PENGARUH TARI TRADISIONAL, TARI PERGAULAN, DAN TARI MODERN TERHADAP PERSEPSI ESTETIKA DAN KEBUGARAN JASMANI MURID SEKOLAH DASAR.

(1)

PENGARUH TARI TRADISIONAL, TARI PERGAULAN, DAN TARI MODERN TERHADAP PERSEPSI ESTETIKA DAN

KEBUGARAN JASMANI MURID SEKOLAH DASAR

DISERTASI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari

Syarat Ujian Tahap II Program Doktor Ilmu Pendidikan Dalam Bidang Pendidikan Olahraga

PROMOVENDA:

SURDINIATY UGELTA

1010476

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

PENGARUH TARI TRADISIONAL, TARI PERGAULAN, DAN

TARI MODERN TERHADAP PERSEPSI ESTETIKA DAN

KEBUGARAN JASMANI MURID SEKOLAH DASAR

Oleh

Dra. Surdiniaty Ugelta, M.Kes. AIFO

Sebuah Disertasi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Doktor Pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Dra. Surdiniaty Ugelta, M.Kes. AIFO. 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober, 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Disertasi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

PENGARUH TARI TRADISIONAL, TARI PERGAULAN, DAN TARI MODERN TERHADAP PERSEPSI ESTETIKA DAN

KEBUGARAN JASMANI MURID SEKOLAH DASAR

DISERTASI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari

Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan Dalam Bidang Pendidikan Olahraga

Disahkan, Mai 2013

(Prof. Dr. H. Rusli Lutan) Promotor

(Prof. Dr.Hj. Tati Narawati, M. Hum) Ko- Promotor

(Prof. Drs. Dr. H. Y.S. Santosa Giriwijoyo) Anggota

Mengetahui

Ketua Prodi Pendidikan Olahraga Sekolah Pasca Sarjana UPI

(Prof. Dr. H. Adang Suherman,M.A) NIP 196306181988031002


(4)

PENGARUH TARI TRADISIONAL, TARI PERGAULAN, DAN TARI MODERN TERHADAP PERSEPSI ESTETIKA DAN

KEBUGARAN JASMANI MURID SEKOLAH DASAR SURDINIATY UGELTA

1010476

Program Studi Pendidikan Olahraga

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia 2013

Issu yang paling menantang dan krusial dalam Pendidikan Jasmani adalah bagaimana menata dan memilih tugas-tugas ajar, sebagai pengetahuan isi yang memiliki konstribusi yang tinggi untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan estetika. Penelitian tentang estetika sebenarnya jarang atau terlalaikan di dalam pendidikan penjas. Tari memiliki potensi tinggi dalam pengalaman belajar untuk merangsang baik aspek kognitif maupun emosi, karena kharakteristiknya sebagai gerak manusia yang artistik dan indah.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas tari tradisional, tari sosial, dan tari modern untuk mengembangkan persepsi estetika dan kebugaran jasmani. Subjek penelitian terdiri dari 120 murid laki-laki dan perempuan Sekolah Dasar yang dipilih secara random di rancang sebagai empat kelompok, tiga kelompok diseleksi sebagai kelompok eksperimen dan satu kelompok menjadi kelompok kontrol. Kelompok eksperimen terdapat 30 orang putra dan putri, tiap-tiap kelompok belajar tari tradisional, tari sosial, dan tari modern sebanyak 16 kali pertemuan, tiap kali pertemuan waktu pembelajarannya 120 menit. Lama penelitian tiga bulan, dengan frekuensi pertemuan dua kali seminggu. Kelompok kontrol tidak memperoleh pelajaran tari.

Dengan menggunakan pre-post test experimental design, dan penerapan tes kebugaran jasmani dan tes persepsi estetika secara visual, yang di konstruksi oleh penulis, penelitian ini menunjukan bahwa kelompok eksperimen lebih unggul dibandingkan dengan kelompok kontrol pada Kebugarn Jasmani dan Persepsi Estetika. Kesimpulan tari, keseluruhan tari tradisional, tari sosial, dan tari modern berkonstribusi nyata untuk mencapai tujuan pendidikan, merupakan alat untuk menumbuh kembangkan estetika dan kebugaran jasmani atau juga efektif dalam meningkatkan Estetika dan Kebugaran Jasmani. Kesipulannya tari modern lebih efektif dari pada tari tradisional, dan tari sosial untuk mengembangkan kebugaran jasmani dan estetika.


(5)

Amongst Primary School Dissertation

SURDINIATY UGELTA 1010476

Abstract

The most challenging and crucial issue of physical education is how to assign and select learning tasks, as content knowledge, which have a high contribution to stimulate the growth and development aesthetics. The study of aesthetics has actually been sparse or neglected in physical education. Dance possesses a high potential of learning experience to stimulate either cognition or emotion, due its characteristic as an artistic and beautity of human movement.

This study is aimed to compare the effectiveness of traditional, social and modern dance to develop aesthetic perception and physical fitness. The subject consists of 120 boy and girl students of primary school which were arranged by random design into four groups, of which, three groups were selected as experimental group, and one group as control group. The experimental group, consists of 30 boys and girls, in which each group engaged in traditional dance, social dance and modern dance for 16 sessions, and each session is engaged for 120 minutes. The experiement was carried out during three months, while the frequency of exercise is twice time per week. The control group does not engage in dance.

By applying pre-post test experimental design, and implementing both physical fitness test and aesthetic visual perception test, which constructed by outhor, this study has revealed that experimental group is better than control group on physical fitness and aesthetic perception. In conclusion dances, both traditional dance, social dance and modern dance as well has shown its contribution to enhance educational objectives, or as an effective mean to promote aesthetics and physical fitness. Nevertheless, modern dance is more effective than traditional and social dance, to promote physical fitness and aesthetic.


(6)

HALAMAN

KATA PENGANTAR

... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR TABEL

... viii

DAFTAR BA GAN

... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Msalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 19

C. Rumusan Masalah ... 24

D. Tujuan Penelitian ... 24

E. Manfaat Penelitian ... 25

F. Kerangka Berfikir ... 26

G. Hipotesis ... 27


(7)

A. Makna Estetika dan Komponen Gerak ... 30

B. Kaitan Persepsi dan Estetika... 39

C. Seni dan Keindahan ... 46

D. Estetika dalam Tari dan Olahraga... 50

E. Proses Terjadinya Persepsi ... 57

F. Pengaruh gerak ritmik Terhadap Kebugaran Jasmani... 66

G. Pengaruh Tari Untuk Daya Tahan Jantung Paru... 69

H. Tari Dalam Pendidikan Jasmani... 76

I. Model Dan Teori Pendidikan Tari... 85

J. Pengalaman Gerak Ritmis Bagi Anak Usia Sekolah ... 91

K. Modifikasi Olahraga Usia Sekolah ... 93

L. Model Pengembangan Motorik Anak Usia Sekolah ... 95

M. Gerak Tari dan Olahraga dlm Ekspresi Diri Melalui Tubuh... 97

N. Gerak Tari Secara Umum ... 100

O. Hasil Penelitian Terdahulu ... 101

BAB 111 METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian ... 107

B. Variabel Penelitian ... 108

C. Populasi dan Sampel ... 108

D. Sketsa Penelitian ... 111

E. Pengkontruksian Instrumen ... 111

F. Uji Coba Angket ... 112


(8)

I. Tempat Penelitian ... 124

J. Statistik Penelitian ... 126

BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Uji Normalitas dan Homogenitas KJ & Persepsi Estetika... 146

1.2 Kesimpulan Hasil Uji Normalitas KJ & Persepsi Estetika... 147

1.3 Pembahasan Hasil Pengujian ... 147

1.4 Uji Homogenitas ... 148

1.5 Kesimpulan Hasil Uji Homogenitas Thdp KJ... ... 149

1.6 Kesimpulan Hasil Uji Homogenitas Thdp Persepsi Estetika .... 149

1.7 Kesimpulan Uji Homogenitas Thdp KJ & Persepsi Estetika... 150

1.8 Hasil Uji Data Kelompok Treatment Thdp KJ (uji t)... 151

1.9 Pembahasan Hasil Penelitian Thdp KJ ... 152

1.10 Kesimpulan Uji Beda ... 157

1.11 Hasil Uji Data Kelompok Treatment Thdp Persepsi Estetika ... 160

1.12 Kesimpulan Uji Non Parametrik... 161

1.13 Pembahasan Hasil Penelitian Thdp Persepsi Estetika... 162

1.14 Diskusi Penemuan ... 164

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 170

2. Saran ... 172

KEPUSTAKAAN ... 210


(9)

Bagan Halaman 2.1. Bagan The Perceptual Act ... 65 3.1 Bagan Alur Pelaksanaan Penelitian... 125 3.2 Bagan Gerak Pelaksanaan Tari Berdasarkan Taksonomi Laban.... 142


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.2. Gambar Tari Tradisional (Tari Jaipongan) ... 127

3.3. Gambar Tari Tradisional (Tari piring)... 130

3.4. Gambar Tari Tradisional (Tari giring-giring)... 133

3.5 Gambar Tari Pergaulan (Tari cha-cha-cha)... 136

3.6 Gambar Tari Modern (Tari hip-hop)... 139


(11)

Tabel Halaman

4.1.1. Hasil Uji Normalitas KJ dan Persepsi Estetika... 146

4.1.2 Uji Homogenitas Sebaran Data ... 118

4.1.3 Uji t Melihat Pengaruh Pembelajaran Terhadap Peningkatan KJ ... 151

4.1.4 Uji Anova melihat perbedaan peningkan KJ antar kelompok ... 156

4.1.5 Perbedan Pengaruh Pada Masing-masing Kelompok Treatment... 158

4.1.6 Uji Homogeniouse Sub-Sets Kebugaran Jasmani... 159

4.1.7 Uji Non-Parametrik Thdp Persepsi Estetika (Uji Kruskal-Wallis Tests). 160

4.1.8 Uji t Terhadap Persepsi Estetika ... 162

4.1.9 Kesimpulan Hasil Keseluruhan... 169


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Upaya untuk meningkatkan efektivitas pendidikan jasmani di Indonesia, guna mencapai tujuan pendidikan yang bersifat menyeluruh, yang mencakup perkembangan domain kognitif, afektif, dan psikomotorik, masih merupakan masalah pelik yang memerlukan pemecahan. Masalah tersebut memang kompleks, tetapi bukan pada tatanan filosofis dan teoretis, karena konsep filsafat dan teori yang diadopsi di Indonesia pada hakikatnya bersifat universal, tidak berbeda dengan konsep yang diterapkan dan dikembangkan di berbagai negara maju sekali pun pada belahan dunia lainnya.

