Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Skizofrenia dan Ekspresi Emosi Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Skizofrenia di IRD RSJ Provinsi Bali.

S U S U N A N P A N IT IA
K O N F E R E N S I N A S I O N A L K E P E R A W A T A N K E S E H A T A N J IW A X I I
K A L IMA N TA N B A R A T

P E L IN D U N G
1 Gubem

u r P r o v in s i K a lim a n t a n B a r a t

,

3 W a li k o t a
.

4 Ke tu a
.

.

U m u m


P e n g u ru s P u s a t P P N I

tu a U m u m

P e n g u r u s B e s a r ıP K J I

.

5 Ke

P o n tia n a k

P ENA S E HA T
1 Ke
.

p a la D in a s K e s e h a ta n P r o v i n s i K a lim a n ta n B a r a t

2 D ir e


k t u r R u m a h S a k it J i w a

3 D ir e

k t u r R u m a h S a k it J i w a D a e r a h S u n g a i B a n g k o n g

.

.

4

Ke

.

tu a P W

P K J I K a lim
ı


.

P r o v in s i K a li m a n t a n B a r a t

a n ta n B a r a t

t u a P P N I P r o v i n s i K a l im a n ta n B a r a t

4 Ke

tu a P P N I K o ta P o n tia n a k

5 Ke

tu a

.

.


6

R

.

.

.

5 Ke
.

.

P P N I K o t a S in g k a w a n g

e k to r U n iv e r s it a s T a n j u n g p u r a P o n t i a n a k


7 Ke

t u a S t i k e s Y a r s i P o n t ia n a k

8 Ke

tu a S T IK

.

.

9 D ir e

M u h a m m a d i y a h P o n ti a n a k

10 D i r e
.

.


A k p e r P e m p r o v K a lb a r

.

12 D i r e

k tu r A k p e r P e m d a K e ta p a n g

13 D i r e

k tu r A k p e r B e th e s d a S e ru k a m

.

.

k t u r A k p e r D h a r m a I n s a n P o n t ia n a k

1 1 D ir e k t u r

.

.

K e m e n k e s P o n ti a n a k

k t u r P o lte k k e s

.

.

.

.

S T E E R IN G C O M IT E
1 p ro f A c
.


.

h ir Y a n i S

2 p r o f B u d ia
.

.

3 In d r i a
.

4 Ns
.

.

5 A ke
.


7

.

S ri

.

8 No v
.

9 Ic e
.

S Kp

S K P M A PP S c
.

,


S Kp M S i
.

,

M Ke
.

.

,

i H e le n a

C D S K P MS c

.

,


S P Ke p

.

.

,

,

.

J

s

,

S Kp M K e p S P K e
.

,

.

.

.

,

p

.

J

S KP MN

11 N s W a h y u
.

,

.

.

.

.

,

,

Y u lia w a rd a n i,

p

S Ke p Ns M Ke

SPD

.

M T D (H E )

.

M Ke s

S u p a rm i,
,

,

.

,

W id y a r t i U t a m i S K p

10 Y o s i e
.

.

D NS c

.

S Ke p

d j i H a r tin i,

m a t,

.

n a K e l ia t ,

m id

n a R a k h m a w a ti,

Pu

6 T a n tń

Ha

.

,

K ira n a

,

M K e p S p J iw
.

.

.

a

vi

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner
v

2 S ri
.

S up ar

3 N ye m a s
.

M a w a m i,

A Md K e p
.

.

