Refleksi Deskriminalisasi Bibit-Chandra.
ts'EPUTAR
INDONESIA
o Selsss
4
5
20
0
6
21
0
Rabu
7
22
8
23
K,m;s 0 Jumat
9
10
11
24
25
26
OM;" OAp, o Me/ OJun OJul 0 Ags
Slbtu
~ 27
OSep
13
0 Minggu
28
OOkt
14
29
15
ONov
30
16
31
.Des
RefleksiDekriminalisas
Bibit-Chandra
~-
;
-.-
=
-- -.-
-
-=-
-
""""'"""--~ --......-
\;Romli
'Atmasasmita
Guru BesarHukum
PidanaUniversitas
Padjajaran
K
asusBibit-Chandrakinidi-
anggap telahselesai hanya
dengan dua peristiwa, yaitu terbimya SKPP oleh kejaksaan
dan surat keputusan Presiden yang
menetapkan kembali Bibit-Chandra selaku pimpinan KPK.
Apakah sesederhana itu? Jawabannya, tidak! KasusBibit-Chandra merupakan cermin dari karakter masyarakat yang oleh-Hobbes
pad a sekitar abad 16-17 disebut
berupa persaingan (competitive),
ketidakpercayaan
(distrust), kemenangan (glory) yang cenderung
mencurigai dengan tujuan mempertahankan kekuasaannya.
Ketiga karakter dalam konsep
Hobbes terse but dapat diuraikan
dalam kasus Bibit -Chandra. Kita Iihat bahwaKPK,Polri,danKejaksa-
an Agung terjebak di dalam
persaingan-disadari atau tidak disadari-antara sesamamereka.
Mengapa tidak? Hal ini disebabkan ketidakpercayaan p~blik
terhadap kedua lembaga penegak
hukum konvensional semakin tidak surut sejak dicanangkannya
Orde Reformasi dengan diterbitkannyaUU KPK.Apalagikinerja
KPK yang sangat agresif dalam
menangkap, menahan, dan menuntut tanpa ada pembatasanpembatasan atau intervensi dari
kekuasaan mana pun dengan wewenang yang luar biasa. Bahkan
anggaran KPK sebagai lembaga
baru melebihiPolridan Kejaksaan
Agung,termasuk penerapan remunerasinya.
Masyarakat selalu mendewakan KPKserta mengerdilkan Polri
dan Kejaksaan Agung karena keterbatasan wewenangdan sarana
serta prasarana. Karakter ketidakpercayaan tampak pada apresiasi p~Iik_t.:.rha~ap Polri dan
perkataan menegaskan bahwa di
baIik tujuan baik dari kebijakan
pemerintah-khusus di bidang
legislasi-terkandung maksud untuk membatasihak asasiseseorang
atau sekelompok orang baik di
bidang ekonomi, sosial, politik
maupunhukum.
Kondisi ini hanya terjadi di
dalam sistem pemerintahan yang
bersifat otoritarian. Penetapan
Bibit-Chandra selaku tersangka
tidak terlepas dari ketiga karakter
tersebut di atas dan kecenderungan sistem kekuasaan otoritarian,
sekalipunbanyakUU yangmendukung dan memperkuat HAM
Jika direnungkan, sistem ke- dan demokrasi. Proses dekrikuasaan negara, termasuk sistem minalisasiterhadap Bibit-Chandra
melalui proses "rekonsiliasi" dari
peraailan pidana yang berkemketigakaraktertersebutdiatas dan
bang diIndonesia,cenderung kuat
mempertahankan citra baik pemenganut sistem paternalistis
yangolehGeraldDworkindirumus- negakan hukum yang seharusnya
kan: theinterferencewith person's memperkuat kepastian hukum
libertyofactionjustifiedbyreasons dankeadilan.
