PENGELOLAAN PENERIMAAN DAERAH MELALUI DESENTRALISASI FISKAL DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH abstrak. Manajen Daerah

ISSN. 1907 - 0489
Oktober 2014

Spirit Publik
Volume 9, Nomor 1
Halaman: 15 - 36

PENGELOLAAN PENERIMAAN DAERAH MELALUI DESENTRALISASI FISKAL
DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH
The local income Management Through Fiscal Decentralization in Local Autonomy
Implementation.
Lestariningsih
Ilmu Administrasi Negara, FISIP
Universitas Sebelas Maret Surakarta
( Diterima : 15 Januari 2014 , disetujui : 20 Pebruari 2014)
ABSTRACT

In Local Autonomy Implementation, the government gives local government
autonomy to manage, organize, and run their sources of local income through fiscal
decentralization based on Local Income. It aimed to give autonomy for local goverment to
fung their local autonomy according to their potentials as a decentralization meaning;

balancing fund which aimed to reduce fiscal discrepancy between central and local
goverment, and among local government; and other fund which give local goverments an
opportunity to get other income except Local Income, Balanced Fund, and Local Debt.
Keyword : Local Income, Fiscal Decentralization, Local Autonomy.
yang relative besar kepada Pemerintah

Pendahuluan
terhadap

Daerah,

demokratisasi yang mengawali tumbuhnya

undang

era reformasi, telah menggerakkan titik

membentuk sistem pemerintahan negara

kontinum dari pemerintahan yang bercorak


dengan pendekatan yang lebih demokratis.

Tuntutan

otoriter

menuju

masyarakat

pada

titik

artinya

keberadaan

tersebut


bertujuan

undanguntuk

kontinum

Sistem sosial masyarakat yang

pemerintahan yang bercorak demokratis.

telah terbentuk oleh sistem pemerintahan

Seiring berjalannya

yang

waktu

maka


hal

cenderung

otoriter

memberikan

tersebut dapat menggerakkan pula sistem

reaksi yang berlebihan terhadap sistem

pemerintahan yang sentralistik menuju

pemerintahan yang demokratis karena

pada

yang


sistem pemerintahan yang lebih terbuka

masyarakat

tersebut memberikan peluang yang lebih

Pemerintah

besar

sistem

terdesentralisasi.
tersebut
dengan

pemerintahan
Tuntutan


difasilitasi
diterbitkannya

oleh

Undang-undang

terhadap

partisipasi

masyarakat

dalam kegiatan pemerintahan.

Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah, dimana undang-undang tersebut
memberikan

desentralisasi


kewenangan

Salah satu indikasi yang nampak
adalah banyak berdirinya partai politik
15

Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36

(Parpol) dan lembaga swadaya masyarakat

apabila

(LSM)

berbagai

Fiskal yaitu pemberian dana perimbangan

aspirasi masyarakat yang telah terdistorsi


dan hak daerah untuk menarik Pendapatan

dengan sistem pemerintahan yang otoriter.

Asli Daerah (PAD) serta sesuai dengan

Wujud

potensi

untuk

nyata

menyalurkan

dari

perubahan


sistem

disertai

dengan

Desentralisasi

yang dimilikinya. Selanjutnya

pemerintahan adalah menguatnya peran

desentralisasi fiskal hanya akan dapat

lembaga legislatif dalam menyalurkan

dimanfaatkan

aspirasi masyarakat dalam pemerintahan.


direncanakan,

Desakan kuat tersebut dari masyarakat

pengawasan

daerah kepada Pemerintah Pusat untuk

dipertanggungjawabkan sendiri oleh ketiga

memberikan otonomi yang lebih luas telah

pilar otonomi daerah yakni Kepala Daerah,

mendapat respon positif pasca reformasi,

DPRD dan masyarakat sesuai dengan

sehingga


mekanisme

dengan

Pemerintah
badan

bersama-sama

legislatif

yang

telah

sebagaimana telah diperbaiki dan diganti
dengan Undang-undang Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah dan
merupakan bukti dari adanya desentralisasi
politik.

Sebagai

tindak

lanjut

dari

desentralisasi politik tersebut kemudian
dikeluarkan Undang-undang Nomor 25
tahun 1999 yang juga direvisi dan diganti
dengan Undang-undang Nomor 33 tahun
2004

tentang

Perimbangan

Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang

baik

dilaksanakan,
serta

dan

dilakukan

pemeriksaan

peraturan

bila

dan

perundang-

undangan yang berlaku.

mengeluarkan Undang-undang Nomor 22
tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,

dengan

Desentralisasi politik, desentralisasi
fiskal

dan

desentralisasi

administrasi

sesungguhnya dapat dipandang sebagai
sebuah strategi untuk:
1. Mendongkrak prakarsa, kreatifitas dan
partisipasi
masyarakat
dalam
pembangunan
serta
mendorong
pemerataan hasil-hasil pembangunan
di seluruh daerah .
2. Memperbaiki alokasi sumber daya
produktif melalui pergeseran peran
pengambilan keputusan public pada
tingkat regional (Provinsi) maupun
local (Kabupaten/Kota).

merupakan manifestasi dari desentralisasi
fiskal tersebut secara teknis diikuti dengan

Mencermati perjalanan otonomi
daerah satu dasawarsa terakhir ini, secara

desentralisasi administrasi.

umum belumlah memperlihatkan hasil
Desentralisasi

Politik

yang diharapkan, walaupun demikian ada

(kewenangan) untuk

mengurus rumah

juga beberapa Daerah yang telah berhasil

tangga daerah sendiri hanya akan efektif

dengan baik, sesuai dengan filosofi dan

16

Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah

semangat otonomi daerah itu sendiri.

otonomi

Apabila diteliti dengan seksama, banyak

keuangan pusat dan daerah yang diatur

factor

kurang

dalam satu paket undang-undang yaitu UU

berhasilnya pelaksanaan otonomi daerah

No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah

selama ini. Salah satu factor itu adalah

Daerah dan UU No.25 tahun 1999 tentang

kemampuan

mengelola

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

keuangan dan asset daerahnya secara

Pusat dan Daerah, adapun pelaksanaan

efektif, efisien, transparan, akuntabel dan

otonomi daerah dimulai Januari 2001 dan

berkeadilan. Hal ini dapat dilihat dan

menimbulkan reaksi yang berbeda-beda

dilacak

perencanaan,

bagi daerah. Pemerintah daerah yang

penganggaran,

memiliki sumber kekayaan alam yang

pengendalian,

besar akan menyambut otonomi daerah

yang

menyebabkan

daerah

dari

untuk

lemahnya

pemprograman,
pelaksanaan
pengawasan

anggara,
dan

pemeriksaan

serta

pertanggungjawabannya.