V iĺ i

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner

HUBUNGAN PERSEPSI KELUARGA TENTANG SKIZOFRENIA DAN EKSPRESI EMOSI
KELUARGA DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN SKIZOFRENIA
DI IRD RSJ PROVINSI BALI
. (1) Ns. Ni Made Dian S.,S.Kep, M.Kep.Sp.Kep.J. (1) Yuliastini, Ni Luh Putu
(1)
Ns. Kadek Eka Swedarma, S.Kep, M.Kes
(1)
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali

Abstract
Schizophrenia is a severe mental disorder with relatively minimal possibility of recovering. People
with schizophrenia require repeated treatments. Adequate care of families after undergoing
treatment in a mental hospital is needed. Negative stigma of the family will increase the stress on
the patient and it will increase the possibility to relapse. Lack of knowledge and awareness about
schizophrenia cause a negative perception and expression of emotions that bad of a family that
will cause the relapse of schizophrenia. This study aims to analyze the relationship between the
perception of schizophrenia families with schizophrenia relapse frequency and analyze the
relationship between the expression of emotion families with schizophrenia relapse frequency.
The benefits of this research is to broaden and nurses basic data about schizophrenia that can be
used to prepare for public health education. This research is a Descriptive-correlations study with
cross sectional study design. The sample consisted of 43 people who have been through the
inclusion and exclusion criteria. Data was collected through a questionnaire to determine the
perception of family and family emotional expression, as well as a checklist to be used to collect
demographic data. Analysis of the correlation between the family’s perception with the frequency
of relapse of schizophrenia showed p value is 0.000, and the correlation coefficient is 0.685. While
the analysis of the relationship between emotional expression family and frequency of relapse of
schizophrenia showed p value is 0.000, and the correlation coefficient is 0.533. So it can be
concluded that there is a significant correlation between both of the family’s peception and
family’s emotional expression to the frequency of relapse of schizophrenia
Keywords: perception, expression of emotions, relapse, schizophrenia.
PENDAHULUAN
Skizofrenia adalah suatu penyakit
otak
persisten
dan
serius
yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran
konkret dan kesulitan dalam memproses
informasi, hubungan interpersonal, serta
memecahkan masalah (Stuart dan Sundeen,
2002). Sampai saat ini, skizofrenia masih
menjadi kasus yang paling sering dijumpai di
beberapa rumah sakit jiwa. Rata-rata 45%
pasien yang masuk rumah sakit jiwa
merupakan pasien skizofrenia dan sebagian
besar pasien skizofrenia memerlukan
perawatan (rawat inap dan rawat jalan) yang
lama (Videbeck, 2008).
Data American Psychiatric Association
(APA) tahun 2010 menyebutkan bahwa 1 %
penduduk dunia (rata-rata 0,85 %)

menderita skizofrenia. Data lain didapatkan
dari
Schizophrenia
Information
and
Treatment Introduction yang menyebutkan
bahwa di Amerika skizofrenia menimpa
kurang lebih 1 % dari jumlah penduduk.
Lebih dari dua juta orang Amerika menderita
skizofrenia pada waktu tertentu (Pitoyo,
2012).
Menurut WHO, Indonesia menduduki
peringkat pertama dari seluruh negara di
dunia dengan penderita gangguan jiwa
terbanyak (Lestari dan Kartinah, 2012). Di
Indonesia, angka prevalensi skizofrenia
adalah 0,3-1 %, terjadi sebagian besar pada
usia 18 sampai 45 tahun, namun ada juga
yang berusia 11-12 tahun (Arif, 2006).
Riset kesehatan dasar (Riskesdas)
tahun 2007 menunjukkan bahwa penderita
Konas jiwa XII Kalimantan Barat | 132

gangguan jiwa berat dengan usia di atas 15
tahun di Indonesia mencapai 0,46%.
Prevalensi tertinggi di Daerah Khusus
Ibukota Jakarta (2,03%), lalu Nanggroe Aceh
Darussalam (1,9%), dan Sumatera Barat
(1,6%).
Berdasarkan laporan pasien yang
mengunjungi Instalasi Rawat Darurat Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Bali dua bulan terakhir,
yaitu Agustus sampai dengan September
2014 diperoleh data pada bulan Agustus dari
71 pasien yang mengunjungi IRD sebanyak
67 pasien (94,37%) yang menderita
skizofrenia
diantaranya.
Data
bulan
September dari 86 pasien yang mengunjungi
IRD sebanyak 79 pasien (91,86%) yang
menderita skizofrenia. (RekamMedik RSJ
Provinsi Bali, 2014).
Penderita
skizofrenia
memiliki
kemungkinan yang sangat kecil untuk
sembuh. Menurut Arif (2006), 80% pasien
skizofrenia mengalami kekambuhan. Pasien
skizofrenia memerlukan Pada umumnya,
penderita skizofrenia mendapatkan stigma
yang negatif dari masyarakat. Seringkali
keluarga menganggap pasien skizofrenia
merupakan aib bagi keluarga, sehingga
tindakan
yang
dilakukan
justru
meningkatkan stress pasien skizofrenia
seperti pemasungan, kekerasan, isolasi
bahkan diasingkan. Kebanyakan keluarga
memiliki pandangan bahwa pasien skizofenia
dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungan
sekitarnya.
Kurangnya
pengetahuan
dan
kesadaran masyarakat mengenai skizofrenia
serta penanganannya menimbulkan persepsi
yang negatif di masyarakat. Onset
skizofrenia yang muncul sejak masa remaja
maupun dewasa muda, dan kemudian
menjadi sebuah perjalanan penyakit yang
kronis dan tidak sembuh menimbulkan
beban sendiri bagi keluarga (Amelia dan
Anwar 2014).
Pandangan
masyarakat
tentang
skizofrenia menyebabkan keluarga dengan
anggota yang mengalami skizofrenia
menutup diri dari lingkungan sosialnya. Arif
(2006) menyatakan bahwa sebuah keluarga
yang memiliki anggota keluarga penderita

skizofrenia cenderung tertutup dan enggan
diwawancarai oleh orang asing. Hal ini
terjadi karena stigma, rasa malu, dan
penyalahan dari lingkungan sosial yang
dialami oleh keluarga.
Menurut Amelia dan Anwar (2014)
adanya stigma, rasa malu, penyalahan
lingkungan sosial serta persepsi negatif
keluarga menimbulkan sikap dan perilaku
yang
mencerminkan
ekspresi
emosi
keluarga. Pada umumnya, keluarga yang
memiliki persepsi negatif dan perasaan
terbebani oleh keberadaan anggota keluarga
yang menderita skizofrenia memiliki tingkat
emosi yang lebih tinggi. Pengungkapan
ekspresi yang berlebihan dari keluarga
biasanya akan berakhir dengan pelampiasan
emosi kepada pasien skizofrenia, hal ini
tentu saja akan menimbulkan stress yang
berlebih pada pasien skizofrenia, sehingga
tanda dan gejala skizofrenia akan terlihat
kembali dan kemudian disebut dengan
kekambuhan atau relaps.
Hasil survey terhadap 10 keluarga
yang memiliki anggota keluarga skizofrenia,
semuanya mengatakan kalau bisa pasien
agar di rawat di Rumah Sakit Jiwa karena
dirumah
ditakutkan
pasien
akan
mengganggu lingkungan, sedangkan dari 10
orang pasien skizofrenia 8 orang merupakan
pasien yang sudah beberapa kali menjalani
rawat inap di RSJ namun kembali mengalami
kekambuhan. Hal ini menunjukkan bahwa
masalah gangguan jiwa masih menjadi
masalah kesehatan dan sosial yang perlu
dilakukan upaya penanggulangan secara
komprehensif.
Pada penelitian yang dilakukan oleh
Diny Rezki Amelia dan Zainul Anwar (2014)
yang berjudul “Relaps pada Pasien
Skizofrenia” menyebutkan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi kekambuhan
pada pasien skizofrenia adalah ekspresi
emosi yang ditunjukkan keluarga. Selain itu,
terdapat penelitian lain yang dilakukan oleh
Fitri Sri Leastari dan Kartinah (2012) yang
berjudul “Hubungan Persepsi Keluarga
Tentang Gangguan Jiwa dengan Sikap
Keluarga Kepada Anggota Keluarga yang
Mengalami Gangguan Jiwa di Rumah Sakit
Konas jiwa XII Kalimantan Barat | 133