Pada tataran filosofis misalnya, isu tentang nilai transfer kegiatan olahraga pada domain kognitif atau afektif terkait dengan dualisme jiwa dan raga sudah terpecahkan karena sudah diyakini dan disepakati oleh para ahli bahwa antara jiwa dan raga merupakan sebuah kesatuan yang utuh. Konsep ini pernah ditegaskan kembali oleh Prof. Rijsdorp dalam sambutannya ketika membuka konferensi internasional ICHPERSD tahun 1975 di Denpasar. Ia menyatakan bahwa istilah olahraga yang dikembangkan di Indonesia sangat tepat, karena istilah raga yang dimaksud bukanlah sebatas pengertian jasmani atau fisik, tetapi “ man as a whole,” atau manusia seutuhnya (Rusli,dkk, 2004:6). Pandangan ini juga tercermin, misalnya dalam sub-sistem pembinaan olahraga nasional, yang tertuang dalam UU No. 3 tentang sistem Keolahragaan Nasional, yang mencakup olahraga pendidikan,


(13)

olahraga rekreasi dan olahraga prestasi (UU Keolahragaan No 3, 2005:12). Dari perspektif pencapaian tujuan pendidikan, istilah olahraga itu tepat sasaran, karena cakupan tujuan yang ingin dicapai benar-benar bersifat menyeluruh, meliputi “perkembangan jasmani, rohani, dan sosial, serta membentuk watak dan kepribadian bangsa yang bermatabat” (UU Keolahragaan No 3, 2005:7).

Dari sudut pandang yang bersifat teoritis, hal ini pun bukan merupakan masalah yang amat serius, karena dalam kurikulum pendidikan guru pendidikan jasmani, misalnya di FPOK-UPI amat sarat dengan teori pendidikan baik yang khusus untuk mengantarkan isi (pengalaman belajar), yang disebut “specific content pedagogical knowledge” maupun yang bersifat umum, yang disebut “general pedagogical knowledge”. Dalam kaitan itu teori behaviorisme misalnya, masih sangat dominan melandasi proses pembelajaran keterampilan berolahraga. Teori ini percaya akan ampuhnya pengaruh lingkungan dan perencanaan pengalaman belajar sebagai stimulus yang akan memperoleh respons secara otomatis. Konsep ini sama halnya dengan kepercayaan dan keyakinan akan keampuhan unsur pengukuh (reinforcement) baik yang positif maupun negatif untuk mengubah perilaku seseorang, sebuah teori yang dikembangkan oleh Skinner (Collin, dkk, 2012: 80 ). Pengaruh behaviorisme itu begitu jelas penjabarannya dalam setiap perumusan tujuan instruksional khusus (TIK) yang isi kalimatnya selalu menekankan pentingnya diutarakan gejala prilaku teramati dan terukur, sebagaimana contoh, “Siswa mampu memukul bola dengan baik dan benar.”


(14)

Dampak teori behaviorisme yang sangat mendalam adalah terabaikannya upaya untuk mencapai pembenaran tujuan pendidikan jasmani yang sukar diukur seperti halnya perkembangan kemampuan kognitif dan sifat psikologis lainnya yang tercakup dalam domain afektif, sehingga terkesan kuat upaya untuk merangsang perkembangan pada kedua domain tersebut.

Untuk menjawab kritik tersebut, akhir-akhir ini, khususnya di lingkungan Program Studi Pendidikan Olahraga, SPS UPI Bandung, beberapa kandidat doktor dalam disertasi mereka masing-masing telah mencoba untuk mengkaji secara empirik potensi pendidikan jasmani dan olahraga, termasuk model pembelajaran tertentu terhadap pencapaian tujuan pendidikan dalam domain kognitif dan afektif. Bambang Abdul Jabar (2010) misalnya memfokuskan penelitiannya pada isu kemampuan berfikir kritis, seperti halnya juga Yuyun Yudiana yang mengkaji efek pembelajaran kecakapan taktis terhadap aspek kognitif, Tite Yuliantine (2010) meneliti masalah kreativitas, dan Karjono (2010) menelaah emosi, khususnya pengendalian diri melalui outdoor education. Selanjutnya Sri Winarni (2011) meneliti isu empati dan toleransi, yang termasuk ke dalam domain afektif. Pokok fikiran mereka berangkat dari kelemahan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, yang hanya menekankan penguasaan keterampilan suatu cabang olahraga.

Penelitian mereka merujuk kepada teori psikologi kognitif yang memperhitungkan peranan otak, sebuah aliran terobosan untuk mengatasi kelemahan behaviorisme, sehingga isu memori, persepsi dan emosi masuk ke dalam analisis (Collin, dkk, 2012: 158).


(15)

Tampaknya kelemahan yang terjadi untuk meningkatkan efektivitas pendidikan jasmani lebih pada tataran praksis-empiris, yakni ihwal keterjadian proses pembelajaran itu sendiri, yang pada dasarnya menuntut keterkaitan erat antara tujuan pengajaran, pengalaman ajar, metode dan evaluasi. Namun yang terjadi pada saat ini adalah putusnya mata rantai antara beberapa komponen kurikulum tersebut, atau dalam dokumen tentang redesain pendidikan guru yang digagas oleh UPI (UPI, 2011), yakni lemahnya koherensi konseptual. Selanjutnya, berkaitan dengan ide untuk memperkuat koherensi konseptual ini, tidak banyak diperbincangkan dalam kegiatan penelitian di Indonesia khususnya inovasi dalam hal substansi pengalaman belajar, yang dalam dokumen kurikulum nasional amat sarat dengan keterampilan berolahraga, termasuk dalam kurikulum di SD sekalipun. Padahal secara konseptual teoretis, pada jenjang pendidikan di SD yang diutamakan adalah pembekalan, sekaligus pengayaan perbendaharaan keterampilan bio-motorik dasar, atau disebut pengembangan multi-lateral, yang dalam penyajiannya disesuaikan dengan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak.

Di antara pengalaman belajar berupa kecabangan olahraga itu, memang ada sedikit kemajuan atau perubahan yaitu dicantumkannya aktivitas ritmik dalam kurikulum tetapi hal inipun dioperasionalkan oleh para guru pendidikan jasmani berupa senam kebugaran jasmani. Sesuai dengan latar belakang pengalaman penulis yang banyak berkecimpung dalam tari, pertanyaan umum adalah, mengapa justru potensi tari, yang kaya dengan gerak ritmis esensinya tidak diterapkan secara sungguh-sungguh sebagai bagian dari pengalaman ajar di SD. Argumen ini lebih


(16)

banyak ditinjau dari sudut pandang, bagaimana memanfaatkan potensi tari yang begitu kaya ragamnya di tanah air sebagai alat pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang bersifat menyeluruh baik dari pandang fisik, misalnya kebugaran jasmani, atau perkembangan sosial, dan nilai lainnya yang termasuk dalam domain kognitif. Sementara itu berkaitan dengan tujuan pendidikan yang bersifat menyeluruh, justru pengembangan estetika secara eksplisit, jarang dimunculkan dalam tujuan pengajaran jasmani, jika bukan disebut, tidak diperhatikan sama sekali. Persoalan inilah yang akan menjadi fokus kajian dalam penelitian ini, yakni bagaimana pengaruh aneka tari tradisional yang sudah membudaya di Indonesia, tari pergaulan, dan tari modern yang diadopsi dari luar dapat diterapkan sebagai alat pendidikan guna menumbuh kembangkan estetika atau rasa keindahan, yang dipandang merupakan bagian penting dari pendidikan watak atau budi pekerti, selain itu untuk mengembangkan kebugaran jasmani atau derajat sehat dinamis.

Potensi gerak tari sebagai alat pendidikan sangat mungkin digali karena tari adalah gerak yang terpola dan mengikuti irama yang dilakukan secara sadar dan bertujuan. Melalui gerak yang terpola dan mengikuti irama, tari mendatangkan banyak manfaat. Selain mendatangkan manfaat bagi diri pribadi seseorang, tari dapat mengangkat nama seseorang, atau mengharumkan nama suatu suku bangsa, atau suatu negara, seperti misalnya pengalaman dari pergelaran seni tari yang ditampilkan oleh Kabumi UPI di Peru tahun 2004 (Indonesia Cultural Performance in Peru 2004), dan di Malaysia tahun 2004 juga (Indonesia Cultural Performance in Malaysia 2004). Salah satu tujuan pergelaran ini tiada lain adalah


(17)

untuk memperkenalkan Indonesia ke dunia luar, melalui seni pertunjukan. Harapannya adalah agar Indonesia dikenal oleh negara lainnya, yang akhirnya dapat memberikan manfaat untuk negeri berupa pencitraan yang membangkitkan dampak pengiring seperti terpercaya di dunia Intenasional.

Setiap suku maupun bangsa di dunia ini memiliki pola gerak dan irama yang mencerminkan kebudayaan suku atau bangsa tersebut. Holt, (2002:75) menjelaskan identitas seseorang dapat dilihat dari kebudayaan yang ditampilkannya seperti yang dikatakannya: “Perlihatkan tarianmu maka saya akan tahu asalmu.” Ungkapan ini menunjukan bahwa identitas diri seseorang dapat dilihat dari gerak tari yang dipunyainya. Dengan kata lain, kita dapat mengenal dan belajar keaneka ragaman budaya suatu suku atau bangsa lain melalui tari.

Di dalam gerak tari unsur estetika sudah lazim dipahami orang. Narawati dalam sebuah diskusi dengan penulis menjelaskan bahwa Soedarsono sebagai salah seorang pakar tari berpendapat, “Tari adalah ungkapan perasaan manusia tentang sesuatu dengan gerak-gerak ritmik yang indah.“ Sementara itu H’Doubler di dalam buku “Indonesia Indah” (1996:2) mengatakan bahwa “Tari adalah ekspresi gerak ritmis dari keadaan-keadaan perasaan yang secara estetis dinilai.” Definisi tari lebih sederhana menurut Sachs di dalam buku yang sama (Indonesia Indah, 1996:2) yaitu “Tari adalah gerak tubuh yang ritmis.” Berdasarkan ketiga paparan tersebut dapat disimpulkan karakter utama tari, yaitu sebagai gerak ritmis tubuh, dan media mengungkapkan perasaan indah. Hal ini dimungkinkan karena manusia khususnya berkeinginan untuk memperagakan gerak secara sadar dan bertujuan, dan


(18)

pengungkapan gerak itu sangat beragam dan fleksibel, yang memungkinkan di tampilkannya gerak ekspresif dan kreatif, yang hanya dimiliki oleh manusia.

Manakala ingin di telaah titik persamaan antara tari dan olahraga, dalam olahraga pun dipelajari gerak tubuh yang ritmik dan indah. Gerak ritmik yang indah ini akan membangkitkan kesan estetika terhadap pengamat atau penikmatnya. Sebagai contoh seorang pesenam yang sedang memperagakan rangkaian senam lantai atau senam ritmik, mengekspresikan keindahan gerak. Dalam ungkapan singkat di kemukakan oleh Siedentop (1990:105) “...beauty is seen in form sport like gymnastics.” Artinya keindah tampak dalam olahraga seperti senam.

Dengan demikian keindahan atau estetika bukan hanya milik dari tari saja, tetapi dalam olahraga permainan dan games juga ada unsur keindahan atau yang disebut estetika. Meskipun estetika bukanlah tujuan utama dari olahraga permainan dan games, akan tetapi pelatihan menuntun proses penguasaan gerak ke arah estetika gerak juga. Kualitas gerak estetika itu terjadi dalam proses peragaan gerak yang dalam olahraga tertentu memperlihatkan ritme/irama. Selanjutnya Narawati dan Giriwijoyo dalam diskusi dengan penulis (16, dan 17 November 2011) mengatakan bahwa: “Aktivitas ritmik adalah aktivitas gerak siklis yang dilakukan mengikuti irama dengan ritme tertentu selama satu durasi waktu yang telah ditentukan.”

