T1 712012032 Full text
VISI JEMAAT GMIT POLA TRIBUANA KALABAHI TERHADAP PEMBERDAYAAN
PEMUDA DARI PERSPEKTIF PEMBINAAN PEMUDA
Oleh :
Zetya Inger Anastasia
712012032
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Teolgi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian dari
persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S.Si. Teol)
Program Ilmu Teologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
Don’t lose the faith,
Keep praying,
Keep trying.
“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau,
Janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan
meneguhkanmu, bahkan akan menolong engkau; Aku
akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang
membawa kemenangan.”
(Yesaya 41:10)
vi
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas perkenanannya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Dalam penulisan
Tugas Akhir ini, tentunya penulis mempunyai banyak pengalaman. Ada senyuman, tawa,
bahagia, tetapi ada juga kecewa, gerutu, benci, jengkel, dan stress yang berjalan secara
beriringan. Semua yang terjadi penulis menyadari bahwa cinta dan kasih Tuhan Yesus selalu
dinyatakan dalam setiap proses yang ada.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini pun, membutuhkan dukungan
dari berbagai pihak dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Tanpa kehadiran, dukungan, doa, canda
dan tawa serta motivasi mereka, penulisan ini tidak dapat di selesaikan dengan baik. Hal ini
berarti eksistensi penulis tidak terlepas dari orang-orang yang luar biasa bagi kehidupan penulis.
Dengan hal tersebut, di saat yang berbahagia ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
personal maupun lembaga yang turut mensukseskan akan keberlangsungan bermahasiswa di
Fakultas Teologi sampai penyelesaian Tugas Akhir ini. Mereka tersebut adalah :
1. Tuhan Yesus Kristus yang adalah penolong yang luar biasa bagi penulis. Tempat di mana
penulis mengutarakan isi hati dan pengeluhan-pengeluhan kepadaNYA. Terimakasih karena
sampai detik ini, Tuhan masih membuat keajaiban-keajaiban dalam kehidupan penulis.
Penulis takkan mampu membalas semua kebaikan dan berkat yang telah Engkau berikan,
hanyalah diri ini yang dipersembahkan kepadaMu sebagai alat dalam pelayananMu. Inilah
aku, Utuslah aku.
2. Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nubantimo dan Ibu Feriningsih B. P. Hagni, sebagai pembimbing yang
senantiasa membimbing penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Kritikan dan saran yang
diberikan selama penulisan ini, menjadi sangat bermanfaat, khususnya bagi perkembangan
pembinaan pemuda di GMIT. Terimakasih untuk bimbingan dan arahan yang luar biasa
dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini. Kiranya Tuhan yang adalah sumber berkat dan
rahmat memberkati Bapak dan Ibu dalam keluarga dan tugas pelayanannya.
3. Pak David Samiyono dan Pak Izak Lattu, sebagai penguji sekaligus i wali study dari penulis,
yang telah memberikan arahan, kritik dan pemikiran-pemikiran yang sangat membangun
untuk proses penulisan Tugas Akhir ini lebih baik. Tuhan senantiasa memberkati keluarga
serta pelayananya.
vii
4. Semua dosen di Fakultas Teologi yang telah memberikan ilmu serta pengetahuan kepada
penulis dalam proses perkuliahaan di Fakultas Teologi. Terimakasih untuk ilmu dan
pengorbanan yang dibagikan kepada semua mahasiswa sebagai bekal untuk menjadi calon
pelayan Tuhan di masa depan. Tuhan membekati setiap dedikasi dan pengorbanan Bapak dan
Ibu dosen. Tak lupa juga penulis berterimakasih kepada Ibu Budi, sebagai TU di Fakultas
Teologi yang sudah banyak membantu penulis dalam urusan administrasi selama penulisan.
5. Majelis Jemaat GKI Soka dan GKMI Salatiga, yang telah menerima serta mendukung
penulis selama PPL I- IV. LSM L-Paska yang telah menerima penulis serta teman-teman
yang melakuakn PPL V. Tak lupa juga GMIT Limarahing, sebagai tempat pelayanan PPL
VI, yang telah memberikan dukungan serta doa untuk penulis. Tuhan senantiasa memberkati
pelayanannya.
6. Majelis jemaat dan pemuda/ I GMIT Pola Tribuana Kalabahi yang telah meluangkan waktu
dan kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan data dalam penyusunan Tugas Akhir.
7. Bapak sebagai inspirasi dan motivasi serta bagi penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
Terimakasih untuk kasih sayang yang sudah Bapak berikan buat Tya. Tugas Akhir ini di
dedikasikan khusus buat Mama yang di Surga. Mama yang menjadi sosok yang luar biasa
buat Tya, menjadi sumber kekuatan buat Tya untuk selalu maju dan berjuang untuk
menyelasaikan proses perkuliahan sampai penyelesaian study di Fakultas Teologi.
Terimakasih telah menjadi sumber inspirasi bagi Tya sampai saat ini.
8. Kakak Elvi, Kakak Moan, Kakak Erni, Adibu, yang telah mendukung serta memberikan
semangat kepada penulis dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini. Terimakasih karena
sampai saat sudah menjadi kakak serta adik yang luar biasa bagi Tya. Terimakasih selalu
menjadi pendengar yang setia ketika Tya sedang dalam kesulitan. Terimakasih untuk
keponakan tersayang Farrel, Andre, Nona Telly, yang sudah menghibur Mama Tya dalam
penuyusunan Tugas Akhir ini.
9. Keluarga besar Sumaa dan Oga, yang berada Alor, Maumere, Kupang, dan di berbagai
tempat. Terimakasih karena selalu memberikan dukungan, motivasi, serta doa untuk Tya
dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
10. Sepupu-sepupu tercinta kaka Nina, Susan, ricky, kak Rison, Kak Martha, lely, Tuty, Ebhy,
Angel, Mei, Papy, Ivon, Veny, Tyo, Mona, Nensi, Grace, Syalom. Terimakasih sudah
mendukung dan memberikan semangat dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
viii
11. Yusuf Anie sebagai pacarnya Tya, yang telah menjadi penyemangat dan memberikan
dukungan kepada Tya sampai saat ini. Terimakasih atas dukungan, doa, serta cinta kepada
Tya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
12. Kawan angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada saya.
Terimakasih atas kebersamaan dan kasih sayang yang terjalin selama menjalani perjalanan
study di Fakultas Teologi.
13. Anak Kos Adhelphous yang selalu mendukung dan mendoakan saya selama dalam penulisan
tulisan Tugas Akhir ini. Terimakasih untuk kebersamaan selama ini.
14. Adik-adik Alor yang berada di Salatiga Melki, Anis, Inger, Kori, Ayu Redda, Nita Haan,
Thesa Djobo, dan semua adik-adik yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.
Terimakasih untuk senyuman dan dukungannya selama ini, yang telah menghibur dan
mendukung Kaka Tya selama menyelesaikan Tugas Akhir.
15. Sahabat kecil saya, Lenny Dakabesi dan juga teman terbaik saya Putri Takalapeta dan Nelcy
Sally, yang selalu memberikan semangat dan doa untuk saya. Terimakasih untuk
persahabatan ini.
16. Almamaterku tercinta Universitas Kristen Satya Wacana, tempatku menimbah ilmu dan
mengalami proses belajar.
17. Semua pihak tidak dapat di sebutkan namanya satu per satu, yang sudah membantu
mendukung dan memberikan semangat kepada dalam penyelesaian studi ini.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan Tugas Akhir ini keterbatasan wawasan dan pengalaman yang penulis miliki. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakan akan
Tugas akhir ini.
Akhir kata penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis, gereja, dan juga
masyarakat luas. Terimakasih.
Salatiga, … Februari 2017
Penulis,
Zetya Inger Anastasia
ix
Daftar Isi
Halaman Judul
……………………………………………………………………… i
Halaman Pengesahan
………………………………………………………………………. ii
Halaman tidak plagiat
………………………………………………………………………. iii
Halaman persetujuan akses …………………………………………..... …………………………iv
I.
Halaman persetujuan
……………………………………………………. ………………….v
Motto
…………………………………………………….. ……………….....vi
Kata Pengantar
………………………………………………………………………. vii
Daftar isi
……………………………………………………………………… x
Saripati
……………………………………………………………………… xi
………………………………………………………………………. 1
Pendahuluan
………………………………………………………………………. 1
a. Latar belakang
b. Rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian …………………………………. 6
c. Metode penelitian
…………………………………………………….. ………………..7
d. Sistematika penulisan
…………………………………………………….. ………………..7
II.
……………………………………………………………………… 8
Teori
a. Pengertian Organisasi
……………………………………………………………………... 8
b. Pengertian Visi
……………………………………………………………………… 9
c. Pengertian pembinaan pemuda ……………………………………………………………. 10
III.
Gereja dan Pelayanan
……………………………………… ……………………………. 14
a. Sejarah GMIT Pola Tribuana Kalabahi ……………………………………. ………………..14
b. Visi GMIT Pola Tribuana dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan kepada pemuda. 18
c. Respon pemuda kepada visi dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan. …………….. 21
d. Penghambat-penghambat dalam Pembinaan dan pemberdayaan pemuda. …………………….23
Penutup
………………………………………………………………………………. 26
1. Kesimpulan
……………………………………………………………………………….. 26
IV.
2. Saran
a. Gereja GMIT Pola Tribuana ……………………………………………………………… 26
b. Pemuda GMIT Pola Tribuana ………………………………………………………………. 27
V.
c. Fakultas Teologi
…………………………………………………… …………………..27
Daftar Pustaka
…………………………………………………………………..…… 28
x
Saripati
Zetya Inger Anastasia, 2016/ 2017, “VISI JEMAAT GMIT POLA TRIBUANA KALABAHI TERHADAP
PEMBERDAYAAN PEMUDA DARI PERSPEKTIF PEMBINAAN PEMUDA”, Tugas akhir, Program Ilmu
Teolgi, Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Penelitian ini dilakukan di jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi. Pokok penelitiannya ialah sejauh mana
GMIT Pola Tribuana Kalabahi memiliki visi dan misi pelayanan yang ditetapkan oleh setiap kategorial.
Oleh karena itu, pertanyaan penelitian ialah pertama, apa visi jemaat GMIT Pola terhadap pemuda dan
bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan pemuda? Kedua, apa respon pemuda GMIT Pola tentang
visi serta bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan itu? Dengan melihat kedua hal tersebut, maka
penulis melakukan penelitian di GMIT Pola Tribuana Kalabahi. Metode penelitian yang digunakan ialah
pendekatan kualitatif yaitu wawancara. Dari hasil penelitian yang dilakukan, gereja sampai saat ini belum
memiliki visi. Sehingga program yang dijalankan sering tidak sesuai dengan kebutuhan jemaat. Salah
satunya ialah pemuda. pemuda merupakan generasi penerus gereja yang seharusnya mendapat pembinaan
dari gereja. Tetapi sampai saat ini, gereja kurang melakukan pembinaan dan pemberdayaan kepada
pemuda, yang membuat pemuda semakin malas mengikuti pelayanan di gereja. Dengan melihat masalah
diatas, tulisan ini direkomendasikan bagi gereja agar dapat merumuskan visi gereja secara jelas, agar
pelayanan yang dijalankan dapat berjalankan dengan baik dan juga direkomendakasikan kepada gereja
terkait agar dapat melakukan workshop atau diskusi dengan pemuda agar gereja dapat mengetahui
permasalahan serta kebutuhan dalam pelayanan pemuda.
Kata kunci : Visi, GMIT Pola Tribuana, Pembinaan, Pemberdayaan, Pemuda, Alor,
xi
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Gereja dipahami sebagai “persekutuan orang percaya”, yaitu kepercayaan atau imannya
kepada Allah yang menyatakan diri dalam Yesus Kristus.1 Gereja merupakan tempat di mana
orang-orang percaya berkumpul dan gereja dipahami bukan hanya dari gedung saja, tetapi orangorang yang berada di dalamnya yaitu anak-anak, remaja dan pemuda, orangtua. Gereja adalah
tubuh Kristus di mana harus meningkatkan mutu dari pelayanan kasihNya. Penekanan gereja
sebagai tubuh Kristus membawa kepada penekanan gereja sebagai suatu persekutuan yang di
dalamnya setiap individu menemukan identitas dan kepenuhan melalui perjumpaan dengan orang
lain dan dalam relasi dengan Yesus Kristus.2 Sehingga gereja harus mempunyai visi yang jelas
untuk melaksanakan tugas panggilannya bukan hanya di lakukan pada masa kini, tetapi juga
masa yang akan datang. Dengan demikian, pemuda sebagai calon-calon penerus gereja harus
mendapat perhatian secara optimal.
