Fistula Oroantral pada Sinusitis Maksilaris Kronis.

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

Fistula Or oantr al pada Sinusitis Maksilar is Kr onis
Bestari Jaka Budiman, Jon Pr ijadi
Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakult as Kedokt er an Univer sit as Andalas / RSUP Dr . M. Djamil Padang

Abstr ak
Fistula oroantral adalah saluran antara antr um dan r ongga mulut yang mer upakan salah satu komplikasi dari
ekstr aksi gigi bagian lateral atas yang tidak teridentifikasi dan diobati dengan baik. Fistula ter sebut dapat menyebabkan
masuknya mikr oorganisme dar i r ongga mulut ke dalam antr um sehingga ter jadi sinusitis maksilar is. Fistula or oantral
biasanya makin ber tambah besar apabila infeksi pada sinus maksila tidak dihilangkan. Penanganan fistula or oantral
mencakup penutupan fistula dengan ber bagai jenis jabir dan ter api sinusitis dengan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional
(BSEF).
Satu kasus pasien laki-laki berusia 48 tahun didiagnosis sebagai fistula or oantral akibat ekstraksi gigi molar kiri
atas dengan sinusitis maksilar is kr onis odontogenik dan telah dilakukan tindakan penutupan fistula dengan jabir alveolar
dan BSEF.

Kata kunci : Fistula or oantral, ekstraksi gigi bagian lateral atas, jabir alveolar, BSEF
Abstract

Or oant r al fist ula is t he canal bet ween ant r um and or al cavit y which is one of t he complicat ion of upper lat er al t eet h
ext r act ion. Fist ula can lead t o t he ent r y of micr oor ganisms fr om t he or al cavit y int o t he maxillar y sinus causing maxillar y
sinusit is. Or oant r al fist ula can usually be lar ger when an infect ion in t he maxillar y sinus is not r emoved. Ther efor e, t he
t r eat ment of or oant r al fist ula should include closing t he fist ula wit h var ious flap and maxillar y sinusit is t her apy wit h Funct ional
Endoscopic Sinus Sur ger y (FESS).
A case of 48 year s old man pat ient was diagnosed as or oant r al fist ula due t o upper left molar t oot h ext r act ion wit h
odont ogenic chr onic maxillar y sinusit is and have been per for med closing t he fist ula by alveolar flap and FESS.

Key wor ds: Or oant r al fist ula,upper lat er al t eet h ext r act ion, alveolar flap, FESS

Pendahuluan
Fistula or oantral mer upakan suatu salur an yang
menghubungkan r ongga dasar sinus maksilar is dengan
r ongga mulut. Fistula oroantral ini mer upakan suatu
komplikasi akibat tindakan pencabutan gigi molar 1, 2
atau pr emolar 2. Selain itu, dapat juga diakibatkan oleh
tr auma iatr ogenik, infeksi, tumor ganas, osteomyelitis
dan sifilis.1,2,3
Dikutip dar i Sokler K4, Guven pada tahun 1998
menemukan bahwa fistula or oantral banyak ter jadi pada

usia dekade ketiga. Dikutip dar i Meir elles5, Lin pada
tahun 1991, melapor kan bahwa per kembangan r ongga
sinus pada wanita lebih besar dan dasar r ongga sinus
lebih tipis dar ipada pria sehingga fistula or oantral lebih
banyak ter jadi pada pria.
Sinus maksilaris mempunyai hubungan yang
sangat dekat dengan akar gigi premolar dan molar atas.
Bila ter jadi infeksi atau kondisi patologis lainnya ber upa
kista r adikuler atau granuloma per iapikal pada ujung
akar gigi dapat menyebabkan ter jadinya penipisan tulang
dasar sinus maksilaris. Setelah dilakukan ekstr aksi gigi
pr emolar dan molar atas dapat menyebabkan ter jadinya
fistula or oantral sehingga kuman dar i rongga mulut dapat
masuk ke dalam sinus yang menimbulkan ter jadinya
sinusitis maksilaris.5
Pada dasar sinus maksilaris ter dapat tiga jenis
fistula
yaitu
fistula
or onasal,