Dalam suatu cabang olahraga gerak ritmis itu dapat dievaluasi secara subjektif maupun objektif. Yang dinilai secara subjektif adalah aktivitas ritmik olahraga yang penilaiannya sepenuhnya berdasarkan atas persepsi estetika para wasit dan juri, misalnya dalam senam ritmik, renang indah, senam artistik, sport dance dll.


(19)

Dalam cabang olahraga tertentu unsur estetika menjadi isu sentralnya, karena yang dinilai adalah keindahan dan keserasian gerak ritmis yang bersangkutan, meskipun dalam sport dance misalnya, disitu terselip aspek ketahanan fisik seperti dalam lomba olahraga dansa dan senam aerobik. Dengan demikian tari dan olahraga mengandung unsur yang esensial yaitu gerak insani untuk membina dan sekaligus membentuk jasmani, meskipun penekanannya berbeda. Gerak dalam tari lebih ditekankan pada keindahan gerak yang kemudian dapat membangkitkan kesadaran dan kepekaan persepsi estetika, sedangkan gerak dalam olahraga lebih di tujukan pada performa terukur berupa prestasi yang sebagian diantaranya berupa rekor. Dalam olahraga persepsi estetika bukanlah tujuan utama.

Gerak ritmik, baik dalam tari maupun olahraga dapat menjadi objek tontonan. Penari dan peolahraga dapat membangkitkan rangsangan estetika bagi penikmatnya melalui media visual dan audial. Penari maupun peolahraga ritmik dapat mengekspresikan dirinya sambil mengikuti irama musik. Alunan irama musik yang mengiringi tari, juga membangkitkan kesan estetika melalui rangsangan audiovisual bagi penikmat dan pelakunya. Jadi gerak dalam tari menitik beratkan pada masalah keindahan, sedangkan gerak dalam olahraga merupakan alat untuk mendapatkan tujuan seperti kebugaran jasmani, atau prestasi dalam olahraga.

Hawkins dalam buku Modern Dance in Higher Education, yang dikutip Masunah dan Narawati (2003:49) menjelaskan bahwa “di Amerika Serikat tari merupakan bagian dari pendidikan jasmani yang kemudian berkembang menjadi terapi tari (dance therapy)”.


(20)

Kendati tari menitik beratkan pengungkapan estetika, potensinya sebagai alat pendidikan sejak lama telah di manfaatkan. Di Amerika tari semula hanya merupakan kegiatan bagi wanita meskipun pertama kali tari diperkenalkan pula untuk laki-laki, di akademi militer di West Point. Pembinaan tari , menurut sejarahnya selanjutnya diusulkan pula kepada President Washington pada tahun 1783, agar setiap opsir mendapat pelatihan tari, sehingga mereka berperilaku sebagai seorang gentleman (Sach, 1969:124).

Sebagai bandingan di Amerika Serikat dari dahulu pelajaran mengenai gerak dengan mengikuti irama, sudah menjadi bahan ajar di sekolah bahkan diperguruan tinggi. Di dalam buku Dance in Higher Education (http://www.ndeo.org/educatian) dipaparkan,

Dance was a part of comprehensive school in the U.S from the beginning of the twentieth century. Both physical education and aesthetic education embraced dance as a part of the curriculum in H.E. Creative movement, become a course of study for prospective teachers of P.E.

Dalam kutipan ini secara garis besar terungkap bahwa di Amerika Serikat, tari merupakan bagian pendidikan komprehensif sejak awal abad ke 20. Baik pendidikan jasmani maupun pendidikan estetika mencangkup tari sebagai bagian dari kurikulum di fakultas gerak kreatif, dan merupakan mata kuliah bagi para kandidat guru pendidikan jasmani.

Koreografi sebuah tari tidak akan lepas dari namanya, pola, langkah atau pola gerak berirama. Alur pola langkah ini lah yang dijadikan dasar untuk bergerak atau berpindah tempat. Gerak seperti ini, di dalam olahraga, termasuk dalam


(21)

kelompok gerak lokomotor. Menurut Graham, dkk (1993:23) gerak lokomotor terdiri atas, walking (jalan), running (lari), hopping (lompat dengan dua kaki dan mendarat dua kaki), skipping (lompat dengan dua kaki dan mendarat satu kaki) , galloping, sliding, chasing (sasse), fleeing, and dodging. Demikian pula menurut Gallahue (1989:403) selain kelompok gerak lokomotor seperti walking, running, hopping, skipping, galloping, sliding, leaping, dan jumping, ada pula gerak stability berupa; axial movement yang terdiri dari; bending (menekuk/membengkok), stretching (meluruskan), twisting (berputar-putar), turning (berputar), reaching, lifting, falling, curling, pushing (mendorong), dan pulling (menarik). Jenis gerak lainnya adalah gerak Static and Dynamic Balance atau keseimbangan statis dan dinamis yaitu yang memerlukan sinkronisasi irama dan respon gerak yang serasi. Semua gerak dasar yang ada di dalam koreografi tarian merupakan bagian dari komponen gerak dasar lokomotor dan non lokomotor.

Berkaitan dengan jenis gerak lokomotor, Morris (1977:288) mengatakan bahwa ada 20 gerak dasar sebagai cara untuk berpindah tempat dalam tari. Dalam ungkapan spesifik dikatakan pula”Locomotion: the twenty basic ways of moving from place to place.” Demikian pun menurut Rowen (1994:41) ”All dance steps are really combinations of the locomotor movement.” Artinya, semua gerak langkah dalam tari sesungguhnya adalah kombinasi dari gerak lokomotor. Gerak dalam tari maupun gerak dalam olahraga sama-sama menggerakkan tubuh agar berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal itu dapat dilakukan dengan cara memilih beberapa macam gerak dasar atau gerak lokomotor yang telah disebutkan itu. Tentu saja


(22)

pemilihan aneka gerak itu juga mempertimbangkan potensinya untuk mencapai tujuan yang terkait dengan strategi pembelajaran..

Dalam konteks pendidikan, pembelajaran seni tari memiliki unsur strategi dasar pembelajaran, yang menurut Rusyan (1989:166) dalam Karyanti (2002 : 11) harus mampu melahirkan warga belajar untuk memiliki kemampuan, kecakapan dan self realization (mewujudkan dan mengembangkan bakat seoptimal mungkin), human relationship (hubungan antar insani), economic efficiency (efisiensi ekonomi), civic responsibility (tanggung jawab warga negara). Kerena itu tari berpotensi menjadi salah satu bagian dalam kurikulum pendidikan jasmani, yang dipandang sebagai bagian integral dari pendidikan. Dengan demikian tari merupakan aktivitas jasmani, yang dapat dijadikan media untuk mendidik. Pokok fikiran tentang tujuan pendidikan jasmani seperti itu amat sering di jumpai dalam beberapa makalah seperti dituturkan oleh Rusli, Siregar, dan Tahir Djide (2004:63), yaitu ” Pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktivitas jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskular, intelektual dan emosional.”

Dengan demikian Pendidikan Jasmani sebagai bagian integral dari pendidikan, mengemban misi untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik yang mencangkup domain kognitif, afektif, dan psikomotor, yang menurut Payne, dan Isaacs (1995:22) adalah sebagai berikut:


(23)

Human development is often categorized into motor, cognitive, and affective domains. The cognitive domain refers to human intellectual change; the affective domain refers to social-emosional change. All of these domains are in constant interaction. Motor development strongly influences, and is strongly influenced by, cognitive and affective development.

Yang menarik untuk digaris bawahi adalah bahwa ketiga domain itu terkait dan saling berinteraksi, dan bahkan ditegaskan bahwa perkembangan lokomotor mempengaruhi ke dua domain yang lainnya. Pada anak perkembangan ke tiga domain ini dapat diperoleh melalui tari. Atas dasar asumsi ini peneliti akan merancang pola langkah aneka tari dengan formasi, dan anak dapat bermain-main dengan formasi tersebut. Ihwal pengaruh tari untuk mencapai tujuan pendidikan Bradley (2001:31-35) dalam artikelnya mengatakan “...dance can be a powerful agent for developing cognitive skills.” Artinya tari dapat menjadi sebuah “alat” yang ampuh untuk mengembangkan keterampilan kognitif.

Sebagai alat pendidikan tujuan tari di sekolah adalah bukan agar siswa terampil menari, akan tetapi untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh, meliputi kognitif, afektif, dan psikomotor. Karena alasan itulah maka Murgianto (1993:27) dalam Masunah dan Narawati (2003:245) memaparkan nilai tari sbb:

Nilai tari dalam dunia pendidikan menurut hemat saya, bukan terletak pada latihan kemahiran dan keterampilan gerak (semata-mata) tetapi lebih kepada

kemungkinannya untuk memperkembangkan daya ekspresi anak. Tari harus mampu memberikan pengalaman kreatif kepada anak-anak dan harus diajarkan sebagai salah satu cara untuk mengalami dan menyatakan kembali nilai estetik yang dialami dalam kehidupan.


(24)

Selanjutnya Masunah dan Narawati (2003:246) menyimpulkan bahwa

... tari pendidikan itu lebih berorientasi pada metodologi pengajaran tari yang mengutamakan cara interaksi sosial ... anak tidak dituntut untuk menjadi penari, tetapi lebih kepada proses kreativitas dan merasakan pengalaman estetika melalui kegiatan berolah tari.”

Saratnya nilai pendidikan dalam pengajaran tari untuk anak, agar mereka menguasai keterampilan dan pengalaman bergerak, sudah menjadi perhatian para pakar pendidikan. Dalam konferensi International “Asian Conference The role of the University in Cultured Development” tanggal 30 Juli 1973, yang dihadiri oleh para Rektor perguruan tinggi di Asia, diperoleh kesimpulan bahwa seni umumnya dan seni tari khususnya, harus diajarkan di semua jenjang sekolah mulai dari sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi (Soedarsono dalam Juju Masunah & Tati Narawati 2003 ; 23).

Berdasarkan tinjauan sejarah Johan Guts Muths, pionir pendidikan dari Jerman menerbitkan buku Gymnastics for Youth tahun 1793. Ia mempromosikan tari di dalam Gymnastics yaitu pada gymnasium di daerah Schnoplenthal, dan dia pula yang memperkenalkan istilah gymnastics dance untuk pertama kalinya, (Sach, 1969:122). Di Amerika Serikat Sargent pioner Physical Training di Harvard, pada tahun 1894 memperkenalkan aesthetic dance. Tahun 1926 Margaret H’Doubler berhasil menerapkan tari sebagai mata kuliah utama di University of Wisconsin, (Sach, 1969:132).

Berdasarkan paparan singkat tersebut maka peneliti beranggapan, sejak dahulu tari sudah dijadikan media untuk mendidik. Melalui aktivitas ritmik, tari


(25)

dijadikan sebagai bahan ajar untuk guru pendidikan jasmani di sekolah. Di Indonesia aktivitas ritmik, masuk dalam kurikulum Penjas pada tahun 2004.

