Antara Sahabat dan Ego docx
Antara Sahabat dan Ego
Pagi itu tampak seperti hari-hari biasanya dengan langit biru cerah yang menutupi
kampus ini. Hari itu aku ada kelas yang harus aku ikuti. Ketika aku memarkirkan
motorku, suara yang sudah tak asing lagi bagiku menghampiri telingaku, "Hei bro gimana
kabar hari ini?” Dia adalah Rengga sahabat baikku kaena kami telah berteman sejak
SMA. Rengga adalah orang yng sangat supel dalam bergaul dan sangat ramah oleh
karena itu dia memiliki teman yang sangat banyak dikampus, berbeda denganku yang
sedikit cuek dan dingin. “Baik bro!” jawabku sambil merangkul pundaknya. Kami
berduapun berlalu menuju kelas kami yang akan segera dimulai 15 menit lagi.
Sesampainya di kelas kami berdua berpisah. Aku mengambil tempat duduk yang paling
belakang. Sedangkan Rengga memilih bangku yang paling depan, tak heran karena dia
adalah anak yang pintar dan disenangi oleh setiap dosen. “Hey ga, bagaimana tugas
kelompok kita?” Andi yang merupakan teman sekelas ku menghampiri Rengga dan
menayainya. “Aku belum menyelesaikannya, bagaiman jika kita selesaikan hari ini?” jawb
Rengga. “Baiklah kalau begitu kita selesaikan di kostku selepas kelas ini” Andi
menimpali.
Setelah kelas usai, kami semua meninggalkan kelas dengan wajah yang gembira.
Termasuk aku yang sedari tadi ingin segera keluar dan menuju kantin. Ketika aku ingin
pergi ke kantin, Rengga dan Andi menahanku. “Eitt, mau kemana? ingat tugas kelompok
kita gak?” kata Andi. “Tugas lagi tugas lagi kalian berdua kan bisa menyelesaikannya,”
jawabku sedikit kesal. Mendengar jawabanku, Rengga merasa kesal dia pun sedikit
membentakku, “Kau harus lebih bertanggung jawab sedikit akan tugasmu, jangan seperti
ini!” “Aku tidak peduli!” Rengga semakin marah kepadaku, mungkin ini adalah
kemarahannya yang terbesar semenjak kami berteman. “Kau sendiri kan bisa
menyelesaikannnya, kau akan si pintar sedangkan aku si bodoh!” “Kenapa kau berbicara
seperti itu? ada apa denganmu? kau seperti bukan teman yang aku kenal!” jawab
Rengga dengan nada tinggi. “Baiklah kalu begitu, anggap saja aku bukan orang yang kau
kenal!” kami berdebat cukup lama. Andi yang sejak tadi terdiam pun mulai berbicara
karena suasana semakin memanas. “Kalian berdua hentikan, Jangan berbicara seperti
itu. Kalian berdua kan sahabat sejati” Andi melerai dan menasehati kami. Aku yang
sudah tidak peduli dengan itu semua pergi meninggalkan mereka berdua dengan emosi
yang masih membara.
Saat aku hendak mengambil motorku yang ku parkirkan di seberang, tiba-tiba sebuah
motor yang melaju kencang menabrakku dari belakang. Aku pun terjatuh dan tak
sadarkan diri. Cukup lam aku pingsan dan ketika terbangun aku tubuhku penuh dengan
luka dan perban. Ketika itu juga aku melihat Rengga dan Andi di sampingku. “Apa kau
baik-baik saja?” Tanya Rengga. “Iya aku baik!” jawabku dengan penuh sesal. Aku pun
meminta maaf kepada Rengga dan Anda atas tingkahku hari ini dan berjanji akan lebih
bertanggung jawab atas kewajibanku. Untung saja Rengga mau memaafkanku dan kami
berdua kembali berteman.
Pagi itu tampak seperti hari-hari biasanya dengan langit biru cerah yang menutupi
kampus ini. Hari itu aku ada kelas yang harus aku ikuti. Ketika aku memarkirkan
motorku, suara yang sudah tak asing lagi bagiku menghampiri telingaku, "Hei bro gimana
kabar hari ini?” Dia adalah Rengga sahabat baikku kaena kami telah berteman sejak
SMA. Rengga adalah orang yng sangat supel dalam bergaul dan sangat ramah oleh
karena itu dia memiliki teman yang sangat banyak dikampus, berbeda denganku yang
sedikit cuek dan dingin. “Baik bro!” jawabku sambil merangkul pundaknya. Kami
berduapun berlalu menuju kelas kami yang akan segera dimulai 15 menit lagi.
Sesampainya di kelas kami berdua berpisah. Aku mengambil tempat duduk yang paling
belakang. Sedangkan Rengga memilih bangku yang paling depan, tak heran karena dia
adalah anak yang pintar dan disenangi oleh setiap dosen. “Hey ga, bagaimana tugas
kelompok kita?” Andi yang merupakan teman sekelas ku menghampiri Rengga dan
menayainya. “Aku belum menyelesaikannya, bagaiman jika kita selesaikan hari ini?” jawb
Rengga. “Baiklah kalau begitu kita selesaikan di kostku selepas kelas ini” Andi
menimpali.
Setelah kelas usai, kami semua meninggalkan kelas dengan wajah yang gembira.
Termasuk aku yang sedari tadi ingin segera keluar dan menuju kantin. Ketika aku ingin
pergi ke kantin, Rengga dan Andi menahanku. “Eitt, mau kemana? ingat tugas kelompok
kita gak?” kata Andi. “Tugas lagi tugas lagi kalian berdua kan bisa menyelesaikannya,”
jawabku sedikit kesal. Mendengar jawabanku, Rengga merasa kesal dia pun sedikit
membentakku, “Kau harus lebih bertanggung jawab sedikit akan tugasmu, jangan seperti
ini!” “Aku tidak peduli!” Rengga semakin marah kepadaku, mungkin ini adalah
kemarahannya yang terbesar semenjak kami berteman. “Kau sendiri kan bisa
menyelesaikannnya, kau akan si pintar sedangkan aku si bodoh!” “Kenapa kau berbicara
seperti itu? ada apa denganmu? kau seperti bukan teman yang aku kenal!” jawab
Rengga dengan nada tinggi. “Baiklah kalu begitu, anggap saja aku bukan orang yang kau
kenal!” kami berdebat cukup lama. Andi yang sejak tadi terdiam pun mulai berbicara
karena suasana semakin memanas. “Kalian berdua hentikan, Jangan berbicara seperti
itu. Kalian berdua kan sahabat sejati” Andi melerai dan menasehati kami. Aku yang
sudah tidak peduli dengan itu semua pergi meninggalkan mereka berdua dengan emosi
yang masih membara.
Saat aku hendak mengambil motorku yang ku parkirkan di seberang, tiba-tiba sebuah
motor yang melaju kencang menabrakku dari belakang. Aku pun terjatuh dan tak
sadarkan diri. Cukup lam aku pingsan dan ketika terbangun aku tubuhku penuh dengan
luka dan perban. Ketika itu juga aku melihat Rengga dan Andi di sampingku. “Apa kau
baik-baik saja?” Tanya Rengga. “Iya aku baik!” jawabku dengan penuh sesal. Aku pun
meminta maaf kepada Rengga dan Anda atas tingkahku hari ini dan berjanji akan lebih
bertanggung jawab atas kewajibanku. Untung saja Rengga mau memaafkanku dan kami
berdua kembali berteman.