Untuk menjadi gereja Tuhan yang fungsional di tengah-tengah dunia dan masyarakat yang
majemuk, setiap gereja perlu menetapkan arahan bagi kehidupan dan pelayanannya. Visi dan
misi jemaat harus berdasarkan visi dan misi Allah untuk dunia ini.3 Visi berkaitan dengan
pandangan ke depan menyangkut ke mana akan di bawa organisasi akan di bawa, dan harus
diarahkan agar dapat berkarya secara konsisten dan tetap eksis, bersifat antisipatif, produktif, dan
inovatif dalam menangani setiap tantangan. Visi juga merupakan suatu gambaran menantang
tentang jeadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan dalm sebuah
organisasi.4
Pemuda di GMIT merupakan orang-orang yang mempunyai semangat untuk berjuang dan
mempunyai keinginan untuk melakukan sesuatu perubahan bagi dunia dan gereja. Orang muda
sering diberi label sebagai Agent of change, agen pembaharuan, karena ciri-ciri yang melekat
pada kepemudaan mereka. Ciri mereka, antara lain, adalah energik, kreatif, dinamis, empatik,
kritis, dan berani mengambil resiko.5
Menurut Abraham Maslow, lima tingkatan kebutuan manusia yang disebutnya Piramida
Kebutuhan : a) Kebutuhan fisik; b) kebutuhan keamanan; c) Keamanan pengakuan; d) kebutuhan
1
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK: Pendidikan Agama Kristen, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 7
Yusak B. Setyawan, Eklesiologi, (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW Press, 2013), 8
3
Irene Ludji, Eklesiologi dan konsep pelayanan Holistik, Jurnal of Theologia, Vol. IV, No.1 (Agustus 2009): 81
4
Renowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2009), 124
5
Philip Tangdilintin, Pembinaan generasi Muda, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), 13
2
1
harga diri; dan e) kebutuhan perwujudan diri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa bila
kelima tingkat kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan baik, maka masalah-masalah yang
dihadapi manusia termasuk pemuda pun berkurang dan pada gilirannya dapat diatasi sampai
tuntas.6
Di masa dewasa, kebanyakan orang mengembangkan pemahaman identitas yakni pandangan
tentang diri sendiri sebagai individu dan anggota masyarakat. Formasi identitasnya tak dapat
dipahami di luar konteks kulturnya. Fakta bahwa transisi ke peran dewasa agak tertunda di
banyak masyarakat telah menimbulkan periode kehidupan baru.7
Remaja dan pemuda adalah masa perpindahan ke arah dewasa; suatu masa yang rawan dan
perlu pelayanan tersendiri. Saat itulah, mereka lebih banyak menanyakan substansi imannya dan
mengambil keputusan-keputusan etis secara signifikan.8 Pemuda yang tergolong dalam usia 18
tahun ke atas, menurut teori Piaget, seseorang yang telah melampaui tahap operasional formal
yang dialami pada masa remaja.9 Pada tahap ini, remaja mulai memikirkan masalah-masalah
yang lebih jauh jangkauannya – yaitu masa depan dan hakikat masyarakat yang akan mereka
masuki. Di dalam proses ini, kekuatan baru kognitif mereka, bisa mengarah kepada idealisme
yang mengejutkan. Mereka dapat memegang prinsip-prinsip dan ideal-ideal
yang abstrak,
seperti kebebasan, keadilan dan cinta, dan mereka melihat masyarakat-masyarakat dengan sangat
berbeda dari apapun yang eksis saat ini.10
Pada tahap perkembangan moral, lebih menekankan kepada siapa yang memegang
kekuasaan, dialah yang dihormati. Para remaja dan pemuda senang memerhatikan kewajiban
yang harus mempertahankan tata kehidupan sosial untuk kepentingan ketertiban dan keamanan
sendiri. Demikian juga, pada perkembangan ego, pemuda berada dalam suatu situasi di antara
mencari intimitas (kedekatan) dan menyisihkan isolasi atau keterasingan. Yang dimaksud ialah
adanya kemampuan untuk sharing dan saling memperhatikan tanpa harus kehilangan identitas.11
Salah satu kebutuhan pokok yang tersirat dalam kelima kebutuhan yang dikemukakan
Abraham Maslow, adalah kebutuhan rohani. Kebutuhan ini mulai terancam di zaman ini dengan
6
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan: Kumpulan karangan seputar Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: Gunung
Mulia, 2012), 204
7
Eric B. Shiraev dan David A. Levy, Psikologi Lintas Kultural: Pemikiran Kritis dan terapan Modern, edisi keempat,
(Jakarta: Kencana, 2012), 306-307
8
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik: Buku Pegangan untuk mengajar Pendidikan Agama
Kristen, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2006), 35
9
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 129
10
William Crain, Teori perkembangan, Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar ), 202
11
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 130
2
kemajuan sangat pusat di bidang informasi, komunikasi yang telah
bermuara dalam era
globalisasi12. Tentunya kaum muda sering bergumul dengan spiritual mereka, yang sering di
sebut dengan perkembangan iman. Pada masa ini, pemuda pemudi harus memulai secara serius
membangun keyakinan sendiri, gaya hidup mandiri, dan sikap pribadi yang khas. Pada usia
seperti ini, mereka mulai menimbang-nimbang semua alternatif dan menentukan pandangan
pribadi. Kepercayaan dan pemahaman mengenai Tuhan bersifat sangat personal.13
Keadaan zaman memang sudah berubah. Zaman semakin maju dan berkembang dengan
cepat. Gereja dituntut supaya dapat mengaktualisasikan diri dengan perubahan-perubahan yang
ada, baik itu dalam pergaulan dan pola pikir yang semakin maju. Perjalanan iman generasi
selanjutnya adalah tantangan bagi gereja yang sudah mapan, tapi perjalanan iman itu juga bisa
menjadi sumber harapan bagi komunitas iman.14 Peran pemuda dalam hal ini sangat diperlukan,
sebagai salah satu kategorial yang berada dalam gereja dan juga mereka adalah orang-orang yang
lebih dekat dan sangat terbuka terhadap perubahan zaman di era globalisasi ini.
Dalam konteks Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), visi yang dirumuskan merupakan
konsep dari Rencana Induk Pelayanan (RIP). Sejarah pelayanan GMIT, memberi gambaran
bahwa GMIT tidak saja terpanggil untuk melaksanakan pelayanan khusus di bidang rohani tetapi
keberadaan GMIT juga memberi perhatian pada segala aspek kehidupan umat. Itulah yang
menjadi visi dan misi GMIT dalam pelayanan. Tata GMIT 2010 mengambarkan tentang visi
GMIT yang terpanggil untuk mewujudkan GMIT sebagai gereja yang misioner, yaitu GMIT
sebagai : pertama, Gereja yang memahami diri sebagai keluarga Allah yang terikat oleh Kasih
Kristus dan secara bersama-sama ikut serta dalam karya penyelamatan Allah bagi dunia; Kedua
Gereja yang memahami diri sebagai umat keluaran yang diutus ke dalam dunia untuk membawa
Syalom Allah dimana semua anggota GMIT berfungsi sebagai surat Kristus yang hidup untuk
membawa kabar baik bagi dunia sesuai dengan teladan Kristus, Sang Diakonos Agung; Ketiga,
Gereja yang jemaat-jemaatnya saling membina, membangun dan bertumbuh menuju kedewasaan
penuh sesuai dengan kepenuhan Kristus (MS-GMIT, 2010).15
12
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 204
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik , 131
14
David Kinnaman, You Lost Me: Mengapa Orang Kristen Muda Meninggalkan Gereja Dan Memikirkan Ulang tentang
Iman Mereka, (Sekolah Tinggi Teologi Bandung (STTB), 2012)
15
Yulita Alexandra Nayoan, “Kepimpinan Perempuan dalam gereja; Suatu tinjauan sosio-teologis terhadap kepemimpinan
perempuan dalam gereja di GMIT),” Jurnal Teologi ,(Salatiga: September 2012),
13
3
Gambaran Visi yang tercantum dalam Tata GMIT 2010 tersebut, merupakan suatu landasan bagi
setiap gereja yang berada di GMIT salah satunya Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,
Kabupaten Alor.
Sejauh ini, pelayanan masih belum sepenuhnya dipercayakan kepada kaum muda, seperti
menjadi Majelis (Penatua dan Diaken), regenerasi pemain musik, menjadi penanggungjawab
sound dan lain-lain. Jika dilihat dari gereja-gereja lainnya di Alor, sudah banyak gereja yang
mempercayakan kepada pemuda pemudinya untuk melayani di gereja, seperti Gereja Puildon,
Gereja Bethlehem, Gereja Ebenhaizer Hombol, dan beberapa gereja lainnya. Gereja sering
menganggap orang muda sebagai the church of tomorrow, warga gereja masa depan, yang nanti
akan diberi peran kalau sudah matang dan siap. Artinya, mereka baru diberikan kesempatan
berperan ketika seluruh ciri kemudaannya sudah hilang dimakan usia.16
Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi merupakan gereja yang berdiri di Kabupaten Alor
dengan jumlah anggota jemaat ± 4000 jiwa, 7 Gugus 25 kelompok, dengan jumlah pemuda
sekitar 900 jiwa. Jika di klasifikasi dalam kategoria usia para pemuda GMIT Pola Tribuana yaitu
sekitar 18-35 tahun, sebab ada juga yang sudah berumah tangga, tetapi masuk dalam kaum
muda. Biasanya yang hadir dalam ibadah Pemuda, sekitar 95-100 jiwa. Tidak dipungkiri bahwa
gereja dengan jumlah jemaat yang besar akan muncul banyak persoalan dalam jemaat. Salah
satunya adalah persoalan tentang pembinaan dan pemberdayaan pemuda. Kepemimpinan dalam
sebuah gereja sangat mempengaruhi akan perkembangan dan kemajuan pemuda itu sendiri.
Pemimpin haruslah seorang yang “visioner” – memiliki “visi. Tugas terpenting pemimpin adalah
membangun visi bagi organisasi yang dipimpinnya dan memengaruhi orang-orang yang
dipimpinnya untuk mempunyai visi yang sama dengan dirinya. Visi tersebut yang kemudian
dikembangkan dan akhirnya diwujudkan dalam misi.17
Jika dilihat, sampai saat ini, GMIT Pola Tribuana masih saja menutup diri dan belum
mempercayakan pelayanan kepada para pemuda. Pemuda sering diabaikan oleh pihak gereja. Hal
ini bisa dilihat dengan adanya pembatasan pada kaum muda untuk mengeksplorasikan kreatifitas
mereka, dan juga gereja masih belum mempercayakan pelayanan dalam gereja kepada kaum
muda, misalkan dalam memainkan musik pada saat kebaktian umum yang sampai sekarang
masih dimainkan oleh orangtua, menjadi kolektor dalam ibadah minggu, dan lain-lain. Lebih
lagi, gereja kurang melakukan pembinaan terhadap pemuda di GMIT Pola Tribuana. Inilah
16
17
Yulita Alexandra Nayoan, “Kepimpinan Perempuan dalam gereja., 15
Retnowati, Kepemimpinan Transformatif, (Jakarta: Gunung Mulia, 2016), 11
4
menjadi salah satu kelemahan sekaligus faktor penyebab kaum muda kurang terlibat dalam setiap
kegiatan pemuda.
GMIT Pola Tribuana Kalabahi, masih menfokuskan diri pada pelayanan umum, seperti
kebaktian Minggu, kebaktian Gugus, sedangkan untuk melakukan pembinaan terhadap pemuda
masih kurang mendapat perhatian. Inilah yang membuat kaum muda menjadi canggung dalam
pelayanan, sehingga pemuda mengalami suatu kekecewaan terhadap kinerja yang dilakukan oleh
Gereja, yang kurang memberi perhatian dan memberikan ruang gerak bagi kaum muda dalam
menyalurkan kreatifitas mereka dan gereja belum menjawab akan kebutuhan-kebutuhan dari
kaum muda di GMIT Pola Tribuana. Jika mau dilihat, kaum muda sangat membutuhkan suatu
pembinaan dari gereja dalam menumbuhkan spritualitas mereka dan bahkan membuat kehidupan
kaum muda lebih baik lagi untuk mempersiapkan diri mereka dalam sebuah pelayanan dalam
gereja. Pelayanan dan spiritualitas tidak dapat dipisahkan. Seorang pelayan kristiani tidak akan
pernah dapat menjadi pelayan kalau bukan imannya yang paling pribadi dan pemahaman tentang
hidup, yang menjadi pusat pastoralnya.18
Pelayanan dari pihak orangtua dan gereja yang secara khusus melibatkan kaum muda dengan
cara dalam pengalaman keluarga Kristen dan kehidupan jemaat tanpa mengharuskan kaum muda
lebih dulu mengalami pertobatan pada umur tertentu.19
Mendidik, membina, dan memberi peran generasi muda di usia muda, harus menjadi kunci
menuju masa depan. Kalau kita menginginkan perubahan dan pembaharuan menuju keadaban
publik baru, kita membutuhkan generasi baru yang lebih jujur, lebih adil, lebih bertanggung
jawb, lebih terbuka-inklusif, memliki daya juang dan tentu saja iman yang kokoh.20 Dan
pembinaan dan pendidikan bagi pemuda juga merupakan salah satu kebutuhan pokok yang
tersirat dalam lima kebutuhan pokok menurut Abraham Maslow. Karena itu kebutuhan pokok ini
pun harus dipenuhi oleh gereja secara khusus. Sayang sekali – pemimpin/jemaat kurang
memberikan perhatian yang serius terhadap pelayanan pendidikan bagi para pemuda dalam
lingkungan jemaatnya.21
Pemuda juga memerlukan cinta dari gereja supaya mereka tidak meninggalkan gereja.
