Studi Kasus Mengenai Makna Hidup pada Pengamen Jalanan Berusia 28-35 Tahun dan Berstatus Sudah Menikah di Museum "X" kota Bandung.

(1)

v Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran makna hidup pada pengamen jalanan berusia 28-35 tahun dan berstatus sudah menikah di Museum X Kota Bandung. Metode penelitian yang digunakan yaitu studi kasus dengan 3 orang subyek penelitian.

Teknik pengambilan data menggunakan wawancara yang disusun berdasarkan teori makna hidup Frankl. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap penting, dirasakan berharga, dan diyakini sebagai sesuatu yang dapat dijadikan sebagai tujuan hidup bagi seseorang. Pengolahan data dilakukan dengan teknik content analysis.

Berdasarkan hasil pengolahan data, didapatkan bahwa ketiga subyek telah menemukan makna hidupnya dari kegiatan mengamen dengan cara dan ciri khas masing-masing (creative works), nilai-nilai yang dihayati dari pergaulan dan keluarga (experiencing values), dan sikap mereka terhadap kesulitan hidup mereka masing-masing terutama saat melakukan kegiatan mengamen (attitude towards suffering).

Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan proses yang lebih mendalam serta menyeluruh mengenai kondisi subyek satu per satu. Secara praktis disarankan agar masing-masing subyek melihat dan mengembangkan kembali potensi diri masing-masing agar menciptakan hidup bermakna yang lebih optimal.


(2)

vi Universitas Kristen Maranatha

Abstract

This research was conducted aim to find out about of meaning of life in street-singers aged 28-35 years old and are married in Museum X Bandung. The method used is a case study with 3 research subjects.

The data were gathered by interview based on Frankl’s meaning of life theory.

The meaning of life are things that are considered important, valuable, believed to be

something great and can be used for one’s life purpose.

Based on the data processing results, it was found that three of the subjects have found their meaning of life from their singing activity with their own way (creative works), the values they internalized from family and social activity (experiencing values), and their attitudes toward the difficulties of their lives (attitude tiowards suffering).

Future research are suggested to perform a deeper and comprehensive process thorough the condition of the subjects one by one. In practical terms it is suggested that each of the subjects viewed and redevelop the potential of each in order to create a more optimal meaningful life.


(3)

ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 Maksud Penelitian ... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 10

1.5 Kerangka Pemikiran ... 11


(4)

x

Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Makna Hidup ... 16

2.1.1 Definisi Makna Hidup ... 16

2.1.2 Karakteristik Makna Hidup ... 17

2.1.3 Sumber Makna Hidup ... 18

2.2 Dewasa Awal ... 21

2.2.1 Definisi Dewasa Awal ... 21

2.2.2 Karakteristik Dewasa Awal ... 22

2.3 Pengamen Jalanan ... 23

2.3.1 Definisi Pengamen Jalanan ... 23

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 26

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 26

3.2.1 Variabel Penelitian ... 26

3.2.2 Definisi Konseptual ... 27

3.2.3 Definisi Operasional ... 27

3.3 Alat Ukur ... 28

3.3.1 Wawancara ... 28

3.3.2 Observasi ... 31

3.5 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel ... 31

3.5.1 Populasi Sasaran ... 31

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 31

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 32


(5)

xi

Universitas Kristen Maranatha BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian ... 34

4.2 Hasil dan Pembahasan ... 34

4.2.1 Hasil dan Pembahasan Responden YK ... 34

4.2.1.1 Hasil Wawancara YK ... 34

4.2.1.2 Hasil Observasi YK ... 39

4.2.1.3 Pembahasan Makna Hidup YK ... 40

4.2.2 Hasil dan Pembahasan Responden S ... 41

4.2.2.1 Hasil Wawancara S ... 41

4.2.2.2 Hasil Observasi S ... 45

4.2.2.3 Pembahasan Makna Hidup S ... 46

4.2.3 Hasil dan Pembahasan Responden BY ... 48

4.2.3.1 Hasil Wawancara BY ... 48

4.2.3.2 Hasil Observasi BY ... 54

4.2.3.3 Pembahasan Makna Hidup BY ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 58

5.2.1 Saran Teoritis ... 58

5.2.2 Saran Praktis ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(6)

xii

Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN


(7)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Makna Hidup pada Pengamen Jalanan ... 28


(8)

xiv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 1.5 Bagan Kerangka Pemikiran ... 14 Bagan 3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 24


(9)

xv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Informed Consent ... L-1 Lampiran 2 Pedoman Wawancara ... L-2 Lampiran 3 Pedoman Observasi ... L-13 Lampiran 4 Verbatim Responden YK ... L-14 Lampiran 5 Verbatim Responden S ... L-23 Lampiran 6 Verbatim Responden BY ... L-29 Lampiran 7 Biodata Peneliti ... L-38


(10)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Anak jalanan (Anjal) adalah fenomena nyata bagian dari kehidupan yang menimbulkan permasalahan sosial yang kompleks. Keberadaan anjal diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian besar masyarakat, terutama oleh masyarakat awam. Anjal setiap tahun semakin meningkat jumlahnya, terutama di Kota Bandung, karena masih banyak terdapat kemiskinan di masyarakat sekitar Kota Bandung. Salah satu dampak dari kemiskinan yaitu munculnya anjal (Wijayanti, 2010).

