MAKALAH SEJARAH INDONESIA Sultan Agung

MAKALAH SEJARAH INDONESIA
Sultan Agung VS J.P Coen

D
I
S
U
S
U
N
OLEH
Kelompok : Sultan Agung
Ketua Anggota : Luslyevan Iman.K
Tim pengolah Data : 1. Bima Fernanda.A
2. Debi Refizani.K
3. Agung Wahyu
Tim Pencari Data: 1. Mipajrin Dwiani.P
2. Pemi Marta.D
3. Yenwen Desriana
4. Yaka Tanda.P
5. Abellia Frensivitasari


Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan
Dina Pendidikan Pemuda dan Olahraga
SMA Negeri 2 Bengkulu Selatan
Tahun Ajaran 2014-2015

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Monopoli perdagangan dan lahirnya VOC sebagai dalih persekutuan dagang bangsa
Belanda di Nusantara telah membawa dampak yang sangat beragam dari sekian banyak
kerajaan yang bertahta di wilayah Nusantara.Konflik kepentingan antara kerajaan nusantara
dengan para pendatang eropa, sedikit banyaknya telah mempengaruhi pula pada peristiwaperistiwa penting yang akan terjadi masa mendatang.
Serangan pasukan Mataram, ke Batavia, 1628 dan 1629 telah menandai perjalanan
panjang konflik kerajaan di Nusantara dengan Belanda dalam hal ini VOC. Berawal dari
hubungan Mataram – Batavia 1613. kontak perdana terjadi ketika 22 september 1613, sebuah
kapal Belanda yang berisi utusan Kompeni di bawah pimpinan Jan Piterszoon Coen merapat
di pelabuhan Jepara, dan kemudian Kudus dua pelabuhan milik Mataram. Maksud dari
kedatangan utusan kompeni ini adalah untuk menjalin kerjasama antara Mataram yang
terkenal sebagai penghasil beras dan hasil bumi lainnya dengan pihak Belanda, dalam hal ini

VOC1. Soal menyoal konflik yang terjadi antara Mataran dan kompeni akan kita bahas pada
bab tersendiri.
Memahami sejarah dalam ragam perspektif memang sangat sulit. Tak terkecuali
peristiwa sejarah kontemporer sekarang ini, dengan beragam sumber dan sudut pandang yang
berbeda. Namun dalam peristiwa sejarah apapun, kita harus bisa menempatkan objektivitas di
tingkat paling atas untuk menghindari kesalahan penulisan dan penafsiran sejarah sebagai
sebuah peristiwa yang penting. Sejarah Konflik Mataram dan VOC, menjadi sebuah langkah
awal analisis kita dalam mengkaji lebih dalam urutan peristiwa sejarah dan dampak yang
tertimbulkan dari peristiwa sejarah itu sendiri. Peristiwa ini sedikit banyaknya bisa dijadikan
sebuah acuan dalam menentukan kedudukan kita sebagai masyarakat di nusantara yang tidak
bias lepas dari peristiwa sejarah di masa lampau.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Tahapan Awal Perang

Mataram dan politik perluasan wilayahnya telah menjadi embrio
yang kelak akan membawanya ke dalam sebuah peperangan yang justru