daerah

belum

dan

perimbangan

dengan penuh harapan, tetapi sebaliknya
daerah yang miskin sumber daya alamnya

Kenyataan membuktikan bahwa
otonomi

daerah

sepenuhnya

akan menanggapinya dengan sedikit rasa
khawatir dan was-was

diterjemahkan dengan benar, hal semacam

Kekawatiran

beberapa

daerah

ini lebih disebabkan terindikasi dengan

tersebut bisa dipahami, karena pelaksanaan

masih banyaknya penyimpangan, seperti

otonomi daerah dan desentralisasi fiskal

korupsi, pemborosan, salah alokasi dana

membawa konsekuensi bagi pemerintah

serta banyaknya berbagai macam pungutan

daerah untuk lebih mandiri baik dari sistem

daerah yang kontra produktif dengan

pembiayaan maupun dalam menentukan

upaya –upaya peningkatan pertumbuhan

arah pembangunan daerah sesuai dengan

perekonomian daerah yang disertai dengan

prioritas dan kepentingan masyarakat di

peningkatan pendapatan masyarakat.

daerah. Selain hal tersebut, alasan klasik

Era reformasi saat ini memberikan
peluang

bagi

perubahan

paradigma

pembangunan nasional dari paradigma
pertumbuhan

menuju

paradigma

pemerataan pembangunan secara lebih adil
dan berimbang. Perubahan paradigma ini
antara lain diwujudkan melalui kebijakan

seperti kesiapan sumber daya manusia di
daerah, masih lemahnya struktur dan
infrastruktur daerah memang merupakan
kenyataan yang tidak dipungkiri dialami
oleh beberapa pemerintah daerah, ada
kekawatiran pula dari beberapa pihak
bahwa

otonomi

daerah

hanya

akan

memindahkan praktek korupsi, kolusi dan
17

Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36

nepotisme

serta

inefisiensi

dari

desentralisasi

yang

didasarkan

atas

pemerintah pusat ke daerah, mengancam

penyerahan tugas oleh pemerintah kepada

kelestarian lingkungan dan memungkinkan

pemerintah daerah dengan memperhatikan

munculnya raja-raja kecil didaerah.

stablitas kondisi perekonomian nasional

Hubungan keuangan pusat dan
daerah dilakukan sejalan dengan prinsip

dan keseimbangan fiskal antara pemerintah
pusat dan daerah.

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Salah satu dampak otonomi daerah

Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana

dan desentralisasi fiskal adalah perlunya

yang telah digariskan dalam UU No. 33

dilaksanakan

tahun 2004. Perimbangan keuangan antara

keuangan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

manajemen keuangan daerah yang perlu

merupakan

suatu

sistem

pembagian

direformasi

keuangan

yang

adil,

proposional,

penerimaan

reformasi

daerah,

manajemen

sedangkan

meliputi
daerah

lingkup

manajemen

dan

manajemen

demokratis, transparan dan efisien dalam

pengeluaran daerah, namun dalam fokus

rangka

kajian/pembahas

pendanaan

penyelenggaraan

ini

hanya

pada

desentralisasi dengan mempertimbangkan

manajemen penerimaan daerah yang digali

potensi, kondisi dan kebutuhan daerah

melalui desentralisasi fiskal

serta besaran pendanaan penyelenggaraan
dekonsentrasi

dan

tugas

pembantuan.

Adapun perimbangan keuangan antara

Pola Hubungan Keuangan Pusat Dan
Daerah Dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah

pemerintah pusat dan daerah merupakan
subsistem

keuangan

konsekuensi

negara

pembagian

sebagai

tugas

Untuk

antara

mendukung

pemerintah pusat dan pemerintah daerah,

penyelenggaraan otonomi daerah melalui

juga merupakan bagian pengaturan yang

penyediaan

sumber-sumber

pendanaan

tidak terpisahkan dari sistem keuangan

berdasarkan

kewenangan

pemerintah

negara dan dimaksudkan untuk mengatur

pusat, desentralisasi, dekonsentrasi dan

sistem

tugas

pendanaan

pembantuan,

perlu

diatur

atas

kewenangan

yang

diserahkan,

perimbangan keuangan antara pemerintah

dilimpahkan dan ditugasbantukan kepada

pusat dan pemerintah daerah berupa sistem

daerah.

Pemberian

keuangan

yang

negara

kepada

pembagian

kewenangan

pemerintah

dilakukan
18

pusat

dalam

sumber

keuangan

pemerintahan
rangka

daerah

pelaksanaan

diatur

berdasarkan
,

tugas

dan

Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah

tanggung jawab yang jelas antar susunan

kewenangan antara pemerintah pusat dan

pemerintahan.

pemerintah

Perimbangan

keuangan

antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah
merupakan subsistem keuangan negara
sebagai konsekuensi

pembagian tugas

daerah.

Dengan

demikian

pengaturan perimbangan keuangan tidak
hanya mencakup aspek pendapatan daerah,
tetapi juga mengatur aspek pengelolaan
dan pertanggungjawabannya.

antara pemerintah pusat dan pemerintah

Pembentukan

daerah, perimbangan keuangan tersebut

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

juga merupakan bagian pengaturan yang

Pusat dan Pemerintah Daerah dimaksudkan

tidak terpisahkan dari sistem keuangan

untuk

negara serta dimaksudkan untuk mengatur

penyerahan urusan kepada pemerintah

sistem

kewenangan

daerah yang diatur dalam undang-undang

diserahkan,

tentang Pemerintah Daerah. Pendanaan

dilimpahkan dan ditugasbantukan kepada

tersebut menganut prinsip money follows

daerah.

function, yang mengandung makna bahwa

pendanaan

pemerintahan

atas
yang

Pemberian
negara

sumber

kepada

dilakukan

pemerintah

dalam

desentralisasi

keuangan

rangka

yang

daerah

pelaksanaan

didasarkan

atas

penyerahan tugas oleh pemerintah pusat
kepada

pemerintah

memperhatikan

daerah

stabilitas

dengan
kondisi

perekonomian nasional dan keseimbangan
fiskal

antara

pemerintah

pusat

dan

pemerintah daerah. Perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah merupakan

suatu sistem yang

menyeluruh

rangka

dalam

penyelenggaraan
dekonsentrasi
Perimbangan

dan

asas

pendanaan

desentralisasi,

tugas

pembantuan.

keungan

tersebut

dilaksanakan sejalan dengan pembagian

Undang-undang

mendukung

tentang

pendanaan

atas

pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan
yang menjadi kewajiban dan tanggung
jawab

masing-masing

pemerintahan.(Ahmad Yani, 2008: 42)
Perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah mencakup
pembagian keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah secara
proporsional,

demokratis,

adil

dan

transparan dengan memperhatikan potensi,
kondisi dan kebutuhan daerah.
Pemerintah pada hakekatnya mengemban
tiga fungsi yaitu : 1) fungsi distribusi, 2)
fungsi stabilisasi dan 3) fungsi alokasi
(Suparmoko, 2008:257)
Fungsi

distribusi

dan

fungsi

stabilisasi pada umumnya lebih efektif dan
tepat

dilaksanakan

oleh

pemerintah,
19

Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36

sedangkan

pada

alokasi

oleh

penyelenggaran kewenangan pemerintahan

yang

lebih

yang menjadi tanggung jawab pemerintah

mengetahui kebutuhan, kondisi dan situasi

pusat dibiayai dari Anggaran Pendapatan

masyarakat setempat. Pembagian ketiga

dan

fungsi tersebut sangat penting sebagai

kewenangan

landasan dalam penentuan dasar-dasar

didekonsentrasikan kepada gubernur atau

perimbangan keuangan antara pemerintah

ditugaskan

pusat dan pemerintahan daerah.