Karena itu, jika gereja ingin mengalami perubahan yang mana mengikuti perkembangan zaman
18
Henry Nouwen, Pelayanan yang kreatif, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 21
Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan PIkiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Yohanes Amos Comenius
hingga Perkembangan PAK di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 501
20
Tangdilintin Philip. Pembinaan generasi Muda,, 17
21
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan,, 206
19
5
harus dapat melibatkan kaum muda agar mereka kelak dapat berpartisipasi dan merasa cinta
kepada gereja.
Tak heran, jika setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemuda, kebanyakan di habiskan luar
gereja dibandingkan dalam gereja. Kalaupun melakukan kegiatan dalam gereja, itu pun hanya
sebatas kegiatan-kegiatan gerejawi saja dan hanya menjadi jemaat biasa. Dalam lingkungan
GMIT Pola Tribuana Kalabahi, banyak orang-orang sukses yang sebagian besar ialah kaum
muda. Namun, mereka belum sepenuhnya memberikan kontribusi kepada pemuda dan jarang
mendapat pengaruh dalam gereja. Kritik dan saran yang disampaikan, belum mendapat respon
yang baik dari pihak gereja. Sehingga bisa di katakan bahwa GMIT Pola Tribuana Kalabahi
masih sangat lemah dalam hal pelayanan secara internal.
Sejauh penelusuran, baru satu tulisan yang ditemukan yaitu tentang “Konseling Pastoral
Pendeta (Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-faktor penghambat
pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi). Dalam tulisan ini, belum banyak
menulis tentang pemuda, tetapi bagaimana penulis mengkritik tentang perlunya konseling
pastoral terhadap Pendeta di GMIT Pola Tribuana Kalabahi, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara
Timur.22
Dengan melihat hal-hal diatas, maka judul penelitian ini “Visi Jemaat GMIT Pola
Tribuana Kalabahi tentang Pemberdayaan Pemuda dari Perspektif Pembinaan Pemuda”.
b. Rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat
Berdasarkan latar belakang diatas, maka muncullah rumusan masalah yang dipaparkan dalam
beberapa pertanyaan yaitu :
Apa visi jemaat GMIT Pola terhadap pemuda dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan
pembinaan pemuda?
Apa respon pemuda GMIT Pola tentang visi serta bentuk-bentuk pemberdayaan dan
pembinaan itu?
Berdasarkan masalah pokok yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari
penelitian adalah sebagai berikut:
Mengidentifikasi visi jemaat GMIT Pola Tribuana terhadap pemuda serta bentuk-bentuk
pemberdayaan dan pembinaan pemuda GMIT Pola Tribuana Kalabahi
22
Poppy Lapenangga, “Konseling Pastoral Pendeta : Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktorfaktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,”Jurnal Teologi ( Salatiga: April, 2013).
6
Mendiskripsikan dan menganalisis pemahaman tentang respon pemuda GMIT Pola Tribuana
tentang visi dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan itu.
Penelitian ini bermanfaat untuk warga jemaat GMIT Pola Tribuana terkhususnya di bidang
komisi pemuda dan GMIT Pola Tribuana untuk memberikan evaluasi kepada Gereja. Sehingga
kedepannya pemuda dapat ikut berperan dalam pelayanan gereja (Komisi Pemuda).
2. Metode Penelitian
Dalam mencapai tujuan penelitian di GMIT Pola Tribuana ini, maka digunakan pendekatanpendekatan untuk mempermudah dalam melakukan penelitian, terutama dalam mengumpulkan
data. Sebab data yang diperoleh dalam suatu penelitian merupakan gambaran tentang obyek
penelitian. Pendekatan yang di lakukan oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan
cara wawancara. Dalam suatu penelitian wawancara bertujuan mengumpulkan keterangan
tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka,
merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.23
Penelitian ini bertempat di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Jemaat GMIT Pola Tribuana
Kalabahi, Kabupaten Alor. Pengambilan data penelitian dengan cara mewawancara, kepada
Pendeta, Majelis, dan pemuda/I, sehingga mempermudah mendapat informasi dari setiap
responden.
3. Sistematika penulisan
Dalam sistematika penulisan, penulis menjabarkan dalam 4 bagian. Bagian pertama,
dipaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
metode penelitian. Bagian kedua, teori yang di gunakan ialah teori organisasi dan teori PAK
tentang PAK pemuda. Bagian ketiga, pemaparan hasil penelitian yaitu dengan cara wawancara
serta analisis kritis dan pembahasan mengenai visi jemaat GMIT Pola terhadap pemuda dan
bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan pemuda serta respon pemuda GMIT Pola tentang
visi serta bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan tersebut. Dan Bagian keempat, penutup
yang berisi kesimpulan dan saran.
23
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat Edisi ketiga, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), 129
7
II. Teori
A. Pengertian Organisasi
Istilah organisasi tentunya sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Organisasi berasal
dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat. Organisasi menurut
W. J. S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, adalah susunan da aturan dari berbagai-bagai
bagian (orang, dan sebagainya) sehingga merupakan kesatuan yang teratur. Selain itu, definisi
lain tentang oragnisasi menurut James D. Mooney, ialah “Organization is the of every human
association for the attainment of common purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama
untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Kochler, organisasi adalah sistem hubungan
yang terstruktur mengkoordinasikan usaha sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.24
Dengan demikian, secara umum organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama
antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber
daya yang dimiliki.25
Gereja mengorganisasi diri sebagai sebuah institusi, oleh karenya membutuhkan
pengorganisasian yang baik agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal saesuai tujuan
yang diharapkan. Untuk itu gereja-gereja memiliki aturan organisasi yang biasanya terdapat
didalam tata gereja dan/ atau peraturan-peraturan lainnya. Sehingga dalam pengorganisasian
gereja diperlukan suatu struktur organisasi.26
Dalam organisasi juga dipengaruhi oleh suatu budaya tertentu. Budaya organisasi merupakan
fondasi organisasi. Budaya organisasi sebagai budaya yang khas dari perusahaan/ organisasi itu
sendiri. Budaya organisasi dapat mengarahkan, mengikat dan memotivasi setiap individu yang
terlibat didalalamnya untuk menciptakan suasana yang mendukung bagi upaya mencapai tujuan
yang diharapkan.27 Budaya organisasi adalah norma, nilai-nilai, asumsi, filsafat dari organisasi
yang dikembangkan oleh pemimpin organisasi dan diterapkan dalam perilaku organisasi para
anggota organisasi. Secara umum budaya organisasi dirumuskan sebagai visi, misi, tujuan
strategik, dan nilai-nilai strategik. Budaya organisasi diajarkan kepada para anggota organisasi
dan diawasi pelaksanaannya secara sistematis (Wirawan, 2007).28 Budaya organisasi di GMIT
24
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, (Salatiga: Fakultas Teologi, 2009), 20-22
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, 24
26
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, 56
27
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, 31-32
28
Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi, perilaku organisasi, Aplikasi dan penelitian, , (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2014), 68
25
8
memahami visi dan misi gereja terlebih dahulu yang kemudian dari diturunkan secara budaya. itu
dapat dilihat dari tata cara gereja serta visi dan misi itu dipengaruhi gaya kepemimpinan. Setiap
gereja memiliki visi dan misi mengacu pada visi dan misi sinode.
B. Pengertian Visi
Dengan melihat definisi organisasi di atas, tentunya didasari dengan visi yang jelas. Visi
adalah visualisasi atas masa depan yang realistis, dapat dipercaya, serta memiliki daya bagi
manusia dan organisasi untuk menentukan misi dan strategis dalam rangka mencapai tujuan yang
diinginkan. Visi adalah arah ke mana organisasi akan dibawa menuju masa depan yang lebih
baik dan lebih berhasil daripada sebelumnya. Visi yang benar merupakan gagasan yang penuh
kekuatan untuk masa depan dengan mengandalkan kemampuan, ketrampilan, bakat, dan sumber
daya.
Thomas Sowell (1987) menjelaskan konsep visi sebagai berikut:
“Vision has been decribed as a pre-analitic cognitive act. It what we dence or feel before we have
contructed any systematic reasoning that could be salled theory, much less dedicated any
specific consequences as hypotheses to be terted again evidence. A vision is our sense of how the
works.” Sowell menyamakan visi dengan teori dan hipotesis dalam penelitian yang perlu diuji
terhadap bukti yang harus diciptakan oleh pemimpin dan para pengikutnya di masa yang akan
datang. Gary Yukl (2010) menyatakan suatu visi harus sederhana dan idealistik; suatu gambar
yang diinginkan di masa yang akan datang; bukan rencana yang kompleks dengan tujuan
kualitatif dan rincian langkah-langkah tindakan.29
Setiap gereja tentunya mempunyai visi yang sudah di rancangkan untuk kemajuan sebuah
organisasi. Demikian halnya di GMIT. GMIT mempunyai struktur organisasi yang dijalan secara
presbiterial sinodal. Sehingga visi yang sudah dirancangkan oleh setiap gereja di GMIT juga
harus berdasarkan pada visi GMIT. Visi GMIT yaitu “ GMIT adalah keluarga Allah yang
merupakan Umat Keluaran yang diutus ke dalam dunia guna membawa Shalom Allah. Setiap
anggota GMIT berfungsi sebagai Surat Kristus yang hidup guna membawa kabar baik bagi
dunia sesuai dengan teladan Kristus, Sang Diakonos Agung. Dalam menjalankan fungsi
tersebut, setiap anggota GMIT bekerja dengan setia, taat dan produktif dalam memperjuangkan
keadilan dan kebenaran, yaitu pembebasan yang tertindas, kesataraan derajat dan adanya
29
Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi, perilaku organisasi, Aplikasi dan penelitian,
9
keseimbangan diantara pemenuhan hak dan kewajiban serta menggunakan alam ciptaan Allah
secara bertanggung jawab.”30
C. Pengertian Pembinaan Pemuda
Melihat pentingnya suatu organisasi, perlu juga diterapkan dalam gereja, ketika gereja ingin
melibatkan dan mengajak warga jemaat untuk terlibat dalam pelayanan, secara khusus pemuda.
Tentunya dalam melibatkan kaum muda dalam pelayanan, gereja perlu melakukan pembinaan
kepada mereka.
Secara etimologis pembinaan berasal dari kata bina.31 Pembinaan juga dapat diartikan
sebagai bantuan dari seseorang atau sekelompok orang yang ditujukan kepada orang atau
sekelompok orang lain melalui materi pembinaan dengan tujuan dapat mengembangkan
kemampuan, sehingga tercapai apa yang diharapkan.32
Pembinaan merupakan suatu tindakan yang dilakukan melalui proses pembahuruan, usaha,
atau pun kegiatan untuk menghasilkan sesuatu yang baik dan berguna untuk masa depan.
Menurut Clement Suleeman, pemahaman warga gereja tentang pembinaan warga gereja
masih bermacam ragam. Walaupun demikian, pada umumnya dapat dilihat bahwa mereka
cenderung untuk menafsirkan pengaktifan kembali kegiatan-kegiatan rutin sebagai pembinaan.
Oleh karena pembinaan dalam pengertian demikian cenderung mengarah ke dalam (introvert),
maka menjadi jelas bahwa jarak antara Gereja dengan dunia belum dihubungkan.33 Salah satu
ciri khas PWG yang di paparkan oleh Clement ialah sikap terbuka terhadap perubahanperubahan yang luas dan mendalam di dalam masyarakat, dan menempatkan diri secara
bertanggung jawab dan dewasa, secara kritis dan kreatif, di dalam situasi yang baru. PWG
bermaksud untuk membantu orang-orang agar membuka dan menempatkan diri secra realistis,
kristis, kreatif dan konstruktif di dalam situasi yang baru. Ini berarti bagi pelayanan gerejawi;
bahwa orang-orang Kristen yang berada di tengah-tengah serta menghadapi tantangan yang baru
30
Yulita Alexandra Nayoan, “Kepimpinan Perempuan dalam gereja; Suatu tinjauan sosio-teologis terhadap
kepemimpinan perempuan dalam gereja di GMIT,” Jurnal Teologi ,(Salatiga: September 2012),
31
Tim penyusun kamus Pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonsesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 2011)
32
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta : Teras, 2009), 144.