Menurut Kementerian Sosial RI, anjal adalah anak yang melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-harinya di jalanan. Jumlahnya mencapai puluhan ribu orang. Anjal termasuk diantara 17 jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), yaitu Balita Telantar, Anak Telantar, Anjal, Anak Berhadapan Hukum, Gelandangan, Pengemis, Penyandang Cacat, Wanita Tuna Susila, Wana, Fakir Miskin/ Keluarga Miskin, Eks Narkoba, Eks Narapidana, Penderita HIV/ AIDS, Orang Telantar, Lansia Telantar, Korban Tindak Kekerasan, Korban Bencana dan Musibah lainnya (www.kemsos.go.id).

Menurut Nugroho (2000) anjal tidak selalu merupakan produk dari kemiskinan, melainkan juga hasil dari kondisi keluarga yang tidak mendukung bagi perkembangan anak seperti orangtua yang bercerai, hubungan orangtua


(11)

2

Universitas Kristen Maranatha dengan anak yang tidak akur, serta perhatian dari orangtua yang kurang atau justru terlalu berlebihan sehingga membuat anak ingin mencari hal-hal yang tidak didapatkan di rumah sampai mengantarkan anak pada kegiatan hidup di jalanan, baik sebagai pengamen, pemulung, pengemis. Dengan menjadi anjal, banyak permasalahan yang mengancam diantaranya kekerasan yang dilakukan oleh sesama anjal, komunitas dewasa, Satpol PP, dan kekerasan seksual. Selain itu ada juga penyalahgunaan pil, alkohol dan rokok, atau terinfeksi HIV/AIDS (Wijayanti, 2010).

Anjal khususnya pengamen jalanan di Kota Bandung adalah mereka yang berada di jalanan untuk bekerja (mengumpulkan uang). Motivasi ekonomi lebih dominan mendorong mereka untuk turun ke jalanan. Anjal sebagian besar mereka berasal dari keluarga tidak mampu atau miskin, melakukan kegiatan mencari uang di jalan raya, mall, pasar, terminal/ stasiun. Sebagian dari mereka menghabiskan waktunya di jalanan 5-7 jam per hari, seperti orang-orang yang bekerja pada umumnya, dengan penghasilan yang bervariasi setiap harinya (Mujiyadi, 2011).

Berdasarkan pengamatan dan wawancara awal yang sudah dilakukan oleh peneliti, pengamen jalanan biasa ditemukan di perempatan lampu merah di jalan raya, di tempat-tempat wisata, dan di tempat-tempat peristirahatan di tengah Kota Bandung seperti di restoran ataupun taman-taman. Pengamen yang berlokasi di jalan raya pada umumnya saling bersaing saat menentukan kendaraan atau orang seperti apa yang akan dimintai uang. Sementara itu, pengamen yang berlokasi di tempat-tempat wisata pada umumnya menetap dan sudah memiliki giliran yang tetap untuk mengamen apabila terdapat banyak pengamen. Resiko


(12)

3

Universitas Kristen Maranatha yang muncul bagi pengamen jalanan di jalan raya pada umumnya lebih banyak dan lebih besar dibandingkan dengan pengamen jalanan yang menetap di tempat-tempat wisata. Penjelasannya yaitu pengamen jalanan yang berlokasi di jalan raya akan lebih mudah terdampak oleh cuaca secara langsung apabila dibandingkan dengan pengamen jalanan yang berlokasi di tempat-tempat wisata, dimana mereka bisa berteduh atau berlindung dari resiko cuaca di tempat-tempat wisata tersebut. Menurut pengamatan peneliti, saat ini di Kota Bandung lebih banyak pengamen jalanan yang memilih untuk mengamen di tempat-tempat wisata, restoran, atau taman-taman kota dibandingkan dengan jalan raya, mengingat resiko mengamen di jalan raya lebih besar daripada mengamen di tempat-tempat wisata, restoran, atau taman-taman kota. Pengamen jalanan ini melakukan kegiatannya mengamen untuk mencari uang demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, dengan kata lain mereka mengamen untuk mencari uang sekaligus untuk bertahan hidup.

