PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBANTUAN VIRTUAL LABORATORY PADA KOMPETENSI KEAHLIAN TEKNIK PEMESINAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Penjelasan Istilah ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Belajar dan Pembelajaran ... 10

1. Teori Belajar ... 10

2. Pembelajaran Terprogram (Programmed Instruction) ... 12

B. Teknologi Pembelajaran (Instructional Technology) ... 14

C. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi ... 20

D. E-learning ... 23

E. Laboratorium Virtual (Virtual Lab) ... 24


(2)

G. Efektivitas Pembelajaran Berbantuan Virtual Lab ... 31

H. Kerangka Penelitian ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. Desain Penelitian ... 35

B. Populasi dan Sampel penelitian ... 37

C. Teknik Pengumpulan Data ... 38

D. Instrumen Penelitian ... 41

E. Validitas Instrumen ... 46

1. Validitas Data ... 46

2. Validitas Produk ... 47

F. Teknik Analisis Data ... 49

G. Tahapan Penelitian ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 55

A. Deskripsi Eksplorasi Model Empirik ... 55

1. Kondisi Sarana dan Prasarana ... 55

2. Kondisi Siswa ... 58

3. Kondisi Proses Belajar Mengajar ... 59

B. Deskripsi Model Konseptual ... 60

1. Model yang digunakan ... 60

a. Desain Sistem Pembelajaram ... 61

b. Desain Konten Pembelajaran ... 67


(3)

3. Validitas Empirik ... 72

a. Siklus Pertama ... 72

b. Siklus Kedua ... 75

c. Siklus Ketiga ... 79

4. Efektivitas pembelajaran berbantuan V-Lab ... 82

a. Deskripsi Efektivitas Program ... 82

b. Deskripsi Efektivitas Pembelajaran ... 82

C. Pembahasan ... 84

1. Kebutuhan Sekolah Terhadap Model Pembelajaran Berbasis Virtual lab ... 84

2. Desain Virtual lab yang Sesuai dengan Kebutuhan Sekolah ... 88

a. Desain Sistem Virtual lab ... 88

b. Desain Konten Pembelajaran Virtual lab ... 96

3. Efektivitas Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Virtual lab ... 99

BAB IV PENUTUP ... 107

A. Kesimpulan ... 107

B. Implikasi ... 108

C. Saran ... 108


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Evaluasi Materi 1 ... 42

Tabel 3.2 Kisi-kisi Evaluasi Materi 2 ... 42

Tabel 3.3 Kisi-kisi Evaluasi Materi 3 ... 43

Tabel 3.4 Kisi-kisi Angket Efektivitas Pembelajaran ... 43

Tabel 3.5 Skor Data Angket ... 51

Tabel 3.6 Kriteria Interpretasi Skor ... 52

Tabel 4.1 Kondisi Fasilitas BPPTKPK ... 55

Tabel 4.2 Kondisi Fasilitas Sekolah ... 56

Tabel 4.3 Kondisi Pemahaman Siswa ... 58

Tabel 4.4 Kondisi PBM di BPPTKPK ... 59

Tabel 4.5 Kondisi PBM di SMK Negeri 2 Bandung ... 60

Tabel 4.6 Data Angket Sistem Virtual Lab pada Siklus Pertama ... 73

Tabel 4.7 Data Angket Konten Virtual Lab pada Siklus Pertama ... 74

Tabel 4.8 Data Pencapaian Kompetensi pada Siklus Pertama ... 75

Tabel 4.9 Data Angket Sistem Virtual Lab pada Siklus Kedua ... 77

Tabel 4.10 Data Angket Konten Virtual Lab pada Siklus Kedua ... 77

Tabel 4.11 Data Pencapaian Kompetensi pada Siklus Kedua ... 78

Tabel 4.12 Data Angket Sistem Virtual Lab pada Siklus Ketiga ... 80

Tabel 4.13 Data Angket Konten Virtual Lab pada Siklus Ketiga ... 81


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale ... 15

Gambar 2.2 Domain Teknologi Pembelajaran ... 16

Gambar 2.3 Hubungan Antar Domain Teknologi Pembelajaran ... 17

Gambar 4.1 Halaman Akses (Login) Virtual Lab ... 62

Gambar 4.2 Pengaturan Akun Siswa ... 63

Gambar 4.3 Form Isian Datan Siswa ... 63

Gambar 4.4 Daftar Nilai Siswa ... 64

Gambar 4.5 Daftar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 65

Gambar 4.6 Daftar Materi Pelajaran dan Evaluasi ... 65

Gambar 4.7 Soal Pra Evaluasi dan Post Evaluasi ... 66

Gambar 4.8 Forum Diskusi Antar Siswa ... 66

Gambar 4.9 Deskripsi Kompetensi ... 67

Gambar 4.10 Materi Pelajaran Berbentuk Teks ... 68

Gambar 4.11 Materi Pelajaran Berbentuk Gambar Interaktif ... 69

Gambar 4.12 Materi Pelajaran Berbentuk Animasi Interaktif ... 69

Gambar 4.13 Soal-soal Latihan Interaktif ... 70

Gambar 4.14 Koneksi Komputer Menggunakan HUB ... 73

Gambar 4.15 Koneksi Komputer Klien dengan Komputer Server ... 76

Gambar 4.16 Efektivitas Program ... 82

Gambar 4.17 Nilai Rata-rata Siswa ... 83

Gambar 4.18 Rata-rata Pencapaian Kompetensi Siswa pada Siklus 1 ... 83

Gambar 4.19 Rata-rata Pencapaian Kompetensi Siswa pada Siklus 2 ... 84


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 112

Lampiran 2 Kelengkapan Pelaksanaan Eksperimen ... 128

Lampiran 3 Data-data Hasil Penelitian ... 134


(7)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan kejuruan adalah pendidikan khusus yang direncanakan untuk menyiapkan peserta didik guna memasuki dunia kerja, serta mengembangkan sikap profesional di bidang-bidang profesi tertentu. Lulusan pendidikan kejuruan diharapkan menjadi manusia produktif yang mampu bersaing di pasar bebas. Pendidikan kejuruan menurut The United State Congress adalah:

Vocational education as organized educational programs which are directly related to the preparation of individuals for paid or unpaid employement, or for additional preparation for a career requiring other than a baccalureate or advanced degree. (Calhoun dan Finch, 1982:2) Definisi di atas mempunyai makna, bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu program yang secara langsung dihubungkan dengan persiapan individu sebagai calon pemegang jabatan pekerjaan, atau berhubungan dengan penambahan persiapan untuk pengembangan karier seseorang. Dengan demikian pendidikan kejuruan diprogramkan untuk membekali peserta didik dengan berbagai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Calhoun dan Finch (1982:64) bahwa “Vocational education provides the skills and knowledge valuable in the labor market”.

Tujuan pendidikan menengah kejuruan di Indonesia adalah untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjut sesuai


(8)

dengan kejuruannya (Permendiknas nomor 22 tahun 2006). Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja, bukan hanya dunia kerja yang terstruktur di dalam industri besar, melainkan juga pada sektor usaha informal yang membutuhkan kemandirian kerja (PP nomor 29 tahun 1990). Oleh karena itu, kurikulum SMK menekankan pada pemberian bekal kemampuan daya sesuai dan berorientasi pada kebutuhan pemakai tamatan (demand driven). Melalui kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), guru atau pendidik diberi keleluasaan untuk mendesain pembelajaran baik dari segi materi, metode, media, sistem evaluasi dan model pembelajaran yang selaras dengan kondisi perkembangan kebutuhan dunia industri atau dunia usaha.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMK dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah yang mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut.

