PROSIDING Seminar Manajemen Informasi Ke

BRAIN EXERCISE TRAINING DALAM UPAYA PENURUNAN TINGKAT
DEMENSIA PADA LANJUT USIA
Riyani Wulandari1, Dewi Kartika Sari2, Ikrima Rahmasari3
Prodi Ilmu Keperawatan
STIKES ‘Aisyiyah Surakarta123
riyan1cute@yahoo.co.id
ABSTRACT
The objective of this study was to explain the effect of brain training exercise in
decreasing the level of dementia in the elderly. The design used in this study was quasy
experiment with pre-test-post-test control group design. The population was elderly who
are active participants in the IHC Purwodiningratan. Sample of this study were 50
respondents, recruited by using random sampling technique consisting of 25
respondents as the intervention group and 25 respondents as the control group, who
met the inclusion criteria. The independent variable was a brain training exercise and
the dependent variable was the rate of dementia in the elderly. Data were collected by
using SMMSE questionnaires. The results showed that there were a significant
decrease in the level of dementia (p value = 0.0001) in the intervention group after
being given a brain training exercise. Further analysis showed there were some
difference in the level difference of dementia in the elderly significantly between the
intervention group and the control group with p value = 0.013. Conclusion: Brain
exercise training has significantly effect in reducing levels of dementia in the elderly.

Keywords: brain exercise training, dementia, eldery
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh brain exercise training
dalam upaya penurunan tingkat demensia pada lanjut usia. Penelitian ini menggunakan
metode quasy eksperiment dengan pre test-post test control group design. Populasi yang
digunakan adalah lanjut usia yang menjadi peserta aktif di Posyandu Purwodiningratan.
Sampel penelitian terdiri dari 50 responden yang diambil berdasarkan teknik random
sampling yang terdiri 25 responden pada kelompok intervensi dan 25 responden pada
kelompok kontrol yang telah ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi. Variabel bebas
pada penelitian ini adalah brain exercise training dan variabel terikatnya adalah tingkat
demensia pada lanjut usia. Pengumpulan data menggunakan kuesioner SMMSE. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat penurunan tingkat demensia yang signifikan (p value =
0,0001) pada kelompok intervensi setelah diberikan brain exercise training. Analisis
lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan selisih tingkat demensia pada lanjut usia yang
signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan p value = 0,013.
Kesimpulan: brain exercise training berpengaruh dalam menurunkan tingkat demensia
pada lanjut usia.
Kata kunci: brain exercie training, demensia, lanjut usia
PROSIDING: Seminar Manajemen Informasi Kesehatan Nasional (SeMIKnas)
Deteksi dan Pencegahan Fraud Dalam Pelayanan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN)

PENDAHULUAN
Demensia adalah hilangnya kemampuan
mental yang disebabkan oleh gangguan
otak yang mempengaruhi memori, daya
pikir, perilaku dan penilaian. Penyebab
paling umum dari demensia, terutama pada
orang tua, adalah penyakit Alzheimer. Hal
tersebut mengakibatkan sampai 70% kasus
demensia. Di seluruh dunia diperkirakan 36
juta orang hidup dengan demensia. Sebuah
laporan terbaru memperkirakan jumlah
demensia akan meningkat menjadi lebih
dari 115 juta pada tahun 2050 ( VOA News,
2013).
Pada konferensi ASEAN Neurological
Association (ASNA) 2011, ahli penyakit
syaraf Indonesia dr. Andreas Harry, Sp.S
(K) menyatakan bahwa konferensi dokter

ahli syaraf dunia tentang penyakit
Demensia Alzheimer yang berlangsung di
Paris pada bulan Juli 2011 memperkirakan
bahwa penderita demensia (kepikunan) di
negara-negara berkembang akan meningkat
dramatis. Di negara-negara berkembang,
jumlah penderita demensia akan meningkat
lebih dramatis selama dekade berikutnya,
diperkirakan tiga kali lipat lebih tinggi
daripada di negara maju. Berdasarkan
penelitian epidemiologi di Amerika Serikat,
persentase kejadian demensia meningkat
menjadi 20% pada populasi yang berusia
lebih 80 tahun, prevalensi penyakit
Alzheimer sebesar 3% pada populasi
berusia 60-74 tahun, 18,7% pada populasi
berusia 75-84 tahun, dan 47,2% pada
populasi berusia lebih dari 85 tahun (Antara
News, 2011).
Di Indonesia, prevalensi demensia pada

lanjut usia yang berumur 65 tahun adalah
5% dari populasi lansia. Prevalensi ini
meningkat menjadi 20% pada lansia

berumur 85 tahun ke atas. Berdasarkan
kategori lanjut usia yaitu penduduk
berumur 65 tahun ke atas, maka angka
lansia di Indonesia pada tahun 2000
sebanyak
11,28
juta.
Jumlah
ini
diperkirakan akan melonjak menjadi 29 juta
jiwa pada 2010 atau 10% dari populasi
penduduk (Tempo, 2011).
Masalah demensia yang merupakan
gangguan intelektual dan daya ingat pada
usia lanjut merupakan masalah yang perlu
segera mendapatkan tindakan pencegahan

dan penanganan yang baik. Salah satu cara
yang dapat digunakan sebagai upaya
pencegahan terhadap kejadian demensia
adalah dengan brain exercise training yang
merupakan serangkaian gerakan sederhana
yang dapat menyeimbangkan bagian-bagian
otak dan merupakan program pelatihan
untuk melatih sel saraf otak kanan dan otak
kiri yang dapat berkontribusi terhadap
memori dan intelgesi seseorang (Festi,
2010).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode quasy
eksperiment dengan pre test-post test
control group design. Populasi yang
digunakan adalah lanjut usia yang menjadi
peserta
aktif
di

Posyandu
Purwodiningratan. Sampel penelitian terdiri
dari
50
responden
yang diambil
berdasarkan teknik random sampling yang
terdiri 25 responden pada kelompok
intervensi dan 25 responden pada kelompok
kontrol yang telah ditetapkan berdasarkan
kriteria inklusi.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah
brain exercise training dan variabel
terikatnya adalah tingkat demensia pada

PROSIDING: Seminar Manajemen Informasi Kesehatan Nasional (SeMIKnas)
Deteksi dan Pencegahan Fraud Dalam Pelayanan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)

lanjut

usia.
Pengumpulan
data
menggunakan kuesioner SMMSE.
Analisis data untuk mengetahui pengaruh
brain exercise training dalam upaya
penurunan tingkat demensia pada lanjut
usia menggunakan uji statistik t- test.

HASIL PENELITIAN
1.

Perbedaan Tingkat Demensia Pada
Lanjut Usia Sebelum dan Sesudah
Brain Exercise Training Pada
Kelompok Intervensi dan Kelompok
Kontrol
Tabel 1.
Analisis Perbedaan Tingkat
Demensia Pada Lanjut Usia

Sebelum dan Sesudah Brain
Exercise Training Pada Kelompok
Intervensi dan Kelompok Kontrol

Variabel

Kelompok

Mean

Beda
Mean

SD

p
value

Tingkat
Demen

sia
Pada
Lanjut
Usia

Intervensi
Sebelum

21,24

5,800

Sesudah

27,04

1,1
55

0,00

01

Kontrol
Sebelum
Sesudah

19,16
24,04

4,880

1,3
64

0,00
01

Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil uji
statistik dengan hasil p value = 0,0001 yang
berarti hasil keputusan statistik H0 ditolak

sehingga ada penurunan yang signifikan
pada tingkat demensia pada lanjut usia
sesudah brain exercise training pada
kelompok intervensi dan hasil p value =
0,0001 yang berarti ada penurunan tingkat
demensia juga pada kelompok kontrol
setelah dilakukan senam plasebo.

