Upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching)

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI

TEKNIK PEMBELAJARAN TERBALIK

(RECIPROCAL TEACHING)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk

Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

HAJRONI

NIM 109017000047

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014 M


(2)

(3)

(4)

NIM : 109017000047

Jurusan : Pendidikan Matematika Angkatan Tahun : 2009

Alamat : Kp. Karet Ds. Karet Rt 05/03, Kec. Sepatan Kab. Tangerang Banten 15520

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Melalui Teknik Pembelajaran Terbalik (Reciprocal

Teaching)” adalah benar hasil karya sendiri dibawah bimbingan dosen: 1. Nama : Dra. Afidah Mas’ud

NIP : 19610926 198603 2 004 Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika 2. Nama : Khairunnisa, S.Pd, M.Si NIP : 19810404 200901 2 013 Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Oktober 2014 Yang menyatakan

Hajroni


(5)

i

ABSTRAK

Hajroni (109017000047), “Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Melalui Teknik Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)”, Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, aktivitas belajar siswa, dan respon siswa terhadap teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching). Penelitian dilakukan di SMP Muslim Asia Afrika (MUSIKA) Pamulang pada tahun ajaran 2013/2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus melalui empat tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematika, lembar observasi aktivitas siswa, jurnal harian, pedoman wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siwa. Pada siklus I, nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebesar 67,07 meningkat menjadi 70,04 pada siklus II. Peningkatan juga terjadi pada nilai rata-rata indikator memahami masalah, membuat rencana pemecahan masalah dan melaksanakan rencana pemecahan masalah. Aktivitas siswa dalam pembelajaran meningkat dari persentase rata-rata 68,88% pada siklus I menjadi 81,60% pada siklus II. Berdasarkan jurnal harian siswa, respon positif siswa meningkat dari persentase rata-rata 60,14% menjadi 71,50%.

Kata Kunci : teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching), kemampuan pemecahan masalah matematika.


(6)

ii

of Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The aim of this research is to analyze the implementation of Reciprocal Teaching Technique in improving students’ Mathematics problem solving skill, students’ learning activities, and students’ response of Reciprocal Teaching Technique. This research was conducted at SMP Muslim Asia Afrika (MUSIKA) Pamulang in academic year 2013/2014. The method of this research is Classroom Action Research (CAR) which was conducted in two cycles through four steps: planning, acting, observing and reflecting. The instrument of this research was the test about Mathematics problem solving skill, observation sheet of students’ activities, daily journal, interview guidance, field notes and documentations.

The result showed that the implementation of Reciprocal Teaching Technique improved students’ Mathematics problem solving skill. The students’ average value in the cycle I which is 67,07 had improved to 70,04 in cycle II. The improvement also happens in the indicator average value in understanding the problem, devising a plan to solve the problem and carrying out the plan to solve the problem. The students’ activity in learning had improved from 68,88%in cycle I to 81,60% in cycle II. Based on students’ daily journal, students’ positive responses had improved from 60,14% to 71,50%.

Keywords : The reciprocal teaching technique, Mathematics Problem Solving Skill


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah

S.W.T. yang telah memberikan nikmat kesehatan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini, shalawat serta salam tak lupa penulis persembahkan

kepada baginda Rasulullah S.A.W, suri tauladan umat manusia dengan pemikiran

yang cerdas serta berakhlak mulia.

Dalam pembuatan skripsi berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Melalui Teknik Pembelajaran Terbalik (Reciprocal

Teaching)” tidak sedikit kesulitan serta hambatan yang dialami, namun berkat doa,

dukungan, motivasi serta semangat dari berbagai pihak, maka semua kesulitan dan

hambatan dapat teratasi dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan terimakasih kepada :

1.

Ibu Nurlena Rifa’I, M. A, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Bapak Dr. Kadir selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3.

Bapak Abdul Mu’in, S.Si., M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan

Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4.

Ibu Dra. Afidah Mas’ud sebagai Dosen Pembimbing I dan Ibu Khairunnisa

M.Si sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,

waktu, arahan, kesabaran, motivasi dan semangat kepada penulis.

5.

Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada


(8)

iv

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur

yang dibutuhkan.

7.

Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan

Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi

kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

8.

Kepala SMP Muslim Asia Afrika (MUSIKA) yaitu Bapak Sukardi S,Pd. I.

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9.

Ibu Rahmi Sevitri S.E. selaku guru mata pelajaran matematika yang telah

memberikan motivasi dan membantu penulis selama kegiatan penelitian.

10.

Siswa-siswi SMP Muslim Asia Afrika (MUSIKA) kelas VIII yang telah

kooperatif selama kegiatan penelitian.

11.

Teristimewa untuk Ayah dan Ibundaku tercinta, Bapak Haerudin dan

Almarhumah Ibu Suparti yang senantiasa mendoakan penulis, memberikan

limpahan kasih sayang, dukungan serta motivasi baik moral maupun materil

kepada penulis. Mamah, ku persembahkan ini semua untukmu, semoga

Allah selalu melapangkan dan menjadikan kuburmu sebagai salah satu

taman diantara taman surganya Allah SWT. Aamiin.

12.

Bapak K.H. Bahrudin selaku pimpinan Pondok Pesantren Daar El-Hikam

yang memberikan dorongan dan motivasi untuk menyelesaikan studi

13.

Kakakku tersayang Tono dan Adikku tercinta Hardiyanti yang senantiasa

memberikan doa, kasih sayang, motivasi serta keceriaan yang melimpah

kepada penulis.

14.

My Soulmate Neng Nida Afifah Nur yang telah memberikan semangat dan

motivasi serta keceriaan di setiap hari kepada penulis.


(9)

v

15.

Teman-teman seperjuangan Pendidikan Matematika Angkatan 2009 B,

Ilham, Arif, Beni, Angga, Ayik, Rifan, Erdy, Zia, Sisi, Thoy, Cici, Ayu,

Nung, Evin, Ega, Anis, Indah, Dila, Bunga, Ria, Erna, Rina, Lina, Puji,

Umu, Selvia, Ihsan, Hudzaefah.

16.

Sahabat-sahabat Pesantren Daar El-Hikam, Arizal, Mang Medi, Mang

Malik, Mang Amri, Mang Asep, Hudri, Iqbal, Mang Harid, Rizki, Mahbub,

Habib Thay.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kedepannya. Semoga

skripsi ini berguna khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, September 2014

Penulis


(10)

vi

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR DIAGRAM ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ... 6

C. Pembatasan Fokus Penelitian ... 6

D. Perumusan Masalah Penelitian ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II: KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti……… 9

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ……… 9

a. Pengertian Matematika……… 9

b. Pengertian Masalah Matematika………. 11

c. Jenis-jenis Masalah Matematika………. 13

d. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika…………. 14

e. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Matematika…. 16

f. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika………. 18

g. Karakteristik Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika………. 20


(11)

vii

a. Pengertian Teknik Reciprocal Teaching………...… 21

b. Teori Belajar yang Mendukung Teknik Reciprocal Teaching………. 23

c. Langkah-Langkah dalam Teknik Reciprocal Teaching… 24 d. Keunggulan dan Kelemahan Teknik Pembelajaran Reciprocal Teaching………. 28

3. Aktivitas Belajar Matematika... 29

4. Hubungan Teknik Reciprocal Teaching dengan Pemecahan Masalah Matematika... 31

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 32

C. Kerangka Berpikir... 32

C. Hipotesis Tindakan ... 34

BAB III: METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ... 35

C. Subjek Penelitian ... 39

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 40

E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 40

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 41

G. Data dan Sumber Data ... 41

H. Instrumen Pengumpulan Data ... 42

I. Teknik Pengumpulan Data ... 44

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan... 44

K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis ... 46

L. Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 48

BAB IV: DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 49

1. Kegiatan Penelitian Pendahuluan ... 49

2. Tindakan Pembelajaran Siklus 1 ... 51

a. Tahap Perencanaan ... 51


(12)

viii

a. Tahap Perencanaan ... 80

b. Tahap Pelaksanaan Kegiatan ... 81

c. Tahap Observasi ... 96

d. Tahap Refleksi ... 104

B. Analisis Data ... 105

C. Pembahasan Temuan Penelitian ... 112

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 113

B. Saran ... 114


(13)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian ...35 Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Pada Pra Penelitian ...50 Tabel 4.2. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Pra Penelitian ...51 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Pada Siklus I ...71 Tabel 4.4. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Siklus I ...72 Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Penilaian Aktivitas Pembelajaran Siswa pada

Siklus I ...74 Tabel 4.6. Rekapitulasi Respon Siswa Siklus I ...77 Tabel 4.7. Refleksi Kegiatan Tindakan Siklus I ...78 Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Pada Siklus II ...97 Tabel 4.9. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Pada Siklus II...98 Tabel 4.10. Rekapitulasi Hasil Penilaian Aktivitas Pembelajaran Siswa Pada