menjatuhkan hegemoninya di hadapan para daerah taklukannya karena
tidak bisa menaklukkan Batavia dibawah kekuasaan VOC, tapi sebelum
kita sampai lebih jauh lagi tentang perang Mataram-VOC , mari kita kupas
sedikit tentang hubungan awal Mataram dengan VOC sebelum konflik,
Seperti yang sudah tertera pada informasi di atas, bahwa hampir
seluruh wilayah Pulau jawa telah menjadi wilayah kekuasaan Mataram,
kecuali Banten, serta Batavia, yang dikuasai oleh Banten dan VOC. juga
daerah Blambangan. Pada tahun 1613, tepatnya 22 September 1613
serombongan Utusan VOC, yang dipimpin Jan Pieterszoon Coen merapat
di daerah Mataram yang telah menjadi pelabuhan penting Mataram yaitu,
Jepara dan Kudus, utusan tersebut ingin menjalin kerjasama dengan
Mataram dalam hal penyediaan beras karena Mataram terkenal sebagai
penghasil beras. Dalam hal ini Sultan Agung menerima keinginan dan
penawaran kerjasama dari pihak VOC, berdasarkan pertimbangan bahwa
persahabatan itu nantinya akan berguna dalam rangka keinginan
Mataram menguasai kota-kota pelabuhan di sepanjang pantai jawa timur,
terutama Surabaya yang terkenal kuat dalam hal pasukan. Maka didirikan
lah Pos perdagangan VOC di Japara tahun 1615. Dalam perkembangan
selanjutnya disamping konflik kepentingan dari kedua belah pihak, Sultan
Agung dipengaruhi oleh saudagar inggris, Sultan Agung mulai menyadari

bahwa kehadiran VOC di wilayah Mataram sangat berbahaya, seperti hal
yang dialami oleh Jayakarta yang sepenuhnya telah berada di bawah
kekuasaan VOC, hal ini tentu bertentangan dengan cita-cita Mataram
dalam hal ini Sultan Agung sendiri untuk meluaskan pengaruhnya di
seluruh tanah jawa 3.benih-benih menuju konflik berkepanjangan mulai

terlihat jelas pada saat tentara Mataram menyerbu kantor dagang VOC di
Jepara 1618, serangan ini dipimpin oleh Orang Gujerat yang meminpin
Jepara atas nama Sultan Agung. 3 orang Belanda tewas dan yang lainnya
di tawan, pihak VOC tidak tinggal diam, bulan November tahun itu juga
VOC melakukan pembalasan dengan membakar semua kapal Jawa yang
sedang berlabuh di pelabuhanserta sebahagian besar kota. Tetapi perlu
diingat juga bahwa pada tahun 1618 ketika terjadi paceklik tanaman padi,
Sultan Agung pernah melarang ekspor beras kepada pihak belanda dalam
hal ini VOC hal ini tentu beralasan, konon pihak VOC telah menyamakan
Sultan Agung dengan seekor Anjing,dan juga pihak VOC yang
dianggap telah mengotori mesjid Jepara4, beberapa fakta sejarah inilah
yang akan mengantar Mataram ke dalam peperangan yang
berkepanjangan dengan VOC, hubungan yang semakin memburuk
ditunjukkan dengan tindakan VOC yang membakar jung-jung Mataram di

Jepara dan merebut beras yang ada di dalamnya. Tujuan lain dari
penyerangan ini disamping untuk membalas dendam atas serangan
Mataram terhadap pos dagang VOC di jepara 1618, juga untuk merusak
kantor dagang Inggris dan untuk membuat orang-orang cina pindah ke
Batavia5. Namun pada 1621 personel VOC yang ditawan dikembalikan ke
Batavia dan beras pun dikirim, VOC pun mengirimkan utusan nya kepada
Sultan Agung 1622, 1623 dan 1624, hubungan ini tentunya tidak terlepas
dari kepentingan Mataram yang mengharapakan bantuan angkatan laut
dari VOC untuk melakukan penaklukan atas Surabaya, Banten dan
Banjarmasin, namun niat Mataram ini ditolak mentah-mentah oleh VOC,
maka habis lah sudah persahabatan dan keinginan kerjasama yang
mutualistis, apalagi setelah Suarabaya berhasil dikuasai 1625, Sultan
Agung telah merencanakan serangan ke Batavia.serangan mataram dibagi
lakukan dua kali.