33
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan: Kumpulan karangan seputar Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta:
Gunung Mulia, 2012), 23
10
di dalam dunia dan masyarakat, menjadi sadar bahwa mereka membutuhkan sifat dan tindakan
yang terbuka.34
Kaum muda bersifat dinamis, dan mau berjuang untuk mewujudkan cita-citanya. Mereka
hendak membaharui masyarakat dan ingin memberantas segala sesuatu yang jelek, yang jahat,
yang merintangi perkembangan dunia ke arah keadilan dan kemakmuran. Pada tiap-tiap generasi,
gereja dibaharui pula oleh angkatan mudanya. Yang sekarang masih merupakan teruna dan gadis
di dalam jemaat kita, nanti akan menjadi golongan dewasa yang bertanggungjawab dan yang
memimpin.35
Menurut Calvin, tujuan pendidikan agama Kristen di mana melibatkan kaum gerejawi, dalam
demikian tentang sifat-sifat yang hendak nampak dalam warga gereja sebagai akibat kehidupan
mereka bersama, khususnya kehidupan beribadah dan belajar.36
Ferry C. Lawier mengungkapkan bahwa para pemimpin jemaat di Indonesia agar memberikan
perhatian yang lebih serius terhadap baik program maupun proses PAK terhadap pemuda dalam
jemaat. Mereka adalah sumber daya manusia yang sangat penting bagi pembangunan jemaat dan
masyarakat, bangsa dan negara secara bersamaan dan terpadu. Gereja memerlukan manajemen
PAK yang didalam terkandung unsur-unsur manajemen, menuurt Ferry C. Lawier, yakni Unsur
manusia (man), unsur modal (money), unsur materi (material), unsur metode (method), unsur
mesin (machine), unsur memasarkan (marketing).37
Pemuda adalah man yang dalam pembinaan dan pendidikannya membutuhkan methods yang
relevan dan yang dapat membantu baik pendidikan maupun peserta didik mencapai tujuan secara
bersama-sama.38
Banyak pemimpin yang diperlukan oleh gereja, dan organisasi pemudalah yang harus menjadi
persamaian bagi bibit pemimpin baru. Justru jikalau gereja benar-benar memikirkan tentang
masa depan, maka ia wajib menunjukan segala perhatiannya kepada PAK bagi kaum muda.
Betapa indahnya jikalau angkatan muda jemaat kita rela menyerahkan talenta dan tenaga dan
waktunya untuk melayani Tuhan, oleh karena mereka insaf bahwa semuanya bukanlah
kepunyaan mereka sendiri, melainkan kepunyaan Tuhan semata-mata, yang hanya diamanatkan
34
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan:25
E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014), 138-139
36
Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen; dari Plato sampai IG.
Loyola, (Jakarta: Gunung Mulia, 2002), 412
37
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 201
38
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan., 208
35
11
kepada mereka selaku pelayan Tuhan saja. Rasa tanggung jawab dan kerelaan berkorban dan
bekerja bagi kerajaan Tuhan itu sangat perlu ditanamkan dan dipupuk di antara kaum pemuda
kita.39
Gereja juga perlu untuk melihat pemuda dari segi psikologi perkembangannya, baik secara
kognitif, moral dan spiritual pemuda itu sendiri.
a.
Kognitif.
Ditinjau dari psikologi perkembangan, pemuda di kategorikan dalam usia 18-30 tahun.
Menurut teori kognitif dari Piaget, pada tahap ini di sebut sebagai tahap operasional formal dan
biasanya dialami pada masa remaja. Pada tingkat pengoperasional formal, para remaja bekerja
dengan sistematis mencoba semua kemungkinan. Para remaja mulai memikirkan masalahmasalah yang lebih jauh jangkauannya – yaitu masa depan dan hakikat masyarakat yang akan
mereka masuki. Dalam proses ini, kekuatan baru kognitif mereka mengarah kepada idealism dan
utopianisme yang mengejutkan. Mereka memegang prinsip-prinsip dan ideal-ideal yang abstrak,
seperti kebebasan, keadilan dan cinta, dan mereka melihat masyarakat-masyarakat hipotetis
sangat berbeda dari apapun. Remaja menjadi seorang pemimpi, dimana mereka bermimpi
tentang masa depan yang menakjubkan atau mentransformasikan dunia lewat ide-ide.40
Pada tahap operasional formal, cenderung memiliki bentuk egosentrisitasnya sendiri.
“Egosentrisitas remaja diperlihatkan oleh kepercayaan terhadap kemahakuasaan refleksi, seolaholah dunia tunduk pada skema-skema idealistis daripada ke sistem-sistem realitas.” Tahap
operasional formal menjadi tanda tahap terakhir yang diwartakan oleh penelitian Piaget.41
b. Perkembangan Moral
Moral berasal dari kata Latin mos (jamak: mores) yang artinya adat-kebiasaan. Kata moral ini
dekat sekali artinya dengan kata etika yang berasal dari Yunani ethos (jamak: ta etha) yang
artinya hampir sama saja, yaitu pegangan orang atau kelompok dalam mengatur perilaku.42
Eli Tanya, mengulas tentang faktor yang mempengaruhi tindakan-tindakan moral. Salah satu
faktor ialah dampak dari psikologi, khususnya psikologi perkembangan moral menurut Lawrence
39
E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, 145-147
William Crain, Teori perkembangan: Konsep dan Aplikasi, edisi ketiga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 202-203
41
Thomas Groome, Christian Religious Education: Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), 366
42
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 69
40
12
Kohlberg. Tahap perkembangan moral dari Kohlber terdiri atau 3 tahap, dan masing-masing
tahapan terbagi ke dalam dua bagian.
a)
Tingkat Pra- Konvesional. Pertama, Orientasi kepada hukuman dan ketaatan. Inilah
jenjang yang merupakan awal kesadaran seorang anak atau orang dewasa yang mendasarkan
perbuatannya atas pertimbangan ketakutkan akan hukuman sebagai akibat tindakannya, misalnya
si anak berbuat baik sebab ia takut dihukum oleh orangtuanya jikalau ia nakal. Kedua, Orientasi
relativis instrumental. Si anak kini memakai pertimbangan untuk tindakannya- hanya sifatnya
egositis, yaitu demi keuntungan dirinya.
b) Tingkat Konvensional. Pertama, Orientasi anak laki-laki baik atau gadis manis: di sini
perbuatan baik di diartikan si anak sebagai apa yang menyenangkan, menolong, dan disetujui
orang banyang. Ia patuh kepada peraturan yang oleh mayoritas dianggap baik atau benar. Kedua,
Orientasi Hukum dan tata tertib umum: anak dan oranglain telah merasa berkewajiban untuk
menaati hukum, otoritas dan peraturan demi tata tertib itu sendiri. Orag menghormati dan
menaati hokum yang dianggapnya bersifat universal.
c)
Tingkat Purna-Konvensional. Pertama, Organisasi Kontak-sosial yang Legalistis. pada
tahap ini orang telah sadar tentang hokum sebagai sebagai persetujuan masyarakat yang
membuatnya. Orang sadar akan sifat relativisnya dan menekankan hal legaslitasnya. Kedua,
Orientasi Asas Etis yang Universal. Tahap ini apa yang dianggap baik atau benar adalah apa
yang hati-nurani orang menetapkan sesuai dengan asas keadilan yang universal, yang
menghormati sesama, harkat dan martabatnya. Inilah merupakan puncak dari perkembangan
moral.43
Psikologi perkembangan moralitas dari pemuda, menurut Kohlberg, yaitu anak-anak muda
mulai berpikir sebagai masyarakat yang konvesional, dengan nilai, norma dan harapanharapannya. Pemuda menjadi lebih luas kepeduliannya terhadap masyarakat secara keseluruhan.
Mereka lebih mentaati aturan, menghormati otoritas dan melakukan kewajiban agar tatanan
sosial bisa dipertahankan. Fokus tahapan ini ialah memelihara masyarakat.44
c.
Perkembangan Spiritual
43
44
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 72-74
William Crain, Teori Perkembangan, 234-235
13
Pada tahap perkembangan spiritual, menurut Fowler, mereka mulai menimbang-nimbang
semua alternative damn menentukan pandangan sendiri. Kepercayaan dan pemahaman
mengenani Tuhan bersifat sangat personal. 45
Maslow membagi kebutuhan organisme menjadi dua kategori. Pertama, ia mengidentifikasi
bebrapa kategori kebutuhan defisiensi – kebutuhan, “D” (atau “Motif D”) – yang penting dalam
pertahanan hidup. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan biologis seperti makanan, air, seks, dan
tempat tinggal. Kebutuhan akan rasa aman mencakup kebutuhan akan keadaan yang umumnya
bisa diprediksi, yang membuat dunia menjadi masuk akal. Kebutuhan akan rasa memiliki dan
cinta mencakup hubungan psikologis yang mendalam dengan orang lain. Dan kebutuhan akan
penghargaan mencakup penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Semua kebutuhan “D”
ini memotivasi kita untuk menghadapi defisit – kita butuh seuatu untuk mengisi dorongan atau
kekosongan, kemudian menciptakan kembali keadaan homeostasis (keseimbangan tubuh).46
Lima kebutuhan di atas dapat di buat oleh setiap orang sesuai dengan pemahaman dan
pengalaman sendiri atau bersama dengan oranglain, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab
yang dipercayakan kepadanya. Hal yang terpenting dalam lima kebutuhan tersebut ialah
kebutuhan rohani. Kebutuhan tersebut harus dipenuhi oleh gereja lewat pelayanan pendidikan
yang terencana yang baik, terlaksana secara konsekuen, ditunjang oleh biaya yang memadai serta
didukung oleh setiap pihak yang terkait dengan para pemuda (orangtua, pimpinan jemaat, tokoh
masyarakat dan para pendidik).47
Dengan melihat perkembangan psikologi pemuda diatas, gereja harus dapat mengakomodir
semua yang menjadi kebutuhan dalam pelayanan. Gereja-gereja sampai saat ini belum sungguhsungguh memberikan perhatian terhadap pelaksanaan pendidikan dan pembinaan bagi pemuda.
Sehingga pemuda merasa bosan dan tidak diperhatikan ketika berada dalam gereja. Gereja
seharusnya memberikan perhatian serta membina akan kaum muda, agar supaya mereka jangan
meninggalkan gereja dan juga dapat mencintai gerejanya.
Semua pimpinan jemaat pada aras kepemimpinan (sinode, klasis, jemaat) sudah tiba saatnya
untuk semakin memberi perhatian terhadap pelayanan pendidikan bagi pemuda dalam kerjasama
dengan pihak-pihak terkait dan terlibat (orangtua, katekis, guru dan dosen PAK serta setiap
orang dewasa Kristen/ warga gereja dan juga gereja-gereja/ jemaat-jemaat hendaknya
45
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 131
Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack, Kepribadian:Teori Klasik dan Riset Modern Edisi ke-3, ( Jakarta:
Erlangga, 2008), 353
47
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 204-205
46
14
menyediakan sarana dan pra-sarana yang memadai bagi pelaksanaan pelayanan pendidikan bagi
pemuda umumnya dan warga gereja pada umumnya.48
Inilah upaya dalam menemukan potensi dari pemuda serta dapat digunakan dalam suatu
pelayanan secara khusus pada bidang pendidikan dan pembinaan.
III. Gereja dan Pelayanan
Pada bagian ini, akan membahas tentang hasil penelitian yang terdiri dari sejarah singkat
tempat penelitian, pandangan tentang visi Jemaat Pola Tribuana dan bentuk-bentuk
pemberdayaan dan pembinaan pemuda serta respon pemuda tentang visi Jemaat Pola Tribuana
dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan.
A. Sejarah GMIT Pola Tribuana Kalabahi
Berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda nomor 331 tahun 1906, tentang
pembagian daerah dan penyusunan administrasi, maka seluruh wilayah Alor Pantar menjadi
sebuah wilayah sub distrik yang merupakan bagian dari distrik Timor Selatan di bawah kontrol
Residen Timor. Sebagai suatu wilayah sub distrik dipimpin oleh seorang Gezaghebber yang
berkedudukan dipantai Makasar (Desa Alor Kecil sekarang). Di tempat ini pemerintah Kolonial
Hindia Belanda menempatkan sejumlah pejabatnya untuk memerintah dan mengatur
kepentingannya di daerah ini. Dengan demikian maka pantai Makasar dapat disebut sebagai “Ibu
Kota” daerah Alor Pantar pada waktu itu. Sebagai sebuah ibu kota tentu saja menarik perhatian
berbagai pihak dengan berbagai kepentingan.49
Ada indikasi bahwa orang Portugis sudah masuk ke Kalabahi, Kokar, dan Alor Kecil dan
membentuk perkampungan di sana. Kedatangan mereka dengan mempunyai suatu misi. Tanggal
22 Agustus 1901 pendeta Niks dari Kupang berkunjung ke Alor. Dia Membaptis seorang anak
Timor yang orang tuanya sudah Kristen, Willian Hatsarani. 50 Pada tahun 1905 tibalah dua
keluarga Kristen dari pulau Rote di Bangatinang yaitu keluarga Heo dan Mengga. Keduanya
didatangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Alor sebagai “orang buangan”, namun dalam
pergaulannya dengan masyarakat setempat sangat akrab sehingga mereka diterima dengan baik.
48
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 213
Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktorfaktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 39
50
Pdt. Ebenhaizer Nubantimo, “Alor Punya Cerita (Kisah-kisah mengharukan masuknya Injil ke Alor)”, ( Salatiga- Satya
wacana University Press, 2014), 284
49
15
Sebagai keluarga Kristen apalagi yang terus diawasi kelakuannya oleh pemerintah, kedua
keluarga ini berupaya untuk berbuat hal-hal yang baik sehingga dapat menarik simpati
masyarakat dan juga pemerintah. Salah satu yaitu, mereka mewartakan kabar tentang injil kepada
masyarakat di sekitarnya, khususnya kepada anak-anak. Ternyata upaya mereka men
PEMUDA DARI PERSPEKTIF PEMBINAAN PEMUDA
Oleh :
Zetya Inger Anastasia
712012032
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Teolgi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian dari
persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S.Si. Teol)
Program Ilmu Teologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
Don’t lose the faith,
Keep praying,
Keep trying.
