MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS MATEMATIKA SISWA MELALUI RECIPROCAL TEACHING :Studi Eksprimen di SMA Negeri 1 Lembang Kabupaten Bandung.

(1)

vii

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PERNYATAAN . . . ABSTRAK . . . KATA PENGANTAR . . . UCAPAN TERIMAKASIH . . . DAFTAR ISI . . . DAFTAR TABEL . . . DAFTAR LAMPIRAN . . . BAB I PENDAHULUAN . . . . . . 1.1 Latar Belakang Masalah . . . . . . 1.2 Rumusan Masalah . . . .. . . 1.3 Tujuan Penelitian . . . .. . . . . . . 1.4 Manfaat Penelitian . . . .. . . 1.5 Asumsi Dasar Penelitian ... 1.6 Hipotesis . . . .. . . ... 1.7 Definisi Operasional. . . BAB II LANDASAN TEORETIS . . .

2.1 Kemampuan Analisis Matematika . . . . . . . 2.2 Model Reciprocal Teaching . . . 2.3 Pembelajaran Biasa . . . .. . . 2.4 Teori Belajar yang Mendukung. . . .. . .

i ii iii v vii ix xi 1 1 11 12 12 14 14 15 16 16 17 30 33


(2)

viii

2.5 Penelitian yang Relevan . . . BAB III METODE PENELITIAN . . .

3.1 Metode dan Desain Penelitian . . . 3.2 Populasi dan Sampel . . . . . . . . . 3.3 Variabel Penelitian . . . 3.4 Instumen Penelitian . . . .. . . 3.5 Bahan Ajar . . . .. . . 3.6 Prosedur Pelaksanaan Penelitian . . . 3.7 Analisis Data . . . BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN . . . . .. . . 4.1 Hasil Penelitian . . . 4.2 Pembahasan . . . BAB V KESIMPULAN DAN SARAN . . . 5.1 Kesimpulan . . . 5.2 Saran-Saran. . . DAFTAR PUSTAKA . . . LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP 34 36 36 36 39 39 45 46 48 59 59 67 74 74 74 76 80


(3)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Statistik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kemampuan

Analisi………... 60

Tabel 4.2 Statistik Data Gain Ternormalisasi % Kelas Eksperimen dan

Kelas Kontrol …….. ………. 60

Tabel 4.3 Uji Normalitas Data Pretes dan Postes Kemampuan Anlisis Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol … ……... 62

Tabel 4.4 Uji Normalitas Data Gain Ternormalisasi % Kemampuan Analisis

Kelas dan Kelas Kontrol ………. 62

Tabel 4.5 Uji Homogenitas Data Pretes dan Postes Kemampuan Analisis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ………. 63 Tabel 4.6 Uji Homogenitas Data Gain Ternormalisasi % Kemampuan


(4)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A

Rencana Pembelajaran ………...

Bahan Ajar dan LKS ………

80 81 116

Lampiran B

Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Analisis ………... Tes Kemampuan Analisi ………... Kunci Jawban Tes Kemampuan Analisi ………...…

106 161 165 167

Lampiran C

Data Hasil Ujicoba Tes Kemampuan Analisis Materi Logika …..…

Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Soal Hasil Ujicoba Materi Logika ………..… Perhitungan Daya Pembeda dan Indeks Kesukaran Soal Hasil Ujicoba Materi Logika ………..… Perhitungan Indeks Kesukaran Soal Hasil Ujicoba Materi Logika untuk Mengukur Kemampuan Analisis ………

Analisis Data Hasil Ujicoba Tes Kemampuan Analisis ………….…

172 173 175 178 180 183 Lampiran D

Data Skor Pretes Kemampuan Analisis Kelas Ekperimen …….… Data Skor Pretes Kemampuan Analisis Kelas Kontrol . . . …………. Data Skor Postes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ……… Data Skor Postes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol …... Data Hasil Perhitungan Skor Gain Ternormalisasi Tes Kemampuan Analisi Kelas Eksperimen

Data Hasil Perhitungan Skor Gain Ternormalisasi Tes Kemampuan Analisi Kelas Kontrol ……….

187 188 190 191 192 194 196


(5)

xi Lampiran E

Uji Normalitas Pretes………. Uji Homogenitas Pretes... Uji Perbedaan Rerata Pretes …… ... Uji Normalitas Postes………. Uji Homogenitas Postes... Uji Perbedaan Rerata Postes ...

200 201 205 206 208 212 213

Lampiran F


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran, dan lebih khusus lagi adalah proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Melalui suatu proses pembelajaran, siswa menemukan dan membentuk makna atau pengetahuan dari materi belajar dan kemudian menyimpannya dalam ingatan. Pengetahuan tersebut sewaktu-waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut. Belajar merupakan suatu proses bagi siswa membangun pemahaman, maka dalam proses pembelajaran siswa harus terlibat secara aktif. Peter Sheal (dalam Suherman, 2004) mengemukakan bahwa siswa akan memperoleh pemahaman paling baik, yaitu 90% dari yang dikatakan dan dilakukan. Rendahnya hasil belajar siswa salah satunya disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep atau persoalan yang diberikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Frankl (dalam http://jouney.maesuri.com), bahwa untuk menemukan suatu pemahaman secara baik bisa dilakukan dengan mengerjakannya, mengalami, ataupun dengan berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian pandangan orang terhadap matematika mengalami perubahan dari matematika sebagai alat menjadi matematika sebagai aktivitas manusia.

Pemahaman konsep matematik merupakan salah satu modal bagi siswa untuk menerapkan atau mengaplikasikannya dalam berbagai permasalahan matematik


(7)

dengan demikian mereka bisa menganalisis sebuah masalah matematik. Lebih jauh lagi Rusgianto (2002: 1) mengatakan bahwa banyak siswa yang memiliki prestasi tinggi dalam matematika tetapi pada kenyataannya mereka tidak benar-benar mengerti dan faham tentang materi yang dipelajarinya. Misalnya, ketika seorang siswa dihadapkan pada masalah bagaimana menghitung luas sawah yang dimiliki oleh orang tuanya. Situasi lokasi sawah bersebelahan dengan sungai sebagai pembatas, dan alasan yang lain sehingga bentuk sawah tersebut adalah segitiga tumpul. Siswa tidak mampu menghitung luas sawah tersebut karena tidak bisa menetapkan mana bagian alas dan mana bagian dari sawah tersebut yang menjadi tingginya. Selain itu, banyak siswa SMA yang mengerti dan faham tentang materi yang dipelajarinya sampai dapat mengaplikasikannya dengan mengerjakan soal-soal yang rutin menggunakan rumus yang dia dapat dari buku atau sumber lain, tetapi dia gunakan rumus tersebut sebagai produk jadi tanpa adanya analisis tentang kebenaran rumus tersebut. Hal ini disebabkan karena siswa SMA memiliki kemampuan analisis matematik yang rendah dilihat dari indikatornya yaitu kemampuan menguraikan, membandingkan, membuat diagram, memeriksa, menyelidiki dan menganalisis sebuah persoalan, pernyataan dan rumus matematik.

