pasti benar, sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih
dulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat
dengan dalil-dalil dan argumentasi.55
3. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah shalawat dan dzikir Habib Syekh
Assegaf.
4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu:
a. Wawancara
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara ini
ditujukan kepada masyarakat yang mengikuti majelis shalawat
dan dzikir Habib Syekh.
b. Observasi
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi ini
dilakukan ketika ada majelis shalawat dan dzikir Habib Syekh
digelar.

E. Kerangka Analisis

53 Ibid.,
54 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam....hlm. 188.
55 Ibid., hlm. 34.

Dalam kerangka analisis ini akan disajikan secara deskriptif
tentang majelis shalawat dan dzikir Habib Syekh yang digelar hampir
diseluruh penjuru tanah air.
Secara historis, jamaah Ahbabul Musthofa yang dipimpin Habib
Syech sudah lama mengadakan pengajian rutin di pesantren-pesantren
tertentu. Pengajian ini merupakan tradisi dari keluarga besarnya,
Assegaf. Pada malam Kamis pengajian diadakan di rumah Habib
Syech, malam Sabtu Kliwon di Purwodadi, malam Rabu Pahing di
Kudus, malam Sabtu Legi di Jepara, malam Ahad Pahing di Sragen,
malam Jum’at Pahing di Timoho Yogyakarta, dan malam Ahad Legi di
Surakarta.56
Berdasarkan telaah isi lagu-lagunya, sebagian besar diambil dari
tiga kitab yang menjadi dasar tradisi shalawat: al-Barzanji, al-Diba'i,
dan al-Burdah. Beberapa lagu diambil dari album-album “Cinta
Rasul”, serta lagu ulama lainnya seperti Gus Dur dan Habib Luthfi
dari Pekalongan. Sehingga, shalawatan yang dikembangkan oleh
Habib Syech adalah proses reproduksi dari lagu-lagu sebelumnya.
Proses komodifikasi shalawatan yang dilakukan Ahbabul
Musthofa, tidak serta merta didorong oleh industri media. Proses
komodifikasi ini dipicu oleh kekhawatiran habib-habib dan ulama
setempat terhadap muslim agar tidak terpengaruh MTA (Majelis Tafsir
Al Qur’an). Di sekitar kompleks tersebut, tepatnya di sekitar pasar
Semanggi, terdapat pusat MTA yang berdiri awal tahun 2000 oleh
ustad Sukino. Inti dari gerakan ini adalah mencoba mengembalikan
setiap ibadah Islam harus sesuai dengan Al Qur’an. Sehingga setiap
ibadah atau ritus Islam yang dianggap tidak berdasarkan Al Qur’an
dianggap

sebagai

“bid’ah”.

Organisasi

ini

mengembangkan

dakwahnya dengan tiga cara, yaitu: pengajian rutin Minggu pagi,
dakwah keliling dan dakwah melalui radio. Semua cara dakwah
tersebut menggunakan satu sistem, yakni tanya jawab. Cara ini
berbeda dengan tradisi pesantren atau dakwah Islam pada umumnya
56 Nur Rosyid, “Bershalawat Bersama Habib....hlm. 9.

yang lebih bersifat satu arah. Proses komunikasi dua arah inilah,
menyebabkan gerakan ini cukup berkembang dengan pesat.
Menurut gerakan MTA tradisi membaca al Barzanji tidak ada
semasa Nabi hidup. Di samping itu, bershalawat berarti menempatkan
Nabi Muhammad sebagai penolong di hari kiamat. Sehingga
menyamakan kedudukan Nabi dengan Allah. Pandangan ini terlihat
berseberangan dengan Nahdliyin yang lebih banyak bershalawat
sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Nabi. Tentu saja bagi para
ulama Nahdliyin setempat, pandangan tersebut dianggap cukup
“mengganggu keimanan” jamaahnya. Padahal dalam pandangan
nahdliyin, bershalawat tersebut adalah salah satu bentuk ibadah yang
dasar tuntunannya telah jelas. Pengemasan shalawat menjadi sesuatu
yang enak didengar dan dinikmati ini, secara politis digunakan sebagai
upaya penjagaan tradisi.57
Majelis shalawat dan dzikir Habib Syekh mengemas tradisi
Nahdliyin yang gemar bershalawat akan tetapi juga mengingat Allah
dengan majelis dzikirnya. Allah berfirman :

   







   
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat

untuk Nabi. Hai orang orang yang beriman, bersholawatlah kamu
untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”.
(QS.Al-Ahzab: 56).
Al-Hâfizh Ibn Hajar Al-Asqalânî telah menjelaskan tentang
madzhab-madzhab atau pendapat-pendapat ulama mengenai hukum
bershalawat dalam kitabnya “Fath al-Bârî”, sebagaimana dijelaskan
dibawah ini.
Para ulama yang kenamaan, mempunyai sepuluh macam
madzhab (pendirian) dalam masalah bershalawat kepada Nabi Saw.:

57 Ibid., hlm. 11.

1. Madzhab Ibnu Jarîr Al-Thabarî. Beliau berpendapat, bahwa
bershalawat kepada Nabi, adalah suatu pekerjaan yang disukai saja.
2. Madzhab Ibnu Qashshar. Beliau berpendapat, bahwa bershalawat
kepada Nabi suatu ibadat yang diwajibkan. Hanya tidak ditentukan
qadar banyaknya. Jadi apabila seseorang telah bershalawat, biarpun
sekali saja. Terlepaslah ia dari kewajiban.
3. Madzhab Abû Bakar Al-Râzî dan Ibnu Hazmin. Beliau-beliau ini
berpendapat, bahwa bershalawat itu wajib dalam seumur hidup
hanya sekali. Baik dilakukan dalam sembahyang, maupun di
luarnya. Sama hukumnya dengan mengucapkan kalimat tauhid.
Selain dari ucapan yang sekali itu hukumnya sunnat.
4. Madzhab Al-Imâm Al-Syâfi’i. Imam yang besar ini berpendapat,
bahwa shalawat itu wajib dibacakan dalam tasyahhud yang akhir,
yaitu antara tasyahhud dengan salam.
5. Madzhab Al-Imâm Asy-Sya’bî dan Ishâq. Beliau-beliau ini
berpendapat, bahwa shalawat itu wajib hukumnya dalam kedua
tasyahud, awal dan akhir.
6. Madzhab Abû Ja’far Al-Baqîr. Beliau ini berpendapat, bahwa
shalawat itu wajib dibaca di dalam sembahyang. Cuma beliau tidak
menentukan tempatnya. Jadi, boleh di dalam tasyahhud awal dan
boleh pula di dalam tasyahhud akhir.
7. Madzhab Abû Bakar Ibnu Bakir. Beliau ini berpendapat, bahwa
shalawat itu wajib kita membacanya walaupun tidak ditentukan
bilangannya.
8. Madzhab Al-Thahawî dan segolongan ulama Hanafiyah. AlThahawî berpendapat bershalawat itu diwajibkan pada tiap-tiap kita
mendengar orang menyebut nama Muhammad. Paham ini diikuti
oleh Al-Hulaimî dan oleh segolongan ulama Syâfi’iyyah.
9. Madzhab Al-Zamakhsyarî. Al-Zamakhsyarî berpendapat, bahwa
shalawat itu dimustikan pada tiap-tiap majelis. Apabila kita duduk
dalam suatu majelis, wajiblah atas kita membaca Shalawat kepada
Nabi, satu kali.

10. Madzhab yang dihikayatkan oleh Al-Zamkhsyarî dari sebagian
ulama Madzhab ini berpendapat bahwa bershalawat itu diwajibkan
pada tiap-tiap kita mendoa.58
Untuk mengetahui manakah paham yang harus dipegangi dalam
soal ini, baiklah kita perhatikan apa yang telah diuraikan oleh AlImâm Ibn Al-Qayyim dalam kitabnya Jalâul Afhâm, katanya : “Telah
bermufakat semua ulama Islam atas wajib bershalawat kepada Nabi,
walaupun mereka berselisih tentang wajibnya di dalam sembahyang.
Segolongan

ulama

tidak

mewajibkan

bershalawat

di

dalam

sembahyang. Di antaranya ialah, Al-Thahawî, Al-Qâdhî al-’Iyâd dan
Al-Khaththabî. Demikianlah pendapat para fuqaha selain dari AlSyâfi’i.”
Dengan uraian yang panjang Al-Imâm Ibn Al-Qayyim
membantah paham yang tidak mewajibkan shalawat kepada Nabi
SAW di dalam sembahyang dan menguatkan paham Al-Syâfi’i yang
mewajibkannya.
Al-Imâm Ibn Al-Qayyim berkata: “Tidaklah jauh dari kebenaran
apabila kita menetapkan bahwa shalawat kepada Nabi itu wajib juga
dalam tasyahhud yang pertama. Hanya hendaklah shalawat dalam
tasyahhud yang pertama, diringkaskan. Yakni dibaca yang pendek.
Maka apabila kita renungkan faham-faham yang telah tersebut
itu, nyatalah bahwa bershalawat kepada Nabi itu disuruh, dituntut,
istimewa dalam sembahyang dan ketika mendengar orang menyebut
nama Nabi Muhammad Saw.
Berkata Al-Faqîh Ibn Hajar Al-Haitamî dalam Al-Zawâjir:
“Tidak bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW ketika orang
menyebut

namanya,

adalah

merupakan

dosa

besar

yang

keenampuluh.”
Hadits nabi yang artinya: “Apakah tidak lebih baik saya
khabarkan ke-padamu tentang orang yang dipandang sebagai manusia
58 Anonim. Dalam Http://Roelwie.Wordpress.Com/Makna-Shalawat/. Akses Tanggal 11
Juni 2014.