Siklus II ...100 Tabel 4.11. Rekapitulasi Respon Siswa Siklus II ...103 Tabel 4.12. Rekapitulasi Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa...105 Tabel 4.13. Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa ...106 Tabel 4.14. Perbandingan Persentase Aktivitas Pembelajaran Siswa Siklus I

dan Siklus II ...108 Tabel 4.15. Perbandingan Persentase Respon Siswa Siklus I dan Siklus II ...110


(14)

x

Gambar 2.2. Bagan Kerangka Berpikir ...33

Gambar 3.1. Alur Penelitian Tindakan Kelas ...36

Gambar 4.1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Pra Penelitian ...50

Gambar 4.2. Peneliti Sedang Memberi Pengarahan ...54

Gambar 4.3. Kelompok 4 Sedang Menjadi Guru Siswa ...55

Gambar 4.4. Kelompok 2 Sedang Menjadi Guru Siswa ...59

Gambar 4.5. Kelompok 6 Sedang Menjadi Guru Siswa ...62

Gambar 4.6. Hasil Jawaban Kelompok 6 ...63

Gambar 4.7. Hasil Jawaban Salah Satu Kelompok di Pertemuan Ketiga ...64

Gambar 4.8. Kelompok 3 Sedang Menjadi Guru Siswa ...67

Gambar 4.9. Hasil Jawaban Kelompok 3 ...67

Gambar 4.10. Hasil Jawaban Salah Satu Kelompok di Pertemuan Keempat ....68

Gambar 4.11. Aktivitas Siswa Mengerjakan Tes Akhir Siklus I ...70

Gambar 4.12. Jawaban Siswa Pada Aspek Memahami Masalah ...73

Gambar 4.13. Jawaban Siswa Pada Aspek Membuat Rencana Penyelesaian Masalah ...73

Gambar 4.14. Jawaban Siswa Pada Aspek Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah ...73

Gambar 4.15. Aktivitas Salah Seorang Siswa Menjadi Guru-Siswa Di Kelompoknya ...84

Gambar 4.16. Hasil Jawaban Salah Satu Kelompok di Pertemuan Keenam ...84

Gambar 4.17. Aktivitas Salah Seorang Siswa Menjadi Guru-Siswa Di Kelompoknya ...87

Gambar 4.18. Hasil Jawaban Salah Satu Kelompok di Pertemuan Ketujuh ...88

Gambar 4.19. Aktivitas Salah Seorang Siswa Menjadi Guru-Siswa Di Kelompoknya ...91

Gambar 4.20. Hasil Jawaban Salah Satu Kelompok di Pertemuan Kedelapan ...91


(15)

xi

Gambar 4.21. Aktivitas Salah Seorang Siswa Menjadi Guru-Siswa Di Kelompoknya ...94 Gambar 4.22. Hasil Jawaban Salah Satu Kelompok di Pertemuan

Kesembilan ...95 Gambar 4.23. Jawaban Siswa Pada Aspek Memahami Masalah ...99 Gambar 4.24. Jawaban Siswa Pada Aspek Membuat Rencana Penyelesaian

Masalah ...99 Gambar 4.25. Jawaban Siswa Pada Aspek Melaksanakan Rencana


(16)

xii

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus I ...72 Diagram 4.2. Persentase Respon Siswa pada Pembelajaran Siklus I ...77 Diagram 4.3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus

II ...98 Diagram 4.4. Persentase Respon Siswa pada Pembelajaran Siklus II ...103 Diagram 4.5. Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ...106 Diagram 4.6. Perbandingan Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Siklus I dan Siklus II ...107 Diagram 4.7. Rekapitulasi Aktivitas Pembelajaran Siswa Siklus I dan

Siklus II ...109 Diagram 4.8. Perbandingan Persentase Respon Siswa Siswa pada Siklus I


(17)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Tahap Pra Penelitian... 118

Lampiran 2. Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Tahap Pra Penelitian ... 119

Lampiran 3. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Tahap Pra Penelitian... 120

Lampiran 4. Lembar Wawancara dengan Guru (Pra Penelitian)... 121

Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ... 123

Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II ... 139

Lampiran 7. Bahan Diskusi ... 155

Lampiran 8. Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I ... 194

Lampiran 9. Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II ... 197

Lampiran 10. Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siklus I ... 201

Lampiran 11. Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siklus II ... 202

Lampiran 12. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I ... 204

Lampiran 13. Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II ... 206

Lampiran 14. Pedoman Penskoran ... 209

Lampiran 15. Distribusi Frekuensi Kelompok Siklus I ... 210

Lampiran 16. Distribusi Frekuensi Kelompok Siklus II ... 213

Lampiran 17. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus I... 216

Lampiran 18. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus II ... 217

Lampiran 19. Lembar Pedoman Wawancara Guru (Siklus I) ... 218


(18)

xiv

Lampiran 21. Lembar Wawancara Siswa Pada Siklus I ... 220

Lampiran 22. Lembar Wawancara Siswa Pada Siklus II ... 222

Lampiran 23. Hasil Respon Siswa ... 223

Lampiran 24. Lembar Observasi Siswa ... 224

Lampiran 25. Jurnal Harian Siswa... 225

Lampiran 26. Lembar Catatan Lapangan ... 226

Lampiran 27. Uji Referensi ... 227

Lampiran 28. Surat Bimbingan Skripsi... 235


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh karena itu hampir seluruh bangsa dan negara di dunia ini menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga dengan negara Indonesia yang menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini dapat dilihat pada pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Sekolah sebagai salah satu tempat berlangsungnya proses pendidikan juga memiliki andil yang cukup besar dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul. Sekolah juga diberikan kepercayaan oleh orang tua sebagai tempat untuk menimba ilmu pengetahuan guna mempersiapkan bekal untuk masa depan yang gemilang. Tugas sekolah bukanlah semata-mata untuk mengajar anak-anak membaca, menulis dan berhitung, tetapi tugas sekolah juga adalah untuk mempersiapkan anak-anak guna mengisi kebutuhan masyarakat tempat tinggalnya dan untuk menempuh kehidupan, sehingga mereka mendapat kebahagiaan bersama masyarakatnya.

1

UU RI No. 20 tentang Sisdiknas, (Jakarta: Depdiknas, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, 2003), 2013, h. 3, (http://www.slideshare.net/srijadi/uu-no-20-2003-sistem-pendidikan-nasional).


(20)

Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki berbagai macam bidang studi untuk dipelajari oleh peserta didik. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah matematika. Matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang mempunyai peran yang sangat signifikan dalam proses pembentukan kualitas sumber daya manusia. Kualitas pendidikan matematika harus terus ditingkatkan guna pembentukan sumber daya manusia yang memiliki kualitas tinggi, yaitu manusia yang mampu berpikir kritis, logis, sistematis, kreatif, inovatif, dan berinisiatif dalam menanggapi masalah yang terjadi.

Matematika memiliki peran yang sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian kita. Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu menghadapi banyak permasalahan. Permasalahan yang kita hadapi seringkali ada yang berkaitan dengan permasalahan matematis. Hal ini menunjukkan bahwa matematika sangat diperlukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu memecahkan permasalahan. Seperti tertulis dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyebutkan bahwa matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.2

Namun pada kenyataannya, pelajaran matematika masih sering dianggap sebagai pelajaran yang paling sulit dipahami oleh siswa. Padahal pelajaran matematika mendapatkan waktu yang lebih banyak dibandingkan pelajaran lain dalam penyampaiannya. Siswa kurang memberi perhatian pada pelajaran ini

2

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs,


(21)

3

karena siswa menganggap matematika itu sebagai pelajaran yang menjadi momok menakutkan serta mempunyai soal-soal yang sulit untuk dipecahkan. Hal tersebut berdampak negatif pada pencapaian prestasi belajar siswa Indonesia di bidang matematika. Pencapaian prestasi belajar siswa Indonesia di bidang matematika masih tergolong rendah. Siswa Indonesia masih berada pada kemampuan menghafal dalam pembelajaran matematika. Hal ini diperkuat oleh hasil studi Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) yang diikuti siswa kelas VIII (Delapan) Indonesia tahun 2011. Penilaian yang dilakukan oleh International Association for the Evaluation of Educational Achievement Study Center Boston College tersebut, diikuti oleh 600.000 siswa dari 63 negara. Untuk bidang Matematika, Indonesia berada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya dites. Skor Indonesia ini turun 11 poin dari penilaian tahun 2007 dan nilai rata-rata yang dipatok adalah 500 poin.3

Salah satu tujuan mata pelajaran matematika yang diajarkan di sekolah yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah Kemampuan memecahkan masalah menjadi kemampuan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Hal ini dikarenakan kemampuan memecahkan masalah menjadi tujuan utama dari belajar matematika diantara tujuan yang lain. Hal ini senada dengan pendapat Holmes dalam Sri Wardhani yang menyatakan bahwa:

latar belakang atau alasan seseorang perlu belajar memecahkan masalah matematika adalah adanya fakta dalam abad dua puluh satu ini bahwa orang yang mampu memecahkan masalah hidup dengan produktif dan orang yang terampil memecahkan masalah akan mampu berpacu dengan kebutuhan hidupnya, menjadi pekerja yang lebih produktif, dan memahami isu-isu kompleks yang berkaitan dengan masyarakat global.4

3

Ester Lince Napitupulu, Pencapaian Prestasi Siswa Indonesia di Bidang Sains dan

Matematika, 2014,

(http://edukasi.kompas.com/read/2012/12/14/09005434/Prestasi.Sains.dan.Matematika.Indonesia. Menurun)

4

Sri Wardhani, dkk., Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SD, 2013, h. 7, (http://www.slideshare.net/NASuprawoto/pembelajaran-berbasis-masalah-matematika-di-sd-5516079).