Menurut Bloom dalam Ruseffendi (2006: 219), kemampuan asessmen daerah kognitif dibagi kedalam 6 aspek (kelompok) yang terurut menurut kesukarannya. Kemampuan daerah kognitif tersebut adalah: pengetahuan yaitu ingatan tentang materi atau bahan yang sudah pernah dipelajari, pemahaman yaitu kemampuan untuk menangkap arti dari suatu materi atau informasi yang dipelajari, aplikasi yaitu


(8)

kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan materi atau informasi yang telah dipelajari ke dalam suatu keadaan baru dan konkret dengan hanya mendapat sedikit pengarahan, analisis yaitu kemampuan untuk memecah atau menguraikan suatu materi atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil sehingga lebih mudah dipahami, sintesis yaitu kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian atau komponen menjadi bentuk yang lengkap dan unik serta evaluasi yaitu kemampuan untuk menentukan nilai suatu materi untuk tujuan tertentu.

Menurut Sobel dan Maletsky (200: 1-2), di dalam proses pembelajaran banyak sekali guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran dengan kegiatan membahas tugas-tugas lalu, memberi pelajaran baru, kemudian memberi tugas kepada siswa. Selain itu dalam proses pembelajaran di kelas, guru jarang menugaskan siswa untuk membaca buku teks. Seperti yang dikatakan Posamentier dan Stepelmen (1990: 20) bahwa mengajar anak tentang membaca dan memahami materi matematika sering kurang mendapat perhatian dari guru. Hal ini karena pembelajaran dimulai oleh guru yang aktif (Ruseffendi, 1988: 283), guru sepenuhnya mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan (Lie, 2002). Padahal bila siswa diberi kesempatan untuk membaca suatu konsep yang terdapat dalam buku teks secara jelas, maka siswa diharapkan dapat menemukan dan menarik ide pokok dari hasil bacaannya sehingga siswa dapat belajar dan menjelaskannya kembali dalam bentuk rangkuman ataupun secara lisan.

Kemampuan membaca merupakan salah satu kunci keberhasilan akademis, karena dari membaca siswa dapat mengkontruksi matematik.Utari (2003) mengatakan


(9)

bahwa keterampilan membaca mempunyai peran sentral dalam pembelajaran. Lebih lanjut, Utari menyatakan bahwa melalui kemampuan membaca siswa bisa mengkontruksi makna matematik sehingga siswa belajar lebih bermakna secara aktif. Keterampilan membaca tidak hanya sekedar melafalkan sajian tertulis saja, tetapi dengan menggunakan pengetahuannya, minatnya, nilainya, dan perasaannya pembaca mengembangkan makna yang termuat dalam teks. Seorang pembaca dikatakan memahami suatu teks yang dibacanya secara bermakna apabila ia dapat mengemukakan ide dalam teks secara benar dalam bahasanya sendiri. Oleh karena itu, untuk memahami buku teks siswa perlu memiliki keterampilan dalam membaca dan membuat catatan.

Wahyudin (2001) menyatakan pembelajaran matematika yang pasif memiliki kemungkinan besar membuat siswa mengalami kegagalan, karena siswa tidak dituntut untuk belajar secara bermakna karena guru terus menerus memberikan materi untuk membangun pengetahuan siswa tanpa melibatkan siswa secara aktif sehingga menimbulkan kejenuhan siswa dalam belajar. Dengan demikian, diduga untuk membawa ke arah pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan analisis matematika harus berangkat dari pembelajaran yang membuat siswa aktif. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mencari dan menerapkan dengan sungguh-sungguh suatu hasil penelitian tentang pendekatan atau model pembelajaran matematika yang dapat melibatkan siswa secara aktif di dalam kelas dan mampu meningkatkan kemampuan pemahaman dan aplikasi konsep matematik siswa sehingga siswa bisa meningkatkan kemampuan analisis matematiknya.


(10)

Pembelajaran berbalik (Reciprocal Teaching) merupakan suatu pembelajaran yang berupaya melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Melalui pembelajaran berbalik diharapkan pemahaman konsep matematik siswa meningkat dan kemampuan mengaplikasikan konsep matematika siswa akan terus terlatih sampai akhirnya kemampuan analisis matematik siswa pun bisa lebih baik. Semua bisa diperoleh dengan membaca materi bahan ajar, menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya, menjelaskan kembali pengetahuan yang telah diperolehnya, kemudian memprediksi pertanyaan apa selanjutnya dari persoalan yang diberikan kepada siswa. Reciprocal Teaching adalah prosedur pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap buku teks (materi bahan ajar). Prosedur-prosedur ini dirancang oleh Anne Marie Palincsar dari Michigan State University dan Anne Brown dari The University of Illinois pada tahun 1984 dengan karakteristik sebagai berikut: (1) dialog antara siswa dengan guru; (2) interaksi di mana satu orang berperan untuk merespon yang lainnya; (3) dialog disusun menggunakan 4 strategi: mengajukan pertanyaan, merangkum, menjelaskan, dan meramalkan (dalam http:/teams.lacoe.edu/dokumentation).