dan/atau desa atau sebutan lainnya dalam

pemerintahan

fungsi
daerah

Dalam penyelenggaraan otonomi
daerah,

penyerahan,

pelimpahan

Belanja

Negara

(APBN),

pusat

kepada

baik
yang

pemerintah

daerah

rangka tugas pembantuan.

dan

Dengan otonomi, daerah dituntut

penugasan urusan pemerintahan kepada

untuk

daerah secara nyata dan bertanggung

pembiayaan

jawab harus diikuti dengan pengaturan,

mengurangi harapan terhadap bantuan dan

pembagian dan pemanfaatan sumber daya

bagian (sharing) dari pemerintah pusat,

nasional

dengan

secara

adil,

termasuk

mencari

alternatif

sumber

pembangunan

tanpa

kondisi

seperti

ini,

peranan

perimbangan keuangan antara pemerintah

investasi swasta dan perusahaan milik

pusat san pemerintah daerah, sebagai

daerah sangat diharapkan sebagai pemacu

daerah

utama pertumbuhan dan pembangunan

otonom,

pemerintahan
dilakukan

penyelenggaraan

dan

berdasarkan

transparansi,

tersebut

ekonomi (enginee of growth). Daerah juga

prinsip-prinsip

dituntut untuk menarik investasi asing agar

pelayanan

partisipasi

dan

bersama-sama swasta domestik mampu

akuntabilitas.(Mardiasmo,2004:106).

mendorong pertumbuhan ekonomi daerah

Dalam

serta menimbulkan multiplier effect yang

pendanaan

penyelenggaraan

pemerintahan agar dapat terlaksana secara
efisien dan efektif, juga untuk mencegah
adanya tumpang tindih ataupun tidak
tersedianya pendanaan pada suatu bidang
pemerintahan,

maka

perlu

diatur

pendanaan penyelenggaraan pemerintahan,
sedangkan penyelenggaraan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah dibiayai
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
20

(APBD),

selanjutnya

besar.
Pemberian

otonomi

daerah

diharapkan dapat memberikan keleluasaan
kepada daerah dalam pembangunan daerah
melalui usaha-usaha yang sejauh mengkin
mampu meningkatkan partisipasi aktif
masyarakat,

karena

pada

dasarnya

terkandung tiga misi utama sehubungan
dengan pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi tersebut, sebagai berikut : 1)

Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah

menciptakan
pengelolaan

efisiensi
sumber

dan
daya

efektivitas
daerah,

2)

meningkatkan kualitas pelayanan umum
dan

kesejahteraan

masyarakat,

3)

memberdayakan dan menciptakan ruang
publik bagi masyarakat untuk ikut serta
(berpartisipasi)

dalam

pembangunan.

(Sadu

proses
Wasistiono,

2010:31). Sejalan dengan upaya untuk
memantapkan

kemandirian

pemerintah

daerah yang dinamis dan bertanggung
jawab, serta mewujudkan pemberdayaan
dan otonomi daerah dalam lingkup yang
lebih

nyata,

maka

diperlukan

upaya

meningkatkan efisiensi, efektifitas dan
profesionalisme

aparatur

pemerintah

daerah dalam mengelola sumber daya alam
maupun sumber daya lainnya milik daerah,
sedangkan upaya tersebut dapat dilakukan
melalui peningkatan profesionalisme dan
manajemen pemerintahan yang handal.
Kemampuan aparat daerah dalam
menjalankan otonomi bakal dihadapkan
pada berbagai tantangan, selain bagaimana
upaya

meningkatkan

daerah,

juga

pendapatan

bagaimana

asli
upaya

menciptakan iklim ekonomi yang kondusif
dalam rangka melayani investasi domestik
maupun asing, menyusun perencanaan
strategis
mengelola

pembangunan

daerah

dan

proses

pembangunan,

sedangkan tantangan

ini hanya akan

mampu dihadapi oleh aparat daerah baik

eksekutif

maupun

legislatif

yang

mempunyai visi strategik, mampu berpikir
strategik dan berkualitas tinggi.
Manajemen Penerimaan
Daerah Dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah
Penerimaan
daerah
dalam
penyelenggaraan desentralisasi terdiri atas
pendapatan daerah dan pembiayaan.
Pendapatan daerah bersumber dari :
a.
Pendapatan asli daerah yang
bertujuan memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk mendanai
penyelenggaraan otonomi daerah sesuai
dengan potensi daerah sebagai perwujudan
desentralisasi.
b.
Dana perimbangan yang
bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal
antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah serta antar pemerintah daerah itu
sendiri.
c.
Pendapatan lain-lain yang
memberi peluang kepada daerah untuk
memperoleh pendapatan selain yang
berasal pendapatan asli daerah, dana
perimbangan serta pinjaman daerah.
(Rahardjo Adisasmita, 2011: 89)
Pembiayaan bersumber dari : 1)
sisa lebih perhitungan anggaran daerah, 2)
penerimaan pinjaman daerah, 3) dana
cadangan daerah dan 4) hasil penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pendapatan asli daerah merupakan
pendapatan daerah yang bersumber dari
hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah, yang bertujuan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah
21

Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36

dalam
menggali
pendanaan
dalam
penyelenggaraan otonomi daerah sebagai
perwujudan asas desentralisasi. Sumber
pendapatan asli daerah (PAD) terdiri dari :
a) pajak daerah, b) retribusi daerah, c) hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, d) Pendapatan Asli Daerah
(PAD) lain-lain yang sah.

penjualan saham milik daerah. Sementara
itu, PAD lain-lain yang sah meliputi: a)
hasil penjualan kekayaan daerah yang
tidak

dipisahkan,

b)

jasa

giro,

c)

pendapatan bunga, d) keuntungan selisih
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
dan e) komisi, potongan ataupun bentuk

Ketentuan mengenai pajak daerah
dan retribusi daerah diarahkan untuk
memberikan kewenangan yang lebih besar
kepada daerah dalam perpajakan dan
retribusi daerah melalui perluasan basis
pajak dan retribusi dan pemberian diskresi
dalam penetapan tarif pajak dan retribusi
tersebut. Perluasan basis pajak tersebut
antara lain dengan menambah jenis pajak

lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh
daerah. Dana Perimbangan terdiri atas : 1)
bagian daerah dari penerimaan Pajak
Penghasilan Perseorangan, Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan serta
penerimaan dari sumber daya alam, 2)
Dana Alokasi Umum dan 3) Dana Alokasi
Khusus.

dan retribusi baru serta diskresi penetapan
tarif

dilakukan

dengan

Dalam

memberikan

rangka

pelaksanaan

kewenangan sepenuhnya kepada daerah

desentralisasi fiskal, pemerintah daerah

dalam menetapkan tarif sesuai dengan tarif

mendapatkan bagian Pajak Penghasilan

maksimal yang ditetapkan dalam undang-

Perseorangan sebesar 20% dan 80% untuk

undang.

untuk

pemerintah pusat. Penerimaan negara dari

memungut pajak dan retribusi diatur

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun

Bangunan

2000 yang merupakan penyempurnaan dari

perimbangan 20% untuk pemerintah pusat

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997

dan 80% untuk pemerintahan daerah.