B. Serangan Mataram ke Batavia pada Tahun 1628
M ( Serangan Pertama)
Pada tanggal 22 Agustus 1628, 50 kapal muncul di depan Batavia
dengan perbekalan yang sangat banyak. Hal ini membuat Kompeni


menjadi sangat prihatin. Setelah 2 hari muncul lagi 7 buah perahu yang
singgah untuk meminta ijin perjalanan ke malaka. VOC mencoba untuk
tidak mempertemukan kapal-kapal yang tiba dahulu dan yang belakangan
karena khawatir kapal-kapal yang baru datang akan memberi senjatasenjata pada perahu lainnya. Usaha ini gagal. Pada pagi hari 20 buah
perahu menyerang pasar dan benteng yang belum siap. Orang-orang
Mataram yang datang dengan perahu-perahu itu naik ke darat. Mereka
berhasil mencapai benteng. Penyerbuan ini berlangsung sampai pagi.
Banyak korban jatuh. Tujuh perahu yang datang pada tanggal 24 Agustus
1628, ketika melihat hasil penyerbuan ke benteng yang mengakibatkan
banyak korban, tidak mau mendekati Batavia tetapi mendekati Marunda
di mana pada keesokan harinya suatu pasukan di bawah pimpinan
Tumenggung Baureksa mendarat. Dalam menghadapi kekuatan Mataram,
Kompeni mengorbankan daerah sekitar benteng. Kampung di sekitarnya
dibakar dan diratakan dengan tanah. Pada waktu tentara Mataram
menarik diri ke daerah-daerah yang agak jauh yang berpohon, membuat
benteng-benteng mereka dari bambu anyaman. Meskipun demikian
mereka berhasil maju juga karena mereka menggali parit-parit dan
membuat benteng seperti yang tersebut di atas. Taktik VOC untuk
menghadapi pasukan yang telah maju sekali adalah dengan mengirim
sejumlah tentara Kompeni ke parit-parit ini yang dilindungi oleh 150

penembak sehingga orang-orang ini berhasil mengusir tentara Mataram
dari parit-parit ini. Dan korban yang tercatat pada peristiwa ini
diperkirakan antara tiga puluh sampai empat puluh orang.

Pada tanggal 21 September 1628 tentara Mataram menyerang
benteng Hollandia. Mereka mencoba menaiki benteng tersebut dengan
tangga. Sambil menjalankan penyerangan ini, di bagian lain mereka
mereka membunyikan alarm untuk mengurangi perhatian pada
penyerbuan atas benteng Hollandia. Akan tetapi orang Belanda dapat
mencium bahwa tujuan tentara Mataram hanya benteng Hollandia, oleh
sebab itu mereka merubah perhatian menjadi penyerangan. Dengan
segala kekuatan mereka menyerang parit-parit dan pusat kanan tentara
Mataram, sehingga banyak menimbulkan korban. Karenanya kerugian
manusia terlalu banyak di pihak Mataram. Dari tawanan-tawanan yang
ditahan Kompeni mereka dapat keterangan bahwa masih terdapat kirakira 4.000 anggota tentara Mataram yang berkeliaran di hutan mencari
makanan. Terhadap mereka Kompeni mengutus Jacques Lefebres untuk
menyerang sisa-sisa laskar ini. Dengan jumlah yang tidak kecil yaitu 2.866
orang, Jacques Lefebres mengadakan penyerbuan. Ia memulai dengan
menyusuri sungai di tepi mana terdapat Tumenggung Baureksa.
Penyerbuan terhadap perkampungan laskar Mataram di mana Baureksa

berada menemui perlawanan yang hebat dan pertempuran berlangsung
satu lawan satu.

Kompeni pada akhirnya berhasil memusnahkan isi perkampungan ini,
akan tetapi mereka lupa merusak benteng. Tumenggung Baureksa dan
putranya gugur dalam pertempuran ini. Banyak perahu Mataram yang
berlabuh di sungai Marunda dimusnahkan. Setelah penyerbuan ke
perkampungan pasukan Mataram sepanjang sungai Marunda selesai,
tentara Kompeni pulang. Api mesiu belum habis terbakar, ketika bantuan
baru pasukan Mataram datang. Dengan segera pasukan Mataram dapat
mempersiapkan diri lagi. Bilamana tak ada tembakan yang berasal dari
dua perahu Kompeni Belanda dan bilamana kota Batavia tidak
mempunyai tembok yang tinggi, maka pastilah seluruh kota Batavia
sudah jatuh ke tangan laskar Mataram. Pimpinan dari bantuan yang baru
adalah Tumenggung Sura Agul-Agul dan bersaudara Kyai Dipati
Mandurareja dan Upasanta.Mereka menyangka bahwa pasukan yang
pertama datang telah berhasil menguasai kota Batavia. Ketika ia melihat
bahwa kota masih dalam tangan Kompeni, maka timbul suatu akal yaitu
seperti telah pernah dilakukan terhadap Surabaya, yaitu dengan
membendung sungai. Akan tetapi perbuatan ini hanya cocok untuk