2. Analisis Perbedaan Tingkat Demensia
Pada Lanjut Usia Antara Kelompok
Intervensi dan Kelompok Kontrol
sesudah Brain Exercise Training
Tabel 2.
Analisis Perbedaan Tingkat
Demensia Pada Lanjut Usia Antara
Kelompok Intervensi dan Kelompok
Kontrol sesudah Brain Exercise
Training
Hasil analisis pada tabel 2 menunjukkan
hasil analisis statistik p value = 0,0001 dan
Variabel
N Mean
SD
T
p value
Tingkat
Demensia
Pada
Lanjut
Usia
Kelompok 25 27,04 0,735
Intervensi
11,933 0,0001
Kelompok 25 24,04 1,020
Kontrol
α = 0,05 yang berarti hasil keputusan
statistik H0 ditolak sehingga ada perbedaan
yang signifikan pada tingkat demensia
antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol. Terdapat penurunan tingkat
demensia kelompok intervensi sesudah
penerapan brain exercise training yang
lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
penurunan
tingkat demensia pada
kelompok kontrol sehingga ada pengaruh
penerapan brain exercise training terhadap
penurunan tingkat demensia pada lanjut
usia.

PROSIDING: Seminar Manajemen Informasi Kesehatan Nasional (SeMIKnas)
Deteksi dan Pencegahan Fraud Dalam Pelayanan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

3.

Analisis Perbedaan Selisih Tingkat
Demensia
Pada
Lanjut
USia
Sebelum dan Sesudah Penerapan
Brain Exercise Training Pada
Kelompok Intervensi dan Kelompok
Kontrol.

Tabel 3.
Analisis Perbedaan Selisih Tingkat
Demensia Sebelum dan Sesudah
Penerapan Brain Exercise Training
Pada Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol
Variabel Kelompok N Selisih
p

Tingkat Intervensi
Demensia
Kontrol
Pada
Lanjut
Usia

Mean

value

25

5,80

0,013

25

4,88

Tabel 3 menunjukkan Hasil uji statistik
dengan hasil p value = 0,013 < 0,05
sehingga menghasilkan keputusan statistik
H0 ditolak yang berarti bahwa selisih
penurunan tingkat demensia pada kelompok
intervensi lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan dengan kelompok kontrol.

PEMBAHASAN
1.

Analisis perbedaan tingkat demensia
pada lanjut usia sebelum dan
sesudah penerapan brain exercise
training pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil analisis peneliti,
rata-rata tingkat demensia sebelum
penerapan brain exercise training pada
kelompok intervensi adalah sebesar
21,24 dan setelah dilakukan penerapan
brain exercise training selama 3 kali
dalam seminggu selama 3 bulan ratarata tingkat demensia pada lanjut usia

menjadi 27,04 sedangkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa ratarata tingkat demensia pada lanjut usia
sebelum dilakukan penerapan senam
placebo pada kelompok kontrol adalah
19,16 sedangkan sesudah diberikan
perlakuan berupa penerapan senam
placebo adalah 24,04.
Sebelum diberikan perlakuan baik pada
kelompok intervensi maupun kelompok
control diketahui berada pada tingkat
demensia sedang dengan skore 21,24
dan 19,16. Hal tersebut dikarenakan
seiring dengan peningkatan usia maka
kemampuan tubuh untuk mendapatkan
suplai oksigen dalam aliran darah akan
semakin menurun. Seperti yang kita
ketahui bahwa oksigen merupakan
nutrisi bagi otak agar otak dapat
melakukan fungsinya dengan baik.
Sehingga pada lanjut usia agar supali
oksigen dapat terpenuhi dengan baik
maka dibutuhkan untuk selalu aktif,
misalnya dengan melakukan olah raga
otak dan olah raga fisik serta
membiasakan diri dengan pola hidup
sehat (Lumbantobing, 2006).
Tingkat demensia sedang sebelum
dilakukan brain exercise training pada
kelompok intervensi dan kelompok
control menurut Guyton dan Hall
(2007) adalah disebabkan oleh
menurunnya kemampuan kognitif pada
usia lanjut sebagai akibat dari
perubahan morfologis dan biokimia.
Berat otak usia lanjut mengalami
penurunan atau berkurang karena
berhubungan dengan berkurangnya
kandungan protein dan lemak pada
otak sehingga otak menjadi lebih
ringan.
Pada tingkat demensia kelompok
kontrol dan kelompok intervensi
setelah diberikan perlakuan ternyata
mengalami
penurunan
tingkat
demensia yaitu dari sedang menjadi
ringan. Salah satu usaha yang dapat
digunakan untuk menghambat proses