“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau,
Janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan
meneguhkanmu, bahkan akan menolong engkau; Aku
akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang
membawa kemenangan.”
(Yesaya 41:10)
vi
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas perkenanannya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Dalam penulisan
Tugas Akhir ini, tentunya penulis mempunyai banyak pengalaman. Ada senyuman, tawa,
bahagia, tetapi ada juga kecewa, gerutu, benci, jengkel, dan stress yang berjalan secara
beriringan. Semua yang terjadi penulis menyadari bahwa cinta dan kasih Tuhan Yesus selalu
dinyatakan dalam setiap proses yang ada.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini pun, membutuhkan dukungan
dari berbagai pihak dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Tanpa kehadiran, dukungan, doa, canda
dan tawa serta motivasi mereka, penulisan ini tidak dapat di selesaikan dengan baik. Hal ini
berarti eksistensi penulis tidak terlepas dari orang-orang yang luar biasa bagi kehidupan penulis.
Dengan hal tersebut, di saat yang berbahagia ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
personal maupun lembaga yang turut mensukseskan akan keberlangsungan bermahasiswa di
Fakultas Teologi sampai penyelesaian Tugas Akhir ini. Mereka tersebut adalah :
1. Tuhan Yesus Kristus yang adalah penolong yang luar biasa bagi penulis. Tempat di mana
penulis mengutarakan isi hati dan pengeluhan-pengeluhan kepadaNYA. Terimakasih karena
sampai detik ini, Tuhan masih membuat keajaiban-keajaiban dalam kehidupan penulis.
Penulis takkan mampu membalas semua kebaikan dan berkat yang telah Engkau berikan,
hanyalah diri ini yang dipersembahkan kepadaMu sebagai alat dalam pelayananMu. Inilah
aku, Utuslah aku.
2. Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nubantimo dan Ibu Feriningsih B. P. Hagni, sebagai pembimbing yang
senantiasa membimbing penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Kritikan dan saran yang
diberikan selama penulisan ini, menjadi sangat bermanfaat, khususnya bagi perkembangan
pembinaan pemuda di GMIT. Terimakasih untuk bimbingan dan arahan yang luar biasa
dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini. Kiranya Tuhan yang adalah sumber berkat dan
rahmat memberkati Bapak dan Ibu dalam keluarga dan tugas pelayanannya.
3. Pak David Samiyono dan Pak Izak Lattu, sebagai penguji sekaligus i wali study dari penulis,
yang telah memberikan arahan, kritik dan pemikiran-pemikiran yang sangat membangun
untuk proses penulisan Tugas Akhir ini lebih baik. Tuhan senantiasa memberkati keluarga
serta pelayananya.
vii
4. Semua dosen di Fakultas Teologi yang telah memberikan ilmu serta pengetahuan kepada
penulis dalam proses perkuliahaan di Fakultas Teologi. Terimakasih untuk ilmu dan
pengorbanan yang dibagikan kepada semua mahasiswa sebagai bekal untuk menjadi calon
pelayan Tuhan di masa depan. Tuhan membekati setiap dedikasi dan pengorbanan Bapak dan
Ibu dosen. Tak lupa juga penulis berterimakasih kepada Ibu Budi, sebagai TU di Fakultas
Teologi yang sudah banyak membantu penulis dalam urusan administrasi selama penulisan.
5. Majelis Jemaat GKI Soka dan GKMI Salatiga, yang telah menerima serta mendukung
penulis selama PPL I- IV. LSM L-Paska yang telah menerima penulis serta teman-teman
yang melakuakn PPL V. Tak lupa juga GMIT Limarahing, sebagai tempat pelayanan PPL
VI, yang telah memberikan dukungan serta doa untuk penulis. Tuhan senantiasa memberkati
pelayanannya.
6. Majelis jemaat dan pemuda/ I GMIT Pola Tribuana Kalabahi yang telah meluangkan waktu
dan kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan data dalam penyusunan Tugas Akhir.
7. Bapak sebagai inspirasi dan motivasi serta bagi penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
Terimakasih untuk kasih sayang yang sudah Bapak berikan buat Tya. Tugas Akhir ini di
dedikasikan khusus buat Mama yang di Surga. Mama yang menjadi sosok yang luar biasa
buat Tya, menjadi sumber kekuatan buat Tya untuk selalu maju dan berjuang untuk
menyelasaikan proses perkuliahan sampai penyelesaian study di Fakultas Teologi.
Terimakasih telah menjadi sumber inspirasi bagi Tya sampai saat ini.
8. Kakak Elvi, Kakak Moan, Kakak Erni, Adibu, yang telah mendukung serta memberikan
semangat kepada penulis dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini. Terimakasih karena
sampai saat sudah menjadi kakak serta adik yang luar biasa bagi Tya. Terimakasih selalu
menjadi pendengar yang setia ketika Tya sedang dalam kesulitan. Terimakasih untuk
keponakan tersayang Farrel, Andre, Nona Telly, yang sudah menghibur Mama Tya dalam
penuyusunan Tugas Akhir ini.
9. Keluarga besar Sumaa dan Oga, yang berada Alor, Maumere, Kupang, dan di berbagai
tempat. Terimakasih karena selalu memberikan dukungan, motivasi, serta doa untuk Tya
dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
10. Sepupu-sepupu tercinta kaka Nina, Susan, ricky, kak Rison, Kak Martha, lely, Tuty, Ebhy,
Angel, Mei, Papy, Ivon, Veny, Tyo, Mona, Nensi, Grace, Syalom. Terimakasih sudah
mendukung dan memberikan semangat dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
viii
11. Yusuf Anie sebagai pacarnya Tya, yang telah menjadi penyemangat dan memberikan
dukungan kepada Tya sampai saat ini. Terimakasih atas dukungan, doa, serta cinta kepada
Tya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
12. Kawan angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada saya.
Terimakasih atas kebersamaan dan kasih sayang yang terjalin selama menjalani perjalanan
study di Fakultas Teologi.
13. Anak Kos Adhelphous yang selalu mendukung dan mendoakan saya selama dalam penulisan
tulisan Tugas Akhir ini. Terimakasih untuk kebersamaan selama ini.
14. Adik-adik Alor yang berada di Salatiga Melki, Anis, Inger, Kori, Ayu Redda, Nita Haan,
Thesa Djobo, dan semua adik-adik yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.
Terimakasih untuk senyuman dan dukungannya selama ini, yang telah menghibur dan
mendukung Kaka Tya selama menyelesaikan Tugas Akhir.
15. Sahabat kecil saya, Lenny Dakabesi dan juga teman terbaik saya Putri Takalapeta dan Nelcy
Sally, yang selalu memberikan semangat dan doa untuk saya. Terimakasih untuk
persahabatan ini.
16. Almamaterku tercinta Universitas Kristen Satya Wacana, tempatku menimbah ilmu dan
mengalami proses belajar.
17. Semua pihak tidak dapat di sebutkan namanya satu per satu, yang sudah membantu
mendukung dan memberikan semangat kepada dalam penyelesaian studi ini.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan Tugas Akhir ini keterbatasan wawasan dan pengalaman yang penulis miliki. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakan akan
Tugas akhir ini.
Akhir kata penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis, gereja, dan juga
masyarakat luas. Terimakasih.
Salatiga, … Februari 2017
Penulis,
Zetya Inger Anastasia
ix
Daftar Isi
Halaman Judul
……………………………………………………………………… i
Halaman Pengesahan
………………………………………………………………………. ii
Halaman tidak plagiat
………………………………………………………………………. iii
Halaman persetujuan akses …………………………………………..... …………………………iv
I.
Halaman persetujuan
……………………………………………………. ………………….v
Motto
…………………………………………………….. ……………….....vi
Kata Pengantar
………………………………………………………………………. vii
Daftar isi
……………………………………………………………………… x
Saripati
……………………………………………………………………… xi
………………………………………………………………………. 1
Pendahuluan
………………………………………………………………………. 1
a. Latar belakang
b. Rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian …………………………………. 6
c. Metode penelitian
…………………………………………………….. ………………..7
d. Sistematika penulisan
…………………………………………………….. ………………..7
II.
……………………………………………………………………… 8
Teori
a. Pengertian Organisasi
……………………………………………………………………... 8
b. Pengertian Visi
……………………………………………………………………… 9
c. Pengertian pembinaan pemuda ……………………………………………………………. 10
III.
Gereja dan Pelayanan
……………………………………… ……………………………. 14
a. Sejarah GMIT Pola Tribuana Kalabahi ……………………………………. ………………..14
b. Visi GMIT Pola Tribuana dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan kepada pemuda. 18
c. Respon pemuda kepada visi dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan. …………….. 21
d. Penghambat-penghambat dalam Pembinaan dan pemberdayaan pemuda. …………………….23
Penutup
………………………………………………………………………………. 26
1. Kesimpulan
……………………………………………………………………………….. 26
IV.
2. Saran
a. Gereja GMIT Pola Tribuana ……………………………………………………………… 26
b. Pemuda GMIT Pola Tribuana ………………………………………………………………. 27
V.
c. Fakultas Teologi
…………………………………………………… …………………..27
Daftar Pustaka
…………………………………………………………………..…… 28
x
Saripati
Zetya Inger Anastasia, 2016/ 2017, “VISI JEMAAT GMIT POLA TRIBUANA KALABAHI TERHADAP
PEMBERDAYAAN PEMUDA DARI PERSPEKTIF PEMBINAAN PEMUDA”, Tugas akhir, Program Ilmu
Teolgi, Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Penelitian ini dilakukan di jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi. Pokok penelitiannya ialah sejauh mana
GMIT Pola Tribuana Kalabahi memiliki visi dan misi pelayanan yang ditetapkan oleh setiap kategorial.
Oleh karena itu, pertanyaan penelitian ialah pertama, apa visi jemaat GMIT Pola terhadap pemuda dan
bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan pemuda? Kedua, apa respon pemuda GMIT Pola tentang
visi serta bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan itu? Dengan melihat kedua hal tersebut, maka
penulis melakukan penelitian di GMIT Pola Tribuana Kalabahi. Metode penelitian yang digunakan ialah
pendekatan kualitatif yaitu wawancara. Dari hasil penelitian yang dilakukan, gereja sampai saat ini belum
memiliki visi. Sehingga program yang dijalankan sering tidak sesuai dengan kebutuhan jemaat. Salah
satunya ialah pemuda. pemuda merupakan generasi penerus gereja yang seharusnya mendapat pembinaan
dari gereja. Tetapi sampai saat ini, gereja kurang melakukan pembinaan dan pemberdayaan kepada
pemuda, yang membuat pemuda semakin malas mengikuti pelayanan di gereja. Dengan melihat masalah
diatas, tulisan ini direkomendasikan bagi gereja agar dapat merumuskan visi gereja secara jelas, agar
pelayanan yang dijalankan dapat berjalankan dengan baik dan juga direkomendakasikan kepada gereja
terkait agar dapat melakukan workshop atau diskusi dengan pemuda agar gereja dapat mengetahui
permasalahan serta kebutuhan dalam pelayanan pemuda.
Kata kunci : Visi, GMIT Pola Tribuana, Pembinaan, Pemberdayaan, Pemuda, Alor,
xi
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Gereja dipahami sebagai “persekutuan orang percaya”, yaitu kepercayaan atau imannya
kepada Allah yang menyatakan diri dalam Yesus Kristus.1 Gereja merupakan tempat di mana
orang-orang percaya berkumpul dan gereja dipahami bukan hanya dari gedung saja, tetapi orangorang yang berada di dalamnya yaitu anak-anak, remaja dan pemuda, orangtua. Gereja adalah
tubuh Kristus di mana harus meningkatkan mutu dari pelayanan kasihNya. Penekanan gereja
sebagai tubuh Kristus membawa kepada penekanan gereja sebagai suatu persekutuan yang di
dalamnya setiap individu menemukan identitas dan kepenuhan melalui perjumpaan dengan orang
lain dan dalam relasi dengan Yesus Kristus.2 Sehingga gereja harus mempunyai visi yang jelas
untuk melaksanakan tugas panggilannya bukan hanya di lakukan pada masa kini, tetapi juga
masa yang akan datang. Dengan demikian, pemuda sebagai calon-calon penerus gereja harus
mendapat perhatian secara optimal.
