POPULASI DAN KERAGAMAN MIKROORGANISME TANAH GAMBUT ALAMI DAN SETELAH DIDRAINASE.

SKRIPSI
POPULASI DAN KERAGAMAN MIKROORGANISME
TANAH GAMBUT ALAMI DAN SETELAH DIDRAINASE

OLEH:
YESRI GIRSANG
0910212069

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

POPULASI DAN KERAGAMAN MIKROORGANISME
TANAH GAMBUT ALAMI DAN SETELAH DIDRAINASE

ABSTRAK
Lahan gambut merupakan lahan marjinal yang tidak sesuai untuk dijadikan
lahan pertanian karena berbagai permasalahannya termasuk kemasaman yang
tinggi dan kondisinya yang jenuh air hingga 90% sehingga dilakukan pengelolaan

secara fisik yaitu pembuatan saluran drainase. Pengelolaan ini mempengaruhi
kondisi biologis tanah gambut. Penelitian yang berjudul Populasi dan keragaman
mikroorganisme tanah gambut alami dan setelah didrainase telah dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui total populasi dan keragaman
mikroorganisme di lahan gambut alami dan setelah didrainase sehingga diketahui
perubahan karakter biologis lahan gambut setelah didrainase. Sampel penelitian
diambil dari lahan gambut Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman dan
dianalisis di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan dan Laboratorium
Kimia Tanah pada bulan Juli sampai November 2013. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa total populasi jamur dari tanah gambut alami dan setelah
didrainase pada media PDA berkurang dari 6,9 x 104 cfu menjadi 1,65 x 104 cfu
dan 1,47 x 104 menjadi 7,44 x 103 pada media Ekstrak Gambut. Total populasi
bakteri mengalami penurunan pada tanah gambut yang didrainase dari 9,62 x 103
cfu menjadi 8,68 x 103 cfu pada media NA dan 9,48 x 103 cfu menjadi 6,22 x 103
cfu pada media Ekstrak Gambut. Bakteri penghasil enzim protease mengalami
penurunan setelah didrainase. Sekitar 8% dari total bakteri di tanah gambut alami
adalah penghasil enzim protease dan 5% di tanah gambut yang didrainase. Total
populasi dalam media ekstrak gambut cenderung berkurang. Tingkat keragaman
jamur dan bakteri di tanah gambut yang didrainase cenderung berkurang dari
gambut alami. Total populasi mikroorganisme yang rendah tidak diikuti oleh

keragaman mikroorganisme yang rendah.
Kata kunci: Tanah gambut, drainase, populasi, keragaman, jamur, bakteri

POPULATION OF MICROORGANISMS AND THE DIVERSITY
UNDER NATURAL AND DRAINED PEATLAND

ABSTRACT
Peatland is a marginal land that unsuitable for farming due to several
problems included high level of acidity and anaerob condition. Anaerob could be
solved by draining the soil. However, draining can affect its biological condition.
Research entitled population of microorganisms and the diversity under natural
and drained peatland was aimed to determine the total population of
microorganisms and the diversity in both conditions of peatland, so the changing
of biological characteristics under natural and drained peatland could be
identified. Sample of peat was taken from Batang Anai Kabupaten Padang
Pariaman and analized in Plant Pest and Deseases as well as in Soil Chemistry
Laboratories from July to November 2013. Based on the result of the study
showed that the total population of fungus decreased from 6.9 x 104 cfu to 1.65 x
104 cfu on PDA and from 1.47 x 104 to 7.44 x 103 on Peaty Extract as natural
peatland was drained. The total number of bacteria decreased in drained peatland

from 9.62 x 103 cfuto 8.68 x 103 on NA and from 9.48 x 103 cfu to 6.22 x 103 cfu
on Peaty Extract. Protease producing bacteria decreased from 8% to 5% after the
natural peatland being drained. Total population on Peaty Extract was generally
decreased. Diversity of fungus and bacteria in drained peatland generally
decreased compared to natural peatland. The less number of population was not
followed by the less diversity.
Key words: Peatland, drainage, population, diversity, fungus, bacteria