Setiap pengamen jalanan di Kota Bandung ini unik, memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Seluruh potensi yang unik tersebut tidak akan mampu terolah seluruhnya sepanjang rentang kehidupannya. Mereka memiliki bentuk kehidupan yang beragam dengan alasan dan harapan yang berbeda-beda. Selama perjalanan kehidupannya, mereka mengalami berbagai pengalaman hidup yang dihayati secara spesifik oleh masing-masing pengamen jalanan tersebut (Wijayanti, 2010). Menurut Viktor Frankl dalam ilmu Logoterapi, pengalaman-pengalaman tersebut dapat menimbulkan efek-efek yang positif dan negatif, yang dapat dihayati sebagai makna hidup. Frankl (2003), dalam konsep logoterapinya memaparkan bahwa cita-cita mulia dibangun atas sebuah pencarian makna hidup


(13)

4

Universitas Kristen Maranatha yang menginginkan setiap manusia diperlakukan dengan adil. Kondisi yang seperti ini menjadi contoh kebenaran dari apa yang dikatakan Nietzsche: “Siapa yang memiliki alasan (why) akan sanggup mengatasi persoalan hidup dengan cara (how) apapun”. Bastaman (1996) juga mengemukakan bahwa orang yang menghayati hidupnya akan menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh semangat, mempunyai tujuan hidup yang jelas, baik tujuan hidup jangka pendek maupun jangka panjang.

Frankl (1967) menyebutkan bahwa makna hidup adalah sesuatu yang dirasa penting, benar dan berharga yang didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup. Dengan adanya makna hidup ini maka manusia akan berusaha menemukan apa tujuan hidupnya, dengan ini maka manusia akan merasa hidupnya penuh arti dan sangat berharga untuk diperjuangkan. Hidup yang bermakna dapat diperoleh dengan 3 cara: melalui apa yang diberikan untuk hidup (creative works), apa yang didapatkan dari hidup (experiencing values), dan cara bertahan dari atau menghadapi situasi hidup yang tidak dapat diubah (attitudes toward suffering).

Frankl (1984) juga mengungkapkan bahwa setiap manusia dapat menemukan makna hidupnya dalam keadaan apapun, bahkan saat merasakan sakit, kesedihan, penderitaan, dan menghadapi kematian. Makna hidup itulah yang menunjukkan eksistensi manusia dalam kehidupannya. Frankl mengungkapkan bahwa cara paling baik untuk mencapai makna hidup adalah mulai berkomitmen pada hal-hal di luar diri. Seseorang akan berbalik fokus pada dirinya sendriri ketika tidak menemukan arti dan tugas mereka di dunia.


(14)

5

Universitas Kristen Maranatha Kehidupan sebagai pengamen jalanan tidaklah mudah, khususnya bagi para pengamen jalanan di lingkungan Museum X Kota Bandung. Mereka harus bersaing dengan pengamen lainnya untuk mendapatkan penghasilan setiap harinya. Selain itu keberadaan mereka yang dianggap sebagai perilaku menyimpang/ sampah masyarakat bagi sebagian orang membuat mereka seringkali harus berhadapan dengan para petugas kepolisian, satpol PP, maupun dinas sosial yang merazia mereka dan membina mereka di tempat penampungan; sementara keluarga mereka menunggu kepulangan mereka di rumah. Penghasilan yang tidak menentu, berhadapan dengan masyarakat dan aparat yang tidak mendukung mereka, serta berjuang di tengah cuaca yang tidak menentu merupakan bentuk penderitaan dan kesulitan kerja mereka sehari-hari.

Dari sekitar 10 orang pengamen jalanan yang mengamen di lingkungan Museum X Kota Bandung, peneliti mewawancarai 3 orang subyek yang akan dijadikan sampel penelitian. Berdasarkan wawancara awal yang telah dilakukan terhadap tiga orang pengamen jalanan dengan usia 28-35 tahun di Museum X Kota Bandung, didapatkan data bahwa ketiganya memiliki karakteristik sudah berkeluarga, dan melakukan kegiatan mengamen untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Latar belakang pendidikan ketiga pengamen jalanan tersebut adalah satu orang sudah menyelesaikan pendidikan tingkat SMA, sementara dua orang lainnya sampai tingkat SMP.

YK, 32 tahun adalah lulusan SMA, sudah menikah dan memiliki satu orang anak. YK mengamen sejak tahun 2001 sampai sekarang di kawasan Museum X Kota Bandung dan daerah sekitar Dago-Cikapayang, Bandung. Pada


(15)