Matematika dapat dipelajari melalui teknik membaca dan merangkum, karena di dalam membaca dan merangkum, siswa dapat membangun pengetahuan dan pemahaman matematiknya. Kemudian setelah membaca dan merangkum, siswa bisa menjelaskan materi ajar yang telah dibacanya kepada siswa lainnya untuk kemudian menjawab semua pertanyaan itu dan mengajukan pertanyaan kepada siswa lainnya atau kepada guru jika ada materi yang tidak dipahami. Menurut Ruseffendi (2006: 219), level aplikasi matematik siswa bisa dicapai setelah siswa dituntut untuk


(11)

meramalkan persoalan matematik yang akan muncul berhubungan dengan materi yang sedang dipelajarinya. Sehingga dari level pengetahuan, pemahaman dan aplikasi matematik yang sudah dicapai maka siswa tersebut bisa mengembangkan kemampuan analisis matematiknya. Langkah-langkah membaca, merangkum, mengajukan pertanyaan, menjelaskan dan meramalkan materi merupakan langkah di dalam pembelajaran menggunakan model reciprocal teaching. Contohnya, siswa melakukan kegiatan membaca dan merangkum bab logika sehingga dari kegiatannya itu siswa dapat membangun pengetahuan tentang logika. Kemudian jika dalam kegiatannya itu siswa menemukan kesulitan, maka dia dapat bertanya kepada siswa lain atau guru sebagai fasilitator sehingga pemahaman siswa terhadap bab logika bertambah. Setelah pengetahuan dan pemahaman tentang bab logika terbentuk, siswa mulai dapat mengaplikasikannya dengan mengerjakan soal-soal yang rutin. Akhirnya, siswa dapat menganalisis kebenaran sebuah rumus dalam bab logika dengan membuktikan dan mengomentari bukti matematik yang terdapat di dalam bab logika.

Model pembelajaran dengan reciprocal teaching ini bisa diterapkan dalam pembelajaran supaya siswa dapat membangun pengetahuan dari kegiatan membaca dan merangkum, kemampuan siswa dalam pemahaman dapat ditingkatkan melalui kegiatan mengajukan pertanyaan dan menjelaskan sebuah materi terhadap siswa yang lainnya, kemudian kemampuan aplikasi siswa juga dapat ditingkatkan melalui kegiatan meramalkan persoalan matematik yang akan terjadi berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari. Dari kemampuan pengetahuan, pemahaman dan aplikasi yang didapat dari pembelajaran dengan model reciprocal teaching ini, maka


(12)

kemampuan analisis matematik siswa juga dapat ditingkatkan sesuai dengan keterkaitan antar kemampuan di dalam taksonomi Bloom.

Dalam menerapkan model pembelajaran reciprocal teaching di dalam pembelajaran matematika ini, guru harus menentukan topik mana dalam matematika yang cocok dengan model pembelajaran tersebut, karena tidak semua materi dalam matematika cocok dengan model pembelajaran reciprocal teaching. Beberapa materi dalam matematika sangat sulit untuk dipahami siswa, sehingga materi tersebut perlu diterangkan berulang-ulang oleh guru sampai siswa dianggap paham. Model reciprocal teaching dipandang bisa mengatasi masalah tersebut karena dalam model ini terkandung teknik pengulangan yang sesuai dengan konsep belajar bermakna dimana siswa lebih aktif daripada guru dalam pembelajaran di dalam kelas. Salah satu topik dalam matematika yang memerlukan model pembelajaran reciprocal teaching ini adalah topik logika matematika, karena berdasarkan pengalaman mengajar di SMAN I Lahat, guru mendapatkan kesulitan dalam menjelaskan topik logika ini sampai siswa faham mengenai topik tersebut. Selain banyaknya rumus juga banyak pembuktian matematik berkaitan dengan pernyataan-pernyataan dalam topik tersebut. Sehingga dengan adanya langkah-langkah dalam pembelajaran berbalik, diharapkan siswa lebih cepat memahaminya. Iriawan (2008: 41) mengatakan, topik-topik lain yang sulit dijelaskan kepada siswa seperti geometri dan trigonometri sangat baik jika kita menggunakan pembelajaran berbalik.

Salah satu strategi Pemerintah dalam bidang pendidikan adalah meningkatkan mutu pendidikan. Strategi tersebut telah diwujudkan melalui berbagai usaha yang direncanakan dan dilaksanakan oleh Pemerintah melalui Departemen Pendidikan


(13)

Nasional diantaranya melalui penataran, pelatihan serta kurikulum yang selalu berubah seiring inovasi dalam pendidikan. Tetapi dari berbagai strategi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah tersebut, ternyata hasilnya masih jauh dibandingkan dengan negara-negara lain. Studi internasional (TIMSS) yang dilaksanakan setiap empat tahun sekali menghasilkan sebuah studi sebagai berikut:

Tabel 1

Perbandingan data kalender pendidikan di 45 negara dan rangking TIMMS-(R))

No MATEMATIK ILMU PENGETAHUAN

(Nilai purata Antarabangsa adalah 467) (Nilai purata Antarabangsa adalah 474)

Negara Nilai Negara Nilai

1 Singapura 650 Singapura 578

2 Republik Korea 589 China Taipe 571

3 Hongkong 586 Republik Korea 558

4 China Taipe 585 Hongkong 556

5 Jepun 570 Estonia 552

6 Belgia 537 Jepun 552

7 Belanda 536 Hongaria 543

8 Estonia 531 Belanda 536

9 Hongaria 529 Amerika Serikat 527

10 Malaysia 508 Australia 527

11 Latvia 508 Swedia 524

12 Rusia 508 Slovenia 520

13 Slowakia 508 Selandia Baru 520

14 Australia 505 Lithuania 519

15 Amerika Serikat 504 Slowakia 517

16 Lithuania 502 Belgia 516

17 Swedia 499 Rusia 514

18 Scotland 498 Latvia 512

19 Israel 496 Scotland 512

20 Selandia Baru 494 Malaysia 510

21 Slovenia 493 Norwegia 494


(14)

23 Armenia 478 Israel 488

24 Serbia 477 Bulgaria 479

25 Bulgaria 476 Jordania 475

26 Romania 475 Moldova 472

27 Norwegia 461 Rumania 470

28 Moldova 460 Serbia 468

29 Cyprus 459 Armenia 461

30 Macedonia 435 Iran 453

31 Lebanon 433 Macedonia 449

32 Jordania 424 Cyprus 441

33 Iran 411 Bahrain 438

34 Indonesia 411 Palestina 435

35 Tunisia 410 Mesir 421

36 Mesir 406 Indonesia 420

37 Bahrain 401 Cile 413

38 Palestina 390 Tunisia 404

39 Cile 387 Arab Saudi 398

40 Maroko 387 Maroko 396

41 Filipina 378 Lebanon 393

42 Botswana 366 Filipina 377

43 Arab Saudi 332 Botswana 365

44 Ghana 276 Ghana 255

45 Afrka Selatan 264 Afrika Selatan 244

(Sumber : Diolah dari NIER 2003 dan hasil TIMMS-( R ))

Kalau kita perhatikan hasil studi internasional dari TIMMS tersebut, sangat ironis sekali ternyata Indonesia memiliki waktu belajar yang lebih banyak dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, tetapi Indonesia masih memiliki rangking matematika dunia yang masih rendah. Hal ini disebabkan karena pembelajaran di sekolah dengan berbagai strategi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah masih belum cocok dan belum memadai, sehingga mengakibatkan hasil belajar siswa di sekolah masih jauh dari ketuntasannya.