Jika hasil dari rekonsiliasi
refering exclusivelyto the weltersebut memunculkan "keunikan
fare,good,happiness,needs,interests
orvaluesoftheperson
beingcoerced. hukum" (legal uniqueness) bukanInti karakter paternaIistis ada- lah sesuatu yang mustahil karena
dari sisi sistem proses rekonsiliasi
lah intervensiterhadap kehidupan
justru bertentangan
secara didan aktivitas perseorangan atau
ametral dengan asas kepastian
kelompok dengan alasan-alasan
hukum dan keadilan berdasarkan
untuk kepentingan perseorangan
atau kelompokdimaksud. Ka- KUHAP. Keunikan hukum tedari pelanggaran
ke. asas
--.......rakter 'patern~istis denganlain cermin
Kejaksaan Agungyang rendah dibandingkandenganterhadapKPK
yang berdampak terhadap Pre.
siden selakupemegangkekuasaan
atas sumber daya m.musia dan
alam serta alat-alat kekuasaan
negara.
Keduakaraktertersebut dipicu
olehkarakter ketigayangtidak terlepas dari kecurigaan terhadap
setiap langkah hukum oleh KPK
dan aktivitas masyarakat yang
mengkritisi kekuasaan; termasuk
terhadap derpo peringatan Hari
AntikorupsiSedunia.
***
Kllplng
Humas
Un pad
2009
pastian hukum dan asas keadilan
terhadap orang lain (kebetulan
bukan pimpinan KPK) yang
ditangani Polri dan Kejaksaan
A&ung.
***
Muneulnya permohonan pra. peradilanmerupakankonsekuensi
dari deviasi hukum tersebut. Deviasi yang melanggar asas kepastian hukum dimaksud IIdalah
pembentukan Tim 8, pernyataan
Presiden agar perkara Bibit-Chan-
dra tidak dilanjutkan ke pengadian,dan terbitnya SKPP.
Deviasi itu melanggar asas
keadilan. Dapat dilihat bahwa
rekonsiliasi dengan segala earanya
itu tidak diterapkan secara selektif
terhadap mereka yang telah
ditetapkan sebagaitersangka oleh
kepolisian dan telah dinyatakan
bukti lengkap(P21)olehkejaksaan
untuk diteruskan kepengadilan.
Inti ketidakadilan dari deviasi
hukum ini adalah bentuk ketidaksamaanperlakuan di mukahukum
oleh tindakan negara terhadap
tersangka lain, termasuk imbauan Presiden kepada Kejaksaan
Agung dan Polri. Kondisi objektif
di atas tidak akan pernah berhenti
dalam sistem penegakan hukum di
Indonesia jika tarikan kepentingan untuk tetap berdemokrasi tanpa
ada pembatasan pengaturan dan
dengan pembatasan pengaturan
setiap tindakan perseorangan atau
masyarakat.
Saluran yang paling tepat
untuk menghentikan konflik sosial
dan kelembagaan ini ada pad a
tangan perwakilan rakyat (DPR
RIlDPRD). Ketidakmampuan anggota Dewan bersikap dan berperilaku sesuai dengan aspirasi
rakyat pasti menimbulkan "parlemen jalanan" yang semakin meningkat.Kondisiini tentuakan berujung pada solusi dalam bentuk
deviasi-deviasi hukum kelak.
Diharapkan deviasi hukum seperti~asusBi~it -Chandrahanxa te!:'
Kondisi
objektifdi
atastidakakan
pernahberhenti
dalamsistem
penegakan
hukum
diIndonesiajika
ta rikan kepen-
tinganuntuktetap
berdemokrasi
tanpaadapembatasanpengaturandan denganpembatasan
pengaturan
setiap
tindakanperseorangan
atau
masyarakat.
jadi satu kali dan untuk terakhir
kalinya tanpa keeuali dan tanpa
alasan apa pun sekalipun demi kepentingan negara dan pemberantasankorupsi. Motifdantujuanpenetapan Bibit-Chandra selaku
tersangka yang diakhiri dengan
eara rekonsiliasi merupakan sejarah kelam bangsaIndonesilldalam
penegakanhukumdanHAM.(*)
Pull out: Kondisi 0bjektif di atas
tidak akan pernah berhenti dalam
sistem penegakan hukum di Indonesia jika tarikan kepentingan
untuk tetap berdemokrasi tanpa
ada pembatasan pengaturan dan
dengan pembatasan pengaturan
setiap tindakan perseoranganatau
masyarakat.(*1..