(1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya;

(2) Beragam dan terpadu;

(3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

(4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan; (5) Menyeluruh dan berkesinambungan; (6) Belajar sepanjang hayat, dan

(7) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. (Depdiknas, 2009)

Prinsip tersebut mengindikasikan bahwa proses pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru (teacher center), pembelajaran hendaknya berpusat pada siswa (student center). Siswa diberi kesempatan untuk belajar sesuai dengan kemampuannya, hingga menguasai bahan ajar (kompetensi) secara menyeluruh


(9)

dan berkesinambungan (mastery learning). Guru bertugas menciptakan lingkungan belajar dan membimbing siswa dalam belajar.

Pelaksanaan KTSP masih menemui banyak kendala terutama pada kesiapan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana yang dimiliki SMK. Berdasarkan pengamatan di SMK Negeri 2 Bandung, pembelajaran pada mata pelajaran produktif kompetensi keahlian teknik pemesinan secara umum menggunakan metode ceramah, demontrasi dan penugasan. Kegiatan pembelajarannya meliputi, (1) guru menyampaikan materi (2) guru melakukan demontrasi pada materi-materi praktek (3) guru memberikan tugas praktek dengan berpedoman pada gambar kerja dan (4) guru memeriksa hasil pekerjaan siswa. Prinsip pembelajaran tersebut masih menganut pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center) karena peserta didik kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi dan kreativitasnya. Hal ini bertentangan dengan salah satu prinsip KTSP yaitu pembelajaran yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.

Berdasarkan kondisi sarana dan parasarana praktek Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan, SMK Negeri 2 Bandung merupakan sekolah yang tidak memiliki sarana praktek sendiri. Dalam pelaksanaan prakteknya, SMK Negeri 2 Bandung bekerja sama dengan Balai Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Kejuruan (BPPTKPK) Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan pengamatan, fasilitas praktek pemesinan untuk setiap kelasnya


(10)

terdiri dari mesin bubut 10 buah, mesin frais 1 buah dan mesin skrap 1 buah. Menurut Wakasek bidang kurikulum SMK Negeri 2 Bandung, untuk jumlah peserta didik 40 orang per kelas fasilitas tersebut sudah cukup memadai, tetapi berdasarkan tuntutan kompetensi, kondisi bengkel di BPPTKPK kurang memungkinkan untuk memberikan pembekalan teori-teori dasar teknik pemesinan sebelum siswa melaksanakan praktek. Padahal jika melihat struktur kurikulum, pemberian teori-teori yang mendasari pelaksanaan praktek tidak terpisahkan dari standar kompetensinya.

Pendekatan pembelajaran individual (individual learning) merupakan salah satu alternatif dalam kurikulum berbasis kompetensi (Ana, Adam 1995:7). Pendekatan pembelajaran individual memiliki ciri yang sama yakni perhatian akan perbedaan individual di kalangan siswa dan usaha untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan itu melalui:

(1) Lebih mengutamakan proses belajar daripada mengajar, (2) Merumuskan tujuan yang jelas,

(3) Mengusahakan partisipasi aktif siswa,

(4) Menggunakan banyak feedback atau balikan dan evaluasi,

(5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk maju dengan kecepatan masing-masing.

(Nasution, 2010:58)

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk memenuhi perbedaan individual dalam proses belajar mengajar antara lain melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi (Information and Comunication Technology). Menurut Warsita (2008:137) yang dimaksud dengan pemanfaatan TIK adalah “segala bentuk penggunaan atau pemanfaatan komputer dan internet untuk


(11)

pembelajaran”. Pemanfaatan TIK pada mata pelajaran produktif bisa sebagai bahan pengayaan, pengenalan dasar kompetensi, pendalaman materi dan pembelajaran inti (praktek virtual). Hal tersebut tergantung dari kebutuhan sekolah sesuai dengan kondisi fasilitas pembelajaran, kondisi guru, kondisi siswa dan kondisi proses belajar mengajar.

Sebagian besar aktifitas pembelajaran pada mata pelajaran produktif dilaksanakan di laboratorium. Proses pembelajaran di laboratorium dengan pemanfaatan TIK sering disebut dengan istilah virtual laboratory (Virtual Lab). Virtual lab merupakan salah satu sistem pembelajaran yang berwujud piranti lunak komputer yang dirancang agar seseorang dapat melakukan aktifitas-aktifitas praktikum seperti halnya mereka melakukan praktikum di laboratorium sebenarnya. Salah satu learning content yang dapat diterapkan melalui virtual lab adalah multimedia interaktif. Menurut Warsita (2008:154) “Multimedia interaktif dapat didefinisikan sebagai kombinasi dari berbagai media yang dikemas (diprogram) secara terpadu dan interaktif untuk menyajikan pesan pembelajaran tertentu”. Multimedia interaktif memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan media lainnya diantaranya: (Warsita, 2008:155)

(1) Fleksibel dalam pemberian kesempatan untuk memilih isi setiap mata pelajaran yang disajikan.

(2) Self-pacing yaitu bersifat melayani kecepatan belajar peserta didik. (3) Content-rich yaitu bersifat kaya isi.

(4) Interaktif yaitu bersifat komunikasi dua arah.

(5) Individual yaitu bersifat melayani kebutuhan belajar individu peserta didik.

Dengan demikian pemanfaatan multimedia interaktif melalui virtual lab sesuai dengan pendekatan pembelajaran individual (individual learning).


(12)

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya pemanfaatan multimedia interaktif melalui virtual lab dapat membantu siswa dalam pembelajaran secara individual. Beberapa hasil penelitian-penelitian tersebut memberi kesimpulan sebagai berikut:

(1) Pembelajaran berbasis Virtual Lab sangat efisien, menghemat biaya dan menjadi alternatif standarisasi pelatihan industri (standard factory training) (Fuhua LIN, et al. : 1997).

(2) Lingkungan pembelajaran yang bermedia teknologi (model pembelajaran MMI) dapat meningkatkan nilai para siswa (konsep), sikap mereka terhadap belajar, dan evaluasi dari pengalaman belajar mereka (Hendrawan dan Yudhoatmojo : 2001).

(3) Siswa merasa tertolong dengan penggunaan model pembelajaran multimedia interaktif (MMI) dalam hal memvisualisasikan konsep-konsep yang bersifat abstrak menjadi lebih konkret (Lee, Nicoll, dan Brooks: 2005). Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengembangkan pembelajaran berbantuan virtual laboratory pada Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan di Sekolah Menengah Kejuruan. Penelitian ini dibatasi pada Kompetensi Dasar mempersiapkan alat potong mesin bubut Standar Kompetensi bekerja dengan mesin bubut di SMK Negeri 2 Bandung.


(13)

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini yaitu adanya keterbatasan dalam penyampaian materi-materi dasar kompetensi mata pelajaran Produktif pada Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan dan prinsip pembelajaran yang masih berorientasi pada guru (teacher center), sehingga perlu dikembangkan model pembelajaran berbantuan virtual lab. Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kebutuhan sekolah terhadap pembelajaran berbantuan Virtual Lab pada Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan.

2. Bagaimana desain pembelajaran berbantuan Virtual Lab pada mata Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan.

3. Bagaimana efektivitas pelaksanaan pembelajaran berbantuan Virtual Lab pada Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan.

C. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kebutuhan sekolah terhadap pembelajaran berbantuan Virtual Lab pada Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan.

2. Membuat desain program pembelajaran berbantuan Virtual Lab pada Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan,

3. Menganalisis efektivitas pelaksanaan pembelajaran berbantuan Virtual Lab pada Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan.


(14)

D. Penjelasan Istilah

1. Virtual laboratory merupakan salah satu learning content yang berwujud piranti lunak komputer yang dirancang agar seseorang dapat melakukan aktifitas-aktifitas praktikum seperti halnya mereka melakukan praktikum di laboratorium sebenarnya (Lin, Hun and Su, 1997). Virtual lab merupakan bagian dari Virtual School System.

Virtual School System merupakan salah satu e-learning lengkap yang terdiri dari bahan ajar, administrasi, instruktur (guru) dan siswa.

E-learning dapat didefinisikan secara luas sebagai penggunaan berbagai teknologi web dan internet untuk menciptakan lingkungan belajar (Horton, 2003:13). Konten e-learning atau konten Virtual Lab bisa dalam bentuk Multimedia-based Content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau Text-based Content (konten berbentuk teks) (Wahono, 2009).

Multimedia interaktif dapat didefinisikan sebagai kombinasi dari berbagai media yang dikemas (diprogram) secara terpadu dan interaktif untuk menyajikan pesan pembelajaran tertentu (Warsita, 2008:154).

2. Mata pelajaran Produktif merupakan salah satu mata pelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan yang membekali peserta didik dengan beragam kompetensi kejuruan sesuai kompetensi keahliannya (Depdiknas, 2008). 3. Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan merupakan salah satu kompetensi

keahlian pada Program Studi Keahlian Teknik Mesin, Bidang Studi Keahlian Teknologi dan Rekasaya (Depdiknas, 2008).


(15)

E. Sistematika Penulisan

Penyusunan sistematika penulisan dapat memudahkan dalam mengerjakan penulisan tesis ini. Penulis mengambil sistematika penulisan dengan ruang lingkup meliputi bab 1 yang menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah dan sistematika penulisan. Bab 2 menjelaskan hasil kajian teoritis yang berkaitan dengan pembelajaran berbasis virtual lab yang meliputi teori pembelajaran, teknologi pembelajaran, teknologi informasi dan komunikasi, multimedia pembelajaran interaktif, laboratorium virtual dan kerangkan penelitian. Bab 3 menjelaskan desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, uji validitas, teknik pengumpulan data dan prosedur penelitian. Bab 4 menjelaskan hasil penelitian yang meliputi deskripsi eksplorasi model empirik, dan deskripsi model konseptual serta pembahasan terhadap hasil penelitian. Bab 5 berisi kesimpulan tentang hasil penelitian dan saran atau rekomendasi bagi para pengguna hasil penelitian.


(16)

35 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Action Research (penelitian tindakan). Penelitian tindakan digunakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Pengertian ini sesuai dengan pendapat Stringer, E.T (2007:1) yang menyatakan “Action research is a systematic approach to investigation that enables people to find effective solution to problems they confront in their everyday lives”. Definisi lain dikemukakan oleh Kemmis dan McTaggart (McPherson dan Nunes, 2004:7-8) dan (Norton, 2009:52) yang menyatakan bahwa:

Action research is a form of collective, self-reflective inquiry undertaken by participants in social situations in order to improve the rationality and justice of their own social or educational practices, as well as their understanding of these practices and the situations in which these practices are carried out. Penelitian tindakan merupakan bentuk penelitian refleksif diri kolektif yang dilakukan oleh peserta-pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktek pendidikan dan praktek sosial mereka serta pemahaman mereka terhadap praktek-praktek mereka dan terhadap situasi tempat praktek-praktek tersebut dilakukan. Penelitian tindakan merupakan bentuk penelitian yang memungkinkan para praktisi dapat meneliti dan memeriksa pekerjaannya. McNiff dan Whitehead (2006:7) menyatakan bahwa:

Action research is a form of enquiry that enables practitioners everywhere to investigate and evaluate their work. They ask, ‘What am I doing? What do I need to improve? How do I improve it?.


(17)

Pengertian tersebut mempunyai makna bahwa para praktisi sebagai peneliti dapat meneliti pekerjaannya dengan berpedoman pada tiga pertanyaan pokok yaitu apa yang sedang saya kerjakan, apa yang saya butuhkan untuk pengembangan dan bagaimana saya melakukan pengembangan itu.

Berdasarkan ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan berkaitan erat dengan praktek di lapangan dalam situasi alami. Penelitinya adalah pelaku praktik itu sendiri dan sebagai pengguna langsung hasil penelitiannya. Lingkup penelitiannya sangat terbatas dan ditujukan untuk melakukan perubahan guna mencapai perbaikan praktek secara berkelanjutan.

Tahapan penelitian tindakan menurut Deborah South (Syaodih, 2009:146) menggunakan model spiral dialektik yang terdiri atas empat langkah yaitu identifikasi masalah, pengumpulan data, analisis dan interpretasi data dan perencanaan tindakan. Sedangkan tahapan penelitian tindakan menurut Stringer, E.T (2007:8) berupa siklus yang terdiri dari tiga aspek yaitu look (melihat), think (berfikir) dan act (berbuat).

(1) Look (melihat) yaitu kegiatan untuk memahami permasalahan melalui pengumpulan data dan mendeskripsikan situasi.

(2) Think (berfikir) yaitu kegiatan menganalisis apa yang terjadi dan menginterpretasikan bagaimana dan mengapa hal itu terjadi.

(3) Act (berbuat) yaitu melakukan perencanaan solusi, melaksanakan dan mengevaluasinya.

Kegiatan tersebut dapat dilakukan berulang-ulang, artinya hasil dari pelaksanaan program (Act) dapat dijadikan acuan dalam perencanaan selanjutnya (Look). Hal ini dapat digambarkan seperti pada gambar 3.1.


(18)

Gambar 3.1 Interaksi Spiral Action Research (Stringer, E.T, 2007:8)

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah sejumlah orang atau benda yang dijadikan objek penelitian atau sumber data. Sugiyono (2009:80) mengemukakan bahwa:

Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Sedangkan menurut Reksoatmodjo (2009:4) “populasi adalah kelompok objek dengan ukurannya tak terhingga (infinite) yang karakteristiknya dikaji melalui sampling”. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa pada kompetensi keahlian Teknik Pemesinan, program studi keahlian Teknik Mesin, bidang studi Teknologi dan Rekayasa di SMK Negeri 2 Bandung tahun pembelajaran 2010/2011 sebanyak 294 orang yang terbagi dalam 8 (sembilan) kelas.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti. Sugiyono (2009:81) mengemukakan bahwa “Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik


(19)

yang dimiliki oleh populasi”. Sedangkan menurut Reksoatmodjo (2009:4) “Sampel adalah sekelompok objek yang dikaji, yang dipilih secara acak (random) dari kelompok objek yang lebih besar yang memiliki karakteristik yang sama”. Pengambilan sampel tergantung dari banyaknya populasi, kondisi populasi serta faktor lain yang mempengaruhi penelitian termasuk jenis metode penelitian yang digunakan. Data yang diambil bersifat kualitatif, sehingga berbeda dengan penelitian kuantitatif pemilihan sampel dalam penelitian kualitatif berdasarkan purposeful sampling. Stringer, E.T (2007:43) menyatakan “...but qualitative and action research studies require a different process, often called purposeful sampling, that consciously select people on the basis of a particular set of attributes.

