TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 312 K/AG/2008 TENTANG SENGKETA HARTA PENINGGALAN ANTARA ANAK ANGKAT DENGAN SAUDARA KANDUNG ORANG TUA ANGKAT DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM.
“TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 312
K/AG/2008 TENTANG SENGKETA HARTA PENINGGALAN ANTARA
ANAK ANGKAT DENGAN SAUDARA KANDUNG ORANG TUA ANGKAT
DITINJAU DARI INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 1991
TENTANG KOMPILASI HUKUM ISLAM”.
ABSTRAK
Praktek pengangkatan anak di kalangan masyarakat Indonesia pada
umumnya dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak memperoleh
keturunan dan jalan keluar alternatif bagi pasangan suami isteri yang tidak
memiliki anak. Kedudukan dan hak anak angkat atas harta peninggalan
orang tua angkat di Indonesia belum terdapat unifikasi aturan hukum yang
mengaturnya. Kedua hal tersebut diatur baik dalam KHI maupun Hukum
Adat. Tinjauan terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor 312/k/AG/2008
bertujuan untuk mengetahui kedudukan dan hak anak angkat atas harta
peninggalan orang tua angkat menurut KHI di Pengadilan Agama.
Metode Penelitian yang digunakan dalam studi kasus ini adalah yuridis
normatif yaitu menekankan pada norma hukum, disamping juga menelaah
kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, terutama Instrurksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.
Pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan melalui studi kepustakaan
terhadap bahan-bahan hukum yang relevan.
Berdasarkan Pertimbangan
Putusan Mahkamah Agung Nomor
312/K/AG/2008 mengenai sengketa harta peninggalan antara anak angkat
dengan saudara kandung orang tua angkat, pengangkatan anak tidak
memutuskan hubungan nasab atau darah anatara anak angkat dengan orang
tua kandungnya, dikarenakan prinsip pengangkatan anak dalam KHI hanya
berupa peralihan tanggung jawab dari orang tua kandung kepada orang tua
angkat mengenai pemeliharaan dalam kehidupan sehari-hari dan biaya
pendidikan anak angkat. Kedudukan anak angkat menurut KHI bukan
merupakan ahli waris dari orang tua angkat karena dasar mewaris menurut
Pasal 171 huruf c KHI adalah adanya hubungan darah atau nasab /
keturunan. Berdasarkan ketentuan Pasal 209 ayat (2) KHI, anak angkat
mendapatkan wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 bagian dari harta
peninggalan orang tua angkat.
iv
K/AG/2008 TENTANG SENGKETA HARTA PENINGGALAN ANTARA
ANAK ANGKAT DENGAN SAUDARA KANDUNG ORANG TUA ANGKAT
DITINJAU DARI INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 1991
TENTANG KOMPILASI HUKUM ISLAM”.
ABSTRAK
Praktek pengangkatan anak di kalangan masyarakat Indonesia pada
umumnya dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak memperoleh
keturunan dan jalan keluar alternatif bagi pasangan suami isteri yang tidak
memiliki anak. Kedudukan dan hak anak angkat atas harta peninggalan
orang tua angkat di Indonesia belum terdapat unifikasi aturan hukum yang
mengaturnya. Kedua hal tersebut diatur baik dalam KHI maupun Hukum
Adat. Tinjauan terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor 312/k/AG/2008
bertujuan untuk mengetahui kedudukan dan hak anak angkat atas harta
peninggalan orang tua angkat menurut KHI di Pengadilan Agama.
Metode Penelitian yang digunakan dalam studi kasus ini adalah yuridis
normatif yaitu menekankan pada norma hukum, disamping juga menelaah
kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, terutama Instrurksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.
Pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan melalui studi kepustakaan
terhadap bahan-bahan hukum yang relevan.
Berdasarkan Pertimbangan
Putusan Mahkamah Agung Nomor
312/K/AG/2008 mengenai sengketa harta peninggalan antara anak angkat
dengan saudara kandung orang tua angkat, pengangkatan anak tidak
memutuskan hubungan nasab atau darah anatara anak angkat dengan orang
tua kandungnya, dikarenakan prinsip pengangkatan anak dalam KHI hanya
berupa peralihan tanggung jawab dari orang tua kandung kepada orang tua
angkat mengenai pemeliharaan dalam kehidupan sehari-hari dan biaya
pendidikan anak angkat. Kedudukan anak angkat menurut KHI bukan
merupakan ahli waris dari orang tua angkat karena dasar mewaris menurut
Pasal 171 huruf c KHI adalah adanya hubungan darah atau nasab /
keturunan. Berdasarkan ketentuan Pasal 209 ayat (2) KHI, anak angkat
mendapatkan wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 bagian dari harta
peninggalan orang tua angkat.
iv