6

Universitas Kristen Maranatha awalnya YK mengamen karena diajak oleh teman-teman di sekitar rumahnya untuk lebih cepat mendapatkan uang. Sebelumnya YK pernah bekerja menjadi petugas kebersihan di sebuah tempat perbelanjaan (creative works). Namun pekerjaan itu dilakukannya hanya selama 1 bulan, karena terhalang oleh keterbatasannya yaitu rabun senja yang sudah diderita sejak kecil. Sampai saat ini, YK mengamen setiap hari senin sampai dengan hari sabtu setiap minggunya. YK melakukan kegiatan ini karena penghasilan dari mengamen di Museum X Kota Bandung bisa lebih besar daripada kegiatan bekerja di pertokoan atau perkantoran. Selain itu kekurangan pada penglihatannya menyulitkan YK untuk mencari pekerjaan lain. YK memilih untuk terus mengamen karena bisa membagi waktu untuk bersama keluarganya sesuai keinginannya. Hal ini membuat YK lebih nyaman dalam mengamen karena tidak terbatas oleh aturan yang dibuat oleh orang lain. (experiencing values). Selama mengamen, YK juga sering terkena razia. Beberapa tahun yang lalu, apabila YK dan teman-temannya terkena razia, mereka akan ditahan beberapa hari dan diberikan pengarahan. Sekarang, apabila YK dan teman-temannya terkena razia, mereka hanya akan didata dan ditahan selama setengah hari, kemudian dilepaskan kembali. YK menganggap bahwa razia ini hanya formalitas saja, sehingga tidak terlalu berpengaruh untuk kegiatan mengamennya. YK berharap ia dapat menabung dari hasil mengamennya sehari-hari sehingga suatu sehari-hari nanti dapat membuka usaha sendiri, seperti warung atau kios makanan kecil untuk dapat meningkatkan perekonomian keluarganya di masa mendatang (attitude toward suffering).


(16)

7

Universitas Kristen Maranatha BY, 35 tahun adalah lulusan SMP dan pernah menempuh pendidikan tingkat SMA selama 1 tahun. BY sudah menikah dan memiliki dua orang anak. BY sudah mengamen sejak tahun 2000 di beberapa lampu merah di Kota Bandung, kemudian bekerja di bidang kargo di Jakarta selama tahun 2004 sampai tahun 2006, dan kembali mengamen di kawasan Museum X Kota Bandung sejak tahun 2007 sampai sekarang. BY mengamen setiap hari senin sampai dengan hari kamis setiap minggunya, sedangkan hari jumat dan sabtu dihabiskan untuk bekerja sebagai petugas katering dan asisten fotografer saat dibutuhkan atau ada panggilan (creative works). BY sempat merasa nyaman dan berkecukupan dalam kehidupannya sehari-hari selama bekerja di Jakarta, sebelum ia menikah dan berkeluarga. Namun pada tahun 2006 perusahaan kargo tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan sehingga BY memilih untuk kembali mengamen di kawasan Museum X Kota Bandung. BY merasa bahwa kegiatan ini menyenangkan, karena dapat memenuhi kesenangannya dalam menghibur orang lain. BY juga lebih bebas dalam berekspresi dan merasa dihargai oleh teman-teman sesama pengamen serta penumpang bis di tempat ia mengamen (experiencing values). Selama ini, BY menyembunyikan statusnya sebagai seorang pengamen jalanan dari mertuanya karena merasa malu. BY memilih untuk mencari pekerjaan alternatif dengan menjadi petugas katering dan asisten fotografer tidak tetap di daerah dekat rumahnya. BY bekerja pada usaha milik temannya. Ini artinya BY dapat melakukan pekerjaan alternatif ini dengan lebih bebas, menyesuaikan jadwal mengamennya. BY merasa tidak tertarik untuk mencari pekerjaan tetap lainnya karena menurutnya usianya saat ini tidak akan


(17)

8

Universitas Kristen Maranatha mudah untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok baginya. BY berpikir bahwa akan lebih berpeluang baginya untuk membuka usaha sendiri saat sudah memiliki modal dari hasilnya mengamen (attitude toward suffering).

S, 28 tahun adalah lulusan SMP, sudah menikah dan memiliki empat orang anak. S sudah mengamen sejak tahun 2002 di kawasan Museum X Kota Bandung dan daerah Supratman, Bandung. Pada awalnya S mengamen karena diajak oleh teman-teman di sekitar rumahnya yang pernah membentuk band dengannya sewaktu sekolah (creative works). S melakukan kegiatan mengamen karena sangat senang bermusik dan merasa bahwa bermusik di jalanan jauh lebih bebas dan menyenangkan. Selain itu S juga mendapatkan penghasilan lebih besar setiap harinya dibandingkan dengan penghasilan pekerjaan kantoran. S merasa kegiatan mengamennya ini membuatnya lebih cepat mendapatkan uang dan lebih mudah dalam mengatur waktunya sendiri. S memiliki 3 orang anak yang masih bersekolah sehingga waktunya mengamen terkadang diselingi dengan mengantar-jemput anak-anaknya ke sekolah. Selain itu, istri S juga bekerja sebagai pembantu rumah tangga di dekat rumahnya. Hal ini membuat S merasa lebih nyaman untuk mencari uang dengan cara mengamen daripada harus bekerja resmi di kantor. S juga tidak memiliki latar belakang pendidikan tinggi serta pengalaman kursus dan bekerja sehingga akan menyulitkannya untuk mencari pekerjaan. Karena itulah S lebih memilih untuk mengamen, kegiatan yang lebih aman, nyaman, dan menyenangkan baginya (experiencing values). Selama mengamen, S sering terkena razia. Selain itu, S juga masih suka tergoda untuk berjudi dengan teman-teman sesama pengamen di kawasan Museum X Kota


(18)

9

Universitas Kristen Maranatha Bandung. S akan lebih lama menghabiskan waktu mengamen setiap hari baik di kawasan Museum X Kota Bandung maupun daerah Supratman Bandung untuk mengembalikan uang yang hilang akibat berjudi. Walaupun seringkali dimarahi oleh istrinya ataupun mengalami kerugian akibat berjudi, S tidak merasa bahwa ia perlu menghentikan kegiatan berjudi tersebut. Menurutnya, kegiatan berjudi yang dilakukannya bersama teman-teman sesama pengamen hanya untuk bersenang-senang dan menghilangkan kejenuhan di jalanan (attitude toward suffering).