Pengertian metode purposive sampling menurut Sugiyono (2009:218) adalah “teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan”. Berdasarkan metode tersebut maka sampel sumber data yang diambil pada pengumpulan data sebanyak tiga kelas yang digunakan pada siklus kesatu, siklus kedua dan siklus ketiga. Pemilihan kelas didasarkan pada rekomendasi dari Wakil kepala sekolah bidang kurikulum SMK Negeri 2 Bandung sesuai dengan tujuan penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Walcott (Syaodih, 2009:150) ada tiga kelompok teknik pengumpulan data yang disebut sebagai strategi pekerjaan lapangan primer yaitu


(20)

pengalaman (experiencing), pengungkapan (enquiring) dan pengujian (examining). Berdasarkan metode penelitian, intrumen pengumpul data yang digunakan dalam pengembangan model pembelajaran berbantuan virtual laboratory adalah sebagai berikut:

(1) Dokumentasi

Dokumentasi termasuk ke dalam kelompok teknik pengumpulan data berdasarkan pengujian (examining). Studi dokumentasi adalah pengumpulan data melalui dokumen-dokumen yang relevan dengan tujuan penelitian. Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi kurikulum, silabus kompetensi kejuruan, pedoman pembuatan RPP, data siswa, data sarana dan prasarana praktikum, data guru dan sebagainya. (2) Observasi

Observasi termasuk ke dalam kelompok teknik pengumpulan data berdasarkan pengalaman (experiencing). Observasi adalah pengamatan langsung para pembuat keputusan berikut lingkungan fisiknya dan atau pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang berjalan. Menurut Syaodih, (2009:152 ) ada beberapa variasi bentuk observasi yang dilakukan peneliti, yaitu:

(1) Observasi partisipatif, peneliti melakukan observasi sambil ikut serta dalam kegiatan yang sedang berjalan.

(2) Observasi khusus, observasi dilakukan ketika peneliti melakukan tugas khusus umpamanya memberikan bimbingan.

(3) Observasi pasif, peneliti hanya bertindak sebagai pengumpul data, mencatat kegiatan yang sedang berjalan.


(21)

Lembar Observasi digunakan untuk memperoleh data berdasarkan kondisi yang terjadi di lapangan pada saat pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbantuan virtual laboratory yang meliputi aktifitas peserta didik, fasilitas yang digunakan, sikap peserta didik dan pencapaian kompetensi.

(3) Angket

Angket termasuk ke dalam kelompok teknik pengumpulan data berdasarkan pengungkapan (enquiring). Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak secara langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen atau alat pengumpul datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Angket digunakan untuk mengukur efektivitas produk (model pembelajaran berbantuan virtual laboratory).

(4) Wawancara

Wawancara termasuk ke dalam kelompok teknik pengumpulan data berdasarkan pengungkapan (enquiring). Wawancara merupakan suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara ini digunakan bila ingin mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah responden sedikit. Wawancara digunakan untuk memperolah data tetang kebutuhan sekolah terhadap virtual laboratory.


(22)

(5) Tes Prestasi

Tes termasuk ke dalam kelompok teknik pengumpulan data berdasarkan pengungkapan (enquiring). Tes sebagai instrumen pengumpul data adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu. Tes prestasi (Achievement test) adalah tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu. Tes prestasi digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk test (evaluasi), dan angket. Test digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi dan angket digunakan untuk mengukur efektivitas penggunaan virtual lab. Test merupakan bagian tak terpisahkan dari produk (program virtual laboratory), sedangkan angket merupakan lembar terpisah yang diberikan setelah pembelajaran. Konten virtual lab dibuat dalam tiga modul atau materi yaitu (1) karakteristik alat potong mesin bubut, (2) macam-macam alat potong mesin bubut dan (3) cara memasang alat potong mesin bubut. Kisi-kisi test untuk setiap modul ditunjukkan pada tabel 3.1, tabel 3.2 dan tabel 3.3. Angket efektifitas pembelajaran ditinjau dari segi sistem virtual lab dan konten virtual lab. Kisi-kisi angket efektivitas pembelajaran ditunjukan pada tabel 3.4.


(23)

Tabel 3.1 Kisi-kisi Evaluasi Materi 1

Kompetensi Dasar Indikator Item Soal

1. Memahami karakteristik alat potong mesin bubut

1. Memahami bahan yang digunakan untuk alat potong.

1, 2

2. Memahami kemampuan paha bubut

HSS 3, 4

3. Memahami kemampuan paha bubut Karbida

5, 6

4. Memahami sudut-sudut atau bidang asah pahat bubut

7, 8

5. Memahami besarnya sudut-sudut pahat bubut untuk setiap jenis bahan benda kerja

9, 10

Tabel 3.2 Kisi-kisi Evaluasi Materi 2

Kompetensi Dasar Indikator Item Soal

2. Memahami macam-macam alat potong mesin bubut

1. Memahami semua jenis alat potong mesin bubut

1, 2

2. Memahami perbedaan penggunaan pahat bubut luar dan pahat bubut dalam

3, 4,5

3. Memahami perbedaan pahat bubut berdasarkan fungsi pemotongan

6, 7

4. Memahami fungsi dari setiap jenis alat potong mesin bubut


(24)

Tabel 3.3 Kisi-kisi Evaluasi Materi 3

Kompetensi Dasar Indikator Item Soal

3. Memahami cara memasang alat potong mesin bubut

1. Memahami cara memasang pahat bubut HSS pada rumah pahat

1, 2

2. Memahami cara memasang pahat

bubut HSS pada pemegang pahat 3, 4 3. Memahami cara memasang pahat

bubut Karbida.

5, 6, 7

4. Memahami letak pemasangan pahat bubut serta pengaruhnya terhadap proses pembubutan

8, 9, 10

Tabel 3.4 Kisi-kisi Angket Efektivitas Pembelajaran

Kriteria Efektivitas Item

Soal 1. Sistem Virtual Lab

a. Kemudahan dalam penggunaan

- Siswa dapat membuka program v-lab dengan mudah 1 - Siswa dapat memilih materi pelajaran sesuai

keinginannya 4

- Siswa dapat membuka test (pra evaluasi dan post

evaluasi) dengan mudah. 16

- Perintah-perintah dalam program v-lab sederhana dan

mudah dioperasikan. 23

b. Koneksi atau kecepatan akses

- Setelah Login dengan mengisi Nama Pengguna dan Kata

Sandi, program dapat terbuka dengan cepat. 2 - Setiap memilih materi pelajaran, isi materi pelajaran

dapat terbuka dengan cepat. 5

- Saat memilih pra evaluasi dan post evaluasi, soal terbuka


(25)

Kriteria Efektivitas Item Soal c. Interaksi siswa dalam virtual lab

- Siswa dapat belajar secara mandiri melalui program v-lab

tanpa bantuan orang lain. 25

- Melalui program v-lab siswa dapat berdiskusi dengan

teman se-kelas. 26

- Selama belajar program v-lab, siswa tidak banyak

melakukan kegiatan mengetik. 28

d. Balikan dan penguatan

- Setiap selesai test (pra evaluasi dan post evaluasi), siswa

dapat melihat hasil test secara langsung. 18 - Siswa dapat mengulangi test (pra evaluasi dan post

evaluasi) jika test sebelumnya belum lulus. 19 - Siswa dapat melihat semua hasil test pada Nilai Siswa. 20 e. Keamanan program

- Siswa tidak bisa merubah (mengedit) program v-lab baik materi pelajaran, soal latihan maupun soal test (pra evaluasi dan post evaluasi)

31

- Jika siswa salah mengoperasikan program v-lab yang menyebabkan program error, saya masih dapat membuka program v-lab dengan baik.

