Priangan tak Pernah Berontak.

Pikiran

Rakyat

o Senin o Selasa o Rabu

. Kamis0 Jumato Sabtu

123
17
OJan

4

18

19
8Peb

6


5
20

o Mar

21
OApr

Sains

P

ERJUANGAN kemerdekaan
terhadap kolonialisme adalah
sejarah yang nyