Seminar Manajemen KakaoBerkelanjutan.

PENGEMBANGAN KAKAO SECARA BERKELANJUTAN
(Ditinjau dari aspek Kesesuaian lahan)
Oleh : I Made Mega
I.PENDAHULUAN
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah dikembangkan. Menurut
Wood (1975) kakao dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu Criollo atau yang biasa disebut kakao
mulia, Forastero, dan Trinitario (campuran dari Criollo dan Forastero). Pengembangan kakao di
Bali dilakukan sebagai tanaman sela kelapa. Kakao tahun 2014 dikembangkan di berbagai
kabupaten di Bali, namun ada 4 sentra , yaitu di kabupaten jembrana 6.258 ha, Tabanan 4.625
ha, Buleleng 1.279 ha, dan Karangasem 1.067 ha. Luas areal perkebunan kakao di Bali
berdasarkan umur,adalah TBM 3.064 ha, TM 10.243 ha dan TT/TR 1.208 ha. Luas areal
perkebuanan rakyat kakao di Bali, adalah 14.515 ha dan perekebunan besar 45 ha (Dinas
Perkebuan Propinsi Bali, 2014)
Kakao sebagai komoditas yang akan diekspor harus mampu bersaing. Oleh karena itu,
penerapan teknik budidaya yang efektif dan efisien diharapkan sebagai salah satu yang dapat
digunakan untuk menekan harga pokok. Kesalahan penerapan teknik budidaya sejak awal akan
berakibat pada kondisi pertanaman yang kurang baik, hal ini berarti suatu usaha yang tidak
efisien.
Masalah yang dihadapi dalam pengembangan kakao di Bali, adalah masih rendahnya
produktivitas kakao, yaitu pada tahun 2014 sebesar 645 kg/ha/tahun (Statistik Dinas
Perkebunan Provinsi Bali, 2014). Faktor penyebabnya adalah teknologi budidaya yang belum

optimal, penggunaan bahan tanaman yang kurang baik, Serangan hama dan Penyakit , tajuk
tanaman rusak, dan umur tanaman sudah tua. Usaha perbaikan produktivitas dan mutu hasil
menjadi bagian dari usaha berkelanjutan agribisnis kakao Indonesia. Oleh sebab itu, dalam
seminar ini membahas pengembangan kakao secara berkelanjutan.
II.SYARAT TUMBUH
A. FAKTOR IKLIM
Lingkungan alami tanaman kakao adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,
suhu udara dan sinar matahari menjadi bagian dari faktor iklim yang menentukan. Begitu pula
dengan faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus dan kemampuan
akar menyerap hara. Ketinggian tempat di Indonesia yang ideal untuk penanaman kakao
adalah < 800 m dari permukaan laut.

a. Curah Hujan
Daerah produsen kakao umumnya memiliki curah hujan berkisar 1.100-3.000 mm per
tahun. Curah hujan yang melebihi 4.500 mm per tahun kurang baik karena berkaitan erat
dengan serangan penyakit busuk buah. Daerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200
mm per tahun masih dapat ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air
yang hilang karena transpirasi akan lebih besar dari pada air yang diterima tanaman dari curah
hujan. Adanya pola penyebab curah hujan yang tetap akan mengakibatkan pola panen yang
tetap pula (Siregar, dkk; 1997).

b. Suhu
Pengaruh suhu terhadap kakao erat kaitannya dengan ketersedian air, sinar matahari
dan kelembaban. Faktor faktor tersebut dapat dikelola melalui pemangkasan, penataan
tanaman pelindung dan irigasi. Suhu sangat berpengaruh terhadap pembentukan flush,
pembungaan, serta kerusakan daun. Menurut hasil penelitian, suhu ideal bagi tanaman kakao
adalah 30o–32o C (maksimum) dan 18o-21o C (minimum). Berdasarkan keadaan iklim di
Indonesia suhu 25o-26oC merupakan suhu rata-rata tahunan tanpa factor pembatas. Karena itu
daerah-daerah tersebut sangat cocok jika ditanami kakao. Suhu yang lebih rendah dari 10o C
akan mengakibatkan gugur daun dan mengeringnya bunga,sehingga laju pertumbuhannya
berkurang.

Suhu

yang

tingg

iakan

memacu


pembungaan,

tetapi

kemudian

akan

gugur.Pembungaan akan lebih baik jika berlangsung pada suhu 23o C. Demikian pula suhu 26o
C pada malam hari masih lebih baik pengaruhnya terhadap pembungaan..Pada areal tanaman
yang belum menghasilkan, kerusakan tanaman sebagai akibat dari suhu tinggi selama kurun
waktu yang panjang ditandai dengan matinya pucuk. Suhu yang tinggi tersebut menyebabkan
gejala nekrosis pada daun (Karmawati,E; dkk; 2010)
c. Sinar Matahari
Pertumbuhan kakao membutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh.
Cahaya matahari yang terlalu banyak akan mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan
batang relatif pendek. Pemanfaatan cahaya matahari semaksimal mungkin dimaksudkan untuk
mendapatkan intersepsi cahaya dan pencapaian indeks luas daun optimum. Kakao tergolong
tanaman C3 yang mampu

berfotosintesis pada suhu daun rendah. Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat
penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20 persen dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya
di dalam fotosintesis setiap daun yang telah membuka sempurna berada pada kisaran 3-30
persen cahaya matahari atau pada 15 persen cahaya matahari penuh. Hal ini berkaitan pula

dengan pembukaan stomata yang lebih besar bila cahaya matahari yang diterima lebih banyak
(Karmawati, E; dkk; 2010)
d. Faktor Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis t anah, asal persyaratan fisik dan kimia tanah
yang berperan t erhadap pertumbuhan dan produksi kakao t erpenuhi.Kemasaman tanah (pH), kadar
bahan organik, unsur hara, kapasit as adsorbsi, dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu
diperhat ikan, sedangkan faktor fisiknya adalah kedalaman efektif, tinggi permukaan air t anah,
drainase, struktur, dan konsist ensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang
mempengaruhi pertumbuhan kakao. M enurut Karmaw ati; dkk. (2010) Sifat kimia tanah, fisik t anah,
kedalaman tanah dan kret eria tanah yang baik unt u kakao adalah
a. Sifat kimia tanah
Tanaman kakao dapat t umbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH 6-7,5; tidak lebih tinggi
dari 8 serta t idak lebih rendah dari 4; paling t idak pada kedalaman 1meter. Hal ini disebabkan
t erbatasnya ketersediaan hara pada pH t inggi dan efek racun dari Al, M n, dan Fe pada pHrendah. Di
samping fakt or kemasaman, sifat kimia tanah yang juga turut berperan adalah kadar bahan organik.

Kadarbahan organik yang tinggi akan meningkat kan laju pertumbuhan pada masa sebelum panen.
Untuk it u bahan organik pada lapisan t anah set ebal 0-15 cm sebaiknya lebih dari 3 persen. Kadar
t ersebut setara dengan 1,75 persen unsur karbon yang dapat menyediakan hara dan air sert a
strukt ur tanah yang gembur. Usaha meningkat kan kadar bahan organik dapat dilakukan dengan
memanfaatkan serasah sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao. Sebanyak 1.990
kg per ha per tahun daun gliricidia yang jatuh memberikan hara nitrogen sebesar 40,8 kg per ha,
fosfor 1,6 kg per ha, kalium 25 kg per ha, dan magnesium 9,1 kg per ha. Kulit buah kakao sebagai
bahan organik sebanyak 900 kg per hamemberikan hara yang setara dengan 29 kg urea, 9 kg RP,56,6
kg M OP, dan 8 kg kieserit . Sebaiknya tanah-t anah yang hendak ditanami kakao paling t idak juga
mengandungkalsium lebih besar dari 8 me/ 100 gram contoh t anah dankalium sebesar 0,24 me/ 100
gram, pada kedalaman 0-15cm.
b. Sifat fisik tanah
Tekstur t anah yang baik unt uk tanaman kakao adalahlempung liat berpasir dengan komposisi 30-40
% fraksi liat,50% pasir, dan 10-20 persen debu. Susunan demikian akanmem-pengaruhi ket ersediaan
air dan hara sert a aerasitanah. St ruktur t anah yang remah dengan agregat yangmant ap menciptakan
gerakan air dan udara di dalam t anahsehingga mengunt ungkan bagi akar. Tanah t ipe lat osoldengan
fraksi liat yang tinggi ternya-ta sangat kurangmengunt ungkan tanaman kakao, sedangkan tanah
regosol dengan tekst ur lempung berliat walaupun mengandungkerikil masih baik bagi tanaman
kakao.Tanaman kakao menginginkan solum tanah minimal 90 cm. Walaupun ket ebalan solum t idak
selalu mendukung pertumbuhan, tetapi solum tanah set ebal it u dapat dijadikan pedoman umum