32

f. Motivasi belajar siswa

- Melalui program v-lab, siswa merasa pembelajaran

menjadi lebih menyenangkan. 29

- Siswa merasa termotivasi untuk belajar mesin bubut,

setelah saya belajar melalui program v-lab. 30 2. Konten Virtual lab

a. Keterbacaan materi pelajaran - Keterbacaan Teks

- Teks yang ditampilkan dalam materi pelajaran dapat

dibaca dengan mudah. 9

- Siswa dapat memahami materi pelajaran yang


(26)

Kriteria Efektivitas Item Soal - Keterbacaan Gambar

- Siswa merasa terbantu untuk memahami materi

pelajaran dengan adanya gambar. 12 - Gambar yang ditampilkan pada materi pelajaran jelas

dan mudah dipahami. 13

- Keterbacaan Animasi

- Siswa dapat menjalankan setiap animasi dengan

mudah. 14

- Animasi sangat membantu siswa dalam memahami

materi pelajaran. 15

b. Kecocokan isi materi dengan kurikulum

- Program menampilkan Standar Kompetensi, dan

Kompetensi Dasar yang jelas. 3

- Setiap isi materi pelajaran sesuai dengan kompetensi

dasar yang saya pilih. 6

c. Kesesuaian tampilan (Estetika)

- Perbedaan warna pada tampilan materi pelajaran

membantu siswa dalam memahami materi pelajaran. 7 - Pemakaian warna yang berbeda tidak mengacaukan

tampilan materi pelajaran. 8

- Pergantian tampilan layar saat siswa menekan tombol

berupa gambar atau teks sudah tepat. 27 d. Interaksi siswa dengan bahan ajar

- Siswa dapat menggunakan tombol teks (hypertext) untuk

membuka materi-materi pelajaran. 11 - Pada materi pelajaran terdapat tombol-tombol tetap yang

berfungsi untuk melanjutkan dan mengulangi materi. 24 e. Balikan dan penguatan

- Siswa dapat memeriksa jawaban pada setiap soal apakah

benar atau salah. 21

- Siswa dapat mengoreksi jawaban yang salah sehingga


(27)

E. Validitas Instrumen 1. Validitas Data

Validitas menunjukkan ketepatan pengumpulan data, atau data yang dikumpulkan memang benar-benar yang ingin diperoleh peneliti. Menurut Nana Syaodih (2009:153) validitas pengumpulan data kualitastif meliputi dua hal yaitu keterpercayaan dan keterpahaman. Keterpercayaan (trustworthiness) pengumpulan data dalam penelitian kualitatif menurut Guba (Syaodih, 2009:153) ditandai oleh tingkat kredibilitas, transferabilitas, keabsahan dan konfirmabilitas. Keterpahaman (understanding), berkenaan dengan kejelasan dan kemudahan data untuk dipahami. Maxwel (Syaodih, 2009:153) mengemukakan empat kriteria keterpahaman pengumpulan data kualitatif yaitu:

(a) Validitas deskriptif, menunjukan ketepatan data yang dikumpulkan. (b) Validitas interpretatif, menunjukan kepedulian peneliti terhadap

pandangan-pandangan partisipan.

(c) Validitas teoritis, kemampuan peneliti menjelaskan fenomena-fenomena yang dipelajari dan dideskripsikan.

(d) Validitas evaluatif, menunjukan kemampuan peneliti untuk menghasilkan data yang bukan perkiraan.

Berdasarkan beberapa persyaratan validitas pengumpulan data yang telah dikemukakan diatas, maka pengujian validitas data akan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(1) Triangulasi

Menurut Sugiyono (2009:273) triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Berdasarkan teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan observasi, angket dan dokumentasi. Dengan demikian untuk menguji


(28)

validitas data dengan triangulasi dilakukan dengan mengecek data kepada sumber data yang sama melalui angket, kemudian dicek dengan observasi dan dokumentasi.

(2) Member check

Menurut Sugiyono (2009:276) member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti data tersebut valid.

2. Validitas Produk

Pengujian validitas produk dilakukan melalui validitas empirik dan validitas ahli. Desain virtual lab dinyatakan valid jika memiliki tingkat efektivitas yang tinggi. Nilai efektivitas diukur melalui angket yang diberikan kepada siswa setelah melaksanakan pembelajaran dengan virtual lab. Validitas ahli dilakukan dalam bentuk judgement dari para ahli yang telah memiliki pengalaman dalam mendesain virtual lab. Para ahli yang dipilih untuk memvalidasi virtual lab antara lain:

(1) Andina Tarina, ST, MBA. (Manager Jabar Medianet)

Penulis memilih Ibu Andina Tarina sebagai ahli dengan pertimbangan bahwa pengembangan virtual lab dibantu oleh programmer dari Jabar Medianet yaitu Bapak Rohimat Nuriana. Jabar Medianet adalah perusahaan yang bergerak di bidang IT dan berada dibawah PT. Sarana


(29)

Insan Muda Selaras yaitu perusahaan yang mendapat lisensi pemerintah dalam bidang Teknologi Komunikasi dan Informasi. Ruang lingkup validasi pada kriteria aspek rekayasa perangkat lunak (pemrograman) yaitu:

- Maintainable, program dapat dipelihara dan dikelola dengan mudah.

- Usabilitas, kemudahan dalam penggunaan.

- Ketepatan pemilihan jenis aplikasi/software/tool.

- Kompatibilitas, program dapat diinstalasi/dijalankan di berbagai hardware dan software yang ada.

- Pemaketan program terpadu dan mudah dalam eksekusi.

- Dokumentasi program lengkap meliputi: petunjuk instalasi, trouble shooting, dan desain program.

- Reusable, sebagian atau seluruh program dapat dimanfaatkan untuk pengembangan lebih lanjut.

(2) Darso, S.Pd. (Wakasek Bidang Kurikulum, SMK Negeri 2 Bandung) Penulis memilih Bapak Darso sebagai ahli dengan pertimbangan bahwa pengembangan virtual lab dilaksanakan di SMK Negeri 2 Bandung. Bapak Darso sebagai Wakasek Bidang Kurikulum cukup mumpuni dan memiliki pengalaman dalam pengembangan bahan ajar. Ruang lingkup validasi pada kriteria aspek desain pembelajaran (konten virtual lab) yaitu:


(30)

- Relevansi tujuan pembelajaran dengan SK/KD/Kurikulum. - Cakupan dan kedalaman tujuan pembelajaran.

- Ketepatan penggunaan strategi pembelajaran. - Kelengkapan dan kualitas bahan bantuan belajar. - Kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran. - Kedalaman materi.

- Kemudahan untuk dipahami.

- Kejelasan uraian, pembahasan, contoh, simulasi, latihan. - Konsistensi evaluasi dengan tujuan pembelajaran. - Ketepatan dan ketetapan alat evaluasi.

- Pemberian umpan balik terhadap hasil evaluasi.