Ketiga subyek di atas memiliki gambaran kehidupan yang berbeda-beda. Mereka memiliki pengalaman-pengalaman berbeda yang dihayati secara spesifik dan konkrit oleh masing-masing individu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka unik dan berbeda satu sama lain dalam menghayati kehidupannya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berbentuk studi kasus mengenai makna hidup pada pengamen jalanan dengan usia 28-35 tahun di Museum X di Kota Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui gambaran makna hidup pada pengamen jalanan yang berusia 28-35 tahun di Museum X Kota Bandung.


(19)

10

Universitas Kristen Maranatha 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang keterkaitan 3 sumber makna hidup pengamen jalanan yang berusia 28-35 tahun di Museum X Kota Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

 Untuk mengetahui gambaran makna hidup pengamen jalanan yang berusia 28-35 tahun di Museum X Kota Bandung serta kaitannya dengan sumber-sumber makna hidup, yaitu creative works, experiencing values, dan attitudes toward suffering.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis

 Memberikan informasi bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan/ intervensi mengenai makna hidup pada pengamen jalanan.

1.4.2. Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada pengamen jalanan di Museum X Kota Bandung mengenai makna hidup sehingga dapat dijadikan acuan dalam menjalani kehidupan, untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik .


(20)

11

Universitas Kristen Maranatha  Memberikan informasi bagi lembaga/ yayasan sosial yang bersangkutan dalam pendekatan pada pengamen jalanan di Kota Bandung mengenai penghayatan makna hidup.

1.5. Kerangka Pemikiran

Dalam rentang kehidupannya, individu akan melalui berbagai tahapan perkembangan. Pada setiap tahapan tersebut terdapat tugas perkembangan yang berbeda-beda. Setiap individu, dalam hal ini pengamen jalanan dengan usia 28-35 tahun di Museum X Kota Bandung yang berada pada tahap dewasa awal diharapkan dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang ada untuk dapat mencapai kebermaknaan hidup.

Pengamen jalanan dengan usia 28-35 tahun berada pada tahap perkembangan dewasa awal/ dewasa muda. Santrock (2012) mengungkapkan bahwa pada tahap ini seseorang memiliki tiga tugas perkembangan yaitu Marriage, Parenthood, dan Careers. Tahap dewasa awal merupakan masa dimana seseorang mengalami masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada tahap ini individu berada pada masa pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi, serta penetapan dan pengembangan karir. Selain itu, individu pada masa ini juga melakukan pemilihan pasangan, mulai berkeluarga dan mengasuh anak-anak.

Pengamen jalanan dengan usia 28-35 tahun di Museum X Kota Bandung diharapkan dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya agar kemudian mereka mampu memiliki kebermaknaan hidup sebagai pedoman untuk menghadapi kehidupan di masa mendatang. Makna hidup sendiri didefinisikan


(21)

12

Universitas Kristen Maranatha sebagai sesuatu yang dirasa penting, benar dan berharga yang didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup (Frankl, 1967). Pengamen jalanan ini dapat mencapai kebermaknaan hidup dengan melalui 3 cara, berkaitan dengan creative works, experiencing values, dan attitudes toward suffering (Frankl, 1984).

Creative works yaitu mengenai bagaimana individu mampu melakukan sesuatu, bekerja, ataupun menciptakan suatu karya dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh tanggung jawab. Dari kegiatan inilah diharapkan individu dapat menghayati kehidupannya secara lebih bermakna.

Pada pengamen jalanan yang berusia 28-35 tahun di Museum X Kota Bandung ditemukan bahwa kegiatan mengamen dipilih sebagai kegiatan kreatif dalam menyalurkan kemampuan dan kesenangan mereka di hadapan masyarakat. Kegiatan mengamen ini dipilih sebagai sarana dalam menyalurkan kemampuan mereka untuk menghibur orang lain, untuk menunjukkan bahwa mereka pun berguna bagi orang lain di jalanan. Selain itu, kegiatan kreatif inipun bermanfaat bagi diri mereka sendiri karena menghasilkan uang yang dapat digunakan untuk memenuhi kehidupan keluarga mereka sehari-hari.

Experiencing values yaitu mengenai bagaimana individu menghayati nilai-nilai berdasarkan pengalaman hidupnya. Penghayatan akan pengalaman selama hidup dapat memunculkan penilaian yang berkesan terutama mengenai kebaikan, keindahan, dan lain sebagainya yang dapat mengantarkan individu tersebut memaknakan hidupnya lebih baik.