dan

Penerimaan pemerintah pusat dari bagi

Kewenangan

ditindak

daerah

lanjuti

peraturan

(BPHTB)

dibagi

dengan

pelaksanaannya yaitu PP Nomor 65 Tahun

hasil

PPh Perseorangan dan BPHTB

2001 tentang Pajak Daerah dan PP Nomor

tersebut akan dibagikan kepada seluruh

66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

Kabupaten dan Kota. Bagian daerah yang
diterima pemerintah daerah yang berasal

Jenis pendapatan yang termasuk
pengelolaan kekayaan yang dipisahkan,
antara lain bagian laba, deviden dan
22

dari sumber daya alam sektor kehutanan,
sektor pertambangan umum dan sektor
perikanan

dibagi

hasil

dengan

Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah

perimbangan 20% untuk pemerintah pusat
dan 80% untuk pemerintah daerah. Rincian
bagian daerah yang berasal dari sumber
daya alam (SDA) ditetapkan sebagai
berikut:
a.
Sektor
kehutanan
:Penerimaan Iuran Hak Penguasaan Hutan
sebesar 80% dibagi dengan rincian:
Provinsi 16% dan Kabupaten/Kota
penghasil 64%.

Bagian pendapatan pemerintah
pusat untuk pertambangan gas alam adalah
sebesar 70%, untuk pemerintah daerah
sebesar 30% yang dibagi sebagai berikut :
Provinsi 6%, Kabupaten /Kota penghasil
12% dan Kabupaten/Kota lain 12%.
Dana perimbangan merupakan
pendanaan daerah yang bersumber dari
APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil
(DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Dana Alokasi

Penerimaan Provinsi sumber daya
hutan sebesar 80% dibagi sebagai berikut:
Provinsi 16%, Kabupaten/Kota penghasil
32% dan Kabupaten/Kota lain.
b.

Sektor

Pertambangan

Khusus

(DAK).

Dana

perimbangan selain dimaksudkan untuk
membantu

daerah

dalam

mendanai

kewenangannya, juga bertujuan untuk
mengurangi

ketimpangan

sumber

Umum.

pendanaan pemerintahan antara pusat dan

Penerimaan iuran tetap (Land
rent) sebesar 80% dibagi sebagai berikut:
Provinsi 16% dan Kabupaten/Kota
penghasil.

daerah

Penerimaan iuran eksplorasi
sebesar 80% dibagi sebagai berikut:
Provinsi 16%, Kabupaten/Kota penghasil
32% dan Kabupaten/Kota lain 32%.

sistem transfer dana dari pemerintah pusat

c.

Sektor Perikanan

Pungutan dari sektor perikanan
dibagikan secara merata kepada seluruh
kabupaten dan kota. Bagian pendapatan
pemerintah pusat untuk pertambangan
minyak bumi adalah 85%, sedangkan
bagian untuk daerah adalah 15% yang
dibagi sebagai berikut: provinsi 3%,
Kabupaten/Kota
penghasil
6%,
Kabupaten/Kota lain 6%

serta

untuk

mengurangi

kesenjangan pendanaan pemerintah antar
daerah.

Ketiga

komponen

dana

perimbangan keuangan ini merupakan

ke daerah serta merupakan satu kesatuan
yang utuh.
Dana bagi hasil (DBH) adalah
dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dibagi hasilkan kepada daerah
berdasarkan angka persentase tertentu.
Pengaturan dana bagi hasil dalam Undangundang nomor 33 tahun 2004 merupakan
penyelarasan

dengan

Undang-undang

nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa

d.
Sektor
Minyak dan Gas Alam

Pertambangan

kali diubah terakhir dengan Undangundang nomor 17 tahun 2000. Dalam
23

Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36

undang-undang ini dimuat pengaturan

tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai

mengenai bagi hasil penerimaan Pajak

faktor

Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib

fiskal.(Suhadak &T Nugroho, 2007:130)

Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan
PPh Pasal 21 serta sektor pertambangan
panas bumi sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2003
tentang Panas Bumi, selain itu dana
reboisasi yang semula termasuk bagian
dari DAK dialihkan menjadi DBH.
Dana

alokasi

kapasitas

DAU yang diberikan kepada
daerah

ditetapkan

sekurang-kurangnya

25% dari Penerimaan Dalam Negeri yang
ditetakpan dalam APBN. DAU untuk
daerah

provinsi

dan

kabupaten/kota

ditetapkan masing-masing sebesar 10%
dan 90%. Dana ini dimaksudkan untuk

(DAU)

menjaga pemerataan dan perimbangan

bertujuan untuk pemerataan kemampuan

keuangan antar daerah. Pembagian DAU

keuangan antar daerah yang dimaksudkan

dilakukan

untuk

ketimpangan

potensi daerah (PAD, BPHTB dan bagian

kemampuan kemampuan keuangan antar

daerah dari penerimaan sumber daya

daerah melalui penerapan formula yang

alam), 2) kebutuhan pembiayaan untuk

mempertimbangkan kebutuhan dan potensi

mendukung penyelenggaraan pemerintah

daerah. Dana alokasi umum suatu daerah

di daerah, 3) tersedianya dana APBN.

ditentukan atas dasar besar kecilnya celah

Dana alokasi khusus (DAK) dimaksudkan

fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang

untuk membantu membiayai kegiatan-

merupakan selisih antara kebutuhan daerah

kegiatan khusus di daerah tertentu yang

(fiscal need) dan potensi daerah (fiscal

merupakan urusan daerah dan sesuai

capacity).

dengan prioritas nasional, khususnya untuk

mengurangi

Dalam

umum

pemerataan

undang-undang

ini

dengan

memperhatikan:

ditegaskan kembali mengenai formula

membiayai

celah fiskal dan penambahan variable dana

prasarana pelayanan dasar masyarakat

alokasi umum (DAU). Alokasi DAU bagi

yang belum mencapai standar tertentu atau

daerah yang potensi fiskalnya besar, tetapi

untuk

kebutuhan

pembangunan daerah.

fiskalnya

kecil,

akan

memperoleh alokasi DAU relative kecil.
Sebaliknya daerah yang potensi fiskalnya
kecil, namun kebutuhan fiskalnya besar
maka akan memperoleh alokasi DAU
relative besar, secara implicit prinsip
24

kebutuhan

sarana

1)

mendorong

dan

percepatan

Undang-undang Nomor 33 Tahun
2004 juga mengatur hibah yang berasal
dari

pemerintah

badan/lembaga

asing,

negara

asing,

badan/lembaga

internasional, pemerintah, badan/lembaga

Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah

dalam negeri atau perseorangan, baik

sendiri

dalam bentuk devisa, rupiah maupun

moneter secara nasional, oleh karena itu

dalam bentuk barang dan atau jasa

pinjaman daerah perlu mengikuti kriteria,

termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang

persyaratan,

tidak perlu mengeluarkan biaya (tidak

pinjaman

dibayar). Pendapatan lain-lain selain hibah,

undang-undang tersebut.