(3) Prof. Dr. Mukhidin, M.Pd. dan Dr. Wowo Sunaryo K, M.Pd. (Pembimbing)

Penulis menganggap bahwa beliau cukup mumpuni dan memiliki pengalaman dalam pengembangan model-model pembelajaran termasuk model pembelajaran berbantuan virtual lab. Virtual lab dinyatakan valid jika semua saran perbaikan telah dipenuhi dan semua para ahli menyatakan valid.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Menurut Miles dan Huberman (Madya S, 2009:76) “analisis interaktif terdiri atas tiga komponen


(31)

kegiatan yang saling terkait satu sama lain yaitu reduksi data, penyajian (display) data dan penarikan kesimpulan”.

(1) Reduksi data

Menurut Madya S, (2009:76) “reduksi data merupakan proses menyeleksi, menentukan fokus, menyederhanakan, meringkas dan mengubah bentuk data mentah yang ada dalam catatan lapangan”. Pada proses ini dilakukan penajaman, pemilahan, pemfokusan, penyisihan data yang kurang bermakna dan menatanya sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat ditarik dan diverifikasi.

(2) Penyajian data

Setelah direduksi, data siap dibeberkan artinya tahap analisis sampai pada penyajian data. Menurut Madya S, (2009:76) “data penelitian tindakan yang telah direduksi perlu dibeberkan dengan tertata rapi dalam bentuk narasi plus matrik, tabel, grafik dan atau diagram”. Penyajian data yang sistematik, interaktif dan inventif akan memudahkan pemahaman terhadap apa yang telah terjadi sehingga memudahkan penarikan kesimpulan atau menentukan tindakan yang akan dilakukan.

Data yang diperoleh berupa dokumen, data hasil wawancara, data hasil observasi, data angket dan data test pencapaian kompetensi. Dokumen, data hasil wawancara dan data hasil observasi disajikan dalam bentuk narasi plus matrik. Data angket dan data test disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Data angket diukur dengan menggunakan skala likert dengan sekor


(32)

setiap item ditunjukan pada tabel 3.5. Data hasil pengukuran angket dianalisis dengan tahapan sebagai berikut:

(1) Mengkuantitatifkan hasil angket sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan dengan memberikan skor sesuai bobot yang telah ditentukan sebelumnya (tabel 3.5).

(2) Membuat tabulasi data.

(3) Menghitung jumlah sekor setiap item atau indikator.

(4) Menghitung persentase setiap item terhadap skor idealnya. (5) Menentukan kriteria interpretsi skor berdasarkan tabel 3.6.

Tabel 3.5 Skor data angket (Riduwan, 2004:86)

Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

Option Jawaban Skor Option Jawaban Skor

Sangat Setuju SS 5 Sangat Setuju SS 1

Setuju S 4 Setuju S 2

Netral N 3 Netral N 3

Tidak Setuju TS 2 Tidak Setuju TS 4

Sangat Tidak Setuju STS 1 Sangat Tidak Setuju STS 5


(33)

Tabel 3.6. Kriteria Interpretasi Skor (Riduwan, 2004:86)

No Interval (%) Kriteria

1. 0 – 20 Sangat Lemah/Sangat Tidak Efektif 2. 21 – 40 Lemah/Tidak Efektif

3. 41 – 60 Cukup/Cukup Efektif 4. 61 – 80 Kuat/Efektif

5. 81 – 100 Sangat Kuat/Sangat Efektif

(3) Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan sepanjang proses pelaksanaan tindakan penelitian. Penarikan kesimpulan dilakukan secara bertahap mulai dari kesimpulan sementara, yang ditarik pada akhir siklus pertama ke kesimpulan terevisi pada akhir siklus kedua dan seterusnya hingga kesimpulan pada akhir siklus terakhir.

G. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian tindakan mencakup dua aspek yaitu tahapan desain virtual lab dan tahapan pengembangan virtual lab. Tahapan desain virtual lab menggunakan model spiral dialektik yang dikembangkan oleh Deborah South yang meliputi:

(1) Identifikasi masalah

Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan sekolah terhadap pembelajaran berbantuan virtual laboratory.


(34)

(2) Pengumpulan data

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh data sesuai hasil identifikasi masalah mengenai model pembelajaran yang akan dikembangkan meliputi kondisi sekolah, fasilitas belajar, guru, siswa, dan proses belajar mengajar. (3) Analisis dan interpretasi data

Data yang telah terkumpul, kemudian dianalisis secara kualitatif berdasarkan teknik analisis data model Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian (display) data dan penarikan kesimpulan.

(4) Perencanaan tindakan

Kegiatan ini berupa perencanaan pembelajaran (instructional design) melalui pembuatan desain awal virtual lab. Virtual Lab dibuat sesuai dengan kebutuhan sekolah yang tergambar pada hasil interpretasi data.

Tahapan pengembangan menggunakan model spiral interaktif yang dikembangkan oleh Ernest Stringer yang meliputi tiga aspek sebagai lingkaran kegiatan yang berkelanjutan (siklus) yaitu mengamati (Look), berfikir (Think), bertindak (Act). Tahap pengembangan dibatasi pada tiga siklus kegiatan yaitu: (1) Siklus Pertama

Tahapan pada siklus pertama meliputi:

- Desain awal pembelajaran berbantuan virtual lab diterapkan di kelas XI TP-4.

- Mengamati (Look), yaitu mengamati selama kegiatan pembelajaran berlangsung melalui lembar observasi dan catatan lapangan. Setelah kegiatan selesai dilanjutkan dengan pengambilan data melalui angket.


(35)

- Berfikir (Think), yaitu semua data dianalisis dan diinterpretasikan secara kualitatif sebagai dasar pengembangan virtual lab.

(2) Siklus Kedua

- Berbuat (Act), yaitu melakukan pengembangan desain virtual lab sesuai kesimpulan hasil pembelajaran siklus pertama. Desain pembelajaran berbantuan virtual lab yang telah direvisi kemudian diterapkan di kelas XI TP-5.

- Mengamati (Look), yaitu mengamati selama kegiatan pembelajaran berlangsung melalui lembar observasi dan catatan lapangan. Setelah kegiatan selesai dilanjutkan dengan pengambilan data melalui angket. - Berfikir (Think), yaitu semua data dianalisis dan diinterpretasikan secara

kualitatif sebagai dasar pengembangan virtual lab berikutnya.

(3) Siklus Ketiga

- Berbuat (Act), yaitu melakukan pengembangan desain virtual lab sesuai kesimpulan hasil pembelajaran siklus kedua. Desain pembelajaran berbantuan virtual lab yang telah direvisi kemudian diterapkan di kelas XI TP-6.

- Mengamati (Look), yaitu mengamati selama kegiatan pembelajaran berlangsung melalui lembar observasi dan catatan lapangan. Setelah kegiatan selesai dilanjutkan dengan pengambilan data melalui angket. - Berfikir (Think), yaitu semua data dianalisis dan diinterpretasikan secara


(36)

107 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan kondisi sekolah dan kondisi praktek di BPPTKPK, SMK Negeri 2 Bandung membutuhkan pembelajaran berbantuan Virtual Lab sebagai media pengenalan dasar kompetensi kejuruan yang relevan dengan kegiatan praktek di BPPTKPK.

2. Desain Virtual Lab dikembangkan berdasarkan teori behaviorisme yang dikemukakan oleh Thorndike dan Skinner. Sistem Virtual Lab dibuat berbasis web menggunakan program PHP dengan EditPlus sebagai teks editornya, MySQL sebagai data base servernya dan Xampp sebagai web servernya. Program Virtual lab dapat diakses pada sistem operasi Windows dengan Mozila Firefox sebagai browser internet-nya. Konten Virtual Lab dibuat dalam bentuk multimedia interaktif dengan menggunakan program Macromedia Plus 8.

3. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran berbantuan virtual lab pembelajaran berbantuan virtual lab memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar secara mandiri, meningkatkan hasil belajar siswa dan meningkatkan pencapaian kompetensi siswa. Oleh karena itu, pembelajaran berbantuan virtual lab efektif digunakan pada Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan di SMK Negeri 2 Bandung.


(37)

B. Implikasi

1. Virtual Lab mampu mengatasi permasalahan dikotomi antara BPPTKPK

dengan SMK Negeri 2 Bandung dalam proses pembelajaran, maka pembelajaran berbantuan Virtual lab sangat dibutuhkan sebagai media pengenalan dasar kompetensi kejuruan.

2. Pembelajaran berbantuan Virtual Lab mampu mengimplementasikan konsep pembelajaran mandiri (individual learning) yaitu pembelajaran yang terpusat pada siswa (student center), maka pembelajaran berbantuan Virtual Lab dapat menjadi salah satu upaya dalam menerapkan prinsip-prinsip KTSP.

3. Desain Virtual lab berhasil dimanfaatkan sebagai media pengenalan dasar kompetensi kejuruan, maka desain Virtual Lab sangat memungkinkan untuk dikembangkan dalam bentuk praktek pemesinan secara virtual.

C. Saran-saran

Berdasarkan implikasi dari hasil penelitian, penulis merekomendasikan perlu kepada berbagai pihak yang terkait, yaitu :

1. Kepada kepala sekolah SMK Negeri 2 Bandung dan kepala BPPTKPK untuk bekerjasama dalam mengembangkan pembelajaran berbantuan Virtual Lab yang sesuai dengan kondisi BPPTKPK.

2. Kepada wakil kepala sekolah bidang kurikulum untuk menjadikan pembelajaran berbantuan Virtual Lab sebagai salah satu alternatif dalam mengimplementasikan KTSP.


(38)

3. Kepada peneliti selanjutnya, untuk mengembangkan desain Virtual Lab dalam bentuk pembelajaran praktek pemesinan secara virtual.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Berqia, Amine dkk (2002). A Virtual Laboratory for Practical Exercises. Dalam International Conference on Engineering Education [online], 5 halaman. Tersedia: http://vitels.ch/doc/ICEE2002Manchester.pdf [7 Agustus 2010] Fuhua LIN, dkk (1997). A Virtual Reality-based Training System for CNC

Operations. Dalam Annual Journal of IIE (HK) [online] halaman 13-16. Tersedia: http://sunzi1.lib.hku.hk/ hkjo/view/41/4100204.pdf [8 Agustus 2010] Hamzah, B. Uno. (2009). Model Pembelajaran (Menciptakan Proses Belajar

Mengajar yang kreatif dan Efektif). Jakarta: Bumi Aksara. Harjanto (2008). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Heinich, R. dkk (2004). Instructional Tecnologi and Media for Learning Eight Edition. Columbus Ohio: Pearson Merril Prentice Hall.

Isac Rudomin, dkk (2000). Virtual Laboratory [online], 8 halaman. Tersedia: http://rudomin.cem.itesm.mx/rudomin/Isaac%20Rudomin_files/papersIRGlabv r-micai-2002.pdf [8 November 2008]

Joyce, Bruce & Weil, Marsha (1980). Models of Teaching Second Edition. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Englewood Cliffs.

Lawson, Anton E. (1995). Science Teaching and The Development of Thinking. California: Wadsworth Publishing Company.

Lee, Nicoll, dan Brooks. (2002). A Comparison of Inquiry and Worked Example Web-Based Instruction Using Physlets. Dalam Computers & Education [Online], Vol 10 (5), 7 halaman. Tersedia: www.elsevier.com/locate/compedu

[12 Maret 2010]

Lin S. Norton (2009). Action Research in Teaching and learning: a practical guide to conducting pedagogical research in universitas. Routledge. London.

M. Sahin, dkk (2008). Virtual training Centre for Computer Numerical Control. Dalam Journal of Computer, Communications & Control [online], Vol III (2), halaman 196-203. Tersedia : http:// journal.univagora.ro/downloadpdf/ 119.pdf [7 Agustus 2010]


(40)

Marcin Lawenda, dkk (2004). General Conception of the Virtual Laboratory. Dalam

Journal of Networking Centre [online], 4 halaman. Tersedia:

http://man.poznan.pl/~lpopenda/HomePage/pub/LNCS30381013.pdf [6 Agustus 2010]

McPherson and Nunes (2004). Developing innovation in online learning: an action research framework. Routledge Falmer. London.

McNiff and Whitehead (2006). All you need to know about Action Research. Sage Publication. London.

Madya, Suwarsih (2009). Penelitian Tindakan: Teori dan Praktek. Alfabeta. Bandung.

Nasution (2010). Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

_____________. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Seels, B. & Richey, R.C (1994). Instructional Technology : The Definition and

Domains of the Field. Washington: Association for Educational

Communication and Technolgy.

Spector, J.M. dkk (2005). Innovation in Instructional Technology. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Stringer, E.T (2007). Action Research: Third edition. Los Angeles: Sage Publication. Sugiyono, (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta.

Syaodih, Nana (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Syaripudin, Tatang (2006). Landasan Pendidikan. Bandung: FIP Universitas Pendidikan Indonesia.

Warsita, B (2008). Teknologi Pembelajaran: Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.


(1)

54

- Berfikir (Think), yaitu semua data dianalisis dan diinterpretasikan secara kualitatif sebagai dasar pengembangan virtual lab.

(2) Siklus Kedua

- Berbuat (Act), yaitu melakukan pengembangan desain virtual lab sesuai kesimpulan hasil pembelajaran siklus pertama. Desain pembelajaran berbantuan virtual lab yang telah direvisi kemudian diterapkan di kelas XI TP-5.

- Mengamati (Look), yaitu mengamati selama kegiatan pembelajaran berlangsung melalui lembar observasi dan catatan lapangan. Setelah kegiatan selesai dilanjutkan dengan pengambilan data melalui angket. - Berfikir (Think), yaitu semua data dianalisis dan diinterpretasikan secara

kualitatif sebagai dasar pengembangan virtual lab berikutnya.

(3) Siklus Ketiga

- Berbuat (Act), yaitu melakukan pengembangan desain virtual lab sesuai kesimpulan hasil pembelajaran siklus kedua. Desain pembelajaran berbantuan virtual lab yang telah direvisi kemudian diterapkan di kelas XI TP-6.

- Mengamati (Look), yaitu mengamati selama kegiatan pembelajaran berlangsung melalui lembar observasi dan catatan lapangan. Setelah kegiatan selesai dilanjutkan dengan pengambilan data melalui angket. - Berfikir (Think), yaitu semua data dianalisis dan diinterpretasikan secara


(2)

107 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan kondisi sekolah dan kondisi praktek di BPPTKPK, SMK Negeri 2 Bandung membutuhkan pembelajaran berbantuan Virtual Lab sebagai media pengenalan dasar kompetensi kejuruan yang relevan dengan kegiatan praktek di BPPTKPK.