(22)

13

Universitas Kristen Maranatha Pada pengamen jalanan yang berusia 28-35 tahun di Museum X Kota Bandung ditemukan bahwa dari kegiatan mengamen ini mereka mendapatkan teman-teman yang lebih solid karena saling memahami persoalan hidup masing-masing. Mereka juga mendapatkan penghargaan dari masyarakat yang melihat kegiatan mengamen mereka. Penilaian baik dan buruk mereka terima dari masyarakat secara umum di jalannan, dan membuat mereka semakin terdorong untuk terus berusaha lebih menghibur masyarakat setiap harinya.

Attitudes towards suffering yaitu mengenai bagaimana individu mampu menyikapi berbagai kesulitan dan kepedihan hidup yang telah dilalui dengan penuh ketabahan dan keikhlasan sehingga dapat menemukan makna dari pengalaman tersebut. Hal ini juga menekankan pada bagaimana mereka mampu menemukan makna di balik setiap penderitaan yang telah dilalui.

Pada pengamen jalanan yang berusia 28-35 tahun di Museum X Kota Bandung ditemukan bahwa pengalaman terjaring razia yang sering mereka alami tidak membuat mereka takut dan berputus asa, melainkan semakin menguatkan keinginan mereka untuk terus mengamen. Menurut mereka, kegiatan razia yang beberapa kali dilakukan oleh satpol PP tidak memberikan jaminan apa-apa terhadap kehidupan mereka, sehingga hal itu tidak membuat mereka takut. Selain itu, pendapat dan penilaian negatif juga mereka dapat dari masyarakat serta dari keluarga mereka sendiri. Hal itu juga tidak mengecilkan semangat mereka untuk terus mengamen, karena menurut mereka kegiatan ini merupakan kegiatan yang halal dan tidak melanggar hukum. Mereka tidak meminta-minta melainkan menjual suara dan kemampuan bermusik yang dimiliki.


(23)

14

Universitas Kristen Maranatha Ketiga sumber tersebut merupakan satu kesatuan dalam proses pembentukan makna hidup yang tidak dapat dipisahkan. Dalam konteks mengubah penghayatan hidup tak bermakna menjadi bermakna, setiap unsur menjadi saling mendukung dan terkait satu sama lain.

Bagan Kerangka Pemikiran

Pengamen Jalanan (Dewasa Awal usia 28-35 tahun)

Makna Hidup

Keterkaitan 3 sumber makna hidup dalam terbentuknya makna hidup Aspek-aspek Makna

Hidup :

- Creative works - Experiencing values - Attitudes toward

suffering


(24)

15

Universitas Kristen Maranatha 1.6. Asumsi

 Makna hidup muncul sebagai reaksi dari penghayatan akan pengalaman hidup yang dialami setiap manusia, dan pada pengamen jalanan dengan usia 28-35 tahun di Kota Bandung dapat dihayati secara beragam.

 Pengamen jalanan dengan usia 28-35 tahun di Kota Bandung dapat dilihat memiliki penghayatan apakah hidupnya bermakna atau belum/ tidak bermakna.

 Pengamen jalanan dengan usia 28-35 tahun di Kota Bandung akan menemukan makna hidup dari apa yang dia kerjakan (creative works), nilai-nilai yang didapatkan dari pengalaman hidupnya (experiencing values), dan dari sikap yang diambil saat menghadapi kesulitan hidup (attitudes towards suffering).


(25)

57 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan pada BAB IV, dapat ditarik kesimpulan bahwa makan hidup para pengamen jalanan tersebut diketahui sebagai berikut:

1. Subyek YK memaknai hidupnya dengan menjalani kegiatan mengamennya disertai dengan kemampuan berbahasa inggrisnya yang membuat ia memiliki kelebihan dibanding pengamen lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (creative works), menghayati bahwa keberadaan teman-temannya sangat penting baginya dalam membentuk kepercayaan diri dan menimbulkan rasa aman dan nyaman selama mengamen (experiencing values), serta menyikapi kesulitannya dalam mengasuh anak selama mengamen dengan berbagi tugas dengan istrinya sehingga bukan saja kegiatan mengamennya tetap dapat dilakukannya dengan tenang, tetapi juga ia tidak kehilangan momen kebersamaannya dengan keluarga (attitude towards suffering).

2. S memaknai hidupnya dengan menjalani kegiatan mengamen untuk menunjukkan kemampuan bernyanyi dan bermain alat musik yang ia miliki dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (creative works),


(26)

58

Universitas Kristen Maranatha menghayati bahwa keberadaan teman-temannya dan anak-anaknya adalah sumber kebahagiaan baginya (experiencing values), serta memacu diri lebih giat bekerja untuk mengatasi kesulitannya di rumah dalam mengurus empat orang anak (attitude towards suffering).