Jiwa Daerah Surakarta” menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara persepsi keluarga
tentang skizofrenia dengan sikap keluarga
terhadap
anggota keluarganya yang
menderita skizofrenia.
Berdasarkan latar belakang tersebut
di atas, maka peneliti memandang perlu
dilakukan penelitian mengenai hubungan
persepsi keluarga tentang skizofrenia dan
ekspresi emosi keluarga dengan frekuensi
kekambuhan pada pasien skizofrenia di IRD
RSJ Provinsi Bali.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
adalah Deskriptif-Korelasi dengan desain
penelitian Cross Sectional. Pada penelitian
ini, klien diminta untuk mengisi dua buah
kuesioner yaitu kuesioner tentang ekspresi
emosi keluarga dan persepsi keluarga
terhadap skizofrenia. Setelah
itu, data
mengenai frekuensi kekambuhan pasien
diambil dari Rekam Medis Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Bali.
Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien skizofrenia dan keluarga yang
mendampingi pasien berobat di Instalasi
Rawat Darurat Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Bali. Jumlah kunjungan rata-rata per bulan
adalah sebanyak 75 orang. Penentuan
jumlah sampel dilakukan sesuai dengan hasil
rumus sampel untuk populasi kecil, yaitu
sebanyak 43 orang dari rata-rata jumlah
populasi tiap bulan. Penentuan sampel
didasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi
yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam
menentukan sampel, teknik sampling yang
digunakan adalah non probability sampling
jenis purposive sampling.
Instrumen Penelitian
Pada
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan Instrumen penelitian berupa
kuesioner terdiri dari 4 bagian yang berisi
data demografi, ekspresi emosi keluarga,
persepsi
keluarga
tentang
penyakit

skizofrenia dan lembar observasi untuk
mengetahui frekuensi kekambuhan.
Untuk menilai ekspresi emosi,
peneliti menggunakan Family Questionnaire
yang dikembangkan dan divalidasi oleh oleh
George Wiedemann, Oliver Rayki, Elias
Feinstein dan Kurt Hahlwed dari Universitas
Tubingen, Departemen Psikiatri dan
Psikoterai, di Jerman. Family Questionnaire
yang
digunakan
peneliti
sudah
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan
dilakukan uji validitas dan reliabilitas oleh
Nurtantri (2005). Sedangkan untuk menilai
persepsi keluarga tentang skizofrenia,
peneliti menggunakan kuesioner persepsi
yang dikembangkan oleh peneliti dan telah
dilakukan uji validitas dan reliabilitas
sehingga kuesioner persepsi dikatakan valid
dan reliabel untuk menilai persepsi keluarga
tentang skizofrenia. Penilaian terhadap
frekuensi kekambuhan dilakukan dengan
melihat catatan medis pasien.
Prosedur Pengumpulan Data dan Analisis
Data
Berdasarkan
karakteristik
lokasi
penelitian, pengambilan sampel dilakukan
bersamaan dengan pengumpulan data. Dari
seluruh keluarga yang mendampingi pasien
berobat ke IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Bali, dilakukan seleksi sampel sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah
ditentukan.
Sebelum
responden
menjawab
kuesioner yang dibagikan, akan dijelaskan
mengenai prosedur serta tujuan penelitian.
Setelah responden mengerti, responden
akan diberikan informed consent yang
ditandatangani apabila bersedia menjadi
responden.
Pengambilan data dilakukan dengan
memberikan masing-masing responden tiga
buah kuesioner, yaitu kuesioner data
demografi, kuesioner ekspresi emosi dan
kuesioner persepsi. Kuesioner frekuensi
kekambuhan dalam satu tahun diisi oleh
peneliti dengan melihat catatan medis
pasien.