2. Desain Virtual Lab dikembangkan berdasarkan teori behaviorisme yang dikemukakan oleh Thorndike dan Skinner. Sistem Virtual Lab dibuat berbasis web menggunakan program PHP dengan EditPlus sebagai teks editornya, MySQL sebagai data base servernya dan Xampp sebagai web servernya. Program Virtual lab dapat diakses pada sistem operasi Windows dengan Mozila Firefox sebagai browser internet-nya. Konten Virtual Lab dibuat dalam bentuk multimedia interaktif dengan menggunakan program Macromedia Plus 8.

3. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran berbantuan virtual lab pembelajaran berbantuan virtual lab memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar secara mandiri, meningkatkan hasil belajar siswa dan meningkatkan pencapaian kompetensi siswa. Oleh karena itu, pembelajaran berbantuan virtual lab efektif digunakan pada Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan di SMK Negeri 2 Bandung.


(3)

108

B. Implikasi

1. Virtual Lab mampu mengatasi permasalahan dikotomi antara BPPTKPK dengan SMK Negeri 2 Bandung dalam proses pembelajaran, maka pembelajaran berbantuan Virtual lab sangat dibutuhkan sebagai media pengenalan dasar kompetensi kejuruan.

2. Pembelajaran berbantuan Virtual Lab mampu mengimplementasikan konsep pembelajaran mandiri (individual learning) yaitu pembelajaran yang terpusat pada siswa (student center), maka pembelajaran berbantuan Virtual Lab dapat menjadi salah satu upaya dalam menerapkan prinsip-prinsip KTSP.

3. Desain Virtual lab berhasil dimanfaatkan sebagai media pengenalan dasar kompetensi kejuruan, maka desain Virtual Lab sangat memungkinkan untuk dikembangkan dalam bentuk praktek pemesinan secara virtual.

C. Saran-saran

Berdasarkan implikasi dari hasil penelitian, penulis merekomendasikan perlu kepada berbagai pihak yang terkait, yaitu :

1. Kepada kepala sekolah SMK Negeri 2 Bandung dan kepala BPPTKPK untuk bekerjasama dalam mengembangkan pembelajaran berbantuan Virtual Lab yang sesuai dengan kondisi BPPTKPK.

2. Kepada wakil kepala sekolah bidang kurikulum untuk menjadikan pembelajaran berbantuan Virtual Lab sebagai salah satu alternatif dalam mengimplementasikan KTSP.


(4)

3. Kepada peneliti selanjutnya, untuk mengembangkan desain Virtual Lab dalam bentuk pembelajaran praktek pemesinan secara virtual.


(5)

110

DAFTAR PUSTAKA

Berqia, Amine dkk (2002). A Virtual Laboratory for Practical Exercises. Dalam International Conference on Engineering Education [online], 5 halaman. Tersedia: http://vitels.ch/doc/ICEE2002Manchester.pdf [7 Agustus 2010] Fuhua LIN, dkk (1997). A Virtual Reality-based Training System for CNC

Operations. Dalam Annual Journal of IIE (HK) [online] halaman 13-16. Tersedia: http://sunzi1.lib.hku.hk/ hkjo/view/41/4100204.pdf [8 Agustus 2010] Hamzah, B. Uno. (2009). Model Pembelajaran (Menciptakan Proses Belajar

Mengajar yang kreatif dan Efektif). Jakarta: Bumi Aksara. Harjanto (2008). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Heinich, R. dkk (2004). Instructional Tecnologi and Media for Learning Eight Edition. Columbus Ohio: Pearson Merril Prentice Hall.

Isac Rudomin, dkk (2000). Virtual Laboratory [online], 8 halaman. Tersedia: http://rudomin.cem.itesm.mx/rudomin/Isaac%20Rudomin_files/papersIRGlabv r-micai-2002.pdf [8 November 2008]

Joyce, Bruce & Weil, Marsha (1980). Models of Teaching Second Edition. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Englewood Cliffs.

Lawson, Anton E. (1995). Science Teaching and The Development of Thinking. California: Wadsworth Publishing Company.

Lee, Nicoll, dan Brooks. (2002). A Comparison of Inquiry and Worked Example Web-Based Instruction Using Physlets. Dalam Computers & Education [Online], Vol 10 (5), 7 halaman. Tersedia: www.elsevier.com/locate/compedu [12 Maret 2010]

Lin S. Norton (2009). Action Research in Teaching and learning: a practical guide to conducting pedagogical research in universitas. Routledge. London.

M. Sahin, dkk (2008). Virtual training Centre for Computer Numerical Control. Dalam Journal of Computer, Communications & Control [online], Vol III (2), halaman 196-203. Tersedia : http:// journal.univagora.ro/downloadpdf/ 119.pdf [7 Agustus 2010]


(6)

Marcin Lawenda, dkk (2004). General Conception of the Virtual Laboratory. Dalam Journal of Networking Centre [online], 4 halaman. Tersedia: http://man.poznan.pl/~lpopenda/HomePage/pub/LNCS30381013.pdf [6 Agustus 2010]

McPherson and Nunes (2004). Developing innovation in online learning: an action research framework. Routledge Falmer. London.

McNiff and Whitehead (2006). All you need to know about Action Research. Sage Publication. London.

Madya, Suwarsih (2009). Penelitian Tindakan: Teori dan Praktek. Alfabeta. Bandung.

Nasution (2010). Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

_____________. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Seels, B. & Richey, R.C (1994). Instructional Technology : The Definition and Domains of the Field. Washington: Association for Educational Communication and Technolgy.

Spector, J.M. dkk (2005). Innovation in Instructional Technology. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Stringer, E.T (2007). Action Research: Third edition. Los Angeles: Sage Publication. Sugiyono, (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta.

Syaodih, Nana (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Syaripudin, Tatang (2006). Landasan Pendidikan. Bandung: FIP Universitas Pendidikan Indonesia.

Warsita, B (2008). Teknologi Pembelajaran: Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.


Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN VIDEO PEMBELAJARAN MATERI TEKNIK PEMIJAHAN IKAN SECARA BUATAN PADA MATA PELAJARAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

3 56 111

PENGEMBANGAN KURIKULUM PROGRAM PRODUKTIF SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN : Studi Pada SMK Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan Di Kota Bandung.

0 3 85

PENGEMBANGAN KURIKULUM PROGRAM PRODUKTIF SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN ( Studi Pada SMK Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan Di Kota Bandung ).

2 5 85

Pengembangan Media Pembelajaran PLC Sekolah Menengah Kejuruan Program Keahlian Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik.

0 0 1

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBANTUAN KOMPUTER KOMPETENSI DASAR PENGUKURAN SUDUT PADA SISWA KELAS X PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK PEMESINAN DI SMK N 3 YOGYAKARTA.

1 24 158

Pengembangan Model Uji Kompetensi dan Sertifikasi Keahlian Siswa SMK Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan.

0 0 2

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berorientasi Konstruktivisme untuk Peserta Didik Sekolah Menengah Kejuruan Kompetensi Keahlian Teknik Komputer dan Jaringan.

0 0 2

Keahlian ganda modul pembinaan karir program keahlian teknik mesin paket keahlian teknik pemesinan sekolah menengah kejuruan (SMK) kelompok kompetensi G - Repositori Institusi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

0 4 231

Keahlian ganda modul pembinaan karir program keahlian teknik mesin paket keahlian teknik pemesinan sekolah menengah kejuruan (SMK) kelompok kompetensi E - Repositori Institusi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

0 1 238

Modul pelatihan guru program keahlian teknik mesin paket keahlian teknik pemesinan sekolah menengah kejuruan (SMK) kelompok kompetensi H - Repositori Institusi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

0 9 194