(15)

Kalau kita perhatikan proses belajar mengajar di dalam kelas yang dilaksanakan guru pada berbagai tingkat sekolah, terutama tingkat dasar dan menengah, hingga dewasa ini masih terbatas pada penyelesaian materi yang diprogramkan GBPP (Garis–Garis Besar Program Pengajaran) sekolah yang bersangkutan. Belum memperhatikan, apakah semua siswa dalam kelas tersebut dapat menguasai semua materi pelajaran yang diajarkan atau belum.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Moleong (1978: 4) mengatakan, kira – kira sepertiga dari jumlah siswa dalam suatu kelas yang dapat mengikuti dan menguasai pelajaran sampai dengan akhir proses pengajaran. Pendapat Moleong ini dapat diartikan, bahwa pada setiap proses pengajaran dua pertiga dari jumlah siswa di dalam kelas yang bersangkutan belum dapat menguasai pelajaran yang diajarkan, sedangkan proses pengajaran berikutnya materi pelajaran yang akan diajarkannya, merupakan lanjutan sesuai dengan urutan GBPP-nya.

Sebanyak duapertiga dari jumlah siswa dalam kelas yang bersangkutan tersebut, setiap hari menimbun ketidakmampuan penguasaan materi yang diajarkan. Sehingga pada akhirnya apabila diadakan tes sumatif siswa kelompok ini akan gagal. Jika mereka berkehendak menguasai materi pelajaran yang tidak dikuasainya terpaksa harus mengulangi belajar dari awal pelajaran. Namun karena banyaknya materi dan terbatasnya waktu untuk mempersiapkan tes tersebut, maka mereka tetap gagal dalam tes tersebut dan akibatnya mereka harus tinggal kelas.

Jika siswa yang seharusnya tinggal kelas tersebut terjadi pada berbagai tingkat sekolah, maka program pendidikan pada berbagai tingkat sekolah tersebut


(16)

kurang berhasil. Jika keadaan demikian dibiarkan, dapat mengakibatkan penghamburan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Dan akan mempengaruhi kualitas lulusan berbagai tingkat sekolah yang bersangkutan.

Model Reciprocal Teaching ini merupakan salah satu model alternatif yang sangat memperhatikan ketuntasan siswa dalam pembelajaran. Karena dalam pelaksanaannya terdapat pengulangan-pengulangan belajar melalui empat strateginya yaitu: membaca bahan ajar, merangkum, bertanya serta memprediksi persoalan berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Jika siswa masih dipandang belum paham atas materi yang sedang dipelajarinya, maka keempat strategi tersebut diulang kembali.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis terdorong untuk melaksanakan penelitian dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan analisis matematik siswa SMA melalui pembelajaran dengan model reciprocal teaching dilihat dari ketuntasan belajarnya.

1.2 Rumusan Masalah

Mengacu pada uraian yang telah dituangkan pada latar belakang masalah,

maka rumusan masalah dalam penelitian yang akan dilakukan ini, adalah:

1. Apakah peningkatan kemampuan analisis matematika siswa yang menggunakan model reciprocal teaching lebih baik daripada siswa yang menggunakan model konvensional?


(17)

2. Apakah kemampuan analisis matematika siswa yang menggunakan model reciprocal teaching lebih baik daripada siswa yang menggunakan model konvensional?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah untuk:

1. Meninjau secara komprehensif peningkatan kemampuan analisis matematik pada siswa yang menggunakan pembelajaran dengan model reciprocal teaching.

2. Meninjau secara komprehensif perbedaan kemampuan analisis matematik pada siswa yang menggunakan pembelajaran dengan model reciprocal teaching dengan yang tidak menggunakan model reciprocal teaching.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara umum, hasil dari penelitian tindakan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pembelajaran matematika dengan menggunakan model reciprocal teaching di sekolah menengah atas.

Secara khusus hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi : 1. Guru

a. Mengenalkan model reciprocal teaching dalam pembelajaran matematika kepada calon guru dan guru matematika.


(18)

b. Memiliki strategi dan model baru yang dapat diterapkan untuk menumbuh-kembangkan keinginan, ketertarikan, serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah menengah atas.

2. Siswa

a. Melatih keberanian, keterampilan dan rasa percaya diri pada saat pembelajaran.

b. Meningkatkan penguasaan materi yang dipelajari. c. Menumbuhkan berfikir aktif dan inovatif.

d. Termotivasi untuk terlibat aktif dalam pembelajaran matematika di sekolah menengah atas.

e. Model reciprocal teaching dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran dalam usaha mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran matematika. Mengurangi dominasi guru dalam proses pembelajaran matematika.

3. Sekolah

Hasil penelitian diharapkan memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan pada umumnya dan SMAN I Lembang Kabupaten Bandung pada khususnya dalam rangka meningkatkan suasana pembelajaran matematika yang disenangi oleh siswa.


(19)

1.5 Asumsi Dasar Penelitian

Dalam penelitian yang akan dilakukan ini yang menjadi anggapan dasar dari pemikiran yang melandasinya adalah:

1) Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama dalam berperan serta secara aktif dalam proses pembelajaran.

2) Kemampuan analisis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan analisis menurut Benyamin S. Bloom.

3) Semua siswa yang menjadi objek penelitian telah menguasai pengetahuan, pemahaman dan aplikasi matematik untuk materi yang akan dibawakan sebagai bahan ajar dalam penelitian ini.

1.6 Rumusan Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian eksperimen ini adalah sebagai berikut :

1) Peningkatan kemampuan analisis matematika siswa yang menggunakan model reciprocal teaching lebih baik daripada siswa yang menggunakan model konvensional.

2) Kemampuan analisis matematik siswa yang menggunakan model reciprocal teaching lebih baik daripada siswa yang menggunakan model konvensional.


(20)

1.7 Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka istilah yang harus didefinisikan dengan jelas yaitu:

1. Reciprocal teaching merupakan pembelajaran yang menggunakan empat strategi pemahaman yaitu merangkum (menyimpulkan), menyusun pertanyaan, menjelaskan kembali, dan menyusun prediksi. Dalam penelitian ini, pembelajaran dilaksanakan dengan mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil heterogen berdasarkan kemampuan akademis yang terdiri dari 4-5 orang.