Untuk menjadi gereja Tuhan yang fungsional di tengah-tengah dunia dan masyarakat yang
majemuk, setiap gereja perlu menetapkan arahan bagi kehidupan dan pelayanannya. Visi dan
misi jemaat harus berdasarkan visi dan misi Allah untuk dunia ini.3 Visi berkaitan dengan
pandangan ke depan menyangkut ke mana akan di bawa organisasi akan di bawa, dan harus
diarahkan agar dapat berkarya secara konsisten dan tetap eksis, bersifat antisipatif, produktif, dan
inovatif dalam menangani setiap tantangan. Visi juga merupakan suatu gambaran menantang
tentang jeadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan dalm sebuah
organisasi.4
Pemuda di GMIT merupakan orang-orang yang mempunyai semangat untuk berjuang dan
mempunyai keinginan untuk melakukan sesuatu perubahan bagi dunia dan gereja. Orang muda
sering diberi label sebagai Agent of change, agen pembaharuan, karena ciri-ciri yang melekat
pada kepemudaan mereka. Ciri mereka, antara lain, adalah energik, kreatif, dinamis, empatik,
kritis, dan berani mengambil resiko.5
Menurut Abraham Maslow, lima tingkatan kebutuan manusia yang disebutnya Piramida
Kebutuhan : a) Kebutuhan fisik; b) kebutuhan keamanan; c) Keamanan pengakuan; d) kebutuhan
1
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK: Pendidikan Agama Kristen, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 7
Yusak B. Setyawan, Eklesiologi, (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW Press, 2013), 8
3
Irene Ludji, Eklesiologi dan konsep pelayanan Holistik, Jurnal of Theologia, Vol. IV, No.1 (Agustus 2009): 81
4
Renowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2009), 124
5
Philip Tangdilintin, Pembinaan generasi Muda, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), 13
2
1
harga diri; dan e) kebutuhan perwujudan diri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa bila
kelima tingkat kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan baik, maka masalah-masalah yang
dihadapi manusia termasuk pemuda pun berkurang dan pada gilirannya dapat diatasi sampai
tuntas.6
Di masa dewasa, kebanyakan orang mengembangkan pemahaman identitas yakni pandangan
tentang diri sendiri sebagai individu dan anggota masyarakat. Formasi identitasnya tak dapat
dipahami di luar konteks kulturnya. Fakta bahwa transisi ke peran dewasa agak tertunda di
banyak masyarakat telah menimbulkan periode kehidupan baru.7
Remaja dan pemuda adalah masa perpindahan ke arah dewasa; suatu masa yang rawan dan
perlu pelayanan tersendiri. Saat itulah, mereka lebih banyak menanyakan substansi imannya dan
mengambil keputusan-keputusan etis secara signifikan.8 Pemuda yang tergolong dalam usia 18
tahun ke atas, menurut teori Piaget, seseorang yang telah melampaui tahap operasional formal
yang dialami pada masa remaja.9 Pada tahap ini, remaja mulai memikirkan masalah-masalah
yang lebih jauh jangkauannya – yaitu masa depan dan hakikat masyarakat yang akan mereka
masuki. Di dalam proses ini, kekuatan baru kognitif mereka, bisa mengarah kepada idealisme
yang mengejutkan. Mereka dapat memegang prinsip-prinsip dan ideal-ideal
yang abstrak,
seperti kebebasan, keadilan dan cinta, dan mereka melihat masyarakat-masyarakat dengan sangat
berbeda dari apapun yang eksis saat ini.10
Pada tahap perkembangan moral, lebih menekankan kepada siapa yang memegang
kekuasaan, dialah yang dihormati. Para remaja dan pemuda senang memerhatikan kewajiban
yang harus mempertahankan tata kehidupan sosial untuk kepentingan ketertiban dan keamanan
sendiri. Demikian juga, pada perkembangan ego, pemuda berada dalam suatu situasi di antara
mencari intimitas (kedekatan) dan menyisihkan isolasi atau keterasingan. Yang dimaksud ialah
adanya kemampuan untuk sharing dan saling memperhatikan tanpa harus kehilangan identitas.11
Salah satu kebutuhan pokok yang tersirat dalam kelima kebutuhan yang dikemukakan
Abraham Maslow, adalah kebutuhan rohani. Kebutuhan ini mulai terancam di zaman ini dengan
6
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan: Kumpulan karangan seputar Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: Gunung
Mulia, 2012), 204
7
Eric B. Shiraev dan David A. Levy, Psikologi Lintas Kultural: Pemikiran Kritis dan terapan Modern, edisi keempat,
(Jakarta: Kencana, 2012), 306-307
8
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik: Buku Pegangan untuk mengajar Pendidikan Agama
Kristen, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2006), 35
9
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 129
10
William Crain, Teori perkembangan, Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar ), 202
11
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 130
2
kemajuan sangat pusat di bidang informasi, komunikasi yang telah
bermuara dalam era
globalisasi12. Tentunya kaum muda sering bergumul dengan spiritual mereka, yang sering di
sebut dengan perkembangan iman. Pada masa ini, pemuda pemudi harus memulai secara serius
membangun keyakinan sendiri, gaya hidup mandiri, dan sikap pribadi yang khas. Pada usia
seperti ini, mereka mulai menimbang-nimbang semua alternatif dan menentukan pandangan
pribadi. Kepercayaan dan pemahaman mengenai Tuhan bersifat sangat personal.13
Keadaan zaman memang sudah berubah. Zaman semakin maju dan berkembang dengan
cepat. Gereja dituntut supaya dapat mengaktualisasikan diri dengan perubahan-perubahan yang
ada, baik itu dalam pergaulan dan pola pikir yang semakin maju. Perjalanan iman generasi
selanjutnya adalah tantangan bagi gereja yang sudah mapan, tapi perjalanan iman itu juga bisa
menjadi sumber harapan bagi komunitas iman.14 Peran pemuda dalam hal ini sangat diperlukan,
sebagai salah satu kategorial yang berada dalam gereja dan juga mereka adalah orang-orang yang
lebih dekat dan sangat terbuka terhadap perubahan zaman di era globalisasi ini.
Dalam konteks Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), visi yang dirumuskan merupakan
konsep dari Rencana Induk Pelayanan (RIP). Sejarah pelayanan GMIT, memberi gambaran
bahwa GMIT tidak saja terpanggil untuk melaksanakan pelayanan khusus di bidang rohani tetapi
keberadaan GMIT juga memberi perhatian pada segala aspek kehidupan umat. Itulah yang
menjadi visi dan misi GMIT dalam pelayanan. Tata GMIT 2010 mengambarkan tentang visi
GMIT yang terpanggil untuk mewujudkan GMIT sebagai gereja yang misioner, yaitu GMIT
sebagai : pertama, Gereja yang memahami diri sebagai keluarga Allah yang terikat oleh Kasih
Kristus dan secara bersama-sama ikut serta dalam karya penyelamatan Allah bagi dunia; Kedua
Gereja yang memahami diri sebagai umat keluaran yang diutus ke dalam dunia untuk membawa
Syalom Allah dimana semua anggota GMIT berfungsi sebagai surat Kristus yang hidup untuk
membawa kabar baik bagi dunia sesuai dengan teladan Kristus, Sang Diakonos Agung; Ketiga,
Gereja yang jemaat-jemaatnya saling membina, membangun dan bertumbuh menuju kedewasaan
penuh sesuai dengan kepenuhan Kristus (MS-GMIT, 2010).15
12
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 204
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik , 131
14
David Kinnaman, You Lost Me: Mengapa Orang Kristen Muda Meninggalkan Gereja Dan Memikirkan Ulang tentang
Iman Mereka, (Sekolah Tinggi Teologi Bandung (STTB), 2012)
15
Yulita Alexandra Nayoan, “Kepimpinan Perempuan dalam gereja; Suatu tinjauan sosio-teologis terhadap kepemimpinan
perempuan dalam gereja di GMIT),” Jurnal Teologi ,(Salatiga: September 2012),
13
3
Gambaran Visi yang tercantum dalam Tata GMIT 2010 tersebut, merupakan suatu landasan bagi
setiap gereja yang berada di GMIT salah satunya Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,
Kabupaten Alor.
Sejauh ini, pelayanan masih belum sepenuhnya dipercayakan kepada kaum muda, seperti
menjadi Majelis (Penatua dan Diaken), regenerasi pemain musik, menjadi penanggungjawab
sound dan lain-lain. Jika dilihat dari gereja-gereja lainnya di Alor, sudah banyak gereja yang
mempercayakan kepada pemuda pemudinya untuk melayani di gereja, seperti Gereja Puildon,
Gereja Bethlehem, Gereja Ebenhaizer Hombol, dan beberapa gereja lainnya. Gereja sering
menganggap orang muda sebagai the church of tomorrow, warga gereja masa depan, yang nanti
akan diberi peran kalau sudah matang dan siap. Artinya, mereka baru diberikan kesempatan
berperan ketika seluruh ciri kemudaannya sudah hilang dimakan usia.16
Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi merupakan gereja yang berdiri di Kabupaten Alor
dengan jumlah anggota jemaat ± 4000 jiwa, 7 Gugus 25 kelompok, dengan jumlah pemuda
sekitar 900 jiwa. Jika di klasifikasi dalam kategoria usia para pemuda GMIT Pola Tribuana yaitu
sekitar 18-35 tahun, sebab ada juga yang sudah berumah tangga, tetapi masuk dalam kaum
muda. Biasanya yang hadir dalam ibadah Pemuda, sekitar 95-100 jiwa. Tidak dipungkiri bahwa
gereja dengan jumlah jemaat yang besar akan muncul banyak persoalan dalam jemaat. Salah
satunya adalah persoalan tentang pembinaan dan pemberdayaan pemuda. Kepemimpinan dalam
sebuah gereja sangat mempengaruhi akan perkembangan dan kemajuan pemuda itu sendiri.
Pemimpin haruslah seorang yang “visioner” – memiliki “visi. Tugas terpenting pemimpin adalah
membangun visi bagi organisasi yang dipimpinnya dan memengaruhi orang-orang yang
dipimpinnya untuk mempunyai visi yang sama dengan dirinya. Visi tersebut yang kemudian
dikembangkan dan akhirnya diwujudkan dalam misi.17
Jika dilihat, sampai saat ini, GMIT Pola Tribuana masih saja menutup diri dan belum
mempercayakan pelayanan kepada para pemuda. Pemuda sering diabaikan oleh pihak gereja. Hal
ini bisa dilihat dengan adanya pembatasan pada kaum muda untuk mengeksplorasikan kreatifitas
mereka, dan juga gereja masih belum mempercayakan pelayanan dalam gereja kepada kaum
muda, misalkan dalam memainkan musik pada saat kebaktian umum yang sampai sekarang
masih dimainkan oleh orangtua, menjadi kolektor dalam ibadah minggu, dan lain-lain. Lebih
lagi, gereja kurang melakukan pembinaan terhadap pemuda di GMIT Pola Tribuana. Inilah
16
17
Yulita Alexandra Nayoan, “Kepimpinan Perempuan dalam gereja., 15
Retnowati, Kepemimpinan Transformatif, (Jakarta: Gunung Mulia, 2016), 11
4
menjadi salah satu kelemahan sekaligus faktor penyebab kaum muda kurang terlibat dalam setiap
kegiatan pemuda.
GMIT Pola Tribuana Kalabahi, masih menfokuskan diri pada pelayanan umum, seperti
kebaktian Minggu, kebaktian Gugus, sedangkan untuk melakukan pembinaan terhadap pemuda
masih kurang mendapat perhatian. Inilah yang membuat kaum muda menjadi canggung dalam
pelayanan, sehingga pemuda mengalami suatu kekecewaan terhadap kinerja yang dilakukan oleh
Gereja, yang kurang memberi perhatian dan memberikan ruang gerak bagi kaum muda dalam
menyalurkan kreatifitas mereka dan gereja belum menjawab akan kebutuhan-kebutuhan dari
kaum muda di GMIT Pola Tribuana. Jika mau dilihat, kaum muda sangat membutuhkan suatu
pembinaan dari gereja dalam menumbuhkan spritualitas mereka dan bahkan membuat kehidupan
kaum muda lebih baik lagi untuk mempersiapkan diri mereka dalam sebuah pelayanan dalam
gereja. Pelayanan dan spiritualitas tidak dapat dipisahkan. Seorang pelayan kristiani tidak akan
pernah dapat menjadi pelayan kalau bukan imannya yang paling pribadi dan pemahaman tentang
hidup, yang menjadi pusat pastoralnya.18
Pelayanan dari pihak orangtua dan gereja yang secara khusus melibatkan kaum muda dengan
cara dalam pengalaman keluarga Kristen dan kehidupan jemaat tanpa mengharuskan kaum muda
lebih dulu mengalami pertobatan pada umur tertentu.19
Mendidik, membina, dan memberi peran generasi muda di usia muda, harus menjadi kunci
menuju masa depan. Kalau kita menginginkan perubahan dan pembaharuan menuju keadaban
publik baru, kita membutuhkan generasi baru yang lebih jujur, lebih adil, lebih bertanggung
jawb, lebih terbuka-inklusif, memliki daya juang dan tentu saja iman yang kokoh.20 Dan
pembinaan dan pendidikan bagi pemuda juga merupakan salah satu kebutuhan pokok yang
tersirat dalam lima kebutuhan pokok menurut Abraham Maslow. Karena itu kebutuhan pokok ini
pun harus dipenuhi oleh gereja secara khusus. Sayang sekali – pemimpin/jemaat kurang
memberikan perhatian yang serius terhadap pelayanan pendidikan bagi para pemuda dalam
lingkungan jemaatnya.21
Pemuda juga memerlukan cinta dari gereja supaya mereka tidak meninggalkan gereja.