(22)

Namun, salah satu permasalahan yang sering tampak dalam proses pembelajaran matematika adalah kurangnya kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah (problem solving). Hal ini juga diperkuat salah satunya oleh hasil yang diperoleh dari The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) dalam Al Jupri dan Kartika Yulianti yang mengidentifikasikan bahwa “siswa SLTP Indonesia sangat lemah dalam

problem solving namun cukup baik dalam keterampilan prosedural”.5 Data TIMSS tersebut menunjukkan bahwa penekanan pembelajaran matematika di Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan dasar (basic skills) namun sedikit dalam menekankan pada kemampuan pemecahan masalah matematika.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika di salah satu sekolah, peneliti mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang menjadi permasalahan dalam pembelajaran matematika, yakni sebagai berikut :6

1. Minat belajar siswa dalam pelajaran matematika masih terbilang kurang, hal ini ditandai dengan masih sedikitnya siswa yang mau menulis materi dan memperhatikan penjelasan yang disampaikan oleh guru.

2. Kemampuan matematika siswa masih terbilang kurang, kemampuan dasar siswa dalam menghitung masih rendah. Dapat disinyalir bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa juga masih rendah. 3. Guru cenderung menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran. 4. Siswa masih sulit dikondisikan dalam suasana belajar yang tertib.

Peneliti juga melakukan observasi di kelas VIII SMP Muslim Asia Afrika (MUSIKA) Pamulang. Berdasarkan hasil observasi kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, nilai pada indikator memahami masalah mencapai 46,93, membuat rencana pemecahan masalah 41,24, dan melaksanakan rencana pemecahan masalah 36,07. Secara umum nilai kemampuan pemecahan

5

Al Jupri dan Kartika Yulianti, “Pengembangan Desain Pembelajaran Matematika Realistik untuk Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa”, 2013, h. 1 (http://www.scribd.com/doc/43596260/artikel-Realistik).

6


(23)

5

masalah matematika siswa hanya 41,41. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuann pemecahan masalah matematika siswa masih sangat rendah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya disebabkan oleh metode pembelajaran yang masih berpusat pada guru. Hal ini senada dengan Al Jupri dan Kartika yang mengatakan bahwa:

Dalam pembelajaran matematika guru terlalu mendominasi pembelajaran, kurang memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan strategi sendiri dalam memecahkan permasalahan, konsep matematika sering disampaikan secara algoritmik dan prosedural, dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa pemahaman yang mendalam, guru kurang memberi kesempatan dan fasilitas pada siswa untuk melakukan diskusi, negosiasi, presentasi, dan kesempatan bertanya kurang.7

Dari situasi tersebut, pembelajaran matematika yang diterapkan kurang melibatkan siswa secara aktif sehingga peserta didik menjadi bosan dan tidak menyenangi matematika serta berimbas kepada rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Oleh karena itu diperlukan suatu teknik pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif sehingga kemampuan pemecahan masalah matematika siswa berkembang sebagaimana mestinya. Berdasarkan akar permasalahan yang dikemukakan di atas, maka perlu dicarikan solusinya sehingga peneliti perlu melakukan suatu penelitian tindakan kelas yaitu menerapkan teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dalam pembelajaran. Guna meningkatkan pemecahan masalah matematika, melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, dan mendorong pembelajaran mandiri yang berpusat pada siswa dan guru hanya sebagai fasilitator. Manfaat diterapkannya teknik pembelajaran ini adalah dapat meningkatkan antusias siswa dalam pembelajaran karena siswa dituntut untuk aktif berdiskusi dan menjelaskan hasil pekerjaannya dengan baik sehingga kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat dicapai. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul

7


(24)

Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Teknik Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)”.

B.

Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka permasalahan penelitian dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Pelajaran matematika masih sering dianggap sebagai pelajaran yang paling sulit dipahami oleh siswa.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah 3. Guru terlalu mendominasi pembelajaran

C. Pembatasan Fokus Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah maka penulis perlu memperjelas dan memberikan arah dalam pembahasan skripsi, penulis berusaha memberikan batasan sesuai dengan judul, yaitu sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika kemampuan yang meliputi: a. Memahami masalah (Understand the problem)

b. Membuat rencana pemecahan masalah (Devise a plan to solve the problem)

c. Melaksanakan rencana pemecahan masalah (Carry out the plan to solve the problem)

2. Teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) yang dimaksud yaitu teknik pembelajaran dimana siswa berperan menjadi guru yang di dalamnya terdapat 4 tahapan kegiatan pembelajaran yaitu summarizing,

questioning, clarifying, dan predicting.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah dan fokus penelitian di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian, yaitu:


(25)

7

1. Apakah penerapan teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa? 2. Bagaimana aktivitas belajar matematika siswa selama penerapan teknik

pembelajaran terbalik (reciprocal teaching)?

3. Bagaimana respon siswa terhadap penerapan teknik pembelajaran terbalik

(reciprocal teaching) pada pelajaran matematika?

E.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian tindakan kelas ini

bertujuan untuk:

1. Menemukan solusi dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching)

2. Mendapatkan jawaban secara empiris seberapa besar teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

3. Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching)

F.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam pembelajaran

b. Sebagai pembanding bagi peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti, sebagai salah satu sumber informasi untuk mengadakan penelitian lanjutan tentang teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dalam pembelajaran matematika, dan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa


(26)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

1. Dapat memunculkan sikap peka terhadap permasalahan pendidikan

2. Memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian lainnya sebagai sumbangan khazanah ilmiah dalam pembelajaran matematika b. Bagi Siswa

1. Dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar matematika 2. Dapat mengembangkan daya kreatifitas siswa

3. Dapat menjadikan siswa menjadi lebih aktif dan mandiri c. Bagi Guru dan Sekolah

1. Teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat menjadi alternatif teknik pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi untuk meningkatkan mutu pendidikan


(27)

9

BAB II

KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL

INTERVENSI TINDAKAN

A.

Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan dari pembelajaran matematika selain pemahaman konsep, penalaran, dan komunikasi. Berikut ini adalah acuan teori dan fokus yang diteliti mengenai kemampuan pemecahan masalah matematika.

a. Pengertian Matematika

Matematika merupakan ilmu yang memiliki peran yang sangat signifikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Matematika merupakan ilmu dasar yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk memecahkan masalah dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Kita juga sering mendengar sebutan bahwa ratu dan pelayan semua ilmu pengetahuan adalah matematika.

Kata matematika berasal dari mathematica, yang mulanya diambil dari bahasa Yunani yaitu mathematike, yang berarti “relating to learning”. Kata ini mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Matematika memiliki beberapa sebutan dalam beberapa bahasa, diantaranya: mathematics (Inggris), mathematik (Jerman),

mathematique (Perancis), matematico (Italia), matematiceski (Rusia), atau

mathematick/wiskunde (Belanda). Kata mathematike erat hubungannya dengan sebuah kata lain yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).1

Berbagai makna matematika dikemukakan oleh para ahli, seperti yang diungkapkan oleh James dan James yang mengatakan bahwa, “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan

1

Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 17-18.


(28)

konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri”. Johnson dan Rising mengatakan bahwa “matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.” Reys, dkk. mengatakan bahwa “matematika adalah telaah atau ilmu tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat”. Kline juga mengatakan bahwa “matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam”.2

Sementara itu Soedjadi dalam Nahrowie dan Adjie mengemukakan bahwa terdapat enam definisi atau pengertian tentang matematika, yaitu:

(1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir dengan baik, (2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, (3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan, (4) Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, (5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik, dan (6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.3

Berdasarkan pengertian mengenai matematika yang telah dipaparkan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah dasar dari ilmu pengetahuan yang membentuk logika, konsep-konsep, pola, memiliki simbol yang terdefinisi maupun yang tidak terdefinisi dan berhubungan erat dengan proses berpikir dan bernalar. Dan yang lebih utama matematika membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

2

Ibid., h. 18-19. 3

Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, Edisi I (Bandung: UPI PRESS, 2006) h. 34.