2. Kemampuan analisis adalah kemampuan untuk memecah atau menguraikan suatu materi atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil. Agar siswa mampu menguraian materi menjadi komponen-komponennya, menemukan relasi antara komponen, dan pengamatan organisasi komponen-komponen.

3. Pembelajaran biasa adalah pembelajaran yang menggunakan metode ekspositori. Pembelajarannya dimulai dengan penyampaian materi, pemberian contoh soal oleh guru, dan dilanjutkan dengan pengerjaan soal-soal latihan oleh siswa.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian jenis quasi eksperimen dengan desain penelitian berbentuk desain kelompok kontrol pretes-postes, dengan ilustrasi sebagai berikut.

O X O

O O

(Ruseffendi, 1994 : 47)

Keterangan : O = pretes / postes

X = pembelajaran matematika dengan model reciprocal teaching

Pada desain tersebut, terlihat bahwa sebelum diberi perlakuan kedua kelompok dipilih secara acak dan masing–masing diberi pretes (O), serta setelah perlakuan diberi postes (O).

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA di Kabupaten Bandung tahun pelajaran 2008-2009. Alasan dipilihnya siswa SMA


(22)

sebagai sampel dan populasi dalam penelitian ini karena siswa SD dan SMP tahap perkembangan kognitifnya belum mencapai tahap analisis tetapi baru mencapai tahap pengetahuan, pemahaman dan aplikasi, sedangkan siswa SMA perkembangan kognitifnya sudah mencapai tahap analisis. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah siswa kelas X di SMAN 1 Lembang Kabupaten Bandung tahun pelajaran 2008-2009. Penentuan sampel untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan secara acak menurut kelas, kemudian dipilih dua kelas yang bukan unggulan seadanya, dikarenakan pihak sekolah mungkin tidak mengizinkan terjadinya pengacakan terhadap kelas yang sudah ada. Dalam penelitian ini, kemudian ditentukan sampel penelitian kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Ada beberapa alasan dipilihnya SMAN 1 Lembang sebagai tempat penelitian, karena sekolah tersebut sebagai sekolah dalam kategori menengah ditinjau dari kemampuan para siswanya. Pada waktu para siswa yang menjadi subjek penelitian ini diterima, dilihat dari passing grade maka SMAN 1 Lembang ini berada di kelompok tengah (biasa–biasa saja). Selain itu juga dilihat dari banyaknya SMA negeri di Kecamatan Lembang yang hanya memiliki satu SMA negeri yaitu SMAN 1 Lembang, sehingga menurut data dari SMA tersebut bahwa siswa-siswi dengan kemampuan tinggi biasanya meneruskan SMA-nya ke Kota Madya Bandung, sedangkan siswa dengan kemampuan rendah kebanyakan masuk sekolah swasta di Lembang. Dengan demikian siswa yang masuk SMAN 1 Lembang adalah siswa dengan kemampuan sedang. Jika dilihat dari mata pencaharian masyarakat Lembang yang umumnya petani, pedagang dan peternak dengan pendapatan tergolong cukup


(23)

serta tidak adanya bimbingan belajar di Lembang, maka biasanya siswa SMAN 1 Lembang tidak mengambil bimbingan belajar diluar sehingga keberhasilan dari penelitian ini tidak terpengaruh oleh variabel luar seperti adanya lembaga bimbingan belajar.

Alasan dipilihnya sekolah yang siswanya bukan unggulan ini dan bukan pula yang berkemampuan rendah adalah bahwa para siswa unggulan diberi pembelajaran apapun cenderung akan selalu baik hasilnya. Sebaliknya, siswa–siswa yang kemampuannya sangat rendah diberi pembelajaran dengan pendekatan atau model apapun cenderung hasilnya akan buruk (Ade Rohayati, 2005:22). Jadi, ada kemungkinan baik dan tidak baiknya kemampuan siswa bisa dikarenakan bukan karena implementasi atau aktivitas pembelajaran baru yang digunakan dalam penelitian tersebut.

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah siswa kelas X didasarkan pada pertimbangan bahwa kelas tersebut masih memiliki kemampuan matematika yang masih rendah dilihat dari lamanya mengenyam pendidikan jika dibandingkan dengan kelas XI dan kelas XII. Selain itu juga, sesuai dengan kurikulum baru baik KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) bahwa di tingkat SLTP tidak diberikan materi pelajaran matematika tentang logika sehingga kelas X ini dipandang baru mendapatkan materi logika yang dijadikan bahan ajar dalam penelitian ini.


(24)

3.3 Variabel Penelitian

Penelitian ini memuat dua variabel bebas dan tiga variabel terikat.

Variabel bebas 1: Pembelajaran menggunakan model reciprocal teaching. Pembelajaran ini diterapkan kepada siswa kelas eksperimen.

Variabel bebas 2: Pembelajaran biasa. Pembelajaran ini diterapkan kepada siswa kelas kontrol.

Variabel terikat 1: Kemampuan analisis siswa dalam matematika.

3.4 Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan satu buah instrumen penelitian yaitu tes kemampuan analisis matematik.

Kemampuan analisis matematik siswa yang dapat diukur dari soal-soal yang diberikan meliputi kemampuan menemukan hubungan, membuktikan dan mengomentari bukti matematik. Secara lengkap kisi-kisi soal dan perangkat tes dapat dilihat pada lampiran. Sesuai dengan materi yang diajarkan, tes kemampuan analisis matematik mencakup materi logika. Penyusunan soal diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal, kemudian menulis soal dan kunci jawaban. Skor yang diberikan pada setiap jawaban siswa ditentukan berdasarkan pedoman penskoran. Skor ideal pada suatu butir soal ditentukan berdasarkan banyak tahapan yang harus dilalui pada soal tersebut.

Untuk memperoleh soal tes yang baik, maka soal-soal tes tersebut diujicobakan agar dapat diketahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan


(25)

daya pembedanya. Dalam hal ini uji coba soal tersebut dilakukan kepada salah satu kelas yang telah mempelajari pokok bahasan yang diteskan.

Sebelum diujicoba, soal tes dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru matematika untuk mengetahui validitas isi dan validitas susunannya, berkenaan dengan ketepatan antara alat ukur dengan materi yang diuji dan dengan tujuan pembelajaran khusus yang memuat kemampuan-kemampuan belajar yang akan diukur. Setelah itu diujicobakan, data hasil uji coba instrumen dianalisis dengan menggunkan program Microsoft Excel.