dalam undang-undang nomor 33 tahun
2004 juga mengatur pemberian dana
darurat kepada daerah karena bencana
nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang
tidak dapat ditanggulangi dengan dana
APBD. Disamping itu pemerintah juga
dapat memberikan dana darurat pada
daerah yang mengalami krisis solvabilitas
yaitu

daerah

yang

mengalami

krisis

keuangan yang berkepanjangan misalnya
daerah yang mengalami bencana alam
yang

hebat,

sehingga

memporak



porandakan infrastruktur dan fasilitasfasilitas umum daerah. Untuk menghindari
menurunnya pelayanan kepada masyarakat
setempat, pemerintah dapat memberikan
dana darurat

kepada

daerah

tersebut

setelah dikonsultasikan terlebih dahulu
dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pinjaman

daerah

merupakan

salah sumber pembiayaan yang bertujuan
untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi
daerah

dan

meningkatkan

pelayanan

kepada masyarakat. Pembiayaan

yang

bersumber dari pinjaman harus dikelola
secara benar agar tidak menimbulkan
dampak negative bagi keuangan daerah

serta

stabilitas

ekonomi

mekanisme

daerah

yang

Selanjutnya

dan

dan

sanksi

diatur

dalam

dalam

undang-

undang tersebut juga ditegaskan bahwa
daerah

dilarang

malakukan

pinjaman

langsung ke luar negeri. Pinjaman yang
bersumber dari luar negeri hanya dapat
dilakukan

dengan

melalui

pemerintah

beserta mekanisme penerusan pinjaman.
Pengaturan ini dimaksudkan agar terdapat
prinsip kehati-hatian dan kesinambungan
fiskal dalam kebijakan fiskal dan moneter
oleh pemerintah. Dilain pihak pinjaman
daerah

tidak

hanya

dibatasi

untuk

membiayai prasarana dan sarana yang
menghasilkan
dapat

penerimaan,

untuk

tetapi

membiayai

juga

proyek

pembangunan prasarana dasar masyarakat
walaupun tidak menghasilkan penerimaan.
Selain itu juga dilakukan pembatasan
pinjaman
deficit

dalam
APBD

rangka
dan

pengendalian

batas

kumulatif

pinjaman daerah.
Kemudian

daerah

juga

dimungkinkan untuk menerbitkan obligasi
daerah dengan persyaratan tertentu, serta
mengikuti

peraturan-peraturan

dan

perundang-undangan yang berlaku di pasar
25

Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36

modal dan memenuhi ketentuan nilai

pemerintah

bersih maksimal obligasi daerah yang telah

gubernur sebagai wakil pemerintah. Dana

mendapatkan

tugas

persetujuan

pemerintah.

yang

dilimpahkan

pembantuan

untuk

menjamin

Segala bentuk akibat atau resiko yang

tersedianya

timbul dari penerbitan obligasi daerah

kewenangan pemerintah yang ditugaskan

menjadi

kepada daerah. Pengadministrasian dana

tanggung

jawab

daerah

sepenuhnya.

dekonsentrasi

Pengelolaan keuangan dilakukan
secara tertib, taat pada peraturan-peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis,
efektif,

transparan

dipertanggung
pemangku
menjadi

dan

jawabkan

kepentingan
tuntutan

dapat

kepada

para

yang

sudah

masyarakat.

Semua

penerimaan dan pengeluaran yang menjadi
hak dan kewajiban daerah dalam tahun
anggaran

yang

dimasukkan

bersangkutan

dalam

pengadministrasian

harus

APBD.

Dalam

keuangan

daerah,

APBD, perubahan APBD dan pertanggung
jawaban pelaksanaan APBD setiap tahun
ditetapkan
Surplus

dengan
APBD

membiayai

dana

kepada

peraturan

daerah.

digunakan

untuk

pengeluaran

daerah

dilakukan

dan

pelaksanaan

tugas

melalui

sedangkan

pembantuan

mekanisme APBN,

pengadministrasian

desentralisasi
APBD,

bagi

mengikuti

hal

ini

penyelenggaraan
pemerintahan

dana

mekanisme

dimaksudkan

agar

pembangunan

dan

daerah

dapat

dilakukan

secara efektif, efisien, transparan dan
akuntabel. Dalam rangka meningkatkan
pelaksanaan
prinsip

desentralisasi

transparansi

diperlukan

adanya

dan

berdasarkan
akuntabilitas,

dukungan

sistem

informasi keuangan daerah, adapun sistem
tersebut antara lain dimaksudkan untuk
perumusan kebijakan dan pengendalian
fiskal nasional.

tahun

Manajemen Pendapatan Asli
Daerah

anggaran berikutnya, membentuk dana
cadangan dan penyertaan modal dalam

Sistem

pemerintahan

yang

perusahaan daerah. Dalam hal anggaran

sentralistik yang dialami bangsa Indonesia

diperkirakan

ditetapkan

selama masa orde lama dan orde baru

untuk

memberikan pelajaran kepada kita semua

defisit,

sumber-sumber

maka

pembiayaan

menutup defisit tersebut.

bahwa

pendekatan

sentralistik

dalam

Pengaturan dana dekonsentrasi

pembangunan telah menimbulkan dampak

bertujuan untuk menjamin tersedianya

yang negative, dampak negative tersebut

dana

misalnya

26

bagi

pelaksanaan

kewenangan

sentralisasi

telah

memasung

Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah

kreativitas

daerah

untuk

lebih

mengembangkan potensi daerah sesuai
dengan
tersebut.

keinginan
Selain

masyarakat

itu

sentralisasi

telah

kuat tingkat ketergantungannya terhadap
pemerintah pusat, kedua hal tersebut cukup

daerah

pemerintah
tidak

dan

berdaya

masyarakat
membangun

daerahnya sendiri. Besarnya intervensi
pemerintah pusat yang dilakukan pada
masa lalu telah menimbulkan distorsi.
Hal tersebut diperparah dengan
masih kuatnya perilaku rent seeking dan
korupsi

yang

akibatnya

mengganggu

mekanisme pasar, dampak tersebut masih
terasa sampai saat ini. Secara umum
pemerintah

daerah

masih

mengalami

banyak masalah diantaranya: 1) ketidak
cukupan

sumber

daya

finansial,

2)

minimnya jumlah pegawai yang memiliki
ketrampilan dan keahlian, 3) prosedur dan
sistem pengendalian

manajemen

yang

tidak memadai, 4) rendahnya produktivitas
pegawai, 5) inefisien, 6) infrastruktur yang
kurang

mendukung,

7)

lemahnya

perangkat hukum (aparat penegak hukum

akuntabilitas

publik.