or oantral
dan

or oantr onasal 5. Fistula or oantr al dapat diklasifikasikan
ber dasar kan ukurannya, ukur an kecil (kurang dari 2
mm), ukuran sedang (3-5 mm) dan ukur an besar (lebih
dari 5 mm). Pada ukuran kecil (kur ang 2 mm) cender ung
akan menutup dengan sendir inya, tetapi bila dalam
waktu tiga minggu tidak ter jadi penutupan per lu
dilakukan tindakan operasi.5,6
Gejala yang ditimbulkan ber upa sekret pur ulen
melewati fistula
yang berasal dari r ongga sinus
maksilaris dan pada saat minum pasien ter asa adanya
cairan yang masuk ke dalam hidung melewati fistula.4,7
Pemeriksaan r adiologi ber upa foto polos
panor amik ber guna untuk melihat keadaan akar gigi
sehingga setelah tindakan ekstr aksi gigi tidak ter jadi
fistula or oantral. Pada tomografi komputer ditemukan
diskontinuitas dinding dasar sinus maksilaris, tampak

adanya per selubungan opak di sinus maksilaris dan atr ofi
fokal alveolar (Gambar 1). Atr ofi tulang alveolar ter lihat
di segmen yang ber dekatan dengan fistula.5
Ber pedoman pada ukuran fistula or oantral dapat
ditentukan teknik menutup fistula. Bila ukuran kur ang
dari 2 mm dilakukan obser vasi selama tiga minggu, bila
tidak ter jadi penutupan fistula or oantral secara spontan
dapat dilakukan tindakan penjahitan mukosa atau teknik
jabir alveolaris. Ukur an 3-4 mm dilakukan penutupan
fistula or oantral dengan teknik buccal flap. Ukuran lebih

1

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang
dari 5 mm dilakukan penutupan fistula or oantral dengan
teknik palatal flap.6

Gambar 1. Tampak gambaran opak dan er osi pada
dinding tulang sinus maksilaris bagian bawah 5

Lapor an Kasus
Pada tanggal 8 Desember 2011, seor ang laki-laki
usia 48 tahun datang ke poliklinik THT-KL rujukan dari
RSUD Pariaman dengan keluhan utama hidung sebelah
kiri ber bau busuk sejak 6 bulan yang lalu. Pasien
mengeluhkan nyeri pada gigi kir i atas sejak 6 bulan yang
lalu dan sudah dilakukan pencabutan gigi 2 bulan
setelahnya. Setelah pencabutan, keluar nanah dari gigi
yang dicabut yang dirasakan hingga saat ini. Pada saat
minum, pasien mer asakan adanya cairan masuk ke dalam
hidungnya. Wajah kiri terasa berat dan ter kadang nyeri
ser ta ter dapat sakit kepala yang hilang timbul. Hidung
ter sumbat, hidung berair, gangguan penciuman dan
demam tidak dikeluhkan pasien. Pasien telah ber obat di
RSUD Pariaman selama 2 minggu dengan nama obat tidak
diketahui pasien.
Dari pemeriksaan telinga tidak ditemukan
kelainan. Pada pemer iksaan r inoskopi anterior kavum
nasi kir i cukup lapang, konka infer ior dan konka media
eutr ofi, adanya sekret mukopur ulen di meatus media dan

deviasi septum ke kiri. Pada kavum oris tampak fistula di
molar dua kiri atas berukur an kurang dari 2 mm dan
tidak ter dapat sekret mukopur ulen (Gambar 2). Pada
r inoskopi poster ior dan dinding posterior or ofar ing
tampak post nasal dr ip (PND) . Pasien didiagnosis dengan
fistula or oantral dengan sinusitis kr onis odontogenik.
Pasien diber ikan ter api tablet sipr ofloksasin 500 mg dua
kali sehari, kapsul loratadin 5 mg dan Pseudoefedr in 120
mg dua kali sehari dan tablet ambr oxol 30 mg 3 kali
sehari.