3.4.1 Uji Validitas Instrumen

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila instrumen itu tepat dan cocok serta mengukur apa yang semestinya diukur dalam penelitian itu. Sebuah instrumen yang memiliki validitas yang tinggi maka derajat ketepatan mengukurnya benar– benar baik. Berkenaan dengan validitas isinya yaitu tentang kesahihan instrumen dengan materi yang akan ditanyakan, baik menurut per butir soal maupun menurut soalnya secara keseluruhan. Untuk menentukan validitas instrumen khususnya validitas isi, maka harus ditentukan dan dinilai oleh para pakar yang berpengalaman dan tidak ada cara lain untuk menentukan validitas isi ini (Ruseffendi, 1994:134). Oleh karena itu, maka peneliti mengambil dua orang ahli untuk menilai validitas instrumen yang sudah dibuat berkenaan dengan ketepatan dan kecocokan pernyataan soal–soal instrumen dengan masing–masing aspek yang akan diukur didasarkan pada kisi–kisi instrumen yang selanjutnya akan mengungkap kemampuan analisis matematik siswa.


(26)

Atas dasar penilaian dari para ahli, maka butir–butir soal instrumen yang dianggap kurang tepat menggambarkan aspek kognitif yang diinginkan tersebut selanjutnya diperbaiki sampai terkumpul butir–butir soal instrumen yang benar–benar bisa menggambarkan aspek kognitif tersebut.

Untuk memperoleh butir tes mana yang memiliki validitas banding yang handal, yang berkenaan dengan statistika menurut Ruseffendi(1991:181) digunakan rumus produk momen dari Pearson sebagai berikut:

(

)( )

(

)

2 2

( )

2

2

. N Y Y

X X N Y X XY N rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ = Keterangan: xy

r = koefisien korelasi antara variabel X (jumlah skor) dan Y (skor tes uji coba) atau dua variabel yang dikorelasikan.

N = Jumlah siswa Y = Skor variabel Y X = Skor variabel X

Untuk mengadakan interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi menurut Suherman dan Sukjaya (1990) adalah sebagai berikut:

900, <rxy ≤1,00 =sangat tinggi 700, <rxy ≤0,90 =tinggi


(27)

(28)

ERROR: ioerror

OFFENDING COMMAND: image


(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasan hasil penelitian

yang telah dikemukankan dalam bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1) Peningkatan kemampuan analisis siswa dalam matematika antara siswa yang memperoleh model reciprocal teaching lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

2) Kemampuan analisis siswa dalam matematika antara siswa yang memperoleh model reciprocal teaching lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

3) Siswa yang diberikan kelas reciprocal teaching lebih aktif aktif mengajukan pertanyaan dan yang lain menjawab pertanyaan tersebut sehingga pengetahuan awal siswa lebih tergali serta siswa lebih berana dalam mengemukakan pemahaman seputar materi yang telah dibacanya.

5.2 Saran-Saran

Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan di bagian depan, maka dapat diajukan beberapa hal sebagai saran yaitu:


(30)

1) Karena model reciprocal teaching dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran biasa, maka guru hendaknya dapat menjadikan model ini sebagai model pembelajaran alternatif dalam upaya meningkatkan kemampuan analisis siswa.

2) Karena model reciprocal teaching menekankan pada aktivitas siswa dalam proses belajar dengan mengupayakan keterlibatan siswa secara maksimal dan ternyata memberikan hasil yang lebih baik, maka para guru diharapkan mampu menciptakan suasana belajar matematika yang efektif.

3) Karena model reciprocal teaching dapat meningkatkan kemampuan analisis siswa yang merupakan kemampuan matematika tingkat tinggi, maka hendaknya ada peneliti lain yang mencoba menerapkan model reciprocal teaching ini dalam upaya meningkatkan kemampuan matematika tingkat tinggi lainnya seperti kemampuan sintesis matematis dan kemampuan evaluasi matematis siswa sesuai dengan taksonomi Bloom..

4) Karena pembelajaran dengan model reciprocal teaching membutuhkan waktu yang cukup lama, maka guru diharapkan mampu mengatur pembagian waktu di setiap tahapan pembelajaran seefektif mungkin serta memilah – milah materi yang cocok menggunakan model reciprocal teaching sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai secara optimal.


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Akhdinirwanto, R. Wakhid & Ida Ayu Sayogyani (2009). Cara Mudah

Mengembangkan Profesi Guru. Yogyakarta: Sabda Media.

Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata

Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Umum. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Manajemen peningkatan mutu berbasis

sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal pendidikan Dasar dan Menengah..

Ennis, Robert H (1985). Practical Strategies for the Direct Teaching of Thinking Skill. In A.L. Costa (ed) Developping Mind : A Resource Book for Teaching

Thinking. Alexandria : ASCD, 43 – 45

Facione, P. (1986). Critical thinking: What it is and what it counts. California: California Academic Press.

Fraenkel, J.R., & Wallen, N.E. (1993). How to design and evaluate research in

education. Singapore: Mc Graw Hill

Frankl, V. E. Pikirkanlah anak didik kita. (On line). Tersedia:

http://journey.maesuri.com. (10 Februari 2007)

Hake, R. Analyzing change/gain scores. (On line). Tersedia: http://www. physics.

indiana.edu/~sdi/analyzing change_Gain. pdf. (12 Maret 2007)

Hake, R. The effect of multiple internal representations on context rich instruction. (On line). Tersedia: http://arxiv.org/ftp/physics/papers/0605/ 0605148.pdf. (12 Maret 2007)

Hamalik, O. (2006). Inovasi kependidikan. Bandung: SPs UPI.

Harsanto, R. (2005). Melatih anak berpikir analitis, kritis dan kreatif. Jakarta: Grasindo.

Hassoubah, I. J. (2004). Cara berpikir kreatif dan kritis. Bandung: Nuansa

Hayden, T. Mengakomodasi murid berkebutuhan khusus. (On line). Tersedia:

http://www.torey-hayden.com. (26 November 2006).

Hendriana, H. (2002). Meningkatkan kemampuan pengajuan dan pemecahan

masalah matematika dengan pembelajarn berbalik. Tesis pada SPs UPI.

Karno To. (1996). Mengenal analisis tes. Bandung: FIP IKIP.

Krulik, S & Rudnick, J. A. (1995). The new sourcebook for teaching reasoning and

problem solving in elementary school. Massachusetts: Allyn and Bacon, A.