untuk mendukung pertumbuhan kakao. Kedalaman efekt if t erut ama dit entukan oleh sifat tanah,
apakah mampu mencip-takan kondisi yang menjadikan akar bebas untuk berkembang. Karena
itu,kedalaman efekt if berkait an dengan air tanah yang mempengaruhi aerasi dalam rangka
pertumbuhan danserapan hara. Untuk it u kedalaman air tanah disyarat kanminimal 3 met er.

III. KESESUAIAN LAHAN
Kesesuaian lahan adalah kecocokan/kesesuaian sebidang lahan untuk penggunaan atau
komoditas yang spesifik, sebagai contoh kesesuaian lahan untuk tanaman padi, jagung,
cengkeh dan sebagainya. Hasil interpretasinya sangat tergantung di tingkat informasi yang

tersedia (kualitas dan kuantitas data) yang ada dan pengetahuan

tentang persyaratan

penggunaan lahan/ pertumbuhan tanaman. Kalau data tersebut kasar/kurang lengkap hasil
interpretasinya akan bersifat lebih umum, sebaliknya kalau datanya lengkap maka hasilnya
akan lebih spesifik dan mantap. Jadi hasil evaluasi tersebut sangat tergantung dari tingkat
pengetahuan dan ketersediaan data dan dana. Oleh karena itu penilaian tersebut bersifat
dinamis, dan harus selalu diperbaharui.
Dalam menganalisis kesesuaian lahan suatu wilayah diperlukan data karakteristik lahan.

Karakteristik lahan adalah sifat-sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Contohnya:
kemiringan lereng (%), curah hujan, tekstur tanah, kedalaman efektif dan lain sebagainya
(Tim Puslittanak, 1993). Untuk tanaman kakao karakteristik lahan yang diperlukan adalah :
suhu rata-rata tahunan 20oC – 35oC (optimal 25oC-28oC); curah hujan 1250 – 4000 mm/th
(optimal 1500-2500 mm/th); lamanya masa kering : 1-4 bulan (optimal 1-2 bulan); Untuk
kondisi tanah: drainase terhambat sampai baik; tekstur bervariasi dari agak kasar (lempung
berpasir sampai halus (liat); kedalaman tanah 50->100 cm; pH 5,5 ,- 7,5; c-organik 0,8- >
1,5 %; salinitas 0 - 2,2 ds/m; kemiringan lereng 0-30%; batuan dipermukaan 0-40%;
singkapan batuan 0-25%.
Kondisi tanah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi tanaman kakao adalah :
kedalaman tanah minimal 50 cm, konsistensi gembur,permeabilitas sedang,drainase baik,
tingkat kesuburan bervariasi dari rendah sampai tinggi, tektur bervariasi dari lempung
berpasir (agak kasar) sampai liat (halus) , pH berkisar 5,0 - 8,2 yang optimum 6,0-7,0.
Salah satu contoh evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao di Desa Gumbrih
Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana; Propinsi Bali
No

Kualitas Lahan

Karakteristik lahan


A.

Pesyaratan tumbuh tanaman/Ekologi

1.
2.

Regim suhu (t)
Ketersediaan air
(w)
Media perakaran
®

3.

4.