PROSIDING: Seminar Manajemen Informasi Kesehatan Nasional (SeMIKnas)
Deteksi dan Pencegahan Fraud Dalam Pelayanan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

penuaan dan pencegahan demensia
pada lanjut usia, yaitu dengan
melakukan gerakan atau latihan fisik.
Seseorang bukannya tidak mau
bergerak karena tua, tetapi menjadi tua
karena tidak mau untuk bergerak.
Secara umum, terdapat dua macam
latihan yang dapat meningkatkan
potensi kerja otak yakni meningkatkan
kebugaran
secara
umum
dan
melakukan brain exercise training
(Lisnaini, 2012).
Brain exercise training merupakan
sebuah senam yang tujuan utamanya
adalah
untuk
mempertahankan
kesehatan otak dengan cara melakukan
gerakan badan. Melalui Brain exercise
training dapat memicu otak agar tidak
kehilangan daya intelektual serta
awareness-nya. Brain exercise training
ini dapat memulihkan kembali kondisi
orang yang pelupa karena pada
dasarnya
pusat-pusat
sistim
kewaspadaan atau reticulo activating
system yang terdapat pada batang otak
bisa diaktifkan kembali. Seperti halnya
senam-senam yang lain, sebaiknya
Brain exercise training dilakukan
secara rutin, minimal 3 kali dalam
seminggu sehingga hasilnya dapat
segera terlihat (Sudiarto, 2013).
Brain exercise training sendiri
termasuk jenis senam ringan yang bisa
dilakukan oleh siapapun termasuk
kaum lansia. Gerakan pada Brain
exercise training juga merupakan
gerakan menyilang dengan tujuannya
agar
terjadi
harmonisasi
serta
optimalisasi kinerja otak kanan dan
otak kiri. Melalui Brain exercise
training, suplai darah, oksigen, dan
energi akan lancar sampai ke otak serta
bisa memenuhi kebutuhan otak
sehingga secara jangka panjang
struktur otak dapat terpelihara secara
optimal.

2.

Perbedaan selisih tingkat demensia
pada lanjut usia sebelum dan
sesudah penerapan brain exercise
training pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan
hasil bahwa terdapat perbedaan selisih
rata-rata tingkat demensia pada lanjut
usia yang signifikan pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Pada
kelompok intervensi rata-rata tingkat
demensia sebelum penerapan brain
exercise training yaitu dari 21,24 dan
setelah penerapan brain exercise
training menjadi 27,04 sehingga selisih
rata-rata tingkat demensia pada
kelompok intervensi adalah 5,80. Pada
kelompok kontrol yang diberikan
intervensi berupa senam placebo
berada pada rata-rata tingkat demensia
yaitu sebelum intervensi 19,16 dan
sesudah senam plasebo 24,04 sehingga
selisih rata-rata tingkat demensia pada
kelompok kontrol adalah 4,88 sehingga
mengalami perubahan yang signifikan
pada tingkat demensia usia lanjut.
Namun apabila dibandingkan dengan
selisih tingkat demensia antara
kelompok intervensi dan kelompok
control maka kelompok intervensi yang
diberikan brain exercise training lebih
significant
dalam
memberikan
pengaruh terhadap tingkat demensia
pada lanjut usia.
Adanya perbedaan yang signifikan
selisih
tingkat
demensia
pada
kelompok intervensi tersebut yaitu
sebesar 5,80 disebabkan oleh adanya
perlakuan
dari
peneliti
berupa
pemberian brain exercise training
selama 3 kali dalam seminggu selama 3
bulan.
Brain exercise training yang
dilakukan pada kelompok intervensi
tersebut merupakan bentuk dari latihan
fisik yang bermanfaat bagi kebugaran
otak. Brain exercise training dapat
digunakan
dalam
menyelaraskan

PROSIDING: Seminar Manajemen Informasi Kesehatan Nasional (SeMIKnas)
Deteksi dan Pencegahan Fraud Dalam Pelayanan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

berbagai fungsi antara lain adalah
fungsi gerak, fungsi pernafasan dan
fungsi dari pusat pemikiran yang terdiri
dari memori dan intelektual. Gerakan
dalam brain exercise training sendiri
tidak hanya melibatkan otot-otot
tertentu pada pusat otak akan tetapi
juga melibatkan pusat yang lebih tinggi
di otak yaitu high brain cortical
(Donczik, 2001).
Penurunan tingkat demensia pada usia
lanjut setelah dilakukan brain exercise
training juga disebabkan oleh adanya
suplai oksigen dan darah yang sangat
optimal karena adanya aktivitas dari
senam otak, sehingga hal tersebut dapat
memberikan stimulasi yang adekuat
pada struktur-struktur yang ada di otak
yang berperan dalam kehidupan
manusia sehari-hari (Rachmach, 2008).
Menurut Dennison (2006) kemampuan
dari otak manusia dapat dioptimalkan
melalui gerakan-gerakan. Berbagai
macam gerakan yang terdapat pada
brain
exercise
training
dapat
memberikan stimulus pada otak dan
rangsangan tersebutlah yang dapat
meningkatkan kemampuan kognitif
seperti kewaspadaan, konsentrasi,
persepsi, kemampuan belajar, memori
kreatifitas dan pemecahan terhadap
suatu masalah.
Brain exercise training sendiri
dirancang dengan serangkaian gerakan
tubuh yang sederhana yang dapat
digunakan untuk memadukan semua
bagian otak agar dapat meningkatkan
kemampuan kognitif, membangun rasa
kebersamaan dan membangun harga
diri. Gerakan yang sederhana dapat
dengan mudah diikuti oleh para lanjut
usia maupun semua orang dengan
berbagai tingkatan usia (Donczik,
2001).
Penurunan tingkat demensia pada
lanjut usia juga disebabkan oleh
gerakan-gerakan dari brain exercise
training yang mampu memperlancar

aliran darah ke semua bagian otak
selain itu dapat memperbaiki dan
memperkuat hubungan antara kedua
belahan otak (Verghese, 2006). Otak
merupakan organ manusia yang
dinamis, dimana tumbuh dan dapat
mementuk jaringan antar syaraf.
Stimulasi atau rangasanagan sangatlah
diperlukan dan sangat penting dalam
pemebentukan jaringan antar syaraf
otak karena dengan semakin sering
otak diberikan strimulasi maka akan
semakin menjdi kuat jalinan antar sel
syaraf ( Guyton, 2007).
Brain
exercise
training
merupakan sebuah senam yang tujuan
utamanya
adalah
untuk
mempertahankan
kesehatan
otak
dengan cara melakukan gerakan badan.
Melalui Brain exercise training dapat
memicu otak agar tidak kehilangan
daya intelektual serta awareness-nya.
Brain exercise training ini dapat
memulihkan kembali kondisi orang
yang pelupa karena pada dasarnya
pusat-pusat sistim kewaspadaan atau
reticulo activating system yang
terdapat pada batang otak bisa
diaktifkan kembali. Seperti halnya
senam-senam yang lain, sebaiknya
Brain exercise training dilakukan
secara rutin, minimal 3 kali dalam
seminggu sehingga hasilnya dapat
segera terlihat (Sudiarto, 2013).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Ada pengaruh penerapan brain exercise
training terhadap tingkat demensia
pada lanjut usia.
2. Terdapat penurunan yang signifikan
rata-rata tingkat demensia sebelum dan
sesudah penerapan brain exercise
training pada kelompok intervensi.
3. Terdapat penurunan yang signifikan
rata-rata tingkat demensia sebelum dan