Gambar 2 .Fistula or oantral akibat ekstraksi gigi molar
dua kiri atas

Pemeriksaan kultur dan sensitifitas kuman
dilakukan pada sekret dimeatus media dan didapatkan
hasil pada tanggal 12 Desember 2011 tidak ditemukan
kuman. Pemer iksaan kultur dan sensitifitas kuman
diulang kembali pada tanggal 14 Desember 2011 dan
didapatkan hasil (17 Desember 2011) St aphylococcus

epider midis dengan obat yang sensitif yaitu amoksisilin
klavulanat, tetrasiklin, kloramfenikol, sulfametoksazol,
dan netilmisin.
Pada tanggal 12 Desember 2011, didapatkan hasil
tomografi komputer sinus paranasal (SPN) potongan
aksial dan kor onal tampak gambaran per selubungan di
sinus fr ontalis kiri, maksilar is kiri dan etmoidalis kiri.
Osteomeatal komplek kanan dan kiri ter buka. Sinus
sphenoid ber sih. Tidak tampak penebalan mukosa.
Septum deviasi ke kiri. Rongga nasofar ing ber sih. Tampak
diskontinuitas dinding dasar sinus maksilaris. Tidak
tampak pembesaran kelenjar getah bening leher (
Gambar 3 ). Kesannya multisinusitis sinistra dengan
septum deviasi dan fistula or oantral.
Pasien didiagnosis pasti dengan fistula or oantral
sinistra dengan multisinusitis kr onis dan deviasi septum
sinistra. Pasien dir encanakan untuk tindakan penutupan
fistula dan BSEF. Sebagai per siapan pr e-operatif,
dilakukan pemer iksaan laborator ium dan didapatkan
hasil dalam batas normal.


Fistula

Gambar 3. Tomografi komputer sinus paranasal (SPN)
potongan aksial dan kor onal
Operasi penutupan fistula dan BSEF dilakukan
tanggal 5 Januari 2012. Pasien ber bar ing dimeja oper asi
dan dilakukan aseptik / antiseptik di lapangan operasi.
Area operasi diper sempit dengan menggunakan doek
steril. Davis gag dipasang dan kavum oris dievaluasi,
ter lihat fistula or oantral pada lokasi gigi molar kiri atas
ber ukuran kur ang dari 2 mm. Penutupan fistula
dilakukan menggunakan jabir alveolar dengan car a insisi
sepanjang alveolar terdekat dan mukosa dijahit dengan
menggunakan vycr il 3.0. Davis gag kemudian dilepaskan.
Pada evaluasi kavum nasi sinistr a secara endoskopi
dengan scope 0°, ter lihat penebalan mukosa di unsinatus
dan dilakukan unsinektomi. Pus keluar dar i ostium sinus
maksilaris dan diambil ser ta direncanakan untuk


2

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang
pemer iksaan kultur dan sensitifitas kuman. Ostium sinus
maksilaris dilebar kan. Dengan menggunakan scope 30°
dan 70° tampak jaringan gr anulasi di dekat ostium sinus
maksilaris dan diber sihkan. Etmoidektomi anter ior
dilakukan dan tampak sinus etmoid dalam keadaan
ber sih. Ostium sinus fr ontal dibuka dan tidak tampak
sekret pada sinus fr ontal. Pemasangan tampon handscoon
dilakukan pada kavum nasi sinistra dan difiksasi. Oper asi
selesai.
Setelah operasi, pasien diberikan terapi injeksi
sefotaksim 2x1 gram, injeksi tramadol (dr ip) 80 mg/ kolf
dalam 8 jam dan injeksi deksametason 3x1 ampul. Pasca
operasi pasien dianjurkan makan makanan lunak dengan
mengunyah pada sisi sebelah kanan, menghindari sikat
gigi sisi kiri atau mengenai luka bekas operasi dengan
lidah, hindari hembusan dari hidung dan jangan