(29)

11

b. Pengertian Masalah Matematika

Kita sering menemukan masalah dalam kehidupan sehari-hari, masalah tersebut ada yang berhubungan dengan matematika dan ada juga yang tidak berhubungan. Menurut Ruseffendi, “masalah dalam matematika adalah sesuatu persoalan yang ia sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin”.4 Munculnya masalah ini secara serta-merta/mendadak dan tidak diperkirakan sebelumnya. Hal ini senada dengan Adjie dan Maulana dalam bukunya yang mengemukakan bahwa:

Biasanya masalah muncul pada saat/situasi yang tidak diharapkan atau muncul karena akibat-akibat kita melakukan suatu pekerjaan, atau jika merencanakan suatu kegiatan (proyek) kita akan menemukan berbagai permasalahan yang muncul. Munculnya masalah tersebut dapat dikatakan/dijadikan sebagai masalah jika kita mau menerimanya sebagai tantangan untuk diselesaikan, tetapi jika kita tidak mau menerima sebagai tantangan berarti masalah tersebut menjadi bukan masalah yang terselesaikan.5

Kita dapat mengatakan suatu permasalahan menjadi masalah jika permasalahahan yang kita haadapi tidak bisa dijawab secara langsung, karena harus menyeleksi informasi (data) yang diperoleh. Jawaban yang diperoleh bukanlah kategori masalah yang rutin (tidak sekedar memindahkan/mentransformasi dari bentuk kalimat biasa kepada kalimat matematika).6

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah adalah suatu keadaan dimana seseorang terdorong untuk menyelesaikannya akan tetapi ia tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Suatu soal atau pertanyaan merupakan suatu masalah jika soal tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara/algoritma yang rutin. Lenchner dalam Sri Wardhani menyatakan bahwa pada intinya setiap penugasan kepada siswa dalam belajar matematika dapat dikelompokkan ke dalam dua hal. Yang pertama sebagai latihan (drill exercise), dan yang kedua

4

E.T. Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern, (Bandung: Tarsito, 1980), h. 216. 5

Adjie dan Maulana, op. cit., h. 4. 6


(30)

sebagai masalah (problem) untuk dipecahkan. Latihan merupakan tugas yang cara atau langkah atau prosedur penyelesaiannya sudah dipelajari atau diketahui siswa. Pada umumnya latihan dapat diselesaikan dengan menerapkan satu atau lebih langkah yang sebelumnya sudah dipelajari siswa.7

Berikut akan disajikan perbedaan antara soal-soal matematika yang termasuk latihan dan masalah:

 Contoh Soal Latihan

1. Hitunglah nilai dari: 124 + 335 = … 2. 7x + 58 = 100, Tentukanlah nilai x!

 Contoh Soal Masalah

1. Gentur dan Bowo kakak beradik. Gentur mempunyai 5 pensil dan 2 pena. Bowo mempunyai 2 pensil dan 5 pena. Bila pena dan pensil Gentur dan Bowo dikumpulkan, berapa banyak pensil dan pena keduanya?

2. Jika jumlah dua bilangan bulat adalah 12, sedangkan hasil kalinya 45, tentukanlah kedua bilangan bulat tersebut!

3. Ada suatu bilangan. Bila bilangan itu dikalikan 3 dan kemudian hasilnya dikurangi 5, maka diperoleh bilangan 11. Bilangan manakah itu?

4. Pada hari pertama sekolah ada 543 orang siswa yang mengunjungi perpustakaan, pada hari kedua 402 siswa dan pada hari ke tiga 254 siswa. Berapakah jumlah siswa yang mengunjungi perpustakaan selama 3 hari pertama sekolah?

Latihan yang ditunjukkan pada contoh di atas dapat dengan mudah diselesaikan, karena memuat soal-soal rutin yang biasa dihadapi oleh siswa. Sebaliknya, masalah memuat soal-soal non-rutin yang konsep dasarnya telah diketahui siswa, namun siswa belum tahu cara menyelesaikan soal tersebut. Menurut Lenchner dalam Wardhani, ada dua kriteria agar suatu tugas matematika dapat dikelompokkan sebagai masalah. Pertama, suatu

7

Sri Wardhani, dkk., Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SD, 2013, h. 14 (http://www.slideshare.net/NASuprawoto/pembelajaran-berbasis-masalah-matematika-di-sd-5516079).


(31)

13

pertanyaan akan menjadi masalah jika menunjukkan adanya tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin yang sudah diketahui oleh penjawab pertanyaan. Kedua, suatu masalah bagi Si A belum tentu menjadi masalah bagi Si B jika Si B sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya, sementara Si A belum pernah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.8

Oleh sebab itu guru perlu memperhatikan sedetail mungkin untuk menyatakan suatu tugas/soal sebagai masalah, yang dimana masalah ini akan diberikan kepada siswa. Guru juga perlu tahu kemampuan-kemampuan dari setiap siswa, agar tugas/soal yang diberikan merupakan soal masalah yang tidak rutin dikerjakan oleh siswa.

c. Jenis-jenis Masalah Matematika

Menurut Adjie dan Maulana terdapat empat jenis masalah matematika yaitu masalah translasi, masalah aplikasi, masalah proses, dan masalah teka-teki.9 Berikut adalah penjabaran dari keempat jenis masalah tersebut.

1) Masalah Translasi

Merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk menyelesaikannya perlu adanya translasi (perpindahan) dari bentuk verbal ke bentuk matematika. Proses translasi membutuhkan kemampuan menafsirkan atau menterjemahkan kata atau kalimat biasa ke dalam simbol-simbol matematika kemudian dicari cara penyelesaiannya berdasarkan aturan yang berlaku. Proses translasi ada yang sederhana juga ada yang kompleks. Sederhana atau tidaknya tergantung dari informasi (data) yang ada, konsep matematika yang ada, dan banyaknya operasi hitung yang digunakan.

2) Masalah Aplikasi

Merupakan penerapan berbagai teori/konsep yang dipelajari pada matematika. Guru perlu memberikan kesempatan pada siswa untuk

8

Ibid., h. 15. 9

Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, (Bandung: UPI Press, Edisi Kesatu, 2006), h. 7-9.


(32)

menyelesaikan masalah dengan menggunakan berbagai macam keterampilan dan prosedur matematik. Dengan menyelesaikan masalah semacam itu siswa dapat menyadari kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

3) Masalah Proses

Masalah proses biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah ini dapat membentuk ketrampilan menyelesaikan masalah sehingga dapat membantu siswa menjadi terbiasa menyeleksi masalah dalam berbagai situasi. Dengan demikian siswa terbiasa dengan strategi penyelesaian masalah khusus, misalnya menyusun tabel, dan akan menggunakan waktu beberapa saat dalam menyelidiki suatu permasalahan sehingga strategi tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan penyelesaian terhadap permasalahan yang dihadapi. 4) Masalah Teka-Teki

Masalah ini bertujuan untuk rekreasi dan kesenangan serta sebagai alat yang bermanfaat untuk mencapai tujuan afektif dalam pengajaran matematika. Masalah teka-teki dapat digunakan untuk pengantar suatu pembelajaran, seperti untuk memusatkan perhatian, untuk memberikan ganjaran (penguatan) atau mengisi waktu kelas yang sedang tidak ada pelajaran (waktu luang). Masalah teka-teki itu bervariasi sesuai dengan cabang matematika, seperti logika, bilangan, kombinatorik, geometri, probabilitas, dll. Dalam masalah teka-teki biasanya tidak ada rumus atau cara khusus yang digunakan, akan tetapi apakah teka-teki masuk akal atau tidak.

d. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika

Mempelajari ilmu tentang pemecahan masalah merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam matematika. Ini terbukti dengan diajarkannya kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika di semua jenjang, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi dan


(33)

15

menjadi fokus utama pada setiap jenjang pendidikan tersebut. Sebagaimana disebutkan oleh Bell yang menyatakan bahwa “penyelesaian masalah secara matematis dapat membantu para siswa meningkatkan daya analitis mereka dan dapat menolong mereka dalam menerapkan daya tersebut pada bermacam-macam situasi”.10

Pentingnya pemecahan masalah juga disebutkan dalam NCTM yang mengatakan bahwa:

Dengan mempelajari pemecahan masalah di dalam matematika, para siswa akan mendapatkan cara-cara berfikir, kebiasaan tekun, dan keingintahuan, serta kepercayaan diri di dalam situasi-situasi tidak biasa, sebagaimana situasi yang akan mereka hadapi di luar ruang kelas matematika. Di kehidupan sehari-hari dan dunia kerja, menjadi seorang pemecah masalah yang baik bisa membawa manfaat-manfaat besar.11 Banyak para ahli matematika yang mendefinisikan apa itu arti dari pemecahan masalah (problem solving). Salah satunya adalah yang diungkapkan oleh Wardhani. Menurut Wardhani, “pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal”.12 Cagne menambahkan bahwa ”pemecahan masalah adalah tipe belajar yang tingkatnya paling tinggi dan kompleks dibandingkan dengan tipe belajar lainnya”.13

National Council of Supervisors of Mathematics (NCSM) dalam Al Jupri dan Kartika juga mendefinisikan bahwa “pemecahan masalah adalah proses penerapan pengetahuan yang sudah didapatkan sebelumnya kepada situasi yang baru dan tidak dikenal”.14

Hudoyo juga menambahkan bahwa penyelesaian masalah adalah “penggunaan matematika baik untuk matematika itu sendiri maupun aplikasi

10

Djamilah Bondan Widjanti, “Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika Apa dan Bagaimana Mengembangkannya”, 2013, h. 404, (http://eprints.uny.ac.id/7042/1/P25-Djamilah%20Bondan%20Widjajanti.pdf).