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Lahan pertanian di Indonesia semakin berkurang karena banyak dilakukan
pengalihan fungsi lahan. Pemanfaatan lahan secara intensif juga mengakibatkan
produktivitas lahan cenderung menurun sehingga pemanfaatannya menjadi
terbatas. Berkurangnya lahan produktif mendorong penduduk untuk melakukan

ekstensifikasi. Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian
mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan
marjinal yang dipilih, terutama oleh perkebunan besar karena relatif lebih jarang
penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil (Agus
dan Subiksa, 2008).
Sumatera Barat dengan luas 49.778 km2 tersebar lahan gambut lebih kurang
436.000 ha. Penyebaran tanah gambut terluas berada di dataran rendah pantai,
meliputi tiga kabupaten yakni di Kinali Pasaman Barat, Dataran Anai Pariaman,
Silaut Pesisir Selatan dan Kota Padang. Hingga saat ini sifat-sifat mengenai tanah
gambut di daerah ini belum banyak diketahui (Luki dan Abbas, 1989).
Gambut merupakan lahan yang kurang produktif untuk budidaya beberapa
tanaman karena memiliki tingkat kemasaman yang tinggi pada kisaran pH 3-5 dan
mengandung unsur hara yang cenderung terikat oleh asam-asam organik. Gambut
berasal dari akumulasi tumbuhan yang telah mati, roboh, dan sebagian besar
terendam terawetkan dalam rawa-rawa yang jenuh air dan tidak teroksidasi.
Selanjutnya dengan bantuan bakteri aerob dan anaerob, tumbuhan tersebut terurai
menjadi sisa-sisa tumbuhan yang lebih stabil dan terproses menjadi endapan
organik yang disebut gambut (peatification). Oleh karena itu, sifat dari endapan
gambut ini adalah selalu jenuh air hingga 90% (Subiksa dan Wahyunto, 2008).
Tanah gambut alami merupakan tanah gambut yang belum dikelola

sehingga kondisinya masih jenuh air sepanjang tahun. Dengan kondisi yang selalu
basah, maka proses perombakan atau pematangan tanah gambut menjadi
terhambat (Noor, 2001). Selain itu gambut alami juga dicirikan oleh vegetasinya
yang terdiri dari kayu-kayuan yang berbatang besar yang berasal dari vegetasi
yang tumbuh sebelumnya. Vegetasi seperti ini mengandung banyak lignin dan

sedikit selulosa, hemiselulosa, dan protein. Lignin dan selulosa tidak mudah
didegradasi secara kimia maupun mekanis sehingga terjadi penumpukan bahan
organik. Dalam mempercepat proses penguraian bahan organik yang menumpuk
di lahan gambut, peranan mikroorganisme tanah sangatlah penting. Prasetyo
(1996) menyatakan bahwa produktivitas tanah gambut dapat ditingkatkan melalui
biodegradasi hara-hara yang tidak larut menjadi larut dan tersedia bagi
mikroorganisme dan tanaman.
Banyak upaya yang telah dilakukan untuk memperbaiki kondisi lahan
gambut. Upaya perbaikan kondisi tanah agar sesuai untuk penggunaan tertentu
disebut reklamasi. Upaya perbaikan yang telah dilakukan adalah secara kimia dan
secara fisik. Secara kimia adalah dengan pengapuran, pemupukan dan
pencampuran bahan gambut dengan tanah mineral. Upaya perbaikan secara fisik
dilakukan dengan


pengelolaan air (drainase). Pengelolaan air tanah gambut

merupakan pengelolaan yang memberikan perubahan yang nyata karena
mengubah kondisi tanah gambut yang bersifat anaerob menjadi aerob. Drainase
yang memadai akan memberikan suasana yang baik bagi mikroorganisme.
Aktivitas reklamasi lahan gambut juga berdampak pada proses biologis tanah,
terutama dalam kaitannya dengan total populasi dan keragaman mikroorganisme.
Kondisi biologis tanah mencakup biodiversiti yang terdapat di dalamnya,
termasuk mikroorganisme. Adanya pengelolaan yang mengakibatkan perubahan
kondisi lahan gambut akan mempengaruhi kelimpahan mikroorganisme.
Keberadaan mikroorganisme merupakan indikator yang digunakan untuk menilai
kualitas suatu ekosistem. Total dan keragaman mikroorganisme di dalam tanah
gambut akan mengalami perubahan akibat pengelolaan lahan dengan pembuatan
saluran drainase. Setelah gambut didrainase, kondisi gambut bagian permukaan
tanah menjadi aerob, sehingga memungkinkan jamur dan bakteri berkembang
untuk merombak bahan organik. Pada kondisi aerob, proses mineralisasi oleh
mikroorganisme akan meningkat sehingga unsur hara yang tidak tersedia menjadi
tersedia bagi tanaman.
Aktivitas biologis meningkat setelah reklamasi dengan terjadinya penurunan
muka air tanah. Laju dekomposisi gambut meningkat dalam lingkungan iklim