Menurut Narawati dalam diskusi dengan penulis (2007) tari memiliki fungsi primer dan fungsi sekunder. Fungsi primer tari yaitu, sebagai sarana upacara, hiburan, dan penyajian estetika. Fungsi sekunder tari adalah untuk pergaulan (pengikat solidaritas masyarakat), untuk terapi (fisik dan psikis) dan untuk pendidikan (meningkatkan kemampuan kognitif anak). Kedua fungsi tersebut jika disimak secara seksama, tampak pula dalam olahraga. Argumen ini dapat dicermati dalam penjelasan (Giriwijoyo, 2006:31) yakni tidak dapat disangkal lagi bahwa olahraga dapat berfungsi sebagai terapi mental, fisik dan sosial, sehingga jenis olahraga yang dijadikan media untuk mendidik yaitu olahraga pendidikan, untuk mendapatkan hidup sehat adalah olahraga kesehatan, untuk pulih dan relaks kembali adalah olahraga rekreasi, dan untuk berprestasi adalah olahraga prestasi setinggi-tingginya.

Bekerja bagi tubuh relevan sekali untuk menjalani hidup di zaman moderen yang serba mesin dan rutinitas yang membosankan, yang membawa manusia merasa jenuh dan kurang gerak. Hidup kurang gerak disinyalir dapat mengundang berbagai macam penyakit non-menular, seperti: jantung, hypertensi, hypokinetik, obesitas, dll.

Hidup kurang gerak juga dialami oleh anak usia sekolah. Anak lebih suka berlama-lama di depan komputer, dibandingkan bermain dengan teman sebayanya di luar. Merujuk kepada beberapa penelitian mengenai kemampuan motorik dan kebugaran jasmani, anak memperlihatkan hasil tes dalam katagori kurang. Penelitian


(26)

Bachtiar (1999), sampai pada kesimpulan yang menunjukan bahwa kemampuan gerak motorik siswa SD rendah. Laporan hasil penelitian di tingkat nasional yang di terbitkan pada Jurnal Nasional Pendidikan Jasmani dan Ilmu Keolahragaan (2004:2) bahwa ”... 37 % pelajar usia 13-15 tahun memiliki Kebugaran Jasmani katagori kurang atau kurang sekali, ... dan hanya 14,8% pelajar usia 13-15 tahun yang berkatagori baik (Menpora, 1977)”. Demikianpun hasil penelitian Pusat Kebugaran Jasmani dan Rekreasi (Pussegjasrek) Depdiknas tahun 1998, menunjukan sebagian besar anak sekolah di Indonesia tingkat Kebugaran Jasmaninya rendah atau berada di bawah rata-rata. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perlu disosialisasikan “gaya hidup aktif dan sehat,” dan tari yang relatif tidak memerlukan fasilitas yang banyak sungguh cocok dijadikan sebagai alat pembelajaran di sekolah-sekolah guna menyerap nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya.

Nelson dkk (2011:256-263) dalam penelitiannya mengenai pengaruh tari terhadap perkembangan sosial, mengatakan: yaitu

... research on Dancing classrooms, one study reported a significant impact on students’ sosial development values such as : (a) feeling more supported by teachers and administrators, (b) feeling more respected among peers, and (c) feeling more optimistic about life in school.

Hasil penelitian tersebut menunjukan pengaruh tari yang signifikan terhadap perkembangan nilai sosial seperti merasa lebih mendapat dukungan dari guru dan karyawan, perasaan lebih dihormati di kalangan sejawat, dan perasaan lebih optimis tentang kehidupan di sekolah.


(27)

Dari perspektif biologis hasil penelitian Nelson dkk mengungkap, adanya pengaruh tari yang signifikan terhadap denyut nadi dan fungsi cardiovascular:

Tari berpengaruh secara signifikan terhadap fungsi biologis yaitu cardiovascular. Hal ini terungkap dari penelitian sebagai berikut. Tari Ballroom yang memiliki 10 macam tari dengan beat lagu yang sangat berbeda. Untuk pelajaran tari tersebut dengan durasi 37 menit (termasuk ke dalamnya waktu transisi antara tari) dan intensitas latihan di atas 60 % dari denyut nadi maksimal dilaporkan bahwa memiliki denyut nadi berkisar antara 73 - 185 per menit.

Hasil penelitian juga mengungkapkan adanya peningkatan denyut nadi pada tujuh macam tari Ballroom dengan tingkat signifikansi p < 0.001. Hasil penelitian ini sangat signifikan untuk katagori overall (lima dansa). Nelson dkk pun melaporkan ada beberapa dansa yang tidak memperlihatkan adanya perbedaan pengaruhnya antara kelompok tari terhadap kardiovaskuler (Fox Trot p=0,053, Rumba p=0.202, Waltz p=0.170, Tango p=0.139).

Penelitian tari lainnya dilakukan oleh Trout, dan Zamora (2008:67). Josh dan Karra melaporkan hasil penelitiannya mengenai pengaruh tari terhadap anak yang mengalami kelebihan berat badan (fat/over weight). Penelitian mereka mengungkap pengaruh tari yang dapat menurunkan berat badan akibat pembakaran kalori melalui energi yang dihasilkannya gerakannya. Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh yang signifikan pada taraf kepercayaan p < 0.05, per 20-menit dalam sekali tampil. Selain itu terungkap bahwa penggunaan energi pada anak laki-laki lebih banyak


(28)

dibandingkan anak wanita, karena aktivitas tari pada anak perempuan, saat mereka melakukan tari lebih efisien dari pada anak laki-laki.

Josh melaporkan pula bahwa penurunnan berat badan ini signifikan untuk latihan di atas 8 minggu. Namun untuk latihan perkali datang, penggunaan energi atau kalori yang dipakai tidak begitu signifikan.

Sementara itu hasil observasi penulis di lapangan menunjukan bahwa aktivitas menari mulai digemari oleh masyarakat khususnya di kota Bandung. Klub-klub tari bermunculan, sampai-sampai orang menari di jalan-jalan utama pada tiap minggu yang diikuti oleh tua muda, anak dan remaja. Beberapa macam tarian yang dilakukan beberapa orang pelajar, sangat menarik perhatian untuk diteliti. Fokus penelitian diseputar isu tentang potensi tari sebagai media untuk meningkatkan kesehatan, dan nilai estetika yang berimplikasi terhadap pengembangan aneka tari yang terpilih sebagai bagian dari aktivitas ritmik, dalam kurikulum pendidikan jasmani di sekolah.

Program tari masuk ke dalam kurikulum pendidikan jasmani merupakan salah satu jawaban terhadap masalah kurang gerak pada anak yang hidup di zaman sekarang akibat berubahnya gaya hidup yang terkait dengan perubahan lingkungan fisik berupa terbatasnya ruang gerak untuk bermain, disamping sikap terhadap makanan yang beresiko, yang mengandung banyak lemak serta kelebihan kalori. Selain itu gaya hidup “diam” dan pasif, yang dipicu oleh teknologi transportasi dan telekomunikasi. Laporan dalam prosiding Koferensi Internasional ICHPERDS tahun 2009 di Kuala Lumpur mengungkap Indonesia termasuk “10 besar yang terancam


(29)

penyakit non-menular. Penyakit ini merupakan bahaya laten yang perlu ditanggulangi secepat dan sedini mungkin.

Selain manfaat dari perspektif biologis fisiologis, harapan kedepan, dengan meningkatnya sensitifitas estetika anak, maka anak akan memiliki budi pekerti, dengan bentuk tubuh yang indah, memiliki derajat kebugaran jasmani yang baik dengan komponen kemampuan aerobik yang tinggi, dan anak dapat menjadi kebanggaan keluarga, bangsa dan negara.

Selanjutnya elemen tari yang dipaparkan oleh Cohan (1986: 30) terdiri dari “centering gravity, balance, posture, gesture, rhythm, moving, space, and breathing,” Pada olahraga elemen penting ini menjadi bagian dari komponen kebugaran jasmani, yang menurut Larson, seperti dikutip oleh Giriwijoyo (2006:105) terdiri dari “endurance, biological function, body composition, muscle strength, muscle explosive power, muscle endurance, speed, agility, flexibility, reaction time, coordination, balance.” Selanjutnya oleh Giriwijoyo komponen kebugaran Jasmani ini dikelompokkan menjadi tiga kelompok sistema kerja, atau disebut juga Ergosistema (Ergosistema primer, Ergosistema sekunder, dan Ergosistema tertier). Tujuan dari pengelompokkan Ergosistema ini tiada lain untuk memudahkan pemahaman dan pelaksanaan pelatihan dan pembelajaran.

Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, terlihat beberapa karakter, istilah pola gerak tari, dalam gerak olahraga aerobik yaitu senam aerobik. Pada gerak tari dan senam aerobik, gerakan merupakan bentuk-bentuk yang dicari, dipilih, dan dilakukan secara sistematis dengan iringan musik.


(30)

Gerak tari yang memperlihatkan olahraga aerobik, pada dasarnya adalah gerak yang dilakukan dengan menggunakan sekitar 40 % otot besar, atau gerak tari yang mengikuti kaidah-kaidah olahraga aerobik. Pada olahraga aerobik sebagian besar gerakannya melibatkan 40 % otot besar atau lebih, yang dilakukan secara serentak/simultan, dengan intensitas yang memadai dan sesuai umur (nadi mencapai daerah latihan). Gerakannya dilakukan secara kontinu, dengan lama pelaksanaannya diatas 10 menit (Giriwijoyo,2006:48). Latihan yang demikian dapat merangsang kerja jantung dan paru-paru, sehingga dapat meningkatkan kemampuan aerobik seseorang dan dapat memperlihatkan tingkat kebugaran jasmani orang yang melakukannya.

B. Identifikasi Masalah

Dalam latar belakang telah dibahas karakteristik tari dan nilai- nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya. Persoalan berikut adalah sebagai bahan ajar, tari perlu di diseleksi dan dikemas dengan maksud agar tercapai tujuan pendidikan yang di harapkan.

Menurut pengamatan peneliti, sanggar tari atau tempat kursus tari, jumlahnya masih terbatas, terutama sanggar tari tradisional. Lain halnya dengan sanggar senam dan fitness center, sarana ini cukup menjamur di masyarakat dan membuka pelatihan tari modern yang sifatnya komersial. Tari yang dipelajari pada umumnya berasal dari luar Indonesia, seperti break dance, hip hop, tap dance, modern dance, disko, salsa, line dance, belli dance, zumba dan banyak lagi tari-tarian dari luar yang ditiru.


(31)

Selanjutnya pada PON ke 17 tahun 2008 di Samarinda dipertandingkan untuk pertama kali cabang olahraga tari yaitu Sport Dance. Sport Dance termasuk salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan di Olympiade. Semasa peneliti aktif pada kejuaraan tari Rok’n roll tahun 1984 di Jakarta, kejuaraan dunia Sport Dance ini sudah dipertandingkan tiap tahun.