Karena itu, jika gereja ingin mengalami perubahan yang mana mengikuti perkembangan zaman
18
Henry Nouwen, Pelayanan yang kreatif, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 21
Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan PIkiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Yohanes Amos Comenius
hingga Perkembangan PAK di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 501
20
Tangdilintin Philip. Pembinaan generasi Muda,, 17
21
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan,, 206
19
5
harus dapat melibatkan kaum muda agar mereka kelak dapat berpartisipasi dan merasa cinta
kepada gereja.
Tak heran, jika setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemuda, kebanyakan di habiskan luar
gereja dibandingkan dalam gereja. Kalaupun melakukan kegiatan dalam gereja, itu pun hanya
sebatas kegiatan-kegiatan gerejawi saja dan hanya menjadi jemaat biasa. Dalam lingkungan
GMIT Pola Tribuana Kalabahi, banyak orang-orang sukses yang sebagian besar ialah kaum
muda. Namun, mereka belum sepenuhnya memberikan kontribusi kepada pemuda dan jarang
mendapat pengaruh dalam gereja. Kritik dan saran yang disampaikan, belum mendapat respon
yang baik dari pihak gereja. Sehingga bisa di katakan bahwa GMIT Pola Tribuana Kalabahi
masih sangat lemah dalam hal pelayanan secara internal.
Sejauh penelusuran, baru satu tulisan yang ditemukan yaitu tentang “Konseling Pastoral
Pendeta (Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-faktor penghambat
pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi). Dalam tulisan ini, belum banyak
menulis tentang pemuda, tetapi bagaimana penulis mengkritik tentang perlunya konseling
pastoral terhadap Pendeta di GMIT Pola Tribuana Kalabahi, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara
Timur.22
Dengan melihat hal-hal diatas, maka judul penelitian ini “Visi Jemaat GMIT Pola
Tribuana Kalabahi tentang Pemberdayaan Pemuda dari Perspektif Pembinaan Pemuda”.
b. Rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat
Berdasarkan latar belakang diatas, maka muncullah rumusan masalah yang dipaparkan dalam
beberapa pertanyaan yaitu :
Apa visi jemaat GMIT Pola terhadap pemuda dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan
pembinaan pemuda?
Apa respon pemuda GMIT Pola tentang visi serta bentuk-bentuk pemberdayaan dan
pembinaan itu?
Berdasarkan masalah pokok yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari
penelitian adalah sebagai berikut:
Mengidentifikasi visi jemaat GMIT Pola Tribuana terhadap pemuda serta bentuk-bentuk
pemberdayaan dan pembinaan pemuda GMIT Pola Tribuana Kalabahi
22
Poppy Lapenangga, “Konseling Pastoral Pendeta : Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktorfaktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,”Jurnal Teologi ( Salatiga: April, 2013).
6
Mendiskripsikan dan menganalisis pemahaman tentang respon pemuda GMIT Pola Tribuana
tentang visi dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan itu.
Penelitian ini bermanfaat untuk warga jemaat GMIT Pola Tribuana terkhususnya di bidang
komisi pemuda dan GMIT Pola Tribuana untuk memberikan evaluasi kepada Gereja. Sehingga
kedepannya pemuda dapat ikut berperan dalam pelayanan gereja (Komisi Pemuda).
2. Metode Penelitian
Dalam mencapai tujuan penelitian di GMIT Pola Tribuana ini, maka digunakan pendekatanpendekatan untuk mempermudah dalam melakukan penelitian, terutama dalam mengumpulkan
data. Sebab data yang diperoleh dalam suatu penelitian merupakan gambaran tentang obyek
penelitian. Pendekatan yang di lakukan oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan
cara wawancara. Dalam suatu penelitian wawancara bertujuan mengumpulkan keterangan
tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka,
merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.23
Penelitian ini bertempat di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Jemaat GMIT Pola Tribuana
Kalabahi, Kabupaten Alor. Pengambilan data penelitian dengan cara mewawancara, kepada
Pendeta, Majelis, dan pemuda/I, sehingga mempermudah mendapat informasi dari setiap
responden.
3. Sistematika penulisan
Dalam sistematika penulisan, penulis menjabarkan dalam 4 bagian. Bagian pertama,
dipaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
metode penelitian. Bagian kedua, teori yang di gunakan ialah teori organisasi dan teori PAK
tentang PAK pemuda. Bagian ketiga, pemaparan hasil penelitian yaitu dengan cara wawancara
serta analisis kritis dan pembahasan mengenai visi jemaat GMIT Pola terhadap pemuda dan
bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan pemuda serta respon pemuda GMIT Pola tentang
visi serta bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan tersebut. Dan Bagian keempat, penutup
yang berisi kesimpulan dan saran.
23
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat Edisi ketiga, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), 129
7
II. Teori
A. Pengertian Organisasi
Istilah organisasi tentunya sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Organisasi berasal
dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat. Organisasi menurut
W. J. S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, adalah susunan da aturan dari berbagai-bagai
bagian (orang, dan sebagainya) sehingga merupakan kesatuan yang teratur. Selain itu, definisi
lain tentang oragnisasi menurut James D. Mooney, ialah “Organization is the of every human
association for the attainment of common purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama
untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Kochler, organisasi adalah sistem hubungan
yang terstruktur mengkoordinasikan usaha sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.24
Dengan demikian, secara umum organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama
antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber
daya yang dimiliki.25
Gereja mengorganisasi diri sebagai sebuah institusi, oleh karenya membutuhkan
pengorganisasian yang baik agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal saesuai tujuan
yang diharapkan. Untuk itu gereja-gereja memiliki aturan organisasi yang biasanya terdapat
didalam tata gereja dan/ atau peraturan-peraturan lainnya. Sehingga dalam pengorganisasian
gereja diperlukan suatu struktur organisasi.26
Dalam organisasi juga dipengaruhi oleh suatu budaya tertentu. Budaya organisasi merupakan
fondasi organisasi. Budaya organisasi sebagai budaya yang khas dari perusahaan/ organisasi itu
sendiri. Budaya organisasi dapat mengarahkan, mengikat dan memotivasi setiap individu yang
terlibat didalalamnya untuk menciptakan suasana yang mendukung bagi upaya mencapai tujuan
yang diharapkan.27 Budaya organisasi adalah norma, nilai-nilai, asumsi, filsafat dari organisasi
yang dikembangkan oleh pemimpin organisasi dan diterapkan dalam perilaku organisasi para
anggota organisasi. Secara umum budaya organisasi dirumuskan sebagai visi, misi, tujuan
strategik, dan nilai-nilai strategik. Budaya organisasi diajarkan kepada para anggota organisasi
dan diawasi pelaksanaannya secara sistematis (Wirawan, 2007).28 Budaya organisasi di GMIT
24
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, (Salatiga: Fakultas Teologi, 2009), 20-22
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, 24
26
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, 56
27
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, 31-32
28
Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi, perilaku organisasi, Aplikasi dan penelitian, , (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2014), 68
25
8
memahami visi dan misi gereja terlebih dahulu yang kemudian dari diturunkan secara budaya. itu
dapat dilihat dari tata cara gereja serta visi dan misi itu dipengaruhi gaya kepemimpinan. Setiap
gereja memiliki visi dan misi mengacu pada visi dan misi sinode.
B. Pengertian Visi
Dengan melihat definisi organisasi di atas, tentunya didasari dengan visi yang jelas. Visi
adalah visualisasi atas masa depan yang realistis, dapat dipercaya, serta memiliki daya bagi
manusia dan organisasi untuk menentukan misi dan strategis dalam rangka mencapai tujuan yang
diinginkan. Visi adalah arah ke mana organisasi akan dibawa menuju masa depan yang lebih
baik dan lebih berhasil daripada sebelumnya. Visi yang benar merupakan gagasan yang penuh
kekuatan untuk masa depan dengan mengandalkan kemampuan, ketrampilan, bakat, dan sumber
daya.
Thomas Sowell (1987) menjelaskan konsep visi sebagai berikut:
“Vision has been decribed as a pre-analitic cognitive act. It what we dence or feel before we have
contructed any systematic reasoning that could be salled theory, much less dedicated any
specific consequences as hypotheses to be terted again evidence. A vision is our sense of how the
works.” Sowell menyamakan visi dengan teori dan hipotesis dalam penelitian yang perlu diuji
terhadap bukti yang harus diciptakan oleh pemimpin dan para pengikutnya di masa yang akan
datang. Gary Yukl (2010) menyatakan suatu visi harus sederhana dan idealistik; suatu gambar
yang diinginkan di masa yang akan datang; bukan rencana yang kompleks dengan tujuan
kualitatif dan rincian langkah-langkah tindakan.29
Setiap gereja tentunya mempunyai visi yang sudah di rancangkan untuk kemajuan sebuah
organisasi. Demikian halnya di GMIT. GMIT mempunyai struktur organisasi yang dijalan secara
presbiterial sinodal. Sehingga visi yang sudah dirancangkan oleh setiap gereja di GMIT juga
harus berdasarkan pada visi GMIT. Visi GMIT yaitu “ GMIT adalah keluarga Allah yang
merupakan Umat Keluaran yang diutus ke dalam dunia guna membawa Shalom Allah. Setiap
anggota GMIT berfungsi sebagai Surat Kristus yang hidup guna membawa kabar baik bagi
dunia sesuai dengan teladan Kristus, Sang Diakonos Agung. Dalam menjalankan fungsi
tersebut, setiap anggota GMIT bekerja dengan setia, taat dan produktif dalam memperjuangkan
keadilan dan kebenaran, yaitu pembebasan yang tertindas, kesataraan derajat dan adanya
29
Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi, perilaku organisasi, Aplikasi dan penelitian,
9
keseimbangan diantara pemenuhan hak dan kewajiban serta menggunakan alam ciptaan Allah
secara bertanggung jawab.”30
C. Pengertian Pembinaan Pemuda
Melihat pentingnya suatu organisasi, perlu juga diterapkan dalam gereja, ketika gereja ingin
melibatkan dan mengajak warga jemaat untuk terlibat dalam pelayanan, secara khusus pemuda.
Tentunya dalam melibatkan kaum muda dalam pelayanan, gereja perlu melakukan pembinaan
kepada mereka.
Secara etimologis pembinaan berasal dari kata bina.31 Pembinaan juga dapat diartikan
sebagai bantuan dari seseorang atau sekelompok orang yang ditujukan kepada orang atau
sekelompok orang lain melalui materi pembinaan dengan tujuan dapat mengembangkan
kemampuan, sehingga tercapai apa yang diharapkan.32
Pembinaan merupakan suatu tindakan yang dilakukan melalui proses pembahuruan, usaha,
atau pun kegiatan untuk menghasilkan sesuatu yang baik dan berguna untuk masa depan.
Menurut Clement Suleeman, pemahaman warga gereja tentang pembinaan warga gereja
masih bermacam ragam. Walaupun demikian, pada umumnya dapat dilihat bahwa mereka
cenderung untuk menafsirkan pengaktifan kembali kegiatan-kegiatan rutin sebagai pembinaan.
Oleh karena pembinaan dalam pengertian demikian cenderung mengarah ke dalam (introvert),
maka menjadi jelas bahwa jarak antara Gereja dengan dunia belum dihubungkan.33 Salah satu
ciri khas PWG yang di paparkan oleh Clement ialah sikap terbuka terhadap perubahanperubahan yang luas dan mendalam di dalam masyarakat, dan menempatkan diri secara
bertanggung jawab dan dewasa, secara kritis dan kreatif, di dalam situasi yang baru. PWG
bermaksud untuk membantu orang-orang agar membuka dan menempatkan diri secra realistis,
kristis, kreatif dan konstruktif di dalam situasi yang baru. Ini berarti bagi pelayanan gerejawi;
bahwa orang-orang Kristen yang berada di tengah-tengah serta menghadapi tantangan yang baru
30
Yulita Alexandra Nayoan, “Kepimpinan Perempuan dalam gereja; Suatu tinjauan sosio-teologis terhadap
kepemimpinan perempuan dalam gereja di GMIT,” Jurnal Teologi ,(Salatiga: September 2012),
31
Tim penyusun kamus Pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonsesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 2011)
32
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta : Teras, 2009), 144.