menggunakan pr otesa gigi selama 7 hari.
Pada follow up har i per tama (6 Januar i 2012),
pasien merasakan nyeri pada hidung kiri, darah ter asa
mengalir di tenggor ok, darah tidak mengalir keluar dari
hidung kanan. Pada hidung kiri terpasang tampon
anterior dan tidak ter dapat dar ah mengalir. Pada
pemer iksaan kavum oris, jahitan fistula tidak ter dapat
tanda infeksi. Pada or ofar ing tidak ditemukan darah
mengalir . Pasien diber ikan ter api injeksi sefotaksim 2x1
gram, tablet asam mefenamat 3x500 mg dan injeksi
deksametason 3x1 ampul.
Pada follow up hari kedua, tidak ter dapat keluhan
pada pasien. Pada pemeriksaan kavum oris, jahitan fistula
tidak ter dapat tanda infeksi. Tampon hidung kiri diangkat
dan tidak ter dapat per darahan dar i hidung kir i. Pasien
dibolehkan pulang dan diberikan terapi tablet Amoxicillin
klavulanat 3x625 mg, kapsul loratadin 5 mg dan
pseudoefedrin 120 mg 2x1, tablet ambroxol 3x30 mg dan
tablet asam mefenamat 3x500 mg.
Pasien kontr ol ke poliklinik THT-KL 1 minggu

pasca operasi dengan keluhan kepala terasa berat, keluar
lendir campur dar ah dar i hidung sebelah kiri dan ter asa
lendir mengalir ke tenggor ok. Pada pemer iksaan
r inoskopi anterior kavum nasi kanan dalam batas nor mal
dan r inoskopi anterior kavum nasi kiri didapatkan kavum
nasi cukup lapang, ter dapat clot t ing dan kr usta minimal,
tidak ter dapat darah mengalir. Pada kavum oris jahitan
fistula tidak tampak tanda infeksi. Pasien membawa hasil
pemer iksaan kultur dan sensitifitas didapatkan kuman
Streptococcus α hemolitikus dengan antibiotik yang
sensitif er itr omisin, kloramfenikol dan mer openem.
Pasien didiagnosis dengan post BSEF dan penutupan
fistula dengan jabir alveolar atas indikasi fistula or oantral
dan multisinusitis kr onis sinistra. Pasien diberikan terapi
tablet eritromisin 2x500 mg, kapsul lor atadine 5 mg dan
pseudoefedrin 120 mg, tablet ambr oxol 3x30 mg, cuci
hidung (NaCI 0,9%) 2 kali sehar i dan pasien dianjur kan
kontr ol tiap minggu.
Pada kontrol minggu ke-2 pasca oper asi, pasien
tidak mengeluhkan hidung ter sumbat, lendir yang
mengalir di hidung dan tenggor ok. Pada saat minum,
tidak ter dapat sensasi cair an pada hidung. Pemer iksaan

r inoskopi anter ior kir i ditemukan kr usta minimal.
Pemeriksaan kavum or is, jahitan fistula tidak tampak
tanda infeksi. Pasien didiagnosis dengan post BSEF dan
penutupan fistula dengan jabir alveolar atas indikasi
fistula or oantr al dan multisinusitis kr onis sinistra. Pasien
diberikan terapi tablet eritr omisin 2x500 mg, kapsul
lor atadine 5 mg dan pseudoefedrin 120 mg dan cuci
hidung (NaCl 0,9%) 2 kali sehari.
Pada kontrol minggu ke-3 pasca oper asi, pasien
tidak ada keluhan pada hidung. Rinoskopi anter ior
didapatkan kedua kavum nasi lapang, konka infer ior dan
media eutrofi, tidak didapatkan kr usta ataupun sekr et.
Pasien didiagnosis dengan post BSEF dan penutupan
fistula dengan jabir alveolar atas indikasi fistula or oantral
dan multisinusitis kr onis sinistra. Pasien diberikan terapi
tablet eritr omisin 2x500mg, kapsul loratadine 5 mg dan
pseudoefedrin 120 mg dan cuci hidung (NaCl 0,9%) 2
kali sehari.