Surabaya, tapi tidak untuk Batavia.

Suatu usaha untuk menyerbu benteng Hollandia gagal dan oleh
sebab itu sebagai hukuman terhadap gagalnya usaha menundukkan
musuh, Mandurareja dan Upasanta, bersama-sama dengan anak-buahnya
dibunuh dengan ditusuk dengan keris atau tombak. Dengan kegagalan
Mataram menduduki Batavia pada akhir tahun 1628, maka penyerbuan
Mataram yang pertama berakhir pula.

C.

Serangan Mataram ke Batavia pada Tahun 1629 M

( Serangan kedua)

Meskipun Mataram tidak berhasil merebut benteng Batavia dan
menundukkan Kompeni pada tahun 1628, mereka tidak begitu saja menyerah.
Tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1629 tentara Mataram berangkat lagi menuju
Batavia dengan perlengkapan senjata-api. Keberangkatan mereka dari ibukota
Mataram adalah pada bulan Juni. Pada akhir bulan Agustus 1629 penjaga-penjaga

Kompeni yang ditempatkan beberapa kilometer di sungai Ciliwung telah melihat
barisan depan,Sebagian pasukan Mataram mencoba mengusir ternak Kompeni
akan tetapi hal itu dapat dicegah oleh Kompeni.
Pada tanggal 31 Agustus 1629 hampir keseluruhan pasukan tiba di daerah
sekitar Batavia. Mereka datang berkuda membawa bendera, panji-panji dan mereka
juga membawa gajah. Cara yang dipakai Mataram untuk membawa beras ke sekitar
Batavia sebagai bekal bagi prajurit-prajurit adalah pengiriman seorang utusan yang
bernama Warga, untuk (pura-pura?-peng.) minta maaf kepada Kompeni mengenai
hal yang telah terjadi. Kompeni menerima warga dengan baik. Sementara itu orangorang Mataram mengumpulkan padi di Tegal. Padi itu akan ditumbuk di Tegal untuk
diperdagangkan ke Batavia. Siasat ini kemudian dibocorkan oleh seorang anak buah
dari salah satu perahu warga, sehingga ketika Warga tiba di Batavia untuk kedua
kalinya ia ditangkap dan ditanyai tentang kebenaran berita, bahwa Mataram hendak
menyerang Batavia lagi. Hal ini dibenarkan oleh Warga dan rahasia bahwa Tegal
menjadi gudang persediaan beras bagi tentara Mataram pun terbuka. Setelah
mendapat keterangan ini Kompeni mengirimkan armadanya ke Tegal, di mana
perahu-perahu Mataram, rumah-rumah dan gudang-gudang beras bagi tentara
Mataram dibakar habis, setelah Tegal mendapat perusakan, Kompeni mengarahkan

perhatiannya terhadap Cirebon. Kota ini juga mendapat gilirannya. Persediaan padi
di sini pun habis dibakar oleh VOC. Akibat dari dimusnahkannya gudang beras

Mataram, usaha pengepungan Batavia tidak berlangsung lama. Meskipun demikian
mereka toh mendekati benteng Hollandia dengan mengadakan pendekatan melalui
parit-parit. Benteng Hollandia dapat mereka rusakkan. Setelah berhasil, mereka
menuju benteng Bommel, akan tetapi di sini mereka gagal.
Pada hari-hari berikutnya Mataram maju ke Benteng dan pada tanggal 21
September 169 tembakan mulai terhadap benteng VOC. Mereka membiarkan
menembak benteng hingga persediaan mesiu habis. Sementara tembakantembakan dilancarkan terhadap benteng Belanda, Jan Pieterszoon Coen mendadak
meninggal diserang suatu penyakit.
Dari beberapa tawanan diketahui bahwa pasukan Mataram menderita
kelaparan, dan hal ini memang menyebabkan kelemahan mereka. Setelah berusaha
untuk menyerang selama kurang lebih 10 hari pada akhir bulan September 1629
mereka mulai menarik diri sambil banyak meninggalkan korban.