yang sekikir-kikirnya? Menjawab sahabat : Baik benar, ya Rasulullah.
Maka Nabi-pun bersabda : Orang yang disebut namaku dihadapannya,
maka ia tidak bershalawat kepadaku, itulah manusia yang sekikirkikirnya.” (HR. Al-Turmudzi dari ‘Ali).
Kemudian hadis Nabi yang lain yang artinya: “Kaum mana saja
yang duduk dalam suatu majelis dan melamakan duduknya dalam
majelis itu, kemudian mereka bubar dengan tidak menyebut nama
Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi, niscaya mereka menghadapi
kekurangan dari Allah. Jika Allah menghendaki, Allah akan
mengadzab mereka dan jika Allah menghendaki, Allah akan memberi
ampunan kepada mereka. ” (HR Al-Turmudzî).59

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Pendekatan teologis lebih bercorak normatif. Pendekatan teologis
dalam pemahaman keagamaan merupakan pendekatan yang menekankan
pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing
bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya
sebagai yang paling benar sedangkan yang lainnya salah.
Aliran teologis yang berpikir dirinya yang paling benar dan yang lain
salah akan mengakibatkan timbulnya saling mengkafirkan, keliru, sesat,
bid’ah dan lain sebagainya. Yang ada hanyalah ketertutupan (eksklusif),
tidak ada ruang dialog dan toleransi sehingga menimbulkan pengkotakkotakan umat.
Pendekatan teologis ini mempunyai karakteristik dasar yaitu: truth
claim, partikularistik, eksklusif, intoleran, formalistik, dan deduktif. Adapun

59 Anonim. Dalam Http://Roelwie.Wordpress.Com/Makna-Shalawat/. Akses Tanggal 11
Juni 2014.

metodologi yang digunakan sebenarnya hampir sama dengan penelitian
sosial yang dapat digunakan dalam penelitian agama. Langkah-langkah
dalam metodologi penelitian agama yaitu: latar belakang masalah, studi
kepustakan, landasan teori, metodologi penelitian, kerangka analisis.
Dalam implementasi pendekatan teologi, penelitian merujuk pada
majelis shalawat dan dzikir yang dipimpin oleh Habib Syekh Assegaf.
Banyak kalangan yang mendukung majelis yang diadakan oleh Habib Syekh
sehingga pengunjungnya pun banyak. Akan tetapi ada bebrapa kalangan
yang menganggap

shalawat yang dilakukan adalah bid’ah. Alasannya

adalah karena lebih mengagungkan Nabi Muhammad dibandingkan Allah
yang maha memberi keselamatan. Namun dalam analisisnya jika kita
mengacu pada beberapa dalil yang diambil dari Al-Quran dan Hadits maka
sebenarnya shalawat adalah dianjurkan.

DAFTAR PUSTAKA
A.Hanafi. 1992. Pengantar Theology Islam. Cet Ke V, Jakarta: Pustaka Al-Husna
Abuddin Nata. 2004. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
(Buku Rujukan)
Amin Abdullah. 1995. Filsafat Kalam di Era Post Modernisme. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Amsal Bachtiar. 1997. Filsafat Agama. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Anonim. Dalam Http://Roelwie.Wordpress.Com/Makna-Shalawat/. Akses Tanggal
11 Juni 2014.
Anonim. Dalam Http://Www.Dzikir.Org/Index.Php/Dzikir. Akses Tanggal 11 Juni
2014.
Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarok. 2006. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
H.M. Sayuthi Ali. 2002. Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan
Praktek (Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Harun Nasution. 1986. Teologi Islam:
Perbandingan. Jakarta: UI Press.

Aliran-Aliran

Sejarah

Analisa

Hasyim Hasanah. 2013. Pengantar Studi Islam.Yogyakarta: Ombak.
Imam Suprayogo dan Tobroni. 2003. Metodologi Penelitian Sosial-Agama.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Khoiruddin Nasution. 2009. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: ACAdeMIA +
TAZZAFA.
M. Gufron Ma’ruf, Metodologi Studi Islam; Teori Dasar Pendekatan dalam
Pengkajian
Islam,
dalam
http://ibnumakruf.staff.stainsalatiga.ac.id/2013/01/23/metodologi-studiislam-teori-dasar-pendekatan-dalam-pengkajian-islam/. Akses tanggal 25
Maret 2014.
Moh. Natsir Mahmud. 1998. Bunga Rampai Epistemologi dan Metode Studi
Islam. Ujungpandang: IAIN Alaudin.
Moh. Nurhakim. 2004. Metodologi Studi Islam. Malang: UMM Press.
Muhtadin dan Mustafa. Reorientasi Teologi Islam Dalam Konteks Pluralisme
Beragama, HUNAFA Vol.3 No.2. 2006.
Nico Syukur Dister. 1989. Filsafat Agama Kristiani. Cet. IV.