11

Ibid., h. 405. 12

Sri Wardhani , Teknik Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika di SMP/MTs, 2013, h. 22, (http://mgmpmatsatapmalang.files.wordpress.com/2011/11/instrumen-penilaian-mat-smp.pdf).

13

E.T. Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern, (Bandung: Tarsito, 1980), h. 216. 14

Al Jupri dan Kartika Yulianti, “Pengembangan Desain Pembelajaran Matematika Realistik untuk Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa”, 2013, h. 2-3, (http://www.scribd.com/doc/43596260/artikel-Realistik).


(34)

matematika dalam kehidupan sehari-hari dan ilmu pengetahuan yang lain secara kreatif untuk menyelesaikan masalah-masalah yang belum kita ketahui penyelesaiannya ataupun masalah-masalah yang belum kita kenal”.15

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses yang tingkatnya paling tinggi dan kompleks. Pemecahan masalah merupakan proses penerapan pengetahuan yang sudah didapatkan sebelumnya kepada situasi yang baru dan tidak dikenal. Dengan mempelajari pemecahan masalah kita akan mendapatkan banyak manfaat, diantaranya kita akan terbiasa jika kita dihadapkan pada kondisi yang tidak menguntungkan bagi kita, cara berfikir kita akan lebih cemerlang, dan kita akan mempunyai rasa percaya yang tinggi dalam menghadapi suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

e. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Matematika

Kita perlu memperhatikan langkah-langkah/prosedur-prosedur dalam pemecahan masalah matematika. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak merasa kebingungan dalam memecahkan permasalahan matematika. Polya dalam Erna Suwangsih dan Tiurlina menguraikan empat langkah penyelesaian yaitu: 1) pemahaman masalah, 2) membuat rencana penyelesaian, 3) mengerjakan rencana, dan 4) peninjauan kembali hasil perhitungan. Proses pemecahan masalah matematika disertai ilustrasi masalah, pertanyaan yang membimbing pemahaman tiap langkah, dan cara-cara penyelesaiannya. 16 Proses pemecahan masalah yang diuraikan seperti berikut:

1. Memahami masalah

a. Apa yang tidak diketahui dan data apa yang diberikan dalam suatu permasalahan?

15

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), Edisi I, Cet. I, h. 126.

16

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), Edisi I, Cet. I, h. 127-128.


(35)

17

b. Bagaimana syarat soal? Mungkinkah dinyatakan dalam bentuk persamaan atau hubungan lainnya seperti pertidaksamaan, operasi perhitungan, logika, dsb.?

c. Apakah kondisi yang diberikan cukup, berlebihan, atau saling bertentangan satu dengan yang lainnya?

d. Buatlah gambar, dan tulislah notasi yang sesuai dari permasalahan yang telah dijabarkan.

2. Merencanakan penyelesaian

a. Pernahkah anda bertemu soal ini sebelumnya? Atau pernahkah ada soal yang sama atau serupa dalam bentuk lain yang pernah kamu kerjakan?

b. Tahukah anda soal yang mirip dengan soal ini? Teori apa saja yang dapat digunakan dalam masalah ini?

c. Perhatikan apa yang dinyatakan. Coba pikirkan soal yang dikenal dengan pertanyaan yang sama atau serupa. Misalkan ada soal yang mirip dengan soal yang pernah diselesaikan. Apakah pengalaman itu dapat digunakan dalam masalah yang sekarang? Apakah pengalaman hasil itu dan metode yang lalu dapat digunakan di sini?

d. Apakah harus dicari unsur lain agar dapat memanfaatkan soal semula? Dapatkah anda mengulang soal tadi? Dapatkah anda menyatakan dalam bentuk lain? Kembalilah pada definisi.

e. Jika soal baru belum dapat diselesaikan, coba fikirkan soal serupa dan selesaikan. Bagaimana bentuk soal itu?

f. Bagaimana bentuk soal yang lebih khusus? Soal yang analog? Dapatkah menyelesaikan sebagian soal?

g. Misalkan sebagian soal dibuang, sejauh mana yang ditanyakan dapat dicari? Manfaat apa yang dapat diperoleh dari data yang sudah ada? Perlukah data lain untuk menyelesaikan soal yang dihadapi?

h. Dapatkah yang ditanyakan data atau keduanya diubah sehingga menjadi saling berkaitan satu dengan yang lainnya?


(36)

i. Apakah semua kondisi/keadaan sudah digunakan? Apakah sudah diperhitungkan ide-ide penting yang ada dalam soal tersebut?

3. Melaksanakan perhitungan

a. Laksanakan rencana penyelesaian masalahnya dan periksalah tiap-tiap langkahnya.

b. Periksalah bahwa setiap langkah yang telah dilakukan sudah benar. c. Bagaimana membuktikan bahwa langkah yang telah dipilih sudah

benar.

4. Memeriksa kembali proses dan hasil

a. Bagaimana cara memeriksa kebenaran hasil jawaban yang diperoleh. b. Dapatkah diperiksa sanggahannya? Dapatkah hasil jawaban itu dicari

dengan cara yang lain?

c. Dapatkah anda melihatnya secara sekilas? Dapatkah hasil jawaban dan atau cara itu digunakan untuk soal-soal lainnya?

f. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kemampuan pemecahan masalah memiliki andil atau peran yang signifikan bagi siswa dan bagi masa depan siswa itu sendiri. Hal ini sejalan dengan Wahyudin yang mengatakan bahwa:

Pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan untuk diajarkan dan digunakan dalam matematika tetapi juga merupakan keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah keseharian siswa atau keseharian siswa atau situasi-situasi pembuatan keputusan, dengan demikian kemampuan pemecahan masalah membantu seseorang secara baik dalam hidupnya.17

Pentingnya kemampuan penyelesaian masalah matematika siswa ditegaskan juga oleh Branca yang mengemukakan bahwa:

1. Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika.

17

Yumiati, “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMPN 9 Pamulang”, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1, 2013, h. 190.


(37)

19

2. Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika . 3. Penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar

matematika.18

Menurut KBBI, “kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (sanggup, bisa, dapat) melakukan sesuatu. Dengan imbuhan ke-an kata mampu menjadi kemampuan yang berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan melakukan sesuatu.”19

Sesuai dengan teori Gagne kemampuan pemecahan masalah tergolong ke dalam objek tak langsung. Menurut Gagne, “dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh yaitu objek langsung dan tak langsung. Objek tak langsung antara lain menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek tak langsung berupa fakta keterampilan, konsep, dan aturan.”20

Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan matematika yang sangat sulit. Kemampuan ini melibatkan berbagai pengetahuan yang dimiliki oleh siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Nahrowi Adjie dan Maulana yang mengatakan bahwa:

Untuk terampil dalam menyelesaikan masalah dibutuhkan berbagai kemampuan yang ada pada diri kita, sebagai hasil dari belajar, yaitu berbagai pengetahuan, sikap dan psikomotor. Dengan demikian, tidak mudah menyelesaikan suatu masalah, karena melibatkan kemampuan nalar/berpikir dari tingkat rendah (ingatan, pemahaman, dan penerapan) sampai tingkat tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi).21

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika adalah suatu kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam

18

Ahmad Firdaus, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, 2014, (http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/kemampuan-pemecahan-masalah-matematika/).

19

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. IV (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 869.

20

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), Edisi I, Cet. I, h. 79.

21

Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, (Bandung: UPI Press, Edisi Kesatu, 2006), h. 4.