Simon & Schuster Company.


(32)

90

Lie, A. (2002). Cooperative learning: Mempraktikkan cooperative learning di

ruang-ruang kelas. Jakarta: PT Grasindo.

Liliasari (2000). Pengembangan keterampilan berpikir kritis untuk mempersiapkan

calon guru IPA memasuki era globalisasi. Dalam Proceeding National Science and Mathematics Education Seminar, Science and Mathematics Education Development in Global Era. Yogyakarta: JICA-IMSTEP FMIPA UNY.

Meyers (1986). Teaching students to think critically. San Francisco: Jossey-Bass Inc., Publishers.

Moore & Parker. What is critical thinking?. (On line). Tersedia:

http://Austhink.org/critical.html. (3 Juli 2007)

Nurgana, E. (1991). Statistika penelitian. Bandung: C.V Permadi Bandung.

Palincsar, A. M. & Brown, A. Resources centre: Reciprocal teaching. (On line). Tersedia: http://www.english.unitechnologi.ac.nz/resources/reciprocal teaching.html. (8 Februari 2007)

Palincsar, A. M. & Brown, A. Teacher’s corner: what is reciprocal teaching. (On line). Tersedia: http://teams.lacoe.edu/documentation/classroom/patti/2-3/ teacher/resources/reciprocal.html. (8 Februari 2007)

Posamentier, S. A. & Stepelman, J. (1990). Teaching secondary school mathematics

techniques and enrichment units. 3rd Edition. Merril: Columbus Toronto Melbourne London.

Priatna, N. (2003). Kemampuan penalaran dan pemahaman matematika siswa kelas

III SLTP di Kota Bandung. Disertasi pada SPs UPI.

Rahman, A. (2004). Meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan

generalisasi matematik siswa SMA melalui pembelajaran berbalik. Tesis pada

SPs UPI.

Rohayati, A. (2005). Mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam

matematika melalui pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Tesis pada

SPs UPI.

Ruseffendi, E. T. (1994). Dasar-dasar penelitian pendidikan dan bidang

non-eksakta lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Ruseffendi, E. T. (1988). Pengantar kepada membantu guru mengembangkan

kompetensinya dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E. T. (1991). Penilaian pendidikan dan hasil belajar siswa khususnya

dalam pengajaran matematika. Diktat Perkuliahan. IKIP Bandung: Tidak

Dipublikasikan.

Ruseffendi, E. T. (1998). Statistika dasar untuk penelitian pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Simoneau, C. Reciprocal teaching (Pratt). (On line). Tersedia:


(33)

91

Sobel, M. & Maletsky, M. E. (2001). Mengajar matematika. Jakarta: Erlangga. Splitter (1991).Critical thinking:what, why, when, and how. Australia: Australia

Council for Education Research.

Subino (1997). Konstruksi dan analisis tes. Jakarta: Depdikbud.

Sudjana (1988). Cara belajar siswa aktif dan proses mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Sudjana (1996). Metoda statistika. Edisi Ke-6. Bandung: Sinar Baru.

Sugiono (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi (2005). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Edisi revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Suherman, E. & Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk praktis untuk melaksanakan evaluasi

pendidikan matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Sukino (2007). Matematika untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Sumarmo (2003). Pembelajaran keterampilan membaca matematika pada siswa

sekolah menengah. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan

MIPA di FPMIPA UPI. Tanggal 25-26 Agustus 2003.

Suriadi (2006). Pembelajaran dengan pendekatan discovery yang menekankan

aspek analogi untuk meningkatkan pemahaman matematik dan kemampuan berpikir kritis siswa SMA. Tesis pada SPs UPI.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan pendekatan pembelajaran tidak langsung serta

pendekatan gabungan langsung dan tidak langsung dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi siswa SLTP.

Disertasi pada SPs UPI.

Syukur, M. (2004). Mengembangkan kemampuan berpikir kritis melalui

pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended. Tesis pada PPS

UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Trianto (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.


(1)

ERROR: ioerror

OFFENDING COMMAND: image


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasan hasil penelitian yang telah dikemukankan dalam bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1) Peningkatan kemampuan analisis siswa dalam matematika antara siswa yang memperoleh model reciprocal teaching lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

2) Kemampuan analisis siswa dalam matematika antara siswa yang memperoleh model reciprocal teaching lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

3) Siswa yang diberikan kelas reciprocal teaching lebih aktif aktif mengajukan pertanyaan dan yang lain menjawab pertanyaan tersebut sehingga pengetahuan awal siswa lebih tergali serta siswa lebih berana dalam mengemukakan pemahaman seputar materi yang telah dibacanya.

5.2 Saran-Saran

Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan di bagian depan, maka dapat diajukan beberapa hal sebagai saran yaitu:


(3)

1) Karena model reciprocal teaching dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran biasa, maka guru hendaknya dapat menjadikan model ini sebagai model pembelajaran alternatif dalam upaya meningkatkan kemampuan analisis siswa.

2) Karena model reciprocal teaching menekankan pada aktivitas siswa dalam proses belajar dengan mengupayakan keterlibatan siswa secara maksimal dan ternyata memberikan hasil yang lebih baik, maka para guru diharapkan mampu menciptakan suasana belajar matematika yang efektif.

3) Karena model reciprocal teaching dapat meningkatkan kemampuan analisis siswa yang merupakan kemampuan matematika tingkat tinggi, maka hendaknya ada peneliti lain yang mencoba menerapkan model reciprocal teaching ini dalam upaya meningkatkan kemampuan matematika tingkat tinggi lainnya seperti kemampuan sintesis matematis dan kemampuan evaluasi matematis siswa sesuai dengan taksonomi Bloom..

4) Karena pembelajaran dengan model reciprocal teaching membutuhkan waktu yang cukup lama, maka guru diharapkan mampu mengatur pembagian waktu di setiap tahapan pembelajaran seefektif mungkin serta memilah – milah materi yang cocok menggunakan model reciprocal teaching sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai secara optimal.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Akhdinirwanto, R. Wakhid & Ida Ayu Sayogyani (2009). Cara Mudah Mengembangkan Profesi Guru. Yogyakarta: Sabda Media.

Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Umum. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal pendidikan Dasar dan Menengah..

Ennis, Robert H (1985). Practical Strategies for the Direct Teaching of Thinking Skill. In A.L. Costa (ed) Developping Mind : A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria : ASCD, 43 – 45

Facione, P. (1986). Critical thinking: What it is and what it counts. California: California Academic Press.