(Sadu

Wasistiono,2010:69)

daerah

menyebabkan pemerintah daerah semakin

membuat

lemahnya

Dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal,
pemerintah daerah diharapkan memiliki
kemandirian yang lebih besar, tetapi saat
ini masih banyak masalah yang dihadapi
pemerintah daerah terkait dengan upaya
meningkatkan penerimaan daerah antara
lain :
a.
Tingginya
tingkat
kebutuhan daerah (fiscal need) yang tidak
seimbang dengan kapasitas fiskal (fiscal
capacity) yang dimiliki daerah, sehingga
menimbulkan celah fiskal (fiscal gap)
b.
Kualitas pelayanan publik
yang masih memprihatinkan menyebabkan
produk layanan publik yang sebenarnya
dapat dijual ke masyarakat direspon secara
negative,
keadaan
tersebut
juga
menyebabkan keengganan masyarakat
untuk taat membayar pajak dan retribusi
daerah
c.
Lemahnya
prasarana dan sarana umum

infrastruktur

d.
Berkurangnya dana bantuan
dari pusat yaitu DAU dari pusat yang tidak
mencukupi

dan peraturan hukum) dan kesadaran

e.
Belum diketahuinya potensi
PAD yang mendekati kondisi riel.

masyarakat terhadap penegakan hukum, 8)

Pemerintah daerah harus dapat

political will yang rendah, 9) adanya

lebih

benturan budaya yang destruktif, 10)

mengurangi

ketergantungan

korupsi,

pembiayaan

dari

kolusi

dan

nepotisme,

11)

meningkatkan

PAD

pemerintah

untuk
terhadap
pusat,

sehingga dapat meningkatkan otonomi dan
27

Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36

keleluasaan kewenangan daerah (local

daerahnya sesuai dengan kepentingan dan

discretion). Langkah penting yang harus

prioritas mereka.

dilakukan

pemerintah

daerah

untuk

meningkatkan penerimaan daerah adalah
menghitung

potensi

Pendapatan

Asli

Daerah yang riel dimiliki daerah, oleh
karena itu diperlukan metode penghitungan
potensi PAD yang sistematis dan rasional.
Upaya peningkatan kapasitas fiskal daerah
sebenarnya

tidak

hanya

menyangkut

peningkatan PAD. Peningkatan kapasitas
fiskal pada dasarnya adalah optimalisasi
sumber-sumber penerimaan daerah, oleh
karena itu tidak perlu dibuat dikotomi
antara Pendapatan Asli Daerah dengan
Dana Perimbangan. Namun demikian perlu
dipahami

juga

bahwa

peningkatan

Pemerintah

daerah

seringkali

dihadapkan dengan masalah tingginya
kebutuhan

fiskal

daerah

sementara

kapasitas fiskal daerah tidak mencukupi
dan

hal

tersebut

yang

menyebabkan

terjadinya kesenjangan fiskal. Manajemen
PAD terkait dengan upaya peningkatan
kapasitas

fiskal

daerah,

sedangkan

terhadap kebutuhan fiskal daerah perlu
dilakukan manajemen pengeluaran daerah
secara komprehensif, salah satu caranya
adalah dengan membuat standar biaya
(Standar Analisa Belanja).
Beberapa strategi yang dapat

kapasitas fiskal bukan berarti anggaran

dilakukan

yang besar jumlahnya.

menutup kesenjangan atau celah fiskal

Anggaran

yang

dibuat

besar

jumlahnya tetapi tidak dikelola dengan
baik atau tidak memenuhi prinsip value for
money, justru akan menimbulkan masalah,
misalnya terjadi kebocoran anggaran, yang
terpenting adalah optimalisasi anggaran,
karena peran pemerintah daerah nantinya
lebih

bersifat

motivator

sebagai
dalam

fasilitator

dan

menggerakkan

pembangunan di daerah. (Osborne and
Gaebler,

1993).

Masyarakat

daerah

sendiri, yang dimaksud termasuk swasta,
LSM, Perguruan Tinggi dan sebagainya,
yang akan banyak berperan membangun
28

pemerintah

daerah

untuk

sebagai berikut:
a.
Harus disadari bahwa tidak
semua pengeluaran yang direncanakan
penting dilakukan. Pemerintah daerah
seharusnya menguji belanja dan biayabiaya yang terjadi, barangkali terdapat
pengeluaran yang perlu dikurangi atau
mungkin tidak usah dilakukan.
b.
Mempelajari kemungkinan
meningkatkan
pendapatan
melalui
charging for service (penjualan jasa
public)
c.
Perlu dilakukan perbaikan
administrasi
penerimaan
pendapatan
daerah (revenue administration) untuk
menjamin agar semua pendapatan dapat
terkumpul dengan baik

Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah

d.
Kemungkinan menaikkan
pajak melalui peningkatan tarif dan
perluasan subyek dan obyek pajak

pribadi dalam negeri dan BPHTB. Jika

e.
Mengoptimalkan
penerimaan pajak pusat yang dapat di
sharing dengan daerah (PPh Perseorangan,
BPHTB), jika potensinya cukup besar
maka pemerintah daerah dapat membantu
memobilisasi penerimaan pajak pusat,
sehingga bagian bagi hasil pajak untuk
daerah tersebut tinggi.

penerimaan pajak pusat, sehingga bagian

Pemerintah daerah diharapkan
untuk tidak menambah pungutan yang
bersifat pajak ataupun menambah jenis
pajak baru, jika akan menambah pungutan
hendaknya

yang

bersifat

retribusi,

potensinya cukup besar maka pemerintah
daerah

dapat

membantu

memobilisasi

bagi hasil pajak untuk daerah tersebut
dapat menerima capaian yang tinggi,
sebagai

gambaran

apabila

pemerintah

daerah dapat meningkatkan perolehan
pajak atas PPh orang pribadi dalam negeri
termasuk PPh pasal 21 di daerahnya maka
bagian

pajak

mencapai

untuk

tinggi,

daerahnya
hal

ini

akan
selain

menguntungkan pemerintah daerah juga
menguntungkan pemerintah pusat.

sedangkan pajak justru diupayakan sebagai
“the last effort” saja, bahkan idealnya
pungutan pajak yang dibayar masyarakat

Manajemen Dana Perimbangan

adalah pajak pusat.

Sumber penerimaan daerah dalam

Memang berdasarkan peraturan
baru, pemerintah daerah kabupaten/kota
dimungkinkan

untuk

menambah

jenis

pajak lain di luar yang telah diatur dalam
undang-undang nomor 34 tahun 2000
dengan peraturan daerah. Ketentuan baru
tersebut dimaksudkan untuk memberikan
keleluasaan kepada daerah kabupaten/kota
dalam mengantisipasi situasi dan kondisi
serta perkembangan perekonomian daerah
pada masa mendatang yang mengakibatkan
perkembangan potensi pajak. Disamping
itu pemerintah dapat mengoptimalkan
penerimaan pajak pusat yang dapat disharing dengan daerah misalnya PPh orang

konteks otonomi daerah dan desentralisasi
untuk saat ini masih didominasi oleh
bantuan dan sumbangan dari pemerintah
pusat baik dalam bentuk Dana Alokasi
Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus
(DAK) dan dana bagi hasil, sedangkan
porsi PAD masih relative kecil. Secara
rata-rata nasional PAD hanya member
kontribusi 12 -15% dari total penerimaan
daerah, sedangkan yang kurang lebih 70%
masih menggantungkan sumbangan dan
bantuan

dari

pemerintah

pusat.

Berdasarkan data distribusi presentase
penerimaan daerah untuk daerah kabupaten
seluruh Indonesia dari tahun 1991-1995
29

Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36

menunjukkan bahwa kontribusi rata-rata

tetapi di beberapa pemerintah daerah DAU

PAD masih jauh lebih rendah (12,63%)

yang

disbanding

dan

membiayai belanja pegawai, sehingga

bantuan dari pemerintah pusat (70,52%)

perlu dana bantuan dari pemerintah pusat.