3. BY memaknai hidupnya dengan kegiatan mengamen yang ia lakukan yang lebih bertujuan untuk menghibur orang lain dan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya (creative works), menghayati bahwa dengan menunjukkan rasa senangnya, maka orang lain di sekitarnya pun akan merasa senang (experiencing values), serta dengan menyikapi kesulitan dalam kegiatan mengamennya dengan tetap tersenyum (attitude towards suffering).

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoritis

 Bagi peneliti selanjutnya yang menggunakan tema serupa, disarankan agar melakukan proses pengumpulan data dan analisi yang lebih mendalam serta dilakukan secara berulang-ulang sehingga dapat memahami secara menyeluruh pemahaman mengenai kondisi dubyek satu per satu.


(27)

59

Universitas Kristen Maranatha 5.2.2. Saran Praktis

 Bagi subyek YK agar mengembangkan kemampuannya, baik dalam berbahasa inggris maupun bermusik sehingga diharapkan mampu menemukan jenis pekerjaan atau usaha yang dapat dilakukan, yang masih dapat mentolerir keterbatasaannya, yaitu rabun senja.

 Bagi subyek S agar tidak bosan untuk mencari inspirasi hidup sehingga diharapkan mampu menemukan ketrampilan atau kemampuan lain yang dapat membantunya dalam menentukan jenis usaha yang ingin dilakukannya.

 Bagi subyek BY agar terus mengembangkan kemampuannya dalam dunia musik, fotografi, maupun teater/ komedi, yang bisa saja menjadi salah satu modal dalam menentukan jenis pekerjaan atau usaha sesuai harapannya.

 Bagi masyarakat, hendaknya tidak memberikan pandangan negatid terhadap individu yang berkegiatan sebagai pengamen jalanan dan melakukan diskriminasi dalam bentuk apapun karena pada dasarnya para pengamen jalanan ini sama seperti manusia lain yang patut dihormati hak-haknya.

 Bagi pemerintah, disarankan untuk membentuk program yang efektif bagi penanganan keberadaan pengamen jalanan di Kota Bandung. Bukan hanya berupa razia atau penangkapan tanpa tujuan yang jelas, tetapi sebaiknya merupakan sebuah pemberdayaan pengamen jalanan di sektor pariwisata Kota Bandung.


(28)

STUDI KASUS MENGENAI MAKNA HIDUP PADA

PENGAMEN JALANAN BERUSIA 28-35 TAHUN DAN

BERSTATUS SUDAH MENIKAH DI MUSEUM X KOTA

BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Oleh:

MONICA HANNY PUSPITA NRP : 0830091

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG


(29)

(30)

(31)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “STUDI KASUS MENGENAI MAKNA HIDUP PADA PENGAMEN JALANAN BERUSIA 28-35 TAHUN DAN BERSTATUS SUDAH MENIKAH DI MUSEUM X KOTA BANDUNG”.

Proses penyelesaian laporan akhir penelitian ini tidaklah lancar dan mudah. Banyak pihak yang telah membantu peneliti dalam penyelesaian laporan akhir penelitian ini. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Irene Prameswari Edwina, M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Efnie Indriani, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing utama yang telah banyak membimbing dan mengajarkan bagaimana teknis penyusunan penelitian, tetapi juga memberikan dorongan serta semangat kepada peneliti agar dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

3. Tery Setiawan, M.Si., Psikolog selaku dosen pembimbing kedua yang telah membimbing dan memberikan dorongan serta semangat kepada peneliti agar dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

4. Para subyek penelitian di Museum X Kota Bandung yang telah memberikan waktu dan kesediaannya dalam membantu peneliti menyelesaikan penelitian ini. 5. Pada pihak perpustakaan Universitas Kristen Maranatha yang telah membantu

peneliti dalam menyediakan sumber-sumber referensi yang berguna bagi terbentuknya penelitian ini.


(32)

6. Almarhum ayah, ibu, mamih, abah, dan adik-adik peneliti yang tidak pernah berhenti mendoakan dan mendukung kegiatan perkuliahan sampai proses penyelesaian penelitian ini.

7. Ratu Ditha S., Tifanny, Regina Jeany A., dan Editha Z., yang selalu percaya, mendoakan dan menyemangati peneliti dari awal perkuliahan sampai akhir sehingga peneliti mampu menyelesaikan masa kuliah ini dengan tetap semangat. 8. Handri Sobar yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil kepada

peneliti, dan selalu percaya bahwa peneliti mampu menyelesaikan tugas-tugas inisampai akhir dengan tetap semangat.

9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan akhir penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, peneliti merasa laporan akhir penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan kritik serta saran dari pembaca. Semoga pembaca juga memperoleh informasi yang bermanfaat melalui karya tulis ini.

Bandung, September 2016


(33)

60 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Bastaman, H.D. 2007. LOGOTERAPI: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: Rajawali Pers.

Frankl, Viktor E. 1967. Psychotherapy and Existentialism, Selected Papers on Logotherapy. New York: Touchstone, Simon & Schuster, Inc.