Diskusi
Telah dilapor kan satu kasus fistula or oantral pada
seorang
laki-laki ber umur 48 tahun. Dar i penelitian
pada Pergur uan Tinggi Kedokteran Gigi Khyber ,
dilapor kan bahwa kasus fistula or oantral banyak
ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita.1
Ber dasarkan penelitian yang dikutip dar i Khitab U3,
per sentase laki-laki sebesar 62% dan wanita 38% dengan
usia yang terbanyak antara 31-40 tahun (44,8%) diikuti
usia 41-50 tahun (24,1%).
Fistula or oantral termasuk kasus yang jar ang
akibat komplikasi tindakan bedah mulut. Dikutip dari
Hernando J8, Pur wontikor n menemukan 87 or ang
(0,31%) mengalami fistula oroantral dari 27.984 or ang
yang dilakukan tindakan pencabutan gigi. Ber dasar kan
penelitian yang dikutip dari Khitab U3, penyebab paling
sering adalah ekstraksi gigi sebanyak 25 pasien (86.5%)
diikuti oleh kista sebanyak 2 or ang (67%), dan trauma
sebanyak 2or ang (6.7%).
Fistula or oantral akibat komplikasi tindakan
ekstr aksi atau pencabutan gigi poster ior rahang atas
ter utama pada molar pertama, molar kedua, dan
pr emolar kedua. Umumnya penyebab fistula or oantral
akibat pencabutan gigi molar pertama atas (13,52%)
diikuti molar kedua atas (9,365).3 Fistula or oantral
disebabkan karena akar gigi ber ada dalam hubungan
dekat dengan antr um (80%). Penyebab ter jadinya fistula
or oantral lainnya adanya kista maksilaris (10-15%),
tumor jinak atau ganas (5-10%) dan trauma (2-5%).9
Pada kasus ini ter bentuknya fistula or oantr al akibat
tindakan pencabutan gigi molar 2 rahang atas.3
Tanda dan gejala klinis yang tampak dari fistula
or oantral adalah adanya pembukaan atau lubang antara
r ongga mulut dengan antr um. Lubang yang ter bentuk
sering mengalami infeksi, adanya pembentukan jaringan
ikat atau jaringan granulasi dan sering ter jadi drainase
mukopurulen. Pasien tidak mengeluh adanya r asa sakit,
kecuali ter jadi infeksi akut pada sinus. Pada saat minum
ataupun kumur -kumur pasien mengeluhkan adanya

3

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang
cairan yang keluar dari hidung. Fistula oroantral juga
dapat diketahui dengan melakukan tes tiup dengan cara
pasien meniup dengan hidung ter tutup dan mulut
ter buka. Pada keadaan telah ter jadi fistula or oantral,
akan ter dengar hembusan udara melalui daerah yang
mengalami ker usakan, dan pada soket gigi akan ter lihat
gelembung udara seper ti busa.7
Pada pemeriksaan kultur kuman awal didapatkan
St aphylococcus epider midis. Hasil pemer iksaan kultur dan
sensitifitas kuman spesimen pus saat oper asi didapatkan
hasil Streptococcus α hemolit icus. Hal ter sebut sesuai
bahwa pada saat itu ter jadi sinusitis maksilar is kr onis
yang ber asal dar i gigi. Kuman pada sinusitis maksilaris
kr onis, dapat ber upa kuman aer ob fakultatif, anaer ob
ser ta gabungan (mix). Pada penelitian yang dikutip dari
Br ooke10, ditemukannya kuman yang ter banyak ber asal
dari kuman gabungan (aer ob fakultatif dan anaer ob)
sebanyak 14 sampel (50%), ur utan kedua kuman anaer ob
sebanyak 11 sampel (39%), dan urutan ketiga kuman
aer ob fakultatif sebanyak 3 sampel (11,6%). Pada kasus
ini ter dapat 2 jenis kuman aer ob fakultatif ber upa
St aphylococcus epider midis dan
Streptococcus α
hemolit ikus (aer ob fakultat if) 6,10
Secar a radiologis, biasanya ter lihat diskontinuitas
dari dasar sinus, opasifikasi sinus, atr ofi fokal alveolar
dan penyakit per iodontal yang ter kait
ter lihat
ketebalan mukosa antr um dan defek pada dasar tulang.11
Pada pasien ini dilakukan pemer iksaan tomografi
komputer untuk melihat keadaan sinusitisnya dan
tampak
adanya
diskontinuitas dar i dasar sinus
maksilaris
sehingga
terbentuk
celah
yang
menghubungkan r ongga sinus dengan r ongga mulut.
Dikutip dari Abraham JJ12, ada 3 alasan dipilihnya
tomografi komputer :
1.Dengan menggunakan
tomografi komputer dapat melihar defek yang kecil di
lantai sinus maksilaris.
2.Dengan potongan kor onal
tomografi komputer dapat dilihat
secara sejajar
panjangnya fistula. 3.Dapat melihat defek yang kecil
menggunakan tomografi komputer dengan potongan 3-5
mm.
Fistula
or oantral
berdasarkan
ukuran
diameter nya terbagi3. Ukuran ≤ 2 mm, ukuran 3-4 mm
dan ukuran ≥ 5 mm.6 Pada pasien ini fistula or oantral
ber ukuran kur ang dari 2 mm. Dikutip dari Sokler K4,
menurut Hanazawe fistula oroantral yang ber ukuran
diameter kurang 2 mm, kemungkinan akan menutup
secara spontan. Menur ut Martensson (1957), kecil
kemungkinan fistula or oantr al akan menutup spontan
bila selama 3-4 minggu atau saat diameter nya lebih dari 5
mm. Penutupan fistula or oantral akan menutup secara
spontan dalam 48 jam, angka keberhasilannya
9095%.13 Bila diameter fistula or oantral lebih dar i 3 mm
akan mengalami gangguan penyembuhan secara spontan.
Bila fistula or oantr al ber ukuran diameter 3-4 mm,
penanganan selanjutnya dilakukan buccal flap, bila
ber ukuran diameter ≥5 mm dilakukan palatal flap.6
Menur ut Gullane dan Arena14 tindakan palatal flap
memberikan keuntungan ber upa suplai darah yang baik