(Mardiasmo, 2004:155)

Mengacu

dengan

sumbangan

Di kalangan pemerintah daerah
sendiri masih terdapat anggapan bahwa
terhadap PAD, pemerintah daerah bebas
menggunakannya

untuk

kepentingan

daerah, sedangkan Dana Perimbangan
penggunaannya perlu menunggu petunjuk
dan arahan dari pusat, yang harus dipahami
adalah bahwa kewenangan yang dimiliki

diterima

tidak

pada

cukup

Peraturan

untuk

Pemerintah

Nomor 104 tahun 2000 tentang Dana
Perimbangan tujuan DAU terutama adalah
: a) horizontal equity dan b) sufficiency.
Tujuan

horizontal

kepentingan

equity

pemerintah

merupakan

pusat

dalam

rangka melakukan distribusi pendapatan
secara adil dan merata agar tidak terjadi
kesenjangan yang besar antar daerah.

daerah tidak sebatas dalam menggunakan

Sementara itu, yang menjadi

PAD-nya saja. Dan juga yang perlu

kepentingan daerah adalah kecukupan

dipahami adalah bahwa otonomi dan

(sufficiency),

desentralisasi tidak berarti tiap daerah

menutup

harus

dipengaruhi

dapat

membiayai

seluruh

terutama
fiscal
oleh

adalah

gap.

untuk

Sufficiency

faktor-faktor

yaitu

pengeluaran rutin dan modalnya dari

kewenangan, beban dan Standar Pelayanan

pendapatan asli daerah.

Minimum (SPM). Pada dasarnya terdapat

Dalam
manajemen
manajemen

kaitannya
penerimaan

Dana

Perimbangan

dengan
daerah,
juga

merupakan aspek yang harus diperhatikan
oleh pemerintah daerah, beberapa daerah
mengeluhkan bagian DAU yang diterima
tidak cukup untuk membiayai pengeluaran
daerah, idealnya penerimaan daerah yang
berasal dari Dana Bagian Daerah atas PPh
Perseorangan,

PBB,

BPHTB

dan

penerimaan SDA serta dari Dana Alokasi
Umum sudah cukup untuk membiayai
Belanja Pegawai dan Belanja Nonpegawai,
30

dua jenis grant yang diberikan pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah yaitu : 1)
Block Grant (dana alokasi umum) dan
Specific Grant (dana alokasi khusus).
Dalam

rangka

meningkatkan

local

discretion, grant yang diberikan oleh
pemerintah pusat lebih banyak bersifat
block grant, bukan specific grant. Namun
masih

perlu

dievaluasi

mekanisme

perhitungan DAU (block grant) yang saat
ini diterapkan. Sebagaimana dijelaskan
oleh

Sekretariat

Bidang

Perimbangan

Keuangan Pusat dan Daerah (2001) bahwa

Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah

penghitungan DAU didasarkan pada dua
factor yaitu:
a.
Faktor murni merupakan
penghitungan DAU berdasarkan formula.
b.
Faktor
penyeimbang
merupakan suatu mekanisme untuk
menghindari kemungkinan penurunan
kemampuan daerah dalam pembiayaan
beban pengeluaran yang akan menjadi
tanggung jawab daerah.
Dimasukkannya

karena adanya kelemahan dalam faktor
Penghitungan

b.
Apabila
DAU
yang
dialokasikan untuk suatu daerah lebih kecil
dari penerimaan transfer sebelumnya,
dikhawatirkan akan memberikan dampak
psikologis maupun dampak teknis financial
yang kurang baik.

faktor

penyeimbang dalam penghitungan DAU

murni.

a.
Pada
dasarnya
DAU
merupakan “pengganti” DRD/DPD, dalam
pengertian bahwa bentuk transfer dari
pusat kepada daerah selain bagi hasil pajak
dan bukan pajak yang ada selama ini
adalah DRD/DPD.

DAU

dengan

menggunakan formula murni menunjukkan

c.
DRD merupakan ukuran
beban Belanja Pegawai, karena selama ini
pegawai daerah digaji melalui SDO dan
selain itu DAU mempunyai sifat yang
kurang lebih sama dengan DRD karena
akan diterimakan secara rutin setiap bulan.

bahwa banyak daerah yang mengalami
penurunan
dengan

penerimaan

dibandingkan

tahun-tahun

sebelumnya,

sementara beberapa daerah mengalami
lonjakan penerimaan yang luar biasa.
Untuk

menghindari

pengaruh

negatif,

misalnya kesenjangan antar daerah yang
justru semakin lebar, maka digunakan
factor

penyeimbang.

Pendekatan

atas

factor penyeimbang dilakukan dengan
memperhitungkan Dana Rutin Daerah
(DRD) dan Dana Pembangunan Daerah
(DPD) untuk masing-masing daerah yang
diterima tahun sebelumnya.

(DRD)

Pembangunan

dan/atau

Daerah

(DPD)

faktor penyeimbang adalah :

Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah telah melakukan evaluasi terhadap
formula DAU tahun 2001 dan telah
membuat formula baru untuk DAU tahun
2002, berbeda dengan model DAU tahun
2001, dalam formula alokasi DAU tahun
2002 setiap variabel memiliki bobot yang
tidak sama. Dengan memiliki bobot yang
berbeda diharapkan alokasi DAU tahun
2002 dapat memenuhi tujuan pemerataan
fiskal antar daerah.
Beberapa

Alasan digunakan Dana Rutin
Daerah

Departemen Keuangan melalui

Dana
sebagai

kebijakan

yang

digunakan dalam formulasi DAU tahun
2002 (Kadjatmiko, 2001) adalah :
a.
Formula
DAU
tetap
menggunakan pendekatan fiscal gap, yaitu
31

Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36

fiscal needs dibandingkan dengan fiscal
capacity.

pendekatan kinerja adalah suatu system

b.
Identifikasi
variablevariabel yang dipertimbangkan dalam
formulaDAU tetap mengacu Undangundang nomor 25 tahun 1999 dan
memberikan variable tambahan atau
merupakan penyempurnaan dari variable
formula DAU dalam Peraturan Pemerintah
nomor 104 tahun 2000.

pencapaian hasil (kinerja) atau output

anggaran yang mengutamakan pada upaya

perencanaan alokasi biaya atau input yang
ditetapkan. Dalam struktur APBD yang
baru Sisa Lebih Perhitungan APBD Tahun
Lalu dan Pinjaman (Utang) tidak lagi
dimasukkan sebagai unsure penerimaan
daerah, akan tetapi dimasukkan sebagai

c.
Formula
DAU
harus
sederhana,
mudah
dipahami
dan
dimengerti, sehingga pemerintah daerah
diharapkan dapat menghitung sendiri
alokasi DAU yang akan diterima.

pembiayaan daerah. Dengan struktur baru
tersebut akan lebih mudah mengetahui
surplus

atau

meningkatkan

defisit,
transparansi

sehingga
informasi

d.
Akurasi data yang akan
digunakan untuk penghitungan DAU harus
menjadi perhatian utama.