Konas jiwa XII Kalimantan Barat | 134

Setelah data dikumpulkan, dilakukan
proses pendeskripsian data dan diberikan
kode sesuai dengan ekspresi emosi keluarga,
persepsi
keluarga,
dan
frekuensi
kekambuhan pasien dalah satu tahun
terakhir.
Untuk menganalisis hubungan antara
persepsi dan frekuensi kekambuhan serta
hubungan ekspresi emosi dan frekuensi

kekambuhan
digunakan
uji
statistik
Spearman Rank dengan tingkat signifikansi
p 40 th
23
53,5
Total
43
100,0
Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui karakteristik keluarga berdasarkan umur menunjukkan dari
43 orang, sebanyak 23 orang (53,5%) berumur lebih dari 40 tahun.
Tabel 2. Karakteristik Keluarga Berdasarkan Pendidikan di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Bali
No
Pendidikan
Frekuensi
Presentase
1
Tidak sekolah
1
2,3
2
SD
7
16,3
3
SLTP
10
23,3
3
SLTA
20
46,5
4
Perguruaan tinggi
5
11,6
Total
43
100,0
Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui karakteristik keluarga berdasarkan pendidikan menunjukkan
dari
43
responden,
terdapat
20
orang
(46,5%)
tamat
SLTA.
Tabel 3 Karakteristik Keluarga Berdasarkan Pekerjaan di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali
No
Pekerjaan
Frekuensi
Presentase
1
Tidak bekerja
8
18,6
2
TNI/POLRI
4
9,3
3
Swasta
12
27,9
4
Wiraswasta
12
27,9
5
Tani
7
16,3
Total
43
100,0
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui karakteristik keluarga berdasarkan pekerjaan
menunjukkan jumlah tertinggi karyawan swasta dan wiraswasta yaitu masing-masing sebanyak
12 orang (27,9%). Sedangkan karakteristik keluarga berdasarkan pekerjaan menunjukkan jumlah
terendah adalah TNI/POLRI sebanyak 4 orang (9,3%).

Konas jiwa XII Kalimantan Barat | 135

Tabel 4 Karakteristik Keluarga Berdasarkan Hubungan dengan Klien di Ruang IRD Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Bali
No
Hubungan dengan Klien
Frekuensi
Presentase (%)
1
Suami
6
14,0
2
Istri
6
14,0
3
orang tua
14
32,6
4
Saudara
10
23,3
5
Paman/Bibi
2
4,7
6
Sepupu
4
9,3
7
Anak
1
2,3
Total
43
100
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui karakteristik keluarga berdasarkan hubungan
dengan klien menunjukkan jumlah tertinggi yaitu 14 orang (32,6%) adalah orang tua klien.
Sedangkan hubungan anak merupakan jumlah terendah dengan jumlah 1orang (2,3%).
Tabel 5. Karakteristik Klien Berdasarkan Jumlah Dirawat di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Bali
No Jumlah dirawat (dalam setahun)
Frekuensi
Presentase (%)
1
Tidak pernah
3
7,0
2
1 kali
17
39,5
3
≥2 kali
23
53,5
Total
43
100,0
Berdasarkan tabel 5, dapat diketahui karakteristik klien berdasarkan jumlah dirawat
merupakan jumlah tertinggi yaitu 23 orang (53,5%) klien dirawat lebih dari dua kali dalam
setahun, dan jumlah terendah adalah tidak memerlukan perawatan rumah sakit jiwa dalam
setahun yaitu sebanyak 3 orang (7,0%).
Tabel 6 Persepsi Keluarga tentang Skizofrenia di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali
No
Persepsi keluarga Keluarga
Frekuensi
Presentase
1
Sangat baik
5
11,6
2
Baik
17
39,5
3
Cukup
12
27,9
4
Kurang
9
20,9
Total
43
100
Berdasarkan tabel 6, dapat diketahui jumlah tertinggi responden memiliki persepsi yang baik,
yaitu sejumlah 17 orang (39,5%)s sedangkan jumlah terendah keluarga memiliki persepsi yang
sangat baik yaitu sejumlah 5 orang (11,6%).
Tabel 7 Ekspresi Emosi Keluarga dengan Skizofrenia di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali
No
Ekspresi Emosi
Frekuensi
Presentase
1
2
3