Fraenkel, J.R., & Wallen, N.E. (1993). How to design and evaluate research in education. Singapore: Mc Graw Hill

Frankl, V. E. Pikirkanlah anak didik kita. (On line). Tersedia: http://journey.maesuri.com. (10 Februari 2007)

Hake, R. Analyzing change/gain scores. (On line). Tersedia: http://www. physics. indiana.edu/~sdi/analyzing change_Gain. pdf. (12 Maret 2007)

Hake, R. The effect of multiple internal representations on context rich instruction. (On line). Tersedia: http://arxiv.org/ftp/physics/papers/0605/ 0605148.pdf. (12 Maret 2007)

Hamalik, O. (2006). Inovasi kependidikan. Bandung: SPs UPI.

Harsanto, R. (2005). Melatih anak berpikir analitis, kritis dan kreatif. Jakarta: Grasindo.

Hassoubah, I. J. (2004). Cara berpikir kreatif dan kritis. Bandung: Nuansa

Hayden, T. Mengakomodasi murid berkebutuhan khusus. (On line). Tersedia: http://www.torey-hayden.com. (26 November 2006).

Hendriana, H. (2002). Meningkatkan kemampuan pengajuan dan pemecahan masalah matematika dengan pembelajarn berbalik. Tesis pada SPs UPI.

Karno To. (1996). Mengenal analisis tes. Bandung: FIP IKIP.

Krulik, S & Rudnick, J. A. (1995). The new sourcebook for teaching reasoning and problem solving in elementary school. Massachusetts: Allyn and Bacon, A. Simon & Schuster Company.


(5)

90

Lie, A. (2002). Cooperative learning: Mempraktikkan cooperative learning di ruang-ruang kelas. Jakarta: PT Grasindo.

Liliasari (2000). Pengembangan keterampilan berpikir kritis untuk mempersiapkan calon guru IPA memasuki era globalisasi. Dalam Proceeding National Science and Mathematics Education Seminar, Science and Mathematics Education Development in Global Era. Yogyakarta: JICA-IMSTEP FMIPA UNY.

Meyers (1986). Teaching students to think critically. San Francisco: Jossey-Bass Inc., Publishers.

Moore & Parker. What is critical thinking?. (On line). Tersedia: http://Austhink.org/critical.html. (3 Juli 2007)

Nurgana, E. (1991). Statistika penelitian. Bandung: C.V Permadi Bandung.

Palincsar, A. M. & Brown, A. Resources centre: Reciprocal teaching. (On line). Tersedia: http://www.english.unitechnologi.ac.nz/resources/reciprocal teaching.html. (8 Februari 2007)

Palincsar, A. M. & Brown, A. Teacher’s corner: what is reciprocal teaching. (On line). Tersedia: http://teams.lacoe.edu/documentation/classroom/patti/2-3/ teacher/resources/reciprocal.html. (8 Februari 2007)

Posamentier, S. A. & Stepelman, J. (1990). Teaching secondary school mathematics

techniques and enrichment units. 3rd Edition. Merril: Columbus Toronto

Melbourne London.

Priatna, N. (2003). Kemampuan penalaran dan pemahaman matematika siswa kelas III SLTP di Kota Bandung. Disertasi pada SPs UPI.

Rahman, A. (2004). Meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan generalisasi matematik siswa SMA melalui pembelajaran berbalik. Tesis pada SPs UPI.

Rohayati, A. (2005). Mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika melalui pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Tesis pada SPs UPI.

Ruseffendi, E. T. (1994). Dasar-dasar penelitian pendidikan dan bidang non-eksakta lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Ruseffendi, E. T. (1988). Pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensinya dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E. T. (1991). Penilaian pendidikan dan hasil belajar siswa khususnya dalam pengajaran matematika. Diktat Perkuliahan. IKIP Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Ruseffendi, E. T. (1998). Statistika dasar untuk penelitian pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Simoneau, C. Reciprocal teaching (Pratt). (On line). Tersedia: http://www.essdack.org/Reciprocal Teaching (Pratt). (8 Februari 2007)


(6)

91

Sobel, M. & Maletsky, M. E. (2001). Mengajar matematika. Jakarta: Erlangga. Splitter (1991).Critical thinking:what, why, when, and how. Australia: Australia

Council for Education Research.

Subino (1997). Konstruksi dan analisis tes. Jakarta: Depdikbud.

Sudjana (1988). Cara belajar siswa aktif dan proses mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Sudjana (1996). Metoda statistika. Edisi Ke-6. Bandung: Sinar Baru.

Sugiono (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi (2005). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Edisi revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Suherman, E. & Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk praktis untuk melaksanakan evaluasi pendidikan matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Sukino (2007). Matematika untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Sumarmo (2003). Pembelajaran keterampilan membaca matematika pada siswa sekolah menengah. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA di FPMIPA UPI. Tanggal 25-26 Agustus 2003.

Suriadi (2006). Pembelajaran dengan pendekatan discovery yang menekankan aspek analogi untuk meningkatkan pemahaman matematik dan kemampuan berpikir kritis siswa SMA. Tesis pada SPs UPI.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan pendekatan pembelajaran tidak langsung serta pendekatan gabungan langsung dan tidak langsung dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi siswa SLTP. Disertasi pada SPs UPI.

Syukur, M. (2004). Mengembangkan kemampuan berpikir kritis melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Trianto (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.


Dokumen yang terkait

Analisis Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas X MIPA 5 SMA Negeri 1 Ambulu Berdasarkan Kemampuan Matematika

3 31 6

Analisis Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas X MIPA 5 SMA Negeri 1 Ambulu Berdasarkan Kemampuan Matematika;

6 64 180

Hubungan Model Pembelajaran Reciprocal Teaching Dengan Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Di Sma Negeri 46 Jakarta)

6 25 142

Pengaruh pendekatan open-ended terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa dalam belajar metematika: penelitian quasi eksprimen di MTsN babakan sirna

3 31 141

Upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching)

0 36 0

Pengaruh Reciprocal Peer Tutoring Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

3 37 219

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBALIK (RECIPROCAL TEACHING).

0 0 9

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA : Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 3 Banjar.

0 3 38

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MULTIMEDIA INTERAKTIF : Penelitian terhadap Siswa Kelas X SMAN 1 Bandung.

0 0 38

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kemampuan pemahaman konsep matematika - UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KEJOBONG MELALUI PENDEKATAN RECIPROCAL TEACHING - repository perpustakaan

0 0 13