ke jaringan lokal mobilitas baik, sedikit ada gangguan
ber bicara dan tingkat keber hasilan 96%. Ker ugiannya
ber upa pr oses terbentuknya epitelisasi palatum dur um
r elatif cukup lama.
Pada fistula or oantral ukur an kurang dari 2 mm
cender ung akan menutup dengan sendir inya, tetapi bila
dalam waktu tiga minggu tidak ter jadi per lu dilakukan
operasi menutup fistula.3 Oper asi FESS dilakukan untuk
meningkatkan fungsi ventilasi dan aerasi dar i sinus
maksilaris. Von Wower n 5 menyelidiki 90 kasus dan
menyimpulkan bahwa penutupan spontan fistula
or oantral dari berbagai ukur an jar ang, dan pada akhir nya
dibutuhkan tindakan operasi untuk menutup fistula.
Keber hasilan operasi penutupan fistula or oantral
ter gantung pada teknik yang digunakan, lokasi dan
ukuran dari fistula dan ada atau tidaknya infeksi pada
sinus. Penyakit pada sinus biasanya ditatalaksana secara
teknik Caldwell-Luc atau BSEF.3 Pada pasien ini ukuran
fistula kurang dari 2 mm dan tampak adanya
multisinusitis kr onik dan direncanakan dilakukan BSEF
dan penutupan fistula dengan mukosa sekitar celah.
Pasien ini dilakukan teknik penutupan fistula or oantral
sesuai dengan gambar4 .

Gambar 4. A: Menunjukkan daerah yang akan diinsisi, B:
Insisi, C: Penjahitan.7
Penutupan fistula or oantr al
yang ter letak
diantara gigi dilakukan dengan insisi melibatkan
mukoper iosteum di daerah distal gigi di anter ior
kemudian melewati daer ah fistula or oantr al dilanjutkan
ke daer ah mesial gigi di posterior .7 Alveolar flap dapat
dilakukan untuk menutup fistula yang kecil (< 2 mm) bila
tidak ter jadi penutupan fistula or oantral secar a spontan.
Khusus dalam tindakan ini yang har us diper hatikan
hindari ter jadinya luka pada duktus Stenon. Ker ugian
akibat tindakan alveolar flap, flap melewati dan menutupi
sebagian sulkus gingivolabial, sehingga sulit untuk
menggunakan pr ostesis, flap ini juga berada di bawah
tekanan bibir dan gerakan pipi.5
Pasien post perawatan operasi diberikan
antibiotik, analgetik, kor tikoster oid dan anjuran untuk
tidak menyikat gigi atau mengganggu dengan lidah.
Follow up pasien dilakukan secar a teratur hingga 1 bulan
post operasi dan hasil oper asi fistula oroantral yang
menutup dengan baik ditandai tidak adanya keluar cairan
yang berasal dar i r ongga hidung ke r ongga mulut melalui
celah. Pada pasien ini sudah sesuai dengan perawatan
post-operasi dengan pember ian antibiotik, dekongestan,