D.

Akhir Perang

Sultan Agung pantang menyerah dalam perseteruannya dengan VOC
Belanda. Ia mencoba menjalin hubungan dengan pasukan Kerajaan Portugis
untuk bersama-sama menghancurkan VOC. Namun hubungan kemudian diputus
tahun 1635 karena ia menyadari posisi Portugis saat itu sudah lemah.

Penyebab kekalahan Kedua serangan ini mengalami kegagalan akibat :
1. Jarak antara Mataram dan Batavia yang sangat jauh,;
2. Kekurangan bahan makanan;
3. Persenjataan yang kurang memadai;
4. Jumlah pasukan yang kalah banyak;
5. Munculnya wabah penyakit malaria

Kekalahan di Batavia menyebabkan daerah-daerah bawahan Mataram
berani memberontak untuk merdeka. Diawali dengan pemberontakan para
ulama Tembayat yang berhasil ditumpas pada tahun 1630. Kemudian Sumedang
dan Ukur memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang masih setia berhasil
memadamkan pemberontakan Sumedang tahun 1632.
Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya
pemberontakan Giri Kedaton yang tidak mau tunduk kepada Mataram. Karena
pasukan Mataram merasa segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih
mereka anggap keturunan Sunan Giri, maka yang ditugasi melakukan
penumpasan adalah Pangeran Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik sendiri
telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari adik Sultan Agung pada tahun 1633.
Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri
tersebut pada tahun 1636.

Pada tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Ia pun
membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga Mataram
mulai dari dirinya. Sultan Agung akhirnya meninggal dunia pada awal
tahun 1646 dan dimakamkan di sana. Sultan Agung digantikan putranya,
yaitu Raden Mas Sayidin bergelar
Perjanjian Giyanti terjadi karena adanya perlawanan Mangkubumi
dan Mas Said. Dalam sejarah disebutkan bahwa pasukan Mangkubumi
terpecah ketika melawan kompeni Belanda (VOC) karena pasukan Mas
Said tiba-tiba memisahkan diri dari komando bersama. Hal tersebut dapat
terjadi karena Mas Said sendiri bertahan di daerah Sukawati (Sragen) dan
ingin menjadi raja. Akhirnya perlawanan tersebut diakhiri dengan
Perjanjian Giyanti.

c

Dalam perkembangan selanjutnya, Perjanjian Giyanti ditandatangai oleh
VOC, Pakubuwana III, dan Pengeran Mangkubumi pada tahun 1755.
Adapun isi dari Perjanjian Giyanti adalah sebagai berikut:
Pemecahan kerajaan Mataram menjadi dua wilayah, yaitu Yogyakarta
untuk Pangeran Mangkubumi sebagai Sultan Hamengku Buwono I dan
Surakarta untuk Pakubuwana III.
Setelah perjanjian gianti terjadi perjanjian lain pun terjadi antara
mataram dan VOC, yaitu perjanjian salatiga, Perjanjian Salatiga adalah
perjanjian bersejarah yang ditandatangani pada tanggal 17 Maret 1757 di
Salatiga. Perjanjian ini adalah penyelesaian dari serentetan pecahnya
konflik perebutan kekuasaan yang mengakhiri Kesultanan Mataram.
Dengan berat hati Hamengku Buwono I dan Paku Buwono III melepaskan
beberapa wilayahnya untuk Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa).
Ngawen di wilayah Yogyakarta dan sebagian Surakarta menjadi kekuasaan
Pangeran Sambernyawa.