Baik
Cukup
Kurang
Total

4
30
9
43

9,3
69,8
20,9
100
Konas jiwa XII Kalimantan Barat | 136

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa sebagian besar keluarga skizofrenia memiliki ekspresi
emosi yang masuk dalam kategori cukup, yaitu sebanyak 30 orang (69,8%). Data terendah
didapatkan pada tingkat ekspresi emosi baik, yaitu sebanyak 4 orang (9,3%).
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Kekambuhan Klien Skizofrenia di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Bali
No
Jumlah dirawat
Frekuensi
Presentase (%)
1
Ringan
3
7,0
2
Sedang
17
39,5
3
Berat
23
53,5
Total
43
100,0
Berdasarkan tabel 5.8, diketahui frekuensi kekambuhan skizofrenia paling banyak berada pada
tingkat kekambuhan berat yaitu sebanyak 23 orang (53,5%), sedangkan tingkat kekambuhan
ringan
menunjukkan
data
terendah
yaitu
sebanyak
3
orang
(7,0%).
Tabel 9 Hasil Analisis Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Skizofrenia Dengan Frekuensi
Kekambuhan Klien Skizofrenia Di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali Tahun 2015
Frekuensi Kekambuhan Klien Skizofrenia
Correlation
Total
P value
Persepsi
Coefficient
Ringan
Sedang
Berat
No
keluarga
f
%
f
%
f
%
f
%
1 Sangat baik
100
2
2
1
5
40
40
20
2

Baik

1

5,9

13

76,5

3

17,6

17

100

3

Cukup

0

0

2

16,7

10

83,3

12

100

4

Kurang

0

0

0

9

100

3

7,0

17

100
53,5

9

Total

0
39,5

43

100

23

0,000

0,709

Hasil uji statistik dengan uji Rank Spearman didapatkan nilai p value sebesar 0,000. Dalam
penelitian ini, nilai 0,000 < 0,05 sehingga menunjukkan Ha diterima, yang berarti ada hubungan
antara varabel persepsi keluarga tentang skizofrenia dengan frekuensi kekambuhan skizofrenia di
ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali tahun 2015. Dalam analisis penelitian didapatkan juga
nilai Correlation Coefficient +0,709 menunjukkan adanya hubungan positif antara variabel
persepsi keluarga tentang skizofrenia dengan variabel frekuensi kekambuhan skizofrenia, dimana
semakin baik persepsi keluarga maka frekuensi kekambuhan akan semakin menurun. Nilai 0,709
menunjukkan adanya asosiasi sedang antara kedua variabel persepsi keluarga dengan frekuensi
kekambuhan skizofrenia.

Konas jiwa XII Kalimantan Barat | 137

Tabel 10. Hasil Analisis Hubungan Ekspresi Emosi Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan
Skizofrenia di ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali
Frekuensi Kekambuhan Klien Skizofrenia
Correlation
Ekspresi
Total
P value Coefficient
No
emosi
Ringan
Sedang
Berat
keluarga
f
%
f
%
f
%
f
%
1 Sangat baik
0
0
0
0
0
0
0
0
2 Baik
100 0,000
1
3
0
4
25,0
75,0
0
0,550
3 Cukup
2
14
6,7
46,7 14
46,7 30 100
4 Kurang
100
0
0
9
9
0
0
100
Total

3

7,0

17

39,5

Pada penelitian, nilai p value yang
didapatkan
adalah
0,000
sehingga
menunjukkan bahwa ada hubungan antara
variabel ekspresi emosi keluarga denga
variabel frekuensi kekambuhan skizofrenia.
Dalam analisis nilai Correlation Coefficient
yang didapatkan adalah +0,550, hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan positif
antara kedua variabel, sehingga dapat
diartikan bila ekspresi emosi keluarga
semakin baik maka frekuensi kekambuhan
akan semakin menurun. Nilai 0,550
menunjukkan derajat hubungan antara
kedua variabel berada dalam kategori
sedang.
PEMBAHASAN
Pengalaman melakukan perawatan
selama bertahun-tahun akan membentuk
persepsi keluarga terhadap penderita. Upaya
yang telah dilakukan dalam jangka waktu
yang lama akan membentuk persepsi
keluarga terhadap kesembuhan dan
gangguan
jiwa.
Persepsi
tersebut
mempengaruhi
penerimaan
keluarga
terhadap
anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa sehingga hal
tersebut
dapat
mempengaruhi
cara
perawatan keluarga terhadap penderita.
Perawatan keluarga akan dipengaruhi oleh
kondisi
psikologis
keluarga
seperti
kekhawatiran, putus asa dan kesal. Kondisi
sosial budaya keluarga juga berpengaruh
pada perawatan keluarga diantaranya
labeling terhadap penderita, tidak adanya
pandangan negatif dari