4

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang
Anti Inflamasi Non Ster oid (AINS), disar ankan untuk
menghindari sikat gigi atau mengenai luka bekas oper asi
dengan lidah, hindari hembusan dar i hidung atau jangan
menggunakan pr otesa gigi selama tujuh hari. Follow up
pasien dilakukan pada minggu ke-2, minggu ke-4 dan
empat bulan berikutnya.2,3,7

Daftar Pustaka
1.
Kamadjaja DB. The r ole of pr oper treatment of
maxillar y sinusitis in the healing of per sistent
or oantral fistula. Majalah Kedokteran gigi. Dental J.
2008;41:3.
2.
Yilmaz T, Suslu AE, Gur sel B. Treatment of
Or oantr al Fistula: Exper ience With 27 Cases. Am J
Otolar yngol.2003;24(4):221-3.
3.
Khitab U, Khan A, Tar iqkhan M, Alishah AM.
Treatment of Or oantral Fistula- a study. Pakistan
Oral & Dental J. 2010;30(2):299-302.
4.
Sokler K, Vuksan V, Lauc T Treatment of Oroantral
Fistula.Acta Stomatol Cr oat. 2001;36(1):136-40.
5.
Meirelles RC, Mochado R, Pinto N. Oroantral fistula
and genian mucosal flap: ar eview of 25 cases. Rev
Br as Otorr inolar ingol. 2008;74(1):85-90.
6.
Lor e JM, Medina JE. An Atlas of Head & Neck
Surger y. 4 th ed. Elsevier Saunder s: Phyladelphia,
Pensylvania. 2005. p. 256-57
7.
Sulastra IW. Oroantral Fistula sebagai salah satu
komplikasi pencabutan dan perawatannya. J PDGI.
2009;58(1):7-11
8.
Hernando J, Gallego L, Junquera L, Villareal P.
Or oantr al communications. A retr ospective analysis.
Med Oral Patol Or al Cir Bucal. 2010;15(3):499-503.
9.
Kale TP, Ur olagin S, Khur ana V, Kotrashetti SM.
Treatment of Or oantr al Fistula using palatal flap-A
case r epor t and technical note. J Int Or al Health.
2010;2 (3):77-82.
10. Br ook I. Microbiology of Acute and Chronic
Maxillary Sinusitis Associated with an Odontogenic
Origin. Lar ingoscope. 2005; 115:823-5.
11. Adeyemo WL, Ogunlewe MO, Ladeinde AL, James O.
Closur e of oro-antr al fistula with pedicled buccal fat
pad. A case repor t and review of literature. J Oral
Health. [last r evised Feb 15, 2012; cited Feb 20,
2012]. Available fr om: http:/ / www.ajoh.or g
12. Abr aham JJ, Berger SB. Oral-Maxillary Sinus Fistula
(Or oantraiol Fistula): Clinical Features and Findings
on
Multiplanar
CT. American
J.Roentgen.
1995;165:1273-6.
13. Mar tin Junior JC, Keim FS, Kreibich MS. Closure of
Or oantr al Communication Using Buccal Fat Pad
Gr aft- Case Repor t. Intl Ar ch Otor hinolar yngol.
2008; 12(3):450-3
14. Yabr oudi F, Dannan A. A Comparison between
Submucosal Connective Tissue Palatal Flap and
Conventional Pedicle Palatal Flap for the Closure of
Or oantr al Fistulae. Internet J Dental Science.
2009;8:1

5