Frankl, Viktor E. 1984. Man’s Search for Meaning, An Introduction to Logotherapy, Third Edition. New York: Touchstone, Simon & Schuster, Inc.

Moleong, L. J. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.

Mujiyadi, 2011. Studi Kebutuhan Pelayanan Anak Jalanan. Jakarta: P3KS Press (Anggota IKAPI)

Nugroho, Heru. 2000. Menumbuhkan Ide-Ide Kritis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI.

Santrock, John W. 2004. Life-Span Development, Ninth Edition. McGraw-Hill Companies.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.


(34)

61 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

_____. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Aspirasi Hidup Anak Jalanan Semarang. 2010. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang.

www.kemsos.go.id

http://database.kemsos.go.id/modules.php?name=Pmks2009&opsi=pmks2009-2

http://kafeilmu.com/anak-jalanan-dalam-pandangan-sosiologi/

http://www.lensaindonesia.com/2012/11/03/peningkatan-anak-jalanan-hambat-bandung-jadi-kota-hidup-layak-anak.html

http://regional.kompas.com/read/2012/10/14/1726507/2014.Bandung.Bebas.Anak .Jalanan

http://www.antaranews.com/berita/338941/pesantren-kolong-bandung-didik-anak-jalanan


(1)

(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “STUDI KASUS MENGENAI MAKNA HIDUP PADA PENGAMEN JALANAN BERUSIA 28-35 TAHUN DAN BERSTATUS SUDAH MENIKAH DI MUSEUM X KOTA BANDUNG”.

Proses penyelesaian laporan akhir penelitian ini tidaklah lancar dan mudah. Banyak pihak yang telah membantu peneliti dalam penyelesaian laporan akhir penelitian ini. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Irene Prameswari Edwina, M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Efnie Indriani, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing utama yang telah banyak membimbing dan mengajarkan bagaimana teknis penyusunan penelitian, tetapi juga memberikan dorongan serta semangat kepada peneliti agar dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

3. Tery Setiawan, M.Si., Psikolog selaku dosen pembimbing kedua yang telah membimbing dan memberikan dorongan serta semangat kepada peneliti agar dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

4. Para subyek penelitian di Museum X Kota Bandung yang telah memberikan waktu dan kesediaannya dalam membantu peneliti menyelesaikan penelitian ini. 5. Pada pihak perpustakaan Universitas Kristen Maranatha yang telah membantu

peneliti dalam menyediakan sumber-sumber referensi yang berguna bagi terbentuknya penelitian ini.


(4)

6. Almarhum ayah, ibu, mamih, abah, dan adik-adik peneliti yang tidak pernah berhenti mendoakan dan mendukung kegiatan perkuliahan sampai proses penyelesaian penelitian ini.

7. Ratu Ditha S., Tifanny, Regina Jeany A., dan Editha Z., yang selalu percaya, mendoakan dan menyemangati peneliti dari awal perkuliahan sampai akhir sehingga peneliti mampu menyelesaikan masa kuliah ini dengan tetap semangat. 8. Handri Sobar yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil kepada

peneliti, dan selalu percaya bahwa peneliti mampu menyelesaikan tugas-tugas inisampai akhir dengan tetap semangat.

9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan akhir penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, peneliti merasa laporan akhir penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan kritik serta saran dari pembaca. Semoga pembaca juga memperoleh informasi yang bermanfaat melalui karya tulis ini.

Bandung, September 2016


(5)

60 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Bastaman, H.D. 2007. LOGOTERAPI: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: Rajawali Pers.

Frankl, Viktor E. 1967. Psychotherapy and Existentialism, Selected Papers on Logotherapy. New York: Touchstone, Simon & Schuster, Inc.

Frankl, Viktor E. 1984. Man’s Search for Meaning, An Introduction to Logotherapy, Third Edition. New York: Touchstone, Simon & Schuster, Inc.

Moleong, L. J. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.

Mujiyadi, 2011. Studi Kebutuhan Pelayanan Anak Jalanan. Jakarta: P3KS Press (Anggota IKAPI)

Nugroho, Heru. 2000. Menumbuhkan Ide-Ide Kritis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI.

Santrock, John W. 2004. Life-Span Development, Ninth Edition. McGraw-Hill Companies.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.


(6)

61 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

_____. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Aspirasi Hidup Anak Jalanan Semarang. 2010. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang.

www.kemsos.go.id

http://database.kemsos.go.id/modules.php?name=Pmks2009&opsi=pmks2009-2

http://kafeilmu.com/anak-jalanan-dalam-pandangan-sosiologi/

http://www.lensaindonesia.com/2012/11/03/peningkatan-anak-jalanan-hambat-bandung-jadi-kota-hidup-layak-anak.html

http://regional.kompas.com/read/2012/10/14/1726507/2014.Bandung.Bebas.Anak .Jalanan

http://www.antaranews.com/berita/338941/pesantren-kolong-bandung-didik-anak-jalanan