Retensi hara (f)


-

suhu rata-rata tahunan (o C)
curah hujan tahunan (mm/th)
bulan kering
Drainase tanah

-

Tekstur tanah

-

Bahan kasar dalam profil (%)
Kedalaman efektif (cm)
KTK
KB
pH
C-organik


Nilai
pengamatan/
pengukuran

Kelas
kesesuaian
lahan

26-27
1713,75
2
baik

S1
S1
S1
S1

Lempung
berdebu (h)

1
>100
34,42 T
79,47 ST
5,7 AM
0,89 SR

S1
S1
S1
S1
S1
S1
S2

5.
6.

Kegaraman (x)
Hara tersedia (n)

-

Daya hantar listrik
Total N
P2O5 tersedia
K2O tersedia
Periode
Frequensi

0,36 SR
0,15 R
5,85 SR
142,98 S
0
0

S1
S2
S2
S1
S1
S1

7.

Bahaya banjir (i)

B.

Persayaratan
pengelolaan
Potensi
mekanisasi/terrain
(s)

-

Kemiringan lahan (%)
Batuan di permukaan tanah(%)

10 (8-15)
2

S2
S1

- Singkapan batuan(%)
2
Persyaratan
konservasi
9.
Bahaya erosi (e)
- Tingkat bahaya erosi
Sedang
Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kakao secara aktual
Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kakao secara potensial
Keterangan :

S1

8.

C.

S2
S2fnse
S1

S1 = sangat sesuai
S2 = cukup sesuai
S3 = sesuai marginal
N = tidak sesuai
t = temperatur
w = ketersediaan air
r = media perakaran
s = terrain
f = retensi hara
e= erosi
Sumber: Laporan Penelitian Strategis Nasional”Pengembangan dan Optimasi Teknologi Produksi Pangan Sistem
Usahatani Terintegrasi (SIMANTRI) untuk Pertanian Berkelanjutan: Pendekatan Linear Programming” oleh W
Budiasa, I G A Ambarawati, M. Mega; M. Mangku Budiasa. 2012

Hasil penilaian kesesuaian lahan secara aktual ternyata lahan-lahan

di wilayah Gumbrih

tergolong kedalam kelas cukup sesuai (S2) untuk tanaman kakao, dengan faktor pembatas:
retensi hara(f), hara tersedia (n) , terrain (s) dan bahaya erosi (e). Untuk meningkatkan kelas
kesesuaian menjadi potensial yakni tergolong sangat sesuai (S1), maka dilakukan penanganan
terhadap faktor pembatasnya. Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kelas kesesuaian lahannya menjadi potensial adalah :



Faktor f (terutama kadar bahan organik rendah) dapat ditanggulangi dengan pemupukan
menggunakan pupuk organik (pupuk kompos, pupuk kandang dan pupuk organik lainnya).
Faktor n (hara tanaman), terutama kandungan unsur N dan P yang rendah dalam tanah,
dapat ditanggulangi dengan usaha pemupukan menggunakan pupuk urea (N) dan SP-36



(P).
Faktor s (terrain) terutama kemiringan lereng yang lebih besar dari 8%, dan tingkat bahaya
erosi (e) dapat ditanggulagi dengan pembuatan teras atau terassering, dan penambahan
mulsa atau penanaman tanaman yang lebih rapat.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan di Bali menunjukkan kelas kesesuaian
lahan untuk tanaman kakao tergolong dari sangat sesuai (S1) sampai sesuai marginal (S3)

dengan faktor pembatas bervariasi dari : ketersediaan air (w), media perakaran (r) , retensi hara
(f) , hara tersedia (n) , bahara erosi (e) dan terrain (s).
Daftar Acuan
1.Dinas Perkebunan Propinsi Bali ,2014.Statistik Perkebunan Provinsi Bali Tahun 2014. Dinas Perkebunan
Provinsi Bali.
4. Karmaw at i,E; M ahmud,Z; Syakir, M ; M unarso,S.J.,Ardana, KT; Rubiyo. 2010. Budidaya & Pasca Panen
Kakao

Tim Puslit tanak, 1993. Pe t unjuk Teknik Evaluasi Lahan. Puslit t anak bekerjasama dengan Proyek
pembangunan Pert anian Nasional, Balit bang Pert anian, Departemen Pert anian. Jakart a