23
53,5 43 100
lingkungan tetapi lingkungan bersikap tidak
peduli
terhadap
keluarga
penderita
gangguan jiwa (Prayitno, 2010)
Salah satu upaya penting dalam
penyembuhan dan pencegahan kekambuhan
kembali adalah dengan adanya persepsi
yang positif dari keluarga terhadap klien
skizofrenia. Keluarga merupakan sumber
bantuan terpenting bagi anggota keluarga
yang sakit, keluarga sebagai sebuah
lingkungan yang penting dari klien, yang
kemudian menjadi sumber dukungan sosial
yang penting. Persepsi yang positif akan
berpengaruh terhadap penerimaan keluarga
sehingga dapat melemahkan dampak stress
dan
secara
langsung
memperkokoh
kesehatan jiwa individual dan keluarga,
penerimaan keluarga merupakan strategi
koping penting untuk dimiliki keluarga saat
mengalami stress. Pembentukan persepsi
yang positif juga dapat berfungsi sebagai
strategi preventif untuk mengurangi stress
dan konsekwensi negatifnya. Dampak positif
dari persepsi positif keluarga adalah
meningkatkan penyesuaian diri seseorang
terhadap
kejadian-kejadian
dalam
kehidupan.
Hasil penelitian yang didapat
didukung oleh penelitian yang dilakukan
Lestari dan Kartinah (2010) yang berjudul
“Hubungan Persepsi Keluarga tentang
Gangguan Jiwa dengan Sikap Keluarga
kepada Anggota Keluarga yang mengalami
Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa”. Hasil
penelitian menunjukkan nilai p value adalah
0,001 yang menunjukkan bahwa ada
hubungan persepsi tentang gangguan jiwa
dengan sikap keluarga yang mempunyai
Konas jiwa XII Kalimantan Barat | 138

anggota keluarga gangguan jiwa di RSJD
Surakarta.
Angka kekambuhan pada penderita
skizofrenia yang tinggi disebabkan oleh
beberapa faktor, salah satu faktor yang
berperan sangat penting adalah ekspresi
emosi tinggi keluarga yang ditampilkan
kepada penderita, seperti critical comment
dan emotional over involvement atau terlalu
protektif. Oleh sebab itu, keluarga
direkomendasikan untuk tidak menghadapi
penderita dengan ekspresi emosi yang
berlebihan seperti marah, mengomel,
mengkritik, bermusuhan, keras, bicara kasar,
terlalu melindungi dan sebagainya karena
dapat menyebabkan frekuensi kekambuhan
penderita skizofrenia bertambah. Dalam
menghadapi dan menangani penderita,
keluarga dapat menampilkan ekspresi emosi
yang proporsional seperti sabar, menerima
penderita, memberikan respons yang positif
kepada penderita, menghargai penderita
sebagai anggota keluarga dan tidak terlalu
melindungi. Program intervensi keluarga
terbukti efektif menurunkan tingkat
kekambuhan para penderita skizofrenia.
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Marchira (2008) yang berjudul “Hubungan
Antara Ekspresi Emosi Keluarga Pasien
dengan Kekambuhan Penderita Skizofrenia
di RS dr. Sardjito Yogyakarta” yang
mendapatkan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara ekspresi emosi
keluarga dengan tingkat kekambuhan
skizofrenia di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta.
KESIMPULAN
Dari
hasil
penelitian,
dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara persepsi keluarga tentang
skizofrenia dan frekuensi kekambuhan
skizofrenia serta ekspresi emosi keluarga
dengan frekuensi kekambuhan skizofrenia.
dimana dari masing-masing hubungan,
terdapat hubungan yang positif antara dua
variabel yang berarti semakin baik persepsi
keluarga tentang skizofrenia maka frekuensi
kekambuhan akan semakin rendah dan
sebaliknya. Begitu pula dengan ekspresi