(38)

situasi baru yang belum dikenal. Kemampuan pemecahan melibatkan beberapa pengetahuan yang dimliki oleh siswa diantaranya seperti ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan yang tergolong sulit akan tetapi dapat dipelajari.

g. Karakteristik Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Dijelaskan pada dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen tertanggal 11 November 2004 tentang Bentuk dan Spesifikasi Buku Laporan Perkembangan Anak Didik dan Buku Laporan Hasil Belajar Siswa, dimuat indikator pencapaian kemampuan pemecahan masalah, yaitu:

1) menunjukkan pemahaman masalah

2) mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah

3) menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk 4) memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat 5) mengembangkan strategi pemecahan masalah

6) membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah 7) menyelesaikan masalah yang tidak rutin22

Suydam yang dikutip oleh Krulik dan Reys merangkum karakteristik kemampuan seorang problem solver yang baik sebagai berikut:

1. Mampu memahami konsep dan istilah matematika. 2. Mampu mengetahui keserupaan, perbedaan, dan analogi.

3. Mampu mengidentifikasi unsur yang kritis dan memilih prosedur dan data yang benar.

4. Mampu mengetahui data yang tidak relevan. 5. Mampu mengestimasi dan menganalisis.

6. Mampu memvisualisasi (menggambarkan) dan menginterpretasikan fakta kuantitatif dan hubungan.

7. Mampu menggeneralisasikan berdasarkan beberapa contoh. 8. Mampu menukar, mengganti metode/cara dengan dengan cepat.

9. Memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang kuat disertai hubungan baik dengan sesama siswa.

10.Memiliki rasa cemas yang rendah.23

22

Sri Wardhani , Teknik Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika di SMP/MTs, 2013, h. 22, (http://mgmpmatsatapmalang.files.wordpress.com/2011/11/instrumen-penilaian-mat-smp.pdf).


(39)

21

Namun dalam penelitian ini, peneliti mengambil indikator kemampuan pemecahan masalah yang diungkapkan oleh G. Polya dan dibatasi hanya tiga indikator yaitu: memahami masalah, merencanakan penyelesaian, dan menyelesaikan masalah sesuai rencana

2. Teknik Reciprocal Teaching

a. Pengertian Teknik Reciprocal Teaching

Teknik reciprocal teaching pertama kali diperkenalkan oleh Annemarie Sullivan Palinscar atau yang lebih terkenal dengan panggilan Palinscar. Teknik ini muncul ketika ia menghadapi masalah terkait siswanya yang mengalami kesulitan ketika siswanya memahami bacaan. Kemudian diperkuat oleh hasil risetnya bersama Ann L. Brown yang sama-sama berasal dari

University of Illinois. Hasil riset tersebut kemudian dipublikasikan dengan judul Reciprocal Teaching of Comprehension-Fostering and Comprehension Monitoring Activities dan dimuat dalam jurnal Cognition and Instruction, 1984 (2) 117-175. Pengajaran ini dikembangkan berdasarkan teori perkembangan kognitif sosial dari Vygotsky dengan ZPD-nya dan teori

scaffolding.24 Awalnya, pembelajaran terbalik digunakan dalam pelajaran bahasa Indonesia. Tetapi saat ini sudah banyak yang mengadopsi model pembelajaran terbalik untuk pelajaran matematika yang berguna untuk mengganti suasana belajar agar tidak menjenuhkan.

Menurut Palinscar, teknik reciprocal teaching mengacu kepada aktivitas pengajaran yang terjadi dalam bentuk dialog antara guru dengan murid terkait segmen dari suatu teks bacaan yang distrukturkan dalam empat strategi: membuat ringkasan, mengajukan pertanyaan, melakukan klarifikasi, dan melakukan prediksi. Selama pengajaran berlangsung guru dan murid bertukar

23

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), Edisi I, Cet. I, h. 128.

24

Warsono dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif Teori dan Assesmen, (Surabaya: Rosdakarya 2011), h. 86.


(40)

peran dalam memimpin dialog, sehingga menjadikan pengajaran ini suatu pengalaman pembelajaran kelompok yang menarik.25

Karakteristik dari pembelajaran reciprocal teaching menurut Palinscar adalah:

Reciprocal teaching refers to an instructional activity that takes place in the form of a dialogue between teachers and students regarding segments of text. The dialogue is structured by the use of four strategies: summarizing, question generating, clarifying, and predicting. The teacher and students take turns assuming the role of teacher in leading this dialogue.26

Bila diterjemahkan berarti bahwa karakteristik dari pembelajaran

reciprocal teaching adalah (1) Dialog antar siswa dan guru, dimana masing-masing mendapat giliran untuk memimpin diskusi, (2) “Reciprocal” artinya suatu interaksi dimana seseorang bertindak untuk merespon yang lain, (3) Dialog yang terstruktur dengan menggunakan empat strategi, yaitu: merangkum, membuat pertanyaan dan jawaban, mengklarifikasi (menjelaskan kembali), dan memprediksi. Masing-masing strategi tersebut dapat membantu siswa membangun pemahaman terhadap apa yang sedang dipelajarinya. Jadi, reciprocal teaching adalah suatu pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk mempelajari materi terlebih dahulu. Kemudian, siswa menjelaskan kembali materi yang dipelajari kepada siswa yang lain. Guru hanya bertugas sebagai fasilitator dan pembimbing dalam pembelajaran, yaitu meluruskan atau memberi penjelasan mengenai materi yang tidak dapat dipecahkan secara mandiri oleh siswa. Terdapat empat tahapan dalam

reciprocal teaching yaitu merangkum, membuat pertanyaan, mengklarifikasi, dan memprediksi. Masing-masing tahapan tersebut dapat membantu siswa dalam membangun pemahaman mengenai materi yang sedang dipelajarinya.

25

Ibid. 26

Palincsar, Reciprocal Teaching, 2013 (http://teams


(41)

23

b. Teori Belajar yang Mendukung Teknik Reciprocal Teaching

Pembelajaran reciprocal teaching ini didukung oleh beberapa teori, karena teori ini membantu pengajar dalam menjelaskan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Diantara teori yang mendukung teknik pembelajaran

reciprocal teaching ini adalah teori perkembangan kognitif sosial dari Vygotsky dengan ZPD-nya dan teori scaffolding.27 Adapun teori yang diungkapkan yaitu:

1. Teori Vygotsky

Teori Vygotsky beranggapan bahwa terdapat suatu wilayah dimana seorang anak dapat menerima bantuan dari orang lain untuk mencapai level kognitif yang lebih tinggi disebut zona perkembangan terdekat atau yang lebih biasa dikenal dengan ZPD (zone of proximal development). Vygotsky menambahkan bahwa tanda seorang anak semakin maju pertumbuhannya jika bantuan dari orang lain dalam menyelesaikan tugasnya semakin lama semakin berkurang, bahkan tidak diberi bantuan sama sekali.28

2. Teori Scaffolding

Secara harfiah scaffolding artinya adalah para-para, sebuah tangga tiga dimensi yang sering digunakan sebagai pijakan sementara oleh para tukang untuk membangun gedung. Scaffolding berarti pemberian sejumlah besar bantuan kepada seorang anak yang belum bisa beranjak dari tingkat kognitif yang lebih rendah ke yang lebih tinggi. Pemberian bantuan ini diberikan oleh guru atau teman sebaya yang lebih cakap. Jika siswa sudah bisa mandiri, maka pemberian bantuan ini sudah tidak diperlukan lagi. Begitu sebaliknya, jika siswa belum bisa mandiri, maka pemberian bantuan masih diperlukan.29

Dalam teknik reciprocal teaching ini peran pengajar adalah membantu tutor teman sebaya jika mengalami kesulitan dengan

27

Warsono dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif Teori dan Assesmen, (Surabaya: Rosdakarya 2011), h. 86

28

Ibid., h. 58 29


(42)

memberikan scaffolding atau memberikan bantuan kepada peserta didik berupa petunjuk, peringatan dan dorongan untuk meyakinkan peserta didik tumbuh mandiri.

c. Langkah-Langkah dalam Teknik Reciprocal Teaching

Untuk menerapkan teknik reciprocal teaching dalam pembelajaran kita harus mengetahui terlebih dahulu urutan langkah dalam teknik reciprocal teaching. Berikut ini adalah empat strategi dalam reciprocal teaching yaitu: 1)Membuat Ringkasan (Summarizing)

Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mengidentifikasi serta memadukan informasi-informasi yang paling penting dalam teks bacaan. Teks dapat diringkas berdasarkan kalimat, berdasarkan paragraf, atau berdasarkan halaman secara keseluruhan. Biasanya para siswa memulainya berdasarkan kalimat per kalimat atau paragraf demi paragraf. Jika mulai lancar dan terbiasa, mereka dapat memadukan setiap paragraf dan halaman menjadi suatu ikhtisar/ringkasan.