INDONESIA
o Selsss
4
5
20
0
6
21
0
Rabu
7
22
8
23
K,m;s 0 Jumat
9
10
11
24
25
26
OM;" OAp, o Me/ OJun OJul 0 Ags
Slbtu
~ 27
OSep
13
0 Minggu
28
OOkt
14
29
15
ONov
30
16
31
.Des
RefleksiDekriminalisas
Bibit-Chandra
~-
;
-.-
=
-- -.-
-
-=-
-
""""'"""--~ --......-
\;Romli
'Atmasasmita
Guru BesarHukum
PidanaUniversitas
Padjajaran
K
asusBibit-Chandrakinidi-
anggap telahselesai hanya
dengan dua peristiwa, yaitu terbimya SKPP oleh kejaksaan
dan surat keputusan Presiden yang
menetapkan kembali Bibit-Chandra selaku pimpinan KPK.
Apakah sesederhana itu? Jawabannya, tidak! KasusBibit-Chandra merupakan cermin dari karakter masyarakat yang oleh-Hobbes
pad a sekitar abad 16-17 disebut
berupa persaingan (competitive),
ketidakpercayaan
(distrust), kemenangan (glory) yang cenderung
mencurigai dengan tujuan mempertahankan kekuasaannya.
Ketiga karakter dalam konsep
Hobbes terse but dapat diuraikan
dalam kasus Bibit -Chandra. Kita Iihat bahwaKPK,Polri,danKejaksa-
an Agung terjebak di dalam
persaingan-disadari atau tidak disadari-antara sesamamereka.
Mengapa tidak? Hal ini disebabkan ketidakpercayaan p~blik
terhadap kedua lembaga penegak
hukum konvensional semakin tidak surut sejak dicanangkannya
Orde Reformasi dengan diterbitkannyaUU KPK.Apalagikinerja
KPK yang sangat agresif dalam
menangkap, menahan, dan menuntut tanpa ada pembatasanpembatasan atau intervensi dari
kekuasaan mana pun dengan wewenang yang luar biasa. Bahkan
anggaran KPK sebagai lembaga
baru melebihiPolridan Kejaksaan
Agung,termasuk penerapan remunerasinya.
Masyarakat selalu mendewakan KPKserta mengerdilkan Polri
dan Kejaksaan Agung karena keterbatasan wewenangdan sarana
serta prasarana. Karakter ketidakpercayaan tampak pada apresiasi p~Iik_t.:.rha~ap Polri dan
perkataan menegaskan bahwa di
baIik tujuan baik dari kebijakan
pemerintah-khusus di bidang
legislasi-terkandung maksud untuk membatasihak asasiseseorang
atau sekelompok orang baik di
bidang ekonomi, sosial, politik
maupunhukum.
Kondisi ini hanya terjadi di
dalam sistem pemerintahan yang
bersifat otoritarian. Penetapan
Bibit-Chandra selaku tersangka
tidak terlepas dari ketiga karakter
tersebut di atas dan kecenderungan sistem kekuasaan otoritarian,
sekalipunbanyakUU yangmendukung dan memperkuat HAM
Jika direnungkan, sistem ke- dan demokrasi. Proses dekrikuasaan negara, termasuk sistem minalisasiterhadap Bibit-Chandra
melalui proses "rekonsiliasi" dari
peraailan pidana yang berkemketigakaraktertersebutdiatas dan
bang diIndonesia,cenderung kuat
mempertahankan citra baik pemenganut sistem paternalistis
yangolehGeraldDworkindirumus- negakan hukum yang seharusnya
kan: theinterferencewith person's memperkuat kepastian hukum
libertyofactionjustifiedbyreasons dankeadilan.