Kini di Indonesia Sport Dance sudah menjadi sebuah organisasi olahraga prestasi yang bernaung di bawah Ikatan Olahraga Dansa Indonesia (IODI). Ada kemungkinan olahraga ini sulit berkembang, karena tempat-tempat kursus untuk penguasaan masih sangat terbatas jumlahnya, dan biaya untuk mengikuti kursus pun, cukup mahal. Hal ini tentu menjadi kendala bagi para guru penjas untuk dapat memperoleh keterampilan

Dalam Kurikulum 2006 di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia (FPOK-UPI), mata kuliah aktivitas ritmik dicantumkan di Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) dengan materi berupa musik dan gerak, sementara di Jurusan Ilmu Keolahragaan (IKOR) nama mata kuliah itu adalah Aktivitas Ritmik. Materi mata kuliah ini masih dalam tahap pengembangan, mencari bentuknya yang tepat. Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, materi dan hasil perkuliahan tetap pada penguasaan tari salsa dan cha-cha, jadi bukan pengayaan sebanyak mungkin keterampilan gerak berirama. Tari salsa dan tari cha-cha adalah jenis tarian berasal dari luar. Jika jenis tari dari luar ini yang selalu menjadi perhatian, maka dapat diperkirakan tarian tradisional kita tetap tertinggal dan tidak terbina. Hal ini akan berakibat punahnya


(32)

kekayaan tari tradisional, yang sebetulnya sarat dengan nilai estetika, pendidikan dan budaya.

Sementara itu hasil observasi peneliti di lapangan terhadap pola gerak berirama menunjukkan adanya irama lagu yang memiliki beat, rata – rata 130 permenit. Gerak langkah dengan 130 beat ini, sudah sama atau hampir sama dengan energi yang dikeluarkan sewaktu berlari jogging. Dengan demikian pola “gerak berirama” dengan intensitas yang cukup tinggi umumnya dapat merangsang kerja jantung dan paru–paru pesertanya, sehingga anak SD yang melakukan aktivitas pola gerak berirama tersebut akan mengalami peningkatan kebugaran jasmaninya, seperti halnya pengaruh Senam Kebugaran Jasmani (SKJ) yang diberikan oleh guru penjas. Hanya saja menurut pengamatan peneliti gerakan Senam Kebugaran Jasmani ini pelaksanaannya terlalu kaku dan tidak bebas, bahkan anak tidak dapat mengekspresikan dirinya secara maksimal. Melalui SKJ ini juga kecil kesempatan bagi anak untuk meresapi rasa estetika.

Di lain pihak, kalau pola gerak berirama atau tari ini diajarkan kepada anak, gerak tari itu sangat bermanfaat untuk membantu mereka mengenal aneka pola gerak berirama, baik pola gerak berirama tari tradisional Indonesia, maupun pola gerak berirama tari modern. Peneliti beranggapan bahwa, banyak keuntungan yang diperoleh anak dengan mendapatkan pengajaran pola gerak tari, terutama anak akan memiliki kemampuan lokomotor yang baik. Di samping itu anak mendapat keuntungan yang lainnya, yaitu akan berkembang sikap sosialnya, selain rasa bangga menjadi anak Indonesia.yang mempunyai sikap tubuh yang baik, sehat, dan indah.


(33)

Sudah seyogyanyalah dalam masa pertumbuhan anak, perlu diperhatikan sikap tubuh yang baik. Kebiasaan sikap tubuh yang salah dan kurang terperhatikan oleh guru, akan melekat yang kemudian sukar untuk diperbaikinya.

Berdasarkan paparan dalam latar belakang masalah dan hasil observasi di lapangan maka dapat di tegaskan dan dibatasi variabel yang termasuk dalam penelitian.

Variabel bebas adalah pola gerak ritmik (aktivitas ritmik) yang di jabarkan dalam tiga pola gerak tari yaitu: (1) pola tari tradisional, (2) pola tari pergaulan atau disebut juga sebagai pola tari sosial (sosial dance), dan (3) pola tari modern (modern dance). Variabel terikat meliputi derajat kebugaran jasmani dan persepsi estetika.

Untuk pola tari tradisional di teliti tari Nusantara yang teridiri dari tari piring (tari melayu), tari giring-giring (tari Kalimantan Tengah), dan tari Jaipongan (Jawa Barat). Pemilihan ke tiga macam tari tradisional ini atas dasar pertimbangan gerakannya energik, mudah dilakukan, pelaksanaannya massal, dan aman serta memiliki lagu di atas 130 beat per menit. Gerak tubuh dalam tarian tersebut melibatkan banyak anggota tubuh yang bergerak secara serasi, dan intensitas gerak tubuh tersebut mampu merangsang kerja dari sistem cardiorespiratory.

Untuk tari pergaulan atau sosial dance, diteliti tari Cha-cha dari katagori Latin Section pada tarian Ballroom. “Tari ini dilakukan berpasangan dan kini kian populer di Indonesia. Tari Ballroom adalah tarian pergaulan atau social dance. Pada perkembangan selanjutnya, tarian Ballroom ini populer dan sering di pertandingkan mulai tingkat nasional sampai tingkat dunia. Tari Ballroom terbagi menjadi dua


(34)

katagori yaitu; katagori tari Modern Section dengan lima tarian, dan tari Latin Section juga lima tarian. Peneliti memilih tarian cha-cha-cha dari katagori Latin Section, karena gerakan tari cha-cha-cha, menurut pengamatan peneliti, memuat banyak gerak dasar lokomotor.

Sementara itu tari hip-hop ini pun sangat di gandrungi oleh kawula muda di kota besar seperti di Bandung. Hasil observasi peneliti di lapangan, menunjukkan bahwa setiap minggu di jalan utama di kota Bandung, banyak remaja menari tarian modern, seperti; break dance, line dance, zumba, modern dance, dan hip-hop.

Pilihan peneliti jatuh pada tarian hip-hop karena dalam otot yang di gerakkan benar-benar harus dia sadar. Selain itu musik yang dipakai untuk tarian hip-hop memiliki hentakan yang menimbulkan semangat dan iramanya tidak monoton. Tari ini sangat digemari oleh anak muda masa kini, seperti halnya musik irama raps dengan suara efek yang ditimbulkan dari tangan dan mulut.

Berkenaan dengan variabel terikat, yang pertama adalah kebugaran jasmani:  Kebugaran jasmani

Kebugaran jasmani pada penelitian ini adalah kemampuan yang

menggambarkan derajat sehat dinamis anak, berdasarkan indikator kemampuan aerobik anak. Pengambilan data menggunakan tes kemampuan aerobik lari 12 menit. Yang kedua adalah estetika:

 Estetika yakni rasa keindahan yang dipersepsi anak dan diukur melalui tayangan visual berupa gambar statis empat jenis yaitu tarian tradisional,


(35)

klasik, modern, dan olahraga estetis. Anak diminta menilai tayangan gambar statis tersebut sebelum dan sesudah mendapat kegiatan pembelajaran tari tradisional (Nusantara) yang terdiri dari tari melayu, tari jaipongan, dan tari giring-giring, tari pergaulan (tari cha-cha), dan tari modern ( tari hip-hop). Sementara itu lama pembelajaran yaitu sama dengan dua jam mata pelajaran Pend-Jas Or yang berlaku di sekolah.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah peneliti uraikan, maka rumusan pertanyaan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara tari tradisional, tari pergaulan, dan tari modern terhadap kebugaran jasmani para siswa SD?

2. Apakah ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara tari tradisional, tari pergaulan, dan tari modern terhadap persepsi estetika para siswa SD?

D. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji efektivitas perlakuan pembelajaran tari tradisional, tari pergaulan, tari modern terhadap kebugaran jasmani siswa SD.

2. Mengkaji efektivitas perlakuan pembelajaran tari tradisional, tari pergaulan, tari modern terhadap persepsi estetika siswa SD.


(36)

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat secara teoretis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi pengembang teori kurikulum dalam pendidikan jasmani, terutama pengembangan substansi pengalaman ajar di SD. Penelitian ini juga bermanfaat untuk mengembangkan kerangka teoritis sport-pedagogy, salah satu sub-disiplin ilmu keolahragaan. Selain tentang isi kurikulum, hasil penelitian ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan teori pembebanan kerja, yang terkait dengan perubahan secara fisiologis, utamanya rangsangan yang dapat mengembangkan fungsi cardio-vascullar, terkait dengan konsep sehat dinamis.

Hasil penelitian ini juga akan menyumbang kepada pemahaman terhadap teori persepsi dan estetika.

2. Manfaat secara praktis

Dari segi praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat, bagi pengembangan beberapa hal:

Pertama, merupakan masukan bagi pengembangan kurikulum pendidikan jasmani, khususnya pengayaan substansi gerak ritmik yang diambil dari tari tradisional dan tari lainnya, yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pengembangan tari di SD berimplikasi pada pengembangan kurikulum pendidikan tenaga guru pendidikan jasmani seperti lingkungan di Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) atau lembaga pendidikan bertaraf Universitas.


(37)

Kedua, Penelitian ini berguna sebagai bahan masukan bagi pembina olahraga rekreasi di masyarakat untuk meningkatkan derajat sehat dinamis, meskipun subjek penelitian ini adalah anak usia SD. Kajian hasil penelitian ini merupakan masukan untuk melestarikan kebudayaan Bangsa Indonesia, melalui pengenalan tari tradisional di lingkungan sekolah sehingga anak akan mengenal dan mencintai budaya Bangsa Indonesia. Selain itu anak dapat mengenal dan mengespresikan aneka pola gerak berirama dari luar yang sekarang sedang digandrungi oleh kawula muda.

F. Kerangka Berfikir

Pengajaran dan pelatihan tari, baik tari tradisional, tari pergaulan, maupun tari modern sangat berpotensi untuk memperkaya perbendaharaan gerak anak usia SD, yang dalam pelaksanaannya terkandung unsur gerak dasar lokomotor dan non-lokomotor, sesuai dengan pola gerak yang dirancang. Setiap pola gerak yang dilakukan berulang-ulang sesuai dengan intensitas yang culup tinggi dalam irama 130 beat ke atas akan membangkitkan rangsangan yang meningkatkan sistem energi aerobik dan penggunaan sistem kardiovaskuler. Rangsangan terhadap sistem fisiologis tersebut berakibat langsung pada kegiatan derajat sehat jasmani dengan indikator yaitu seseorang dapat melaksanakan kerja fisik dan mental tanpa meakibatkan kelelahan yang berlebihan.

Sementara itu, pelaksanaan tari tradisional, tari pergaulan dan tari modern mengikuti pola gerak irama dengan beat 130 ke atas sehingga dengan pengajaran


(38)

yang terbimbing dan terarah ketiga jenis tari itu berpotensi untuk meningkatkan kebugaran jasmani secara signifikan.

Gerak ritmis tari tradisional, tari pergaulan dan tari modern, meskipun agak berbeda dalam pola gerak dan iramanya, pelaksanaannya membutuhkan rasa kinestetik, yang terkait dengan sikap tubuh, yang meruang dengan dukungan energi yang serasi, sesuai dengan konsep taksonomi gerak Laban, yang mencangkup body, space dan effort.

Rasa kinestatis yang dipadukan dengan arus (flow) gerak dan irama merupakan rangsangan gerak yang akan menimbulkan sensasi, bukan saja sikap fisik, tetapi sensasi emosi, khususnya rasa keindahan, yang akan meresap dan melekat dalam memori bila dilakukan secara kontinu dan berulang-ulang.

G. Hipotesis.

Berdasarkan kerangka berfikir di atas maka di ajukan empat hipotesa penelitian sebagai berikut.

H1 = Terdapat pengaruh yang signifikan, tari tradisional, tari pergaulan, dan tari modern terhadap kebugaran jasmani siswa SD.