PROSIDING: Seminar Manajemen Informasi Kesehatan Nasional (SeMIKnas)
Deteksi dan Pencegahan Fraud Dalam Pelayanan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

4.

sesudah penerapan senam placebo pada
kelompok control.
Terdapat perbedaan yang signifikan
selisih rata-rata penurunan tingkat
demensia sebelum dan sesudah
penerapan brain exercise training pada
kelompok intervensi dan kelompok
kontrol, dimana penurunan tingkat
demensia pada kelompok intervensi
lebih tinggi daripada kelompok kontrol.

Saran
Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan
penelitian untuk membandingkan tingkat
efektivitas dari 2 model senam terhadap
tingkat demensia pada lanjut usia. Pada
metode sampling apabila memungkinkan
dapat ditetapkan secara homogen.

Rachmah, L. 2008. Pendidikan Jasmani dan
Prestasi
Akademik:
Tinjauan
Neurosains. Skripsi. Fakultas Ilmu
Keolahragaan. Universitas Negeri
Yogyakarta.
Sudiarto, et all. 2013. Pengaruh Senam
Otak
(Brain
Gym)
Terhadap
Peningkatan Motorik Halus Anak Usia
4-5 Tahun di Raudotul Athfal Baitul
Mu’minin (Muslimat 17) GunungrejoMalang. Tesis. Universitas Udayana.
Bali.
Tempo. 2011. Jumlah Orang Pikun
Indonesia Meningkat. 6 Desember.
Jakarta.
VOA News. 2013. Demensia Bisa
Meningkat Tiga Kali Lipat Tahun
2050. 17 November.
Verghese, J. 2006. Cognitive as Mobility
Profile of Older Social. J.Am
Geriatrics Social. 54(8): 1241-1244

DAFTAR PUSTAKA
Antara News. 2011. Perdossi Programkan
Penemuan
Angka
Prevalensi
Kepikunan Indonesia. 3 November.
Jakarta.
Dennison, Paul E,. 2006. Buku Panduan
Lengkap Brain Gym. Jakarta: Gramedia
Donczik, J. 2001. Brain Exercise Improves
Reading and Memory. Brain Gym
Journal.15: 24-30
Festi, Pipit. 2010. Pengaruh Brain Gym
Terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif
Lansia di Karang Wredha Panereh
Surabaya. Jurnal FIK UMSurabaya.
7(2):1-14
Guyton
dan
Hail.2007.
Fisiologi
Kedokteran. Edisi 11.Jakarta: EGC
Lisnaini. 2012. Senam Vitalisasi Otak
Dapat Meningkatkan Fungsi Kognitif
Usia Dewasa Muda. Jurnal Fisioterapi.
2(1):1-20
Lumbantobing, S. 2006. Kecerdasan Pada
Usia lanjut dan Demensia. Edisi 4.
Jakarta; FKUI.
PROSIDING: Seminar Manajemen Informasi Kesehatan Nasional (SeMIKnas)
Deteksi dan Pencegahan Fraud Dalam Pelayanan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

PROSIDING: Seminar Manajemen Informasi Kesehatan Nasional (SeMIKnas)
Deteksi dan Pencegahan Fraud Dalam Pelayanan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)