Jika hasil dari rekonsiliasi
refering exclusivelyto the weltersebut memunculkan "keunikan
fare,good,happiness,needs,interests
orvaluesoftheperson
beingcoerced. hukum" (legal uniqueness) bukanInti karakter paternaIistis ada- lah sesuatu yang mustahil karena
dari sisi sistem proses rekonsiliasi
lah intervensiterhadap kehidupan
justru bertentangan
secara didan aktivitas perseorangan atau
ametral dengan asas kepastian
kelompok dengan alasan-alasan
hukum dan keadilan berdasarkan
untuk kepentingan perseorangan
atau kelompokdimaksud. Ka- KUHAP. Keunikan hukum tedari pelanggaran
ke. asas
--.......rakter 'patern~istis denganlain cermin
Kejaksaan Agungyang rendah dibandingkandenganterhadapKPK
yang berdampak terhadap Pre.
siden selakupemegangkekuasaan
atas sumber daya m.musia dan
alam serta alat-alat kekuasaan
negara.
Keduakaraktertersebut dipicu
olehkarakter ketigayangtidak terlepas dari kecurigaan terhadap
setiap langkah hukum oleh KPK
dan aktivitas masyarakat yang
mengkritisi kekuasaan; termasuk
terhadap derpo peringatan Hari
AntikorupsiSedunia.
***
Kllplng
Humas
Un pad
2009
pastian hukum dan asas keadilan
terhadap orang lain (kebetulan
bukan pimpinan KPK) yang
ditangani Polri dan Kejaksaan
A&ung.
***
Muneulnya permohonan pra. peradilanmerupakankonsekuensi
dari deviasi hukum tersebut. Deviasi yang melanggar asas kepastian hukum dimaksud IIdalah
pembentukan Tim 8, pernyataan
Presiden agar perkara Bibit-Chan-
dra tidak dilanjutkan ke pengadian,dan terbitnya SKPP.
Deviasi itu melanggar asas
keadilan. Dapat dilihat bahwa
rekonsiliasi dengan segala earanya
itu tidak diterapkan secara selektif
terhadap mereka yang telah
ditetapkan sebagaitersangka oleh
kepolisian dan telah dinyatakan
bukti lengkap(P21)olehkejaksaan
untuk diteruskan kepengadilan.
Inti ketidakadilan dari deviasi
hukum ini adalah bentuk ketidaksamaanperlakuan di mukahukum
oleh tindakan negara terhadap
tersangka lain, termasuk imbauan Presiden kepada Kejaksaan
Agung dan Polri. Kondisi objektif
di atas tidak akan pernah berhenti
dalam sistem penegakan hukum di
Indonesia jika tarikan kepentingan untuk tetap berdemokrasi tanpa
ada pembatasan pengaturan dan
dengan pembatasan pengaturan
setiap tindakan perseorangan atau
masyarakat.
Saluran yang paling tepat
untuk menghentikan konflik sosial
dan kelembagaan ini ada pad a
tangan perwakilan rakyat (DPR
RIlDPRD). Ketidakmampuan anggota Dewan bersikap dan berperilaku sesuai dengan aspirasi
rakyat pasti menimbulkan "parlemen jalanan" yang semakin meningkat.Kondisiini tentuakan berujung pada solusi dalam bentuk
deviasi-deviasi hukum kelak.
Diharapkan deviasi hukum seperti~asusBi~it -Chandrahanxa te!:'
Kondisi
objektifdi
atastidakakan
pernahberhenti
dalamsistem
penegakan
hukum
diIndonesiajika
ta rikan kepen-
tinganuntuktetap
berdemokrasi
tanpaadapembatasanpengaturandan denganpembatasan
pengaturan
setiap
tindakanperseorangan
atau
masyarakat.
jadi satu kali dan untuk terakhir
kalinya tanpa keeuali dan tanpa
alasan apa pun sekalipun demi kepentingan negara dan pemberantasankorupsi. Motifdantujuanpenetapan Bibit-Chandra selaku
tersangka yang diakhiri dengan
eara rekonsiliasi merupakan sejarah kelam bangsaIndonesilldalam
penegakanhukumdanHAM.(*)
Pull out: Kondisi 0bjektif di atas
tidak akan pernah berhenti dalam
sistem penegakan hukum di Indonesia jika tarikan kepentingan
untuk tetap berdemokrasi tanpa
ada pembatasan pengaturan dan
dengan pembatasan pengaturan
setiap tindakan perseoranganatau
masyarakat.(*1..