H2 = Terdapat pengaruh yang signifikan, tari tradisional, tari pergaulan, dan tari modern terhadap persepsi estetika siswa SD.


(39)

H3 = Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antar , tari tradisional, tari pergaulan, dan tari modern terhadap kebugaran jasmani siswa SD.

H4 = Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antar, tari tradisional, tari pergaulan, dan tari modern terhadap persepsi estetika siswa SD.

Berkenaan dengan variabel terikat, yang pertama adalah kebugaran jasmani:  Kebugaran jasmani

Kebugaran jasmani pada penelitian ini adalah kemampuan yang

menggambarkan derajat sehat dinamis anak, berdasarkan indikator kemampuan aerobik anak. Pengambilan data menggunakan tes kemampuan aerobik lari 12 menit. Yang kedua adalah estetika:

 Estetika yakni rasa keindahan yang dipersepsi anak dan diukur melalui tayangan visual berupa gambar statis empat jenis yaitu tarian tradisional, klasik, moderen, dan olahraga estetis. Anak diminta menilai tayangan gambar statis tersebut sebelum dan sesudah mendapat kegiatan pembelajaran tari tradisional (Nusantara) yang terdiri dari tari melayu, tari jaipongan, dan tari giring-giring, tari pergaulan (tari cha-cha), dan tari modern ( tari hip-hop). Sementara itu lama pembelajaran yaitu sama dengan satu jam mata pelajaran Pend-Jas Or yang berlaku di sekolah.


(40)

H. Langkah Penelitian

(INTRODUCTION TO RESEARCH IN HPERD)

PROBLEM

DEDUCTIVE INDUCTIVE

OPERATIONAL DEFINITION

DATA COLLECTION AND STATITISCAL ANALYSIS

FINDINGS

Gambar 1.1 LITERATUR

THEORETICAL EMPIRICAL

HYPOTHESIS

METHOD

SUBJECT MEASUREMENTS PROCEDURE DESIGN

Conclusion & DISCUSSION

Evalusion Recommendation


(41)

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen untuk mengkaji pengaruh pembelajaran aktivitas ritmik berupa tari sebagai variabel bebas terhadap variabel terikat, meliputi kebugaran jasmani dan persepsi estetika.

Pengalaman belajar aktivitas ritmik sebagai variabel bebas, didesain dengan substansi pengalaman belajar (1) belajar tari tradisional Indonesia (tari Nusantara), (2) tari pergaulan (sosial dance), dan (3) tari modern (modern dance). Populasi dan sampel adalah siswa Sekolah Dasar Cisitu Bandung. Instrumen penelitian meliputi (1) tes aerobik 12 menit dari Cooper untuk mengukur kebugaran jasmani, dan (2) angket untuk menilai daya persepsi estetika terhadap 113 tayangan gambar yang di proyeksikan di layar.

Metode eksperimen menurut Saxe dan Fine (di dalam W. Lawrence Neuman (2003:237): adalah “…the principal scientific method to be emphasized, involves at a simple level the comparison of groups or individuals who have been differentially exposed to changes in their environment…” Artinya prinsip metode ilmiah yang harus ditekankan, adalah percobaan sederhana antara kelompok-kelompok atau, individu-individu yang telah mendapatkan perubahan yang berbeda dari lingkungan sekitarnya, dengan kata lain motode experimen menitik-beratkan pada perbandingan antar kelompok-kelompok yang telah mendapat perlakuan yang berbeda agar terjadi perubahan terkait dengan metode experiment.

Pada penelitian ini peneliti membagi sampel menjadi empat kelompok yang memperoleh perlakuan berupa pembelajaran tari tradisional, tari pegaulan, tari modern,


(42)

perubahan sebagai akibat dari ke tiga macam perlakuan terhadap perilaku sampel. Hyllegard, Mood dan Morrow (1996:42) menjelaskan tujuan eksperimen yaitu ”… to explore and understand cause and effect relationships and is based on the manipulation and measurement of variables…” maksud tujuan eksperiment tiada lain adalah untuk menemukan dan memahami hubungan sebab akibat antara variabel yang sedang diselidiki dan juga berdasarkan manipulasi variabel terukur.

B. Variabel penelitian:

Agar jelas variabel yang diteliti dalam perilaku hubungan sebab akibat, perlu dipertegas kembali jenis variabel sebagai berikut.

(1). Variabel perlakuan:

Variabel perlakuan disebut juga variabel bebas, meliputi tari tradisional, tari pergaulan/ sosial dance, tari modern/ modern dance. Katagori variabel perlakuan ini berbeda dalam pola geraknya.

(2) Variabel Respons:

Variabel respons disebut juga variabel terikat, meliputi Kebugaran Jasmani/Derajat Sehat Dinamis dan persepsi estetika.

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah siswa Sekolah Dasar kelas lima Cisitu Bandung, dengan rentang umur antara 10 sampai dengan 11 tahun, sebanyak 150 orang atau 5 kelas. Karena terbatasnya tenaga, biaya, waktu dan instruktur pembelajaran tari,


(43)

Maksudnya pengambilan sampel berdasarkan pilihan sengaja, tertentunya mempertimbangkan karakteristik anggota sampel yang menjadi subjek penelitian.

Selanjutnya yang menjadi pertimbangan adalah subjek: (1) bukan seorang penari. (2) tidak sedang mengikuti kursus menari, dan (3) bukan seorang atlet. (4) bukan dari keluarga penari, dan (5) siswa berbadan sehat.

Subjek yang memiliki derajat sehat baik, artinya adalah anak yang tidak sedang mengidap penyakit atau anak yang bukan memiliki penyakit bawaan.

Pertimbangan ini dimaksudkan pula agar anak mampu mengikuti latihan secara keseluruhan, disamping untuk mencegahnya sampai ada yang berhenti di tengah masa penelitian, yang dapat mempengaruhi validitas penelitian. Selain pertimbangan di atas, yang menjadi syarat adalah subjek harus benar-benar mau mengikuti program pembelajaran yang peneliti berikan. Para siswa yang terpilih harus siap mengikuti seluruh instruksi pelatih, disamping mendapat izin dari orang tuanya, serta persetujuan guru-guru yang terlibat, dan seizin kepala sekolah.

Dasar pertimbangan penelitian menggunakan sampel yang diteliti atas siswa SD kelas lima yaitu mereka dianggap baik dalam perspektif psikomotor maupun kognitif, mampu mengikuti program pembelajaran. Selanjutnya kelompok mana yang menjadi kelompok experiment yang memperoleh perlakuan, dan yang tidak memperoleh perlakuan ditentukan melalui prosedur random.

Dengan demikian diperoleh kelompok yang mendapat pembelajaran tari tradisional, tari pergaulan (sosial dance), dan tari modern (modern dance). Satu kelompok lainnya sebagai kontrol, yakni tidak memperoleh perlakuan apa-apa,


(44)

penentuan kelas yang memperoleh dan yang tidak memperoleh perlakuan di tentukan secara acak. Prinsip ini bermanfaat untuk menjamin variabel terikat melalui prosedur random, maka dapat ditentukan:

(1) Kelompok A. Kelompok ini memperoleh perlakuan tari tradisional terdiri dari gabungan beberapa tarian Nusantara (tari melayu, giring-giring, tari jaipong). Rangkaian dan gabungan dari tari ini adalah pola gerak berirama yang memiliki ciri dan sifat olahraga kesehatan yaitu, mudah, murah, meriah, massal, dan manfaat. Kriteria ini tentunya harus memenuhi prinsip olahraga aerobik.

(2) Kelompok B. Kelompok ini memperoleh perlakuan tarian pergaulan (sosial dance) yaitu tarian ballroom yang terdiri dari 10 tarian. Karena terbatasnya waktu dan kemampuan, yang dikaji hanya tari cha-cha-cha dalam katagori (Latin section). Selain itu peneliti harus mengevaluasi gerakan yang memenuhi kriteria mudah, murah, meriah, manfaat, dan juga memenuhi kriteria olahraga aerobik. Tari cha-cha dalam katagori Latin Section pada dansa ballroom, tidak perlu dirancang kembali, karena tarian ini sudah baku, dan sudah terpercaya baik di tingkat nasional maupun di tingkat dunia. (3) Kelompok C. Kelompok ini memperoleh perlakuan tari modern (modern dance) yakni tarian hip-hop yang sedang banyak di minati di masyarakat, terutama di kalangan anak muda. Gerak yang ditampilkannya sangat energik dan aman, atau tidak berbahaya seperti halnya tari break dance atau tari kapuera.

(4) Kelompok kontrol D, adalah kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan tetapi mereka diikut sertakan dalam tes awal dan tes akhir.


(45)

D. Diagram Penelitian

VARIABEL

TERIKAT

PERSEPSI ESTETIKA

TES KEBU GARAN JASMANI VARIABEL BEBAS GMB T tradisional GMB T Pergaulan

GMB T Klasik

GMB OR Estetika KEL TARI

TRADISIONAL

KEL TARI

PERGAULAN

KEL TARI MODEREN KEL KONTROL

E. Pengkonstruksian Instrumen

Untuk menjaring data persepsi estetika anak, sebelumnya instrument disusun berupa angket, untuk merespons 113 tayangan gambar. Pola respons tersebut berupa jawaban 5 katagori, yakni Indah Sekali (IS), Indah (I), Cukup Indah (CI), Tidak Indah (TI), dan Sangat Tidak Indah (STI). Dengan demikian subjek akan merespons tayangan gambar tersebut.

Pengambilan data dengan menggunakan film atau alat bantu video sering digunakan untuk penelitian mengenai tari dan photografi, menurut Bailey (1976), Loring (1977), dan Sidrow (1978); di dalam Thomas, dan Nelson (1985:247-249).


(46)

Sekali nilai 5, Indah nilai 4, Cukup Indah nilai3, Kurang Indah nilai 2, dan Sangat Tidak Indah nilainya 1, nilai ini diberikan untuk gambar yang bersifat positif. Indahnya suatu tayangan gambar bedasarkan persepsi responden menyimpulkan pada unsur gerak meliputi (1) postur tubuh, (2) ruang gerak, dan (3) ungkapan atau ekspresi yang mencerminkan tenaga yang di keluarkan. Untuk tayangan gambar yang bersifat negatif, skor penilaian bergerak dari 1,2,3,4, dan 5. Akan tetapi pada penelitian ini penulis hanya mengambil satu sisi saja yaitu opsen yang bersifat positif saja. Ke lima Opsi inilah yang akan dipilih responden, untuk menilai tayangan gambar statis yang ditampilkan satu-persatu selama 10 detik agar anak memperoleh waktu yang cukup untuk mengamati gambar tersebut.

F. Uji Coba Angket

Tayangan gambar yang dijadikan rangsangan untuk persepsi estetika terdiri dari 113 tayangan gambar, meliputi gambar tari tradisional, tayangan gambar tari klasik (tari latin dan balet), gambar tari modern, dan gambar olahraga estetika.