anggaran kepada masyarakat (public),

Dalam formulasi DAU tahun

yaitu post “Pembiayaan”. Pembiayaan

2002 masih diperlukan adanya suatu

adalah transaksi keuangan daerah yang

mekanisme faktor penyeimbang untuk

dimaksudkan untuk menutup selisih antara

menjaga

kebutuhan

Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah.

minimum suatu daerah, namun demikian

Pemerintah daerah juga dimungkinkan

keberadaan factor penyeimbang dalam

untuk membentuk dana cadangan. Dengan

perhitungan DAU tahun 2002 diharapkan

demikian anggaran tidak harus dihabiskan

mengalami

dapat

selama tahun anggaran bersangkutan, akan

menonjolkan formula DAU itu sendiri,

tetapi dapat ditransfer ke dalam dana

diharapkan di masa yang akan datang

cadangan.

tercukupinya

penurunan

sehingga

apabila terjadi deficit anggaran, untuk
menutupnya disediakan pos tambahan

keberadaan factor penyeimbang tersebut
semakin kecil peranannya dan bahkan

Untuk

meningkatkan

local

discretion dalam rangka penyelenggaraan

tidak ada lagi.(Mardiasmo, 2004: 159)

otonomi daerah dan desentralisasi fiskal,
Anggaran
Belanja

Daerah

otonomi
pendekatan
32

daerah

Pendapatan
(APBD)

dan

pemerintah daerah perlu meningkatkan

era

kapasitas fiskal daerah (fiscal capacity).

dengan

Salah satu hal yang perlu dilakukan

dengan

pemerintah

dalam

disusun

kinerja. Anggaran

daerah

dalam

rangka

Lestariningsih :Pengelolaan Penerimaan Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal Dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah

meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan

proporsional yang diwujudkan dengan

menutup kesenjangan fiskal (fiscal gap)

pengaturan, pembagian dan pemanfaatan

adalah

pembenahan

sumber daya nasional yang berkeadilan

penerimaan

serta perimbangan keuangan pemerintah

pengelolaan/manajemen

pusat dan daerah. Tujuan penyelenggaraan

melalui

pengelolaan/manajemen
daerah.

Aspek

penerimaan

daerah

yang

dioptimalkan

perlu
meliputi

otonomi

daerah

pada

era

reformasi

sekarang lebih menekankan pada prinsip-

manajemen/pengelolaan Pendapatan Asli

prinsip

demokratisasi,

peran

Daerah dan pengelolaan/manajemen Dana

masyarakat, pemerataan dan keadilan serta

Alokasi Umum. Dalam era otonomi daerah

memperhatikan

dan des

keanekaragaman daerah.

potensi

serta

dan

Asas desentralisasi penuh kepada
daerah kabupaten dan kota berimplikasi

Kesimpulan

pada penyelenggaraan otonomi daerah
secara luas, nyata dan bertanggung jawab.
Penyelenggaraan otonomi daerah
pada

masa

sekarang

lebih

dipahami

Otonomi

daerah

secara

luas

berarti

penyerahan kewenangan daerah mencakup

sebagai hak yaitu hak masyarakat daerah

kewenangan

untuk

mengelola

pemerintahan, kecuali kewenangan dalam

serta

bidang politik luar negeri, pertahanan dan

mengembangkan potensi dan sumber daya

keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,

daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah

agama serta kewenangan bidang lain.

yang dimaksudkan agar dapat mendorong

Kewenangan bidang lain dimaksudkan

untuk memberdayakan masyarakat serta

adalah

menumbuhkan prakarsa dan kreativitas,

pembangunan

meningkatkan peran serta masyarakat dan

perimbangan

juga mengembangkan peran dari fungsi

administrasi

Dewan

perekonomian negara, pembinaan dan

mengatur

kepentingannya

dan
sendiri

Perwakilan

Rakyat

Daerah

(DPRD).

dilaksanakan
kewenangan

perencanaan

pemberdayaan

Penyelenggaraan otonomi daerah
dengan
yang

luas,

dalam

seluruh

dan

nasional

pengendalian

secara

keuangan,
negara

sumber

bidang

dan

daya

makro,
sistem
lembaga

manusia,

pendayagunaan sumber daya alam serta

memberikan

teknologi tinggi yang strategis, konservasi

nyata

dan standardisasi nasional.

dan

bertanggung jawab kepada daerah secara
33

Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 15 – 36

Manajemen/pengelolaan

penerimaan

APBD

dan

sebagai

keuangan daerah sangat dipengaruhi oleh

konsekuensinya jumlah penerimaan akan

Undang-undang Nomor 32 tahun 2004

membesar, oleh karena itu harus diikuti

maupun Undang-undang Nomor 33 tahun

dengan manajemen /pengelolaan keuangan

2004, karena hal ini berkaitan erat dengan

daerah yang efisien dan efektif, juga

konsep otonomi dan desentralisasi yang

disertai dengan peningkatan sumber daya

pada hakekatnya memberikan kekuasaan,

manusia, tak kalah penting juga harus

kewenangan dan keleluasaan (diskresi)

diikuti dengan pemberian wewenang dan

kepada

keleluasaan

pemerintahan

daerah

guna

yang

lebih

besar

untuk

mengatur dan menetukan penggunaan dana

mengatur dan menentukan penggunaan

untuk melaksanakan urusan wajib dan

dana

urusan pilihan yang telah ditetapkan dalam

penerimaan daerah harus dilakukan secara

peraturan daerah. Seperti telah diterangkan

cermat, tepat dan hati-hati. Pemerintah

di

daerah hendaknya dapat menjamin bahwa

depan

bahwa

untuk

membiayai

pelaksanaan

asas

desentralisasi

pembiayaan

kegiatan-kegiatan

tersebut.

Pengelolaan/manajemen

maka

semua potensi penerimaan telah terkumpul

tersebut

dan dicatat ke dalam sistem akuntansi

bersumber dari APBD. Sumber-sumber

pemerintah

pokok keuangan daerah terdiri dari PAD

pemerintah daerah perlu memiliki sistem

dan Dana Perimbangan yang terdiri dari

pengendalian

DAU dan DAK, sedangkan besarnya Dana

menjamin

ditaatinya

Perimbangan

kebijakan

struktur dan proporsi pengeluaran dan

ditetapkan.

penerimaan pada APBD.

meneliti

akan

berimplikasi

pada

Konsekuensi dari otonomi daerah
adalah terjadinya perpindahan arus uang
dari pusat ke daerah yang berarti terjadi
suatu

pergeseran

anggaran

yang

sebelumnya dikelola oleh pemerintah pusat
menjadi anggaran yang dikelola oleh
daerah sehubungan dengan pembagian
kewenangan

antara

pemerintah

pusat

daerah.

yang

Dalam

hal

memadai

ini

untuk

prosedur

dan

manajemen

yang

telah

Pemerintah

daerah

perlu

dengan

seksama

adakah

penerimaan yang tidak disetor ke dalam
kas pemerintah daerah dan kemungkinan
penyalahgunaan oleh petugas di lapangan.
Perlu juga diperhatikan dan diteliti pada
masyarakat yang tidak membayar pajak
dan

pemberian

sanksi

atas

tindakan

penggelapan pajak.
Disamping itu perlu dilakukan

dengan pemerintah daerah. Hal tersebut

penyederhanaan

berimplikasi

tetapi ditingkat prosed