2)Mengajukan Pertanyaan (Questioning/Question Generating)

Pada fase ini awalnya para siswa akan mengidentifikasi jenis informasi yang cukup bermakna untuk dijadikan bahan pertanyaan. Mereka kemudian menyusun pertanyaan berdasarkan informasi tersebut dan membuat uji diri mencoba menjawab pertanyaan tersebut untuk memastikan jika mereka sendiri dapat menjawab pertanyaan yang disusunnya sendiri. Fase mengajukan pertanyaan ini merupakan strategi yang luwes sehingga dalam kesempatan ini siswa dapat diajari oleh guru tentang bagaimana membuat pertanyaan yang baik, dan didorong untuk membuat pertanyaan dengan tingkat kesulitan yang bermacam-macam. 3)Melakukan Klarifikasi (Clarifying)

Fase klarifikasi adalah suatu kegiatan yang sangat penting bagi guru yang berhadapan dengan para siswa yang memiliki sejarah mengalami kesulitan dalam pemahaman teks. Siswa semacam ini meyakini bahwa tujuan membaca hanya sekedar mengatakan kata demi kata secara benar,


(43)

25

mereka ternyata berfungsi secara baik sebagai decoder (mampu mengartikan simbol berupa kumpulan huruf demi huruf menjadi kata), tetapi mereka kurang cakap sebagai comprehender (orang yang memahami makna suatu bacaan, memahami makna kumpulan kata-kata sebagai kalimat). Ketika seorang siswa diminta untuk menjelaskan, maka perhatiannya harus dipusatkan kepada alasan-alasan mengapa suatu teks bacaan sulit dipahami, serta mengambil tindakan-tindakan yang perlu dan cocok bagi dirinya sendiri untuk menyimpan makna yang diperolehnya dalam ingatannya (misalkan dengan membaca ulang atau bertanya meminta bantuan).

4)Melakukan prediksi (Predicting)

Fase melakukan prediksi ini terjadi ketika para siswa membuat dugaan tentang hal apa yang akan diungkap oleh pengarang buku selanjutnya dalam teks bacaan. Untuk membuat strategi ini berlangsung sukses, para siswa harus mengaktifkan ingatannya tentang pengetahuan-pengetahuan relevan yang telah dimiliki dalam struktur kognitifnya terkait topik yang dibicarakan. Bisa saja para siswa tersebut menghubungkan pengetahuan baru yang dijumpainya dalam teks dengan pengetahuan yang baru saja dipahaminya.30

Pada dasarnya keempat fase tersebut sengaja dipilih oleh Palinscar sebagai cara untuk membantu siswa dalam membangun makna (to construct a meaning) dari suatu teks. Ini adalah suatu bentuk strategi lain untuk memantau pemahaman bacaan siswa, serta cara untuk meyakinkan guru bahwa pada nyatanya siswa memang memahami apa yang mereka baca. Kegiatan di atas diadopsi dari kegiatan mandiri untuk pengajaran bahasa, sehingga untuk kepentingan pengajaran matematika kegiatan di atas tidak sepenuhnya dipakai. Pada pembelajaran matematika siswa hanya dituntut untuk bisa melakukan keterampilan empat kegiatan utama yaitu

summarizing (merangkum), questioning (membuat pertanyaan), clarifying

(menjelaskan), dan predicting (memprediksi).

30


(44)

Urutan langkah-langkah pembelajaran reciprocal teaching tidaklah terlalu ketat dan harus berurutan mulai dari summarizing, questioning,

clarifying, kemudian baru predicting. Hal yang penting keempat fase tersebut hadir dalam pembelajaran reciprocal teaching. Seperti yang tertulis dalam publikasi melalui http://www.buzzle.com/articles/reciprocal-teaching-strategies yang menyajikan urutan predicting, summarizing, questioning, dan clarifying. WikEd menyajikannya dengan pola urutan questioning,

clarifying, summarizing, dan predicting. Lain halnya dengan Elizabeth Foster dan Becky Rotoloni, keduanya menerapkan dengan urutan predicting,

questioning, clarifying, kemudian summarizing. Hal tersebut dapat dipahami melalui gambar berikut ini:31

Gambar 2.1

Siklus Alternatif Reciprocal Teaching

Inti dari reciprocal teaching pada dasarnya lebih mengarah kepada pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok yang telah ditentukan. Kemudian terdapat interaksi antara anggota satu dengan yang lainnya baik itu bertukar pendapat/ide, bertanya ataupun yang lainnya agar tercapai keberhasilan belajar. Salah satu keberhasilannya adalah siswa mampu memecahkan permasalahan matematika.

31

Warsono dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif Teori dan Assesmen, (Surabaya: Rosdakarya 2011), h. 89.


(45)

27

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan empat strategi dalam pembelajaran matematika dengan urutan teknik reciprocal teaching yaitu sebagai berikut:

1. Merangkum: Siswa mengidentifikasi intisari dan ide utama dari bahan ajar yang diberikan oleh guru. Diharapkan siswa dapat mengkonstruksi pemahaman secara mandiri serta membuat rangkuman dan kesimpulan. Rangkuman dapat berupa fakta, konsep, maupun definisi matematika dari pembelajaran matematika yang sedang dipelajari.

2. Menyusun pertanyaan: Siswa menanyakan pada diri sendiri pertanyaannya untuk membuat mereka yakin apakah mereka mengerti dengan bahan ajar yang mereka baca. Jika masih belum mengerti siswa dapat bertanya kepada anggota kelompoknya. Contoh pertanyaannya dalam matematika yaitu seperti: “Apakah saya sudah memahami pengertian lingkaran?”, “Bagaimana cara agar saya dapat melukis sebuah lingkaran dengan rapi dan tepat?”

3. Menjelaskan kembali: Siswa diharapkan dapat menjelaskan kembali kepada temannya atau orang lain tentang apa yang mereka pahami dari bahan ajar yang mereka pelajari. Pada tahap ini siswa berperan jadi guru-siswa untuk menjelaskan kembali tentang materi matematika yang telah dipelajari bersama kelompoknya.

4. Memprediksi: Siswa membuat prediksi dari masalah yang muncul setelah materi telah dibahas. Contohnya: “Menurutmu berapakah pendekatan nilai yang digunakan oleh Pak Shomad jika beliau telah menghitung luas kolam yang berbentuk lingkaran dengan hasil sebesar 154 m2 dengan jari-jari kolam tersebut sebesar 7 m2?”

Secara lebih rinci maka pembelajaran reciprocal teaching yang ingin diterapkan dalam penelitian ini adalah:

a. Tahap pertama

Guru mempersiapkan bahan diskusi yang akan digunakan pada setiap pertemuan. Bahan diskusi tersebut memuat tugas–tugas menyimpulkan (merangkum), menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya dan


(46)

memprediksi suatu permasalahan. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil sekitar 4-5 orang.

b. Tahap Kedua

1) Guru membagikan bahan diskusi yang akan dipergunakan pada saat pembelajaran, kemudian siswa membaca bahan ajar lain (buku paket/LKS dari sekolah) yang mereka miliki sebagai penunjang untuk mengerjakan bahan diskusi. Bahan diskusi tersebut tersebut memuat langkah-langkah yang terdapat pada reciprocal teaching.

2) Selesai membaca siswa ditugaskan mengerjakan bahan diskusi dengan cara berdiskusi dengan teman sekelompoknya.

3) Siswa memperagakan peran sebagai guru dengan menjelaskan hasil rangkuman, mengajukan pertanyaan, dan menyampaikan hasil prediksi dari pertanyaan yang diajukan dari soal prediksi yang dibuat dalam bahan diskusi.

4) Pada pertemuan selanjutnya yang menjadi guru siswa adalah salah satu kelompok dalam kelas yang dipilih secara acak, sehingga seluruh kelompok siswa dalam kelas harus siap.

c. Tahap Ketiga

Sebagaimana pertemuan sebelumnya, guru membagikan bahan diskusi dan siswa mengerjakan secara diskusi kelompok. Dipilih salah satu kelompok untuk menjadi guru-siswa yang berperan aktif bersama teman-temannya membahas bahan diskusi.

d. Keunggulan dan Kelemahan Teknik Pembelajaran Reciprocal Teaching

Beberapa kelebihan teknik pembelajaran reciprocal teaching yaitu:32 a) Melatih kemampuan peserta didik belajar mandiri, sehingga peserta didik

dalam belajar mandiri dapat ditingkatkan

32

Luluk Afifah, “Efektivitas Penggunaan Model Reciprocal Teaching dengan Melakukan Fieldtrip terhadap Hasil Belajar Matematika”, Skripsi pada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo,

Semarang , 2012, h. 20, tidak dipublikasikan,


(47)

29

b)Melatih peserta didik untuk menjelaskan kembali materi yang dipelajari kepada pihak lain. Dengan demikian penerapan pembelajaran ini dapat dipakai untuk melatih peserta didik tampil di depan umum

c) Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Dengan demikian kemampuan bernalar peserta didik juga semakin berkembang

d)Mempertinggi kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah.

Kelemahan teknik pembelajaran reciprocal teaching yaitu menuntut peserta didik untuk selalu aktif dalam kegiatan pembelajaran, sehingga hal ini menjadikan sebagian dari peserta didik tidak percaya diri untuk dapat tampil atau menunjukkan kemampuannya di depan teman-teman mereka, dan bisa jadi peserta didik yang aktif hanyalah orang-orang itu saja. Dengan demikian, peserta didik yang belum bisa percaya diri merasa kesulitan dalam menerima pelajaran.33

3. Aktivitas Belajar Matematika

Menurut KBBI aktivitas adalah “keaktifan; kegiatan”.34 Aktivitas dalam

belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sehari-hari di dalam kelas atau dalam istilah kata proses belajar mengajar. Aktivitas dalam belajar dilakukan bila keduanya hadir, adanya guru dan siswa. Aktivitas itu sendiri berupa: kehadiran, pembahasan materi pelajaran, adanya diskusi antara guru dan siswa, dan lain sebagainya.

Dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara guru dengan peserta didik. Interaksi tersebut menimbulkan aktivitas. Beberapa pandangan mengenai konsep aktivitas belajar antara lain:35

1. Siswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang berkembang. Di

33

Ibid, h. 20.

34 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. IV (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 23.

35

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. Ke-2, 2003), h. 170


(48)

dalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa. 2. Setiap siswa memiliki berbagai kebutuhan, meliputi kebutuhan jasmani,

rohani, dan sosial. Kebutuhan menimbulkan dorongan untuk berbuat. Setiap saat kebutuhan dapat berubah dan bertambah, sehingga variasinya semakin banyak dan beraneka ragam pula.

Jadi dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan inti dari suatu proses belajar. Aktivitas merupakan bagian yang terpenting karena belajar merupakan suatu kegiatan. Tanpa kegiatan tak mungkin seseorang dapat dikatakan belajar.

Jenis-jenis aktivitas yang akan diamati peneliti dalam menerapkan teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) antara lain:

a. Membuat rangkuman

Aktivitas ini terjadi ketika siswa mengidentifikasi dan memadukan informasi yang penting dalam teks/bahan diskusi

b. Membuat pertanyaan

Aktivitas ini terjadi ketika siswa menyusun pertanyaan berdasarkan informasi tsb dan menjawab pertanyaan

c. Membuat pertanyaan sesuai indikator

Aktivitas ini terjadi ketika siswa menyusun pertanyaan berdasarkan informasi tsb dan menjawab pertanyaan sesuai indikator kompetensi yang ingin dicapai.

d. Menjelaskan materi

Aktivitas ini terjadi ketika siswa menjelaskan konsep yang telah ditemukan dari tahap membuat rangkuman dan membuat pertanyaan. e. Menjelaskan materi sesuai indikator

Aktivitas ini terjadi ketika siswa menjelaskan konsep yang telah ditemukan dari tahap membuat rangkuman dan membuat pertanyaan. Konsep yang dijelaskan tentu konsep yang sesuai dengan indikator yang ingin dicapai.


(49)

31

f. Antusias

Aktivitas ini terjadi ketika siswa semangat dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan teknik reciprocal teaching.

g. Memperhatikan penjelasan

Aktivitas ini terjadi ketika siswa memperhatikan penjelasan dari kelompok yang sedang menjadi guru-siswa di depan kelas maupun di masing-masing kelompok.

h. Melakukan prediksi

Aktivitas ini terjadi ketika siswa membuat prediksi dari masalah yang muncul setelah materi dibahas oleh guru-siswa.

i. Melakukan prediksi sesuai indikator

Aktivitas ini terjadi ketika siswa membuat prediksi dari masalah yang muncul setelah materi dibahas oleh guru-siswa sesuai dengan indikator kompetensi yang ingin dicapai.

4. Hubungan Teknik Reciprocal Teaching dengan Pemecahan Masalah

Matematika

Menurut Trianto menyatakan bahwa salah satu cara yang dipandang tepat untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah dengan secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Siswa juga akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling bediskusi dengan temannya.36 Dengan mengacu pada pendapat tersebut, teknik

reciprocal teaching merupakan salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif yang men-setting siswa untuk belajar dalam diskusi kelompok kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara teknik

reciprocal teaching dengan pemecahan masalah matematika.

36

Uhti, Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Open Ended untuk Meningkatkan Keampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah, UIN Yogyakarta, h. 510


(50)

B.

Hasil Penelitian yang Relevan

Untuk mendukung penelitian ini, berikut ini disajikan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tersebut yaitu penelitian yang dilakukan oleh antara lain:

1) Ramdani Miftah, dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa melalui Penerapan Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)”, memberikan kesimpulan bahwa pembelajaran terbalik dapat meningkatkan komunikasi matematika siswa dan dapat memberikan respon positif bagi siswa.

2) Ria Sardiyanti, dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa”, memberikan kesimpulan bahwa model pembelajaran terbalik dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa dan dengan pembelajaran terbalik siswa memiliki respon positif terhadap pembelajaran matematika

3) Sufina Nurhasanah, dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Reciprocal Teaching terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Belajar Matematika”, memberikan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penerapan pendekatan reciprocal teaching

terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam belajar matematika

C.

Kerangka Berpikir

Kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kemampuan yang perlu dikembangkan dan dilatihkan kepada siswa. Dengan pemecahan masalah, siswa dapat meningkatkan daya analitis mereka dan dapat menolong mereka dalam menerapkan daya tersebut pada berbagai situasi.

Salah satu hal yang dipandang tepat untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah setting pembelajaran menggunakan diskusi kelompok. Reciprocal Teaching merupakan struktur pembelajaran kooperatif yang men-setting siswa untuk bekerja dalam


(51)

33

kelompok kecil, terdiri dari 3-4 orang. Dari uraian-uraian sebelumnya yang mengacu kepada pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa dengan teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Secara singkat, kerangka berpikir yang dibangun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tahapan

Gambar 2.2

Bagan Kerangka Berpikir

Pembelajaran Matematika dengan teknik reciprocal teacing

Summarizing Siswa mengidentifikasi dan memadukan informasi yang penting dalam teks/bahan diskusi

Questioning Siswa menyusun pertanyaan berdasarkan informasi tsb dan menjawab pertanyaan

Clarifying

Siswa menjelaskan konsep yang telah ditemukan dari tahap summarizing dan questioning.

Predicting

Siswa membuat dugaan tentang masalah yang muncul dari materi yang telah dibahas

Aspek memahami masalah terasah

Aspek

merencanakan penyelesaian masalah terasah

Aspek

menyelesaiakan rencana pemecahan masalah terasah

Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa meningkat


(52)

C.

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pemikiran yang telah dipaparkan di atas, maka diduga bahwa dengan menggunakan teknik pembelajaran reciprocal teaching dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.


(53)

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran 2013/2014, yaitu pada bulan Januari sampai bulan Maret 2014 di SMP MUSIKA (Muslim Asia Afrika) yang beralamat di Jln. Ki Hajar Dewantoro No. 78 Kedaung Pamulang Tangerang Selatan Banten, dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei 1 Persiapan dan

perencanaan  2 Observasi (Studi

Lapangan) 

3 Pelaksanaan

Pembelajaran  

4 Analisis Data 

5 Laporan Penelitian 

B.

Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau yang lebih dikenal dengan Classroom Action Research,

yaitu “suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut dilakukan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa”.1

Tujuan utama dari penelitian tindakan kelas adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan professionalisme pendidik dalam menangani proses pembelajaran. Dengan memahami dan mencoba melaksanakan penelitian tindakan kelas, diharapkan kemampuan pendidik dan proses pembelajaran

1

Suharsimi Arikunto, dkk., Peneltian Tindakan Kelas, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007) Cet ke-4, h.3


(54)

semakin meningkat kualitasnya dan sekaligus akan meningkatkan kualitas pendidikan.

Penelitian ini diawali dengan melakukan penelitian pendahuluan (pra penelitian) dan akan dilanjutkan dengan dua siklus. Dalam hal ini, yang dimaksud siklus adalah satu putaran kegiatan beruntun yang kembali ke langkah semula.

Secara lebih rinci prosedur pelaksanaan PTK pada penelitian ini dapat digambarkan dengan alur sebagai berikut:

Gambar 3.1


(55)

37

Tindakan yang dilakukan berbentuk siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu :

1. Perencanaan (planning)

Tahap ini berupa menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut akan dilakukan.2 Pada tahap perencanaan peneliti menentukan fokus peristiwa berupa rancangan penerapan teknik pembelajaran reciprocal teaching dan kemampuan pemecahan masalah matematika yang akan ditingkatkan, kemudian bekerja sama dengan kolaborator (guru kelas) dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang akan disajikan dalam proses pembelajaran di kelas. Pada tahap ini juga peneliti membuat instrumen penelitian yang terdiri dari lembar observasi, lembar wawancara, jurnal harian, dan soal tes untuk akhir siklus.

2. Pelaksanaan tindakan (acting)

Tahap kedua dari PTK yaitu pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu memberikan tindakan di kelas. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap ini pelaksana harus berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat.3

3. Pengamatan (Observing)

Tahap ini sebenarnya berjalan bersamaan dengan saat pelaksanaan. Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang berjalan, jadi keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan, mencatat, menggali serta mendokumentasikan semua hal yang diperlukan dan yang terjadi selama penelitian berlangsung untuk memperoleh data yang akurat untuk perbaikan pada

2

Ibid., h. 75 3


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)