emosi keluarga, dimana semakin baik
ekspresi emosi keluarga maka frekuensi
kekambuhan skizofrenia akan semakin
rendah dan sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, D.R. dan Anwar, Z. (2013). Relaps
pada Pasien Skizofrenia. Jurnal
Ilmiah Psikologi Terapan, 1(01) : 5356
Arif, I.S. (2006). Memahami Dinamika
Keluarga Pasien Skizofrenia.
Bandung : Redika Aditama
Lestari, F.S. dan Kartinah. (2002). Hubungan
Persepsi
Keluarga
tentang
Gangguan Jiwa dengan Sikap
Keluarga
terhadap
Anggota
Keluarga
yang
Mengalami
Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa
Daerah
Surakarta.
Universitas
Muhammadiyah.
Marchira, C.R., Sumarni P., Lusla, P.W.,
(2008). Hubungan Antara Ekspresi
Emosi Keluarga Pasien dengan
Kekambuhan Penderita Skizofrenia
di RS. Dr. Sardjito Yogyakarta. Berita
Kedokteran Masyarakat, 24(4) : 172175.
Nurtantri, Ika Sari. (2005). Penentuan
Validitas dan Reliabilitas Family
Questionnaire (FQ) dalam Menilai
Ekspresi Emosi pada Keluarga yang
Merawat Penderita Skizorenia di
RSCM. Tesis tidak diterbitkan.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Pitoyo, A.Z. (2012). Jiwa yang Terbelah,
(online),
(http://www.emedicinehealth.com
diakses tanggal 15 Oktober 2014)
Prayitno. (2009). SPSS Untuk Analisis
Korelasi, Regresi dan Multivariate.
Jogyakarta : Gava Medika
Stuart ,Sundeen. (2005). Principles and
practice of psychiatric nursing. (7th
edition). St Louis: Mosby
Videbeck,
S.L.
(2008).
Buku
Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Konas jiwa XII Kalimantan Barat | 139

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT EKSPRESI EMOSI KELUARGA DENGAN KEKAMBUHAN PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DR. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG

0 5 39

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG SKIZOFRENIA PADA KELUARGA PENDERITA SKIZOFRENIA DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SKIZOFRENIA

0 2 59

HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI WILAYAH KERJA Hubungan Peran Keluarga Dengan Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Di Wilayah Kerja Puskesmas Cawas I Klaten.

0 2 14

HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI WILAYAH KERJA Hubungan Peran Keluarga Dengan Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Di Wilayah Kerja Puskesmas Cawas I Klaten.

0 1 17

Hubungan Persepsi Keluarga tentang Skizofrenia dan Ekspresi Emosi Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Skizofrenia di IRD RSJ Provinsi Bali.

6 20 51

PENGARUH EKSPRESI EMOSI KELUARGA TERHADAP FREKUENSI KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA.

0 1 4

EKSPRESI EMOSI KELUARGA DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA | Pardede | Idea Nursing Journal 6446 13556 1 SM

0 2 9

UPAYA KELUARGA MENCEGAH KEKAMBUHAN PADA ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJ Dr. RADJIMAN WEDIJODININGRAT LAWANG

0 0 10

PENGARUH EKSPRESI EMOSI KELUARGA TERHADAP FREKUENSI KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

1 0 72

HUBUNGAN STRES PSIKOLOGIS DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJ GRHASIA DIY NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Stres Psikologis dengan Frekuensi Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia di RSJ Grhasia DIY - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 12