tropik dengan penurunan permukaan gambut turut merangsang aktivitasnya (Dai,
1989). Setelah gambut direklamasi maka kondisi gambut bagian permukaan tanah
menjadi aerob, sehingga memungkinkan jamur dan bakteri berkembang untuk
merombak senyawa sellulosa, hemisellulosa, dan protein. Pada kondisi aerob,
proses mineralisasi oleh mikroorganisme akan meningkat jika tersedia cukup
nitrogen sebagai sumber energi.
Dengan demikian dapatlah diketahui peran penting mikroorganisme di lahan
gambut dan merupakan salah satu alasan pentingnya dilakukan evaluasi
mikroorganisme di lahan gambut. Lahan gambut pada kondisi anaerob menjadi
aerob

merupakan

perubahan

yang

sangat


ekstrim.

Perubahan

tersebut

mempengaruhi jumlah dan keragaman mikroorganisme dan berdampak terhadap
aktivitasnya di dalam tanah. Pengelolaan yang diberikan terhadap lahan gambut
tidak hanya memberikan dampak positif tapi juga berdampak terhadap total dan
keragaman mikroorganisme. Kemampuan mikroorganisme untuk hidup pada
kondisi alaminya lebih tinggi daripada di kondisi yang telah mengalami
modifikasi

akibat

pengelolaan.

Sehingga

dengan


pengelolaan

akan

memungkinkan total dan keragaman mikroorganisme akan menurun.
Tanah gambut dengan kondisi yang ekstrim berbeda dengan habitat lain
sehingga banyak sekali mikroorganisme potensial dengan karakter fisiologis unik
yang harus diketahui dan dieksploitasi. Total populasi dan keragaman
mikroorganisme dari suatu ekosistem perlu diketahui dan dapat digunakan sebagai
salah satu indeks kesuburan (fertility index), sehingga penurunan total dan
keragaman mikroorganisme tanah dapat digunakan sebagai indikasi awal dari
gangguan yang terjadi pada kualitas ekosistem dan dapat dimanfaatkan sebagai
landasan untuk pengembangan teknologi pertanian pada tanah gambut (Murjanto,
2011).
Mukti et al (2011), telah melakukan isolasi bakteri dari tanah gambut yang
telah diolah namun isolasi terbatas pada bakteri penambat nitrogen dan bakteri
pelarut fosfat. Keanekaragaman mikroartropoda dari tanah gambut juga telah
ditemukan oleh Suwondo (2002). Selain mikroorganisme, makroorganisme
seperti semut sebagai indikator lingkungan juga telah diteliti oleh Yulminarti et al,

(2012). Hingga saat ini belum ada penelitian yang membandingkan kondisi

biologis gambut alami dan setelah didrainase. Dengan mengetahui kondisi
biologis gambut sebelum dan setelah pengelolaan merupakan informasi yang
sangat penting dan dibutuhkan untuk meningkatkan upaya perbaikan masalah
tanah gambut secara biologis yang ramah lingkungan. Oleh karena itu perlu
dilakukan isolasi mikroorganisme dari gambut alami dan setelah didrainase.
Jumlah dan keragaman mikroorganisme merupakan salah satu faktor yang
perlu untuk diketahui. Dengan mengetahui total populasi dan keragamannya di
tanah gambut alami dan gambut yang telah didrainase, maka dapat diketahui
masing- masing faktor pendukung dan penghambat pada kedua kondisi lahan
gambut tersebut beserta aktivitas di dalamnya. Dengan demikian dapat dilakukan
pengembangan lanjutan untuk lahan gambut alami dan yang telah didrainase
khususnya terhadap sifat biologis yang hingga saat ini belum banyak diteliti.
Berdasarkan uraian di atas, penulis telah melakukan penelitian dengan judul
‗Populasi dan Keragaman Mikroorganisme Tanah Gambut Alami dan
Setelah Didrainase’.

1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui total populasi dan

keragaman mikroorganisme di lahan gambut alami dan setelah didrainase
sehingga diketahui perubahan karakter biologis lahan gambut setelah didrainase.