Untuk mengukur kemampuan aerobik/ KJ atau derajat sehat dinamis anak, Peneliti menggunakan Tes Kebugaran Jasmani, yaitu tes lari 12 menit. Tes lari 12 menit ini peneliti pakai berdasarkan petunjuk dari beberapa ahli, juga berdasarkan the concept of physical working capacity (PWC) menurut Herbert A. de Vries (1980:246) “motor

fitness testing are needed in a well rounded physical education curriculum.” Pada kutipan ini dikatakan bahwa tes kebugaran jasmani dipakai dalam kurikulum Penjas. Selanjutnya diperjelas lagi oleh de Vries bahwa tes kebugaran jasmani berkembang lebih


(47)

wide acceptance as a measure of fitness among physiologists, pediatricians,

cardiologists, and other members of the medical profession.” De Vries mengemukakan pula bahwa “ PWC is measured by objective and accurate means (maximal 02

consumption), and simpler but valid methods are available for predicting PWC from the submaximal heart rate tests.” Penggunaan tes lari 12 menit lebih menguntungkan, (1) karena untuk orang yang tidak memiliki penampilan dalam pendidikan fisikpun dapat dianalisa datanya. (2) minimnya fasilitas yang ada di tempat pengambilan tes, tetapi tes masih dapat dilaksanakan dengan fasilitas yang kurang tersebut. (3) pengetesan dapat dilaksanakan pada jumlah siswa banyak, tetapi anak-anak tetap terperhatikan keseluruhannya. Jadi ketiga opsi inilah yang memberikan keuntungan dan kemudahan dalam pengambilan data. Data tes lari 12 menit dapat dilihat pada lampiran tabel 3.1.

Pengambilan data melalui tayangan gambar statis, semula jumlah tayangan gambar sebanyak 250 buah karena terkesan membosankan akibat terlalu banyak yang menyebabkan anak lelah dan tidak dapat berkonsentrasi, maka jumlah tayangan gambar dikurangi. Proses uji coba berlangsung hingga tiga kali, sampai kemudian diputuskan hanya 113 tayangan yang ditampilkan, yang memakan waktu kurang lebih 2 jam. Hal ini juga di sesuaikan dengan karakter seusia SD yang hanya mampu berkonsentrasi perkatagori dalam instrumen yang tidak boleh lama. Selama uji coba itu berulang kali dijelaskan opsi yang dinilai. Hal ini sesuai dengan respons subjek yang sedang bertugas tentang apa yang harus mereka nilai.

Melalui respons tersebut, jumlah tayangan bermula 250 menjadi 150 tayangan kemudian menjadi 140 dan 113. Waktu uji coba berselang satu minggu.


(48)

coba sebanyak 113 meliputi (17 tayangan gambar tari tradisional), (10 tayangan gambar tari klasik), (14 tayangan gambar tari modern), dan ( 43 tayangan gambar olahraga estetika).

Data diolah secara statistik untuk mencari validitas internal setiap respons terhadap tiap gambar, tanggapan dari respons dianalisa, untuk dapat membedakan antara respons yang skors tinggi-tinggi dan skors rendah-rendah pada kelompok masing-masing 27 % dari jumlah siswa sebanyak 30 orang putra dan putri. Untuk menentukan tingkat validitas, penulis menggunakan t hitung dengan tingkat kepercayaan (α = 0.05) yang dalam tabel, t = 2,179 . Angka pernyataan dengan subjek t hitung lebih besar dari t tabel, maka pernyataan itu dinyatakan valid. Data dapat dilihat pada lampiran tabel 3.2.

Setelah uji validitas, maka instrumen yang dapat dipakai adalah 13 buah tayangan gambar tradisional, 9 tayangan gambar klasik, 11 tayangan gambar modern, dan 34 tayangan gambar olahraga estetika. Jumlah keseluruhan tayangan gambar persepsi estetika adalah 67 tayangan gambar. Hasil uji validitas datanya dapat dilihat pada lampiran tabel 3.2.

Prosedur mencari nilai reliabilitas menggunakan analisa Kuder Richardson II (KR 11) sehingga diperoleh reliabilitas pada masing-masing tayangan. Nilai instrumen untuk kelompok tayangan gambar tradisional memiliki 0, 90 dengan status sempurna, untuk tayangan gambar klasik 0, 79 dengan status tingkat sedang, tayangan gambar moderen 0, 95 dengan status tingkat sempurna dan tayangan gambar olahraga estetika 0, 93 pada tingkat sempurna. Hasil pengolahan data dan tahapan kerja dapat dilihat pada lampiran tabel 3.3 (data mentah, data uji coba, data uji validitas dan uji reliabilitas).


(49)

G. Protokol Perlakuan

1

.

Analisis Struktur Gerak ke tiga jenis Tari 1.1- Tari Tradisional.

Penggunaan body. Pada tari tradisional gerak yang dirancang memenuhi kriteria mudah, gerakan sangat sederhana, dan lebih banyak menggunakan gerakan kaki maju, mundur, melangkah samping kanan dan samping kiri, serong kanan dan serong kiri. Gerakan tangan tidak begitu sulit, karena gerakan yang dilakukan banyak menggunakan pangkal lengan, yaitu berporos pada bahu seperti gerakan mengayun, mengangkat, dan memutar. Menyangkut Space (ruang), ruang yang dipakai cukup luas karena pada tarian tradisional pola langkah yang dirancang memenuhi ruangan dengan cara berpindah-pindah tempat. Pada tarian tradisional gerakan yang dilakukan sebanyak 4x8 hitungan belum juga berpindah ke gerakan yang lainnya, maka gerakan terlihat monoton, dan yang melakukannya juga bosan. Penggunaan tenaga atau energi, penggunaan tenaga pada tarian tradisional tidak begitu tampak, karena rangsangan dari musik pengiringpun gerakan iramanya tidak terlalu menghentak-hentak, sehingga karakteristik gerakan tari tradisional terasa halus dan mengalir.

1.2 Tari Pergaulan. Menyangkut penggunaan body. Gerakan pada tari pergaulan sudah baku dan terpercaya tidak perlu dirancang. Penggunaan body sangat terlihat saat memindahkan berat badan dari poros ke sisi lainnya. Pada saat memindahkan berat badan menjadi bagian yang tersulit untuk dipelajari, sehingga perlu berulang-ulang dilakukan agar anak sadar akan gerak yang sedang dia lakukan. Gerakan


(50)

pada tari pergaulan terkesan lebih sederhana. Akan tetapi menjadi bagian terpenting karena dilakukan menggunakan tenaga sesuai dengan hentakan irama musik, gerakan tangan dilakukan selalu harus simetris dan sinchron dengan pasangan tarinya (tari pergaulan dapat dilakukan sendiri-sendiri, atau dilakukan berpasang-pasangan, putra dan putri atau putri dengan putri).

Menyangkut space. Dalam memenuhi kriteria space (ruang), pada tari pergaulan untuk tingkat pemula gerakan sangat sederhana hanya belajar dasar gerak, seperti gerakan maju mundur, samping kiri dan samping kanan. Untuk energi atau tenaga belum sepenuhnya tersalurkan, karena gerakan yang dilakukan masih terfokus pada badan, kaki, tangan dan cara memindahkan berat badan. Setelah mahir gerakan dilakukan berpindah tempat. Pada anak pemula gerakan tari pergaulan tenaga yang disalurkan hanya membuat gerakan menjadi kaku.

1.3 Tari Modern (tari hip-hop). Pada tari hip-hop, gerakan banyak melibatkan body (badan) sampai pada upaya menggerakkan otot-otot kecil, seperti pada saat menggerakkan bagian kepala, maka otot daerah leher haruslah sadar sehingga kepala dapat digerakan. Agar daerah badan dapat digerakan maka otot di sekitar badan haruslah sadar untuk digerakan. Untuk Gerak di daerah panggul tidaklah terlalu sulit, karena orang berjalan panggulnya sudah biasa bergerak. Pada bagian lengan dan tangan komponen ini sangatlah penting dan banyak macam gerak dapat dilakukan, gerak yang dilakukan bisa simetris asimetris, sinchron dan asinchronisasi. Pada saat melakukan gerakannya harus bertenaga sesuai dengan hentakan musik. Space yang digunakan dalam tari hip-hop tidak terlalu membutukan ruangan yang terlalu luas karena tari hip-hop lebih statis, artinya


(51)

digunakan iramanya cukup keras menghentak-hentak dan memberikan kesan menarik dan semangat artinya karakteristik tarian ini sangat menarik dan energik.

Ketiga pembelajaran tari memiliki perbedaan karakter seperti pada tari tradisional lebih banyak menggunakan langkah kaki dan pemenuhan ruangan. Pada tari pergaulan berimbang antara gerakan kaki dan badan selain itu banyak menfokuskan diri dalam memindahkan berat badan. Sedangkan pada tari modern lebih terfokus pada gerak setiap bagian anggota badan, dan gerakan lebih statis dan penuh dengan tekanan.

2. Proses pembelajaran dan pelatihan

2.1.1 Sistimatika Pembelajaran Tari Tradisional Latihan Pendahuluan:

1.1.1 Memperkenalkan pola langkah 1.1.2 Memperkenalkan arah (line) 1.1.3 Mempelajari gerak tangan 1.1.4 Mempelajari gerak badan Latihan Inti:

1.1.5 Mencobakan gabungan gerak tangan dan badan

1.1.6 Mempelajari gerak langkah sambil menggerakkan badan dan tangan 1.1.7 Mempelajari gabungan dari gerak langkah sambil menggerakkan badan dan tangan ke arah; depan, belakang, samping kanan, dan samping kiri


(52)

2.2. Sistimatika Pembelajaran Tari Pergaulan Latihan Pendahuluan

2.2.1 Memperkenalkan langkah empat ketuk

2.2.2 Mempelajari langkah, pada hitungan satu dan dua, kaki kanan mundur selangkah, pada hitungan tiga dan empat, kaki kanan kembali ke semula

2.2.3 Mempelajari langkah, pada hitungan satu dan dua kaki kiri melangkah maju selangkah ke depan, pada hitungan tiga dan empat kaki kari kembali ke semula.

Latihan Inti

2.2.4 Mengajarkan gabungan dari langkah mundur dan langkah maju (melangkahkan kaki kanan pada hitungan satu dan dua mundur, dilanjutkan hitung tiga dan empat kaki kanan kembali ke semula). Gerakan diulangi tetapi kebalikannya melangkah ke depan kaki kiri hitungan satu dan dua, hitungan tiga dan empat kaki kiri kembali ketempat.

2.2.5 Gerakan dilakukan berulang-ulang sampai terjadi otomatisasi (sadar).

2.2.6 Mempelajari gerakan melangkah kaki kiri serong depan ke arah kanan dan serong ke depan kaki kanan ke arah kiri. Setelah gerakan lancar maka dilanjutkan pada gerakan serong belakang kaki kiri ke arah kanan


(53)

sampai terjadi otomatisasi.

2.2.7 Mempelajari cara memindahkan berat badan, gerakan tangan dan gerakan sasse.

2.3 Sistimatika Pembelajaran Tari Modern Latihan Pendahuluan

2.3.1 Menggerakkan otot leher sampai gerakannya disadari

2.3.2 Menggerakkan otot di sekitar bahu (gerakan ke atas & ke bawah) 2.3.3 Menggerakkan badan arah depan, belakang, samping kiri, samping kanan, gerakan badan ke arah kanan dan ke arah kiri panggul tetap

difiksir.

2.3.4 Menggerakkan panggul, lengan, dan gerakan tangan.

Latihan inti

2.3.5 Mengajarkan kombinasi gerak tangan dan badan 2.3.6 Mengajarkan kombinasi antar badan dan kaki

2.3.7 Mengajarkan gerak kombinasi antar badan tangan, dan kaki.

3.1 Prinsip Pembelajaran atau Pelatihan

3.1.1 Pembelajaran atau Pelatihan Tari Tradiaional. Prisip pembelajaran tari tradisional tahap pertama anak diperkenalkan gerak tubuh sederhana sampai ke gerak tubuh kompleks, selanjutnya anak dapat melakukan gerak


(1)

KEPUSTAKAAN

__________, (1990), Beginning Coaching Level 1 coach’s Manual, Australian Sports Commision. Australian Coaching Council Incorporated.

---, (1996), Indonesia Indah “Tari Tradisional Indonesia”, Penerbit Seri Buku Indonesia Indah, Yayasan Harapan Kita, edisi ke 7.

Brucel, E. et al. (1983). Comporative Physical Education and Spor. Philadelphia.

Beverly L. E. et al. (1975). Sports Skills, a Conceptual Approach to Meaningful Movement.

Benyamin, C. and Wills. (1956). Teaching Guide for Health And Physical Education.

Bruce A., Kippers V., and Robert J. (1996). The Biophysical Foundations of Human Movement.

Berliana. (1998). Pengaruh Model Hellison Sebagai Pembinaan Sikap Bertanggung Jawab Yang dipadukan dalam Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar, Tesis, Program Pasca Sarjana, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung.

Chanhan, SS. Advance Education Psychology. Vikas Publishing House PVT. LTD. New Delhi Bombay Bangalore.

Curt, S. (1969). World History of the Dance. New York; W.W. Norton 7 and Company. Inc.

Caspersen, C.J., Powell K.E., and Christenses G.M. (1985). Physical Activity, Exercise and Physical Fitness: definitions and distinctions for health-related research. Public Health Report. Cavill N., Kahlmeier S., Racioppi F (eds). (2006), Physical activity, and health In Europe: evidence for action. Copenhagen: WHO Regional Office for Europe.

Dharsono., Kartika S., dan Prawira, GN. (2004). Pengantar Estetika, Penerbit Rekayasa Sains.

Dharsono (Sony Kartika). (2007). Estetika. Penerbit Rekayasa Sains. Desmond, M. (1977). Man Watching A Field Guide to Human Behavior.


(2)

Dewi. (2002). Pengelolaan PembelajaranSeni Tari Sunda Klasik Sebagai Upaya Pelestarian Aset Budaya Daerah, Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

Edwarrd L. and Fox, L. (1979). Sport Physiology, W.B. Saunders Company, Phyladelphia. En.wikipedia.org/wiki/social-dance. Fox, L , (1979), Sport Physiology, W.B. Saunders Company, Phyladelphia Franks, DB. (1986). Health/Fitness Instructor’s Handbook, Human

Kinetics Publishers. Inc .

Goleman, D. (1995), Emotional Intelligence, New York: Bantam Books. Guyton,A C. (1959). Function of The Human Body. W.B.Sounders CO.,

Philadelphia and London Chasles E. Tuttle CO., Tokyo.

Gallahue. (1989). Understanding Motor Development, Infant, Children, Adolescents, second Edition, Benchmark Press, Inc, Indianapolis, Indiana.

http://www.ivarhagendoorn.com/reserch/dance-perception-aesthetic-

experience-and-the- brain.

http://en.wikipedia.org/wiki/aesthetics

http:/us.yhs.search.yahoo.com/avg/search?fr=yhsavg&type=yahoo_avg_hs 2-tb-web_us&p=estetika.

http:// studio3homedesign.blogspot.com/2007/12.

Hellison, Don, (1995), Teaching Responsibility through Physical Activity, Human Kinetics, University of Illinois at Chicago.

Husaini, M.Noor, (1978), Himpunan Istilah Psikologi, Penerbit Mutira, Jakarta.

Jurnal Nasional, Pendidikan Jasmani dan Ilmu Keolahragaa (2004), National Journal of physical education and sport science. Juju Masunah dan Tati Narawati,(2003), Seni dan Pendidikan Seni, 2003,

P4ST UPI.

J.E.Kene, (1972), Psychological Aspects of Physical Education and Sport, Routledge &Kegan Paul, London and Boston.


(3)

Joyce Mary, (1984), Dance Technique For Children, Mayfield Publishing Company.

Jerry R Thomas, Jack K. Nelson, , (1985 :247), Introduction to Research, in Health, Physical Eduction, and Dance. Human Kinetics Publishers, Inc. Champaign, Illinois.

Joanne M. Landy. Maxwell J. Landy, (1992), Ready-to-Use P.E. Activities For Grades K-2. Parker Publishing Company, West Nyack, New York, 1992.

Josh Trout, Karra Zamora. The ICHPER-SD (2008), Journal of Research in Health, Physical Education, Recreation , Sport& Dance, Dance Dance Revolution: A Physiological Look at an Interactive Arcade Game. http:Proquest.umi.com/pqdweb? Mood, Musker, Rink, (2003), Sport and Recreational Activities, thiteenth

edition, Boston Burr Ridge, IL Dubuque, IA Madison, WI New York San Francisco St Louis bangkok Bogota Caracas Kualalumpur Lisbo London Madrid Mexico City Milan Montreal New Delhi Santiago Soul Singapure Sydney Taipei Toronto.

Mohammad Abdulkadir (2005), Ilmu Sosial Budaya Dasar, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Marjorie A, Souder, Phyllis, Hill, (1963), Basic Movement, the Ronald Press Company. New York.

Munandar Soelaeman, (2005), Ilmu Budaya Dasar, Suatu Pengantar.

Nasution, (1983), Didaktik Asas-asas Mengajar, Penerbit, Sumber Bandung.

Nelson,Larry;Evans,Melissa;Guess,Wendy;Morris,Mary;Olson,Terry;Buckwalter ,John;dkk, (2011), Heart Rate of Elementary Physical Education Students During the Dancing Classrooms Program.

Prayana, Suryadi Putra, (1993), Alam Pikir. Jakarta Bumi Aksara. Paragon Issues In Philosophy, (1996), Sport, Art, And The Aesthetic. Pribadi , Sikun, (1987), Mutiara-mitiara Pendidikan . Jakarta. Erlangga.


(4)

Pratjichno., B (1996) Improvisasi dan Eksplorasi Gerak

Terbimbing Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Tari Peserta Didik Sekolah DasarMenteng 11 Jakarta, IKIP Bandung.

Krech, Crufield, Bullachey, (1984), .Individual In Society.

Kirk David, Nauright John, Hanrahan Stephanie, Macdonald Doune, Jobling Ian, (1996), The Sociocultural Foundations of Human Movement, the Unversity of Queensland, Australia.

Kountjaraningrat, (1982), Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Kementrian Negara Pemuda Dan Olahraga Republik Indonesia, (2005)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun Tentang Sistem Keolahragaan Nasional.

Karen, Clippinger , R, (1986), Aerobics Instructor Manual The Resource for Fitness Propesional, publshers, American Consil or Exercise Sandiago California.

Karen Kohn Bradly, (2001), Art Education Pollcy Review , Dance Eduction Research: What Train Are We On?

Laban Rudolf, Ullmann Lisa, (1971), The Mastery Of Movement, Macdonald And Evans.

Lickona, thomas, (1992), Educating For Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility, Canada. Irvius Perkins Associates. Inc Bantam Books.

Robert N. Singer ,(1968:81), Motor Learning and Human Performance, Florida Sate University, The Macmillan Company Collier-Macmillan, Limited, London.

Rudolf Laban , Third Edition, (1971), The Mastery of Movement, London. Robert, C. (1986). The Dance Workshop, Foreword by Wayne Sleep

Photographer By Fausto Dorelli, London UNWIN PAPERBACKS, Boston, Sydney.

Rusli, Siregar, Tahir Djidie, (2004), Akar Sejarah dan Dimensi Keolahragaan Nasional, Proyek Pengembangan Jendral Olahraga Departemen Pendidikan Nasional Tahun.


(5)

Rochman Natawidjaya, (1985), Proses Penyusunan Skala Sikap. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Bandung. Read, Herbert, 1959, The Meaning of Art, New York: Penguin Book. Richard Kraus, (1969), History of the Dance in Art and Education,

Englewood, Cliffs, New Jersey; Prentice Hall, Inc.

Ralph A. Smith and Simpson Alan, (1991), Aesthetics snd Atrs Education, University Of Illinois Press Urbana and Chicago.

Siedentop D, (1994), Introduction to Physical Education, Fitness, and Sport, second Edition.

Sutrisno Mudji, (1993), .Manusia dalam Pijar-pijar Kekayaan Dirinya, Kanisius, Yogyakarta.

Santosa, (2006), Ilmufaal Olahraga, fungsi tubuh Manusia Pada Olahraga, edisi ke 5.

Sunita Almatsier. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Anggota IKAP.

Stevens-Smith, Deborah A, (2006), Brain Game, Strategies, Jurnal. Smith, C. (2005), Perspectives in Biology and Medicine, Evolutionary

Neurobiology And Aesthetics.

Siedentop, Daryl. , (1990), Introduction to Physical Education Fitness and Sport, California Mayfield Publishing Company.

Thomas, Nelson, (1985:29), Introduction to Research, in Health, Physical Education, Recreation, and Dance, Human Kinetics Publishers, Inc Champaign, illinos.

Tati Narawati, (2003), Wajah Tari Sunda Dari Masa Kemasa, 2003, P4ST UPI.

Troppmann, (1981), Effective Coaching A Psychological Approach, New York Chichester. Bribone. Toronto Singapore.

Titus, Nolan, Smith, (1984), Living Issues in Philosophy, Terjemahan bahasa Indonesia oleh Rasjidi, Penerbit Bulan Bintang.


(6)

Valerie Andrews, (1978), The Psychic Power of Running, Wellingborough, Northamptonshire: Thorsons Publishers Limited.

Walgito Bimo, (2002), Pengantar Psikologi Umum, 2002, Penerbit Andi Yogyakarta.

Walgito. B, (1983), Pengantar Psikologi Umum, Cetakan 11 Edisi tiga, penerbit yayasan Penerbitan Fakultas Psokologi U.G.M, Yogyakarta.

Walgito, B (1980) Pengantara Psikologi Umum, yogyakarta.

Www.helium.com/item/991332-different-types-of-social-dances.

Winkel.W.S, (1983), Psikologi Pendidikan dan Evluasi Belajar, PT, Gramedia. Jakarta.

W.Lawrence Neuman, (2003), Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approaches, fifth Edition, Boston New York San Francisco, Mexico City Montreal Toronto London Madrid Munich Paris.

Www.ask.com/wiki/history-of-hip-hop dance?00=0#social dancing.

Www.ask.com/answers/107331041/types-of-modern-dance.

Wiki.answers.com/q/what-are-the-types-or-kinds-of-modern-dance. Wiki.answers.com/Q/what-is-aesthetic-perception)

Zachopoulou, E. et. al. (2003:50-56), Physical Educator. Application of orff and Dalcroze Activities in Preschool Children: Do They Affect Level of Rhythmic Ability.