33
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan: Kumpulan karangan seputar Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta:
Gunung Mulia, 2012), 23
10
di dalam dunia dan masyarakat, menjadi sadar bahwa mereka membutuhkan sifat dan tindakan
yang terbuka.34
Kaum muda bersifat dinamis, dan mau berjuang untuk mewujudkan cita-citanya. Mereka
hendak membaharui masyarakat dan ingin memberantas segala sesuatu yang jelek, yang jahat,
yang merintangi perkembangan dunia ke arah keadilan dan kemakmuran. Pada tiap-tiap generasi,
gereja dibaharui pula oleh angkatan mudanya. Yang sekarang masih merupakan teruna dan gadis
di dalam jemaat kita, nanti akan menjadi golongan dewasa yang bertanggungjawab dan yang
memimpin.35
Menurut Calvin, tujuan pendidikan agama Kristen di mana melibatkan kaum gerejawi, dalam
demikian tentang sifat-sifat yang hendak nampak dalam warga gereja sebagai akibat kehidupan
mereka bersama, khususnya kehidupan beribadah dan belajar.36
Ferry C. Lawier mengungkapkan bahwa para pemimpin jemaat di Indonesia agar memberikan
perhatian yang lebih serius terhadap baik program maupun proses PAK terhadap pemuda dalam
jemaat. Mereka adalah sumber daya manusia yang sangat penting bagi pembangunan jemaat dan
masyarakat, bangsa dan negara secara bersamaan dan terpadu. Gereja memerlukan manajemen
PAK yang didalam terkandung unsur-unsur manajemen, menuurt Ferry C. Lawier, yakni Unsur
manusia (man), unsur modal (money), unsur materi (material), unsur metode (method), unsur
mesin (machine), unsur memasarkan (marketing).37
Pemuda adalah man yang dalam pembinaan dan pendidikannya membutuhkan methods yang
relevan dan yang dapat membantu baik pendidikan maupun peserta didik mencapai tujuan secara
bersama-sama.38
Banyak pemimpin yang diperlukan oleh gereja, dan organisasi pemudalah yang harus menjadi
persamaian bagi bibit pemimpin baru. Justru jikalau gereja benar-benar memikirkan tentang
masa depan, maka ia wajib menunjukan segala perhatiannya kepada PAK bagi kaum muda.
Betapa indahnya jikalau angkatan muda jemaat kita rela menyerahkan talenta dan tenaga dan
waktunya untuk melayani Tuhan, oleh karena mereka insaf bahwa semuanya bukanlah
kepunyaan mereka sendiri, melainkan kepunyaan Tuhan semata-mata, yang hanya diamanatkan
34
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan:25
E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014), 138-139
36
Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen; dari Plato sampai IG.
Loyola, (Jakarta: Gunung Mulia, 2002), 412
37
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 201
38
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan., 208
35
11
kepada mereka selaku pelayan Tuhan saja. Rasa tanggung jawab dan kerelaan berkorban dan
bekerja bagi kerajaan Tuhan itu sangat perlu ditanamkan dan dipupuk di antara kaum pemuda
kita.39
Gereja juga perlu untuk melihat pemuda dari segi psikologi perkembangannya, baik secara
kognitif, moral dan spiritual pemuda itu sendiri.
a.
Kognitif.
Ditinjau dari psikologi perkembangan, pemuda di kategorikan dalam usia 18-30 tahun.
Menurut teori kognitif dari Piaget, pada tahap ini di sebut sebagai tahap operasional formal dan
biasanya dialami pada masa remaja. Pada tingkat pengoperasional formal, para remaja bekerja
dengan sistematis mencoba semua kemungkinan. Para remaja mulai memikirkan masalahmasalah yang lebih jauh jangkauannya – yaitu masa depan dan hakikat masyarakat yang akan
mereka masuki. Dalam proses ini, kekuatan baru kognitif mereka mengarah kepada idealism dan
utopianisme yang mengejutkan. Mereka memegang prinsip-prinsip dan ideal-ideal yang abstrak,
seperti kebebasan, keadilan dan cinta, dan mereka melihat masyarakat-masyarakat hipotetis
sangat berbeda dari apapun. Remaja menjadi seorang pemimpi, dimana mereka bermimpi
tentang masa depan yang menakjubkan atau mentransformasikan dunia lewat ide-ide.40
Pada tahap operasional formal, cenderung memiliki bentuk egosentrisitasnya sendiri.
“Egosentrisitas remaja diperlihatkan oleh kepercayaan terhadap kemahakuasaan refleksi, seolaholah dunia tunduk pada skema-skema idealistis daripada ke sistem-sistem realitas.” Tahap
operasional formal menjadi tanda tahap terakhir yang diwartakan oleh penelitian Piaget.41
b. Perkembangan Moral
Moral berasal dari kata Latin mos (jamak: mores) yang artinya adat-kebiasaan. Kata moral ini
dekat sekali artinya dengan kata etika yang berasal dari Yunani ethos (jamak: ta etha) yang
artinya hampir sama saja, yaitu pegangan orang atau kelompok dalam mengatur perilaku.42
Eli Tanya, mengulas tentang faktor yang mempengaruhi tindakan-tindakan moral. Salah satu
faktor ialah dampak dari psikologi, khususnya psikologi perkembangan moral menurut Lawrence
39
E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, 145-147
William Crain, Teori perkembangan: Konsep dan Aplikasi, edisi ketiga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 202-203
41
Thomas Groome, Christian Religious Education: Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), 366
42
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 69
40
12
Kohlberg. Tahap perkembangan moral dari Kohlber terdiri atau 3 tahap, dan masing-masing
tahapan terbagi ke dalam dua bagian.
a)
Tingkat Pra- Konvesional. Pertama, Orientasi kepada hukuman dan ketaatan. Inilah
jenjang yang merupakan awal kesadaran seorang anak atau orang dewasa yang mendasarkan
perbuatannya atas pertimbangan ketakutkan akan hukuman sebagai akibat tindakannya, misalnya
si anak berbuat baik sebab ia takut dihukum oleh orangtuanya jikalau ia nakal. Kedua, Orientasi
relativis instrumental. Si anak kini memakai pertimbangan untuk tindakannya- hanya sifatnya
egositis, yaitu demi keuntungan dirinya.
b) Tingkat Konvensional. Pertama, Orientasi anak laki-laki baik atau gadis manis: di sini
perbuatan baik di diartikan si anak sebagai apa yang menyenangkan, menolong, dan disetujui
orang banyang. Ia patuh kepada peraturan yang oleh mayoritas dianggap baik atau benar. Kedua,
Orientasi Hukum dan tata tertib umum: anak dan oranglain telah merasa berkewajiban untuk
menaati hukum, otoritas dan peraturan demi tata tertib itu sendiri. Orag menghormati dan
menaati hokum yang dianggapnya bersifat universal.
c)
Tingkat Purna-Konvensional. Pertama, Organisasi Kontak-sosial yang Legalistis. pada
tahap ini orang telah sadar tentang hokum sebagai sebagai persetujuan masyarakat yang
membuatnya. Orang sadar akan sifat relativisnya dan menekankan hal legaslitasnya. Kedua,
Orientasi Asas Etis yang Universal. Tahap ini apa yang dianggap baik atau benar adalah apa
yang hati-nurani orang menetapkan sesuai dengan asas keadilan yang universal, yang
menghormati sesama, harkat dan martabatnya. Inilah merupakan puncak dari perkembangan
moral.43
Psikologi perkembangan moralitas dari pemuda, menurut Kohlberg, yaitu anak-anak muda
mulai berpikir sebagai masyarakat yang konvesional, dengan nilai, norma dan harapanharapannya. Pemuda menjadi lebih luas kepeduliannya terhadap masyarakat secara keseluruhan.
Mereka lebih mentaati aturan, menghormati otoritas dan melakukan kewajiban agar tatanan
sosial bisa dipertahankan. Fokus tahapan ini ialah memelihara masyarakat.44
c.
Perkembangan Spiritual
43
44
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 72-74
William Crain, Teori Perkembangan, 234-235
13
Pada tahap perkembangan spiritual, menurut Fowler, mereka mulai menimbang-nimbang
semua alternative damn menentukan pandangan sendiri. Kepercayaan dan pemahaman
mengenani Tuhan bersifat sangat personal. 45
Maslow membagi kebutuhan organisme menjadi dua kategori. Pertama, ia mengidentifikasi
bebrapa kategori kebutuhan defisiensi – kebutuhan, “D” (atau “Motif D”) – yang penting dalam
pertahanan hidup. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan biologis seperti makanan, air, seks, dan
tempat tinggal. Kebutuhan akan rasa aman mencakup kebutuhan akan keadaan yang umumnya
bisa diprediksi, yang membuat dunia menjadi masuk akal. Kebutuhan akan rasa memiliki dan
cinta mencakup hubungan psikologis yang mendalam dengan orang lain. Dan kebutuhan akan
penghargaan mencakup penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Semua kebutuhan “D”
ini memotivasi kita untuk menghadapi defisit – kita butuh seuatu untuk mengisi dorongan atau
kekosongan, kemudian menciptakan kembali keadaan homeostasis (keseimbangan tubuh).46
Lima kebutuhan di atas dapat di buat oleh setiap orang sesuai dengan pemahaman dan
pengalaman sendiri atau bersama dengan oranglain, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab
yang dipercayakan kepadanya. Hal yang terpenting dalam lima kebutuhan tersebut ialah
kebutuhan rohani. Kebutuhan tersebut harus dipenuhi oleh gereja lewat pelayanan pendidikan
yang terencana yang baik, terlaksana secara konsekuen, ditunjang oleh biaya yang memadai serta
didukung oleh setiap pihak yang terkait dengan para pemuda (orangtua, pimpinan jemaat, tokoh
masyarakat dan para pendidik).47
Dengan melihat perkembangan psikologi pemuda diatas, gereja harus dapat mengakomodir
semua yang menjadi kebutuhan dalam pelayanan. Gereja-gereja sampai saat ini belum sungguhsungguh memberikan perhatian terhadap pelaksanaan pendidikan dan pembinaan bagi pemuda.
Sehingga pemuda merasa bosan dan tidak diperhatikan ketika berada dalam gereja. Gereja
seharusnya memberikan perhatian serta membina akan kaum muda, agar supaya mereka jangan
meninggalkan gereja dan juga dapat mencintai gerejanya.
Semua pimpinan jemaat pada aras kepemimpinan (sinode, klasis, jemaat) sudah tiba saatnya
untuk semakin memberi perhatian terhadap pelayanan pendidikan bagi pemuda dalam kerjasama
dengan pihak-pihak terkait dan terlibat (orangtua, katekis, guru dan dosen PAK serta setiap
orang dewasa Kristen/ warga gereja dan juga gereja-gereja/ jemaat-jemaat hendaknya
45
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 131
Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack, Kepribadian:Teori Klasik dan Riset Modern Edisi ke-3, ( Jakarta:
Erlangga, 2008), 353
47
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 204-205
46
14
menyediakan sarana dan pra-sarana yang memadai bagi pelaksanaan pelayanan pendidikan bagi
pemuda umumnya dan warga gereja pada umumnya.48
Inilah upaya dalam menemukan potensi dari pemuda serta dapat digunakan dalam suatu
pelayanan secara khusus pada bidang pendidikan dan pembinaan.
III. Gereja dan Pelayanan
Pada bagian ini, akan membahas tentang hasil penelitian yang terdiri dari sejarah singkat
tempat penelitian, pandangan tentang visi Jemaat Pola Tribuana dan bentuk-bentuk
pemberdayaan dan pembinaan pemuda serta respon pemuda tentang visi Jemaat Pola Tribuana
dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan.
A. Sejarah GMIT Pola Tribuana Kalabahi
Berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda nomor 331 tahun 1906, tentang
pembagian daerah dan penyusunan administrasi, maka seluruh wilayah Alor Pantar menjadi
sebuah wilayah sub distrik yang merupakan bagian dari distrik Timor Selatan di bawah kontrol
Residen Timor. Sebagai suatu wilayah sub distrik dipimpin oleh seorang Gezaghebber yang
berkedudukan dipantai Makasar (Desa Alor Kecil sekarang). Di tempat ini pemerintah Kolonial
Hindia Belanda menempatkan sejumlah pejabatnya untuk memerintah dan mengatur
kepentingannya di daerah ini. Dengan demikian maka pantai Makasar dapat disebut sebagai “Ibu
Kota” daerah Alor Pantar pada waktu itu. Sebagai sebuah ibu kota tentu saja menarik perhatian
berbagai pihak dengan berbagai kepentingan.49
Ada indikasi bahwa orang Portugis sudah masuk ke Kalabahi, Kokar, dan Alor Kecil dan
membentuk perkampungan di sana. Kedatangan mereka dengan mempunyai suatu misi. Tanggal
22 Agustus 1901 pendeta Niks dari Kupang berkunjung ke Alor. Dia Membaptis seorang anak
Timor yang orang tuanya sudah Kristen, Willian Hatsarani. 50 Pada tahun 1905 tibalah dua
keluarga Kristen dari pulau Rote di Bangatinang yaitu keluarga Heo dan Mengga. Keduanya
didatangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Alor sebagai “orang buangan”, namun dalam
pergaulannya dengan masyarakat setempat sangat akrab sehingga mereka diterima dengan baik.
48
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 213
Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktorfaktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 39
50
Pdt. Ebenhaizer Nubantimo, “Alor Punya Cerita (Kisah-kisah mengharukan masuknya Injil ke Alor)”, ( Salatiga- Satya
wacana University Press, 2014), 284
49
15
Sebagai keluarga Kristen apalagi yang terus diawasi kelakuannya oleh pemerintah, kedua
keluarga ini berupaya untuk berbuat hal-hal yang baik sehingga dapat menarik simpati
masyarakat dan juga pemerintah. Salah satu yaitu, mereka mewartakan kabar tentang injil kepada
masyarakat di sekitarnya, khususnya kepada anak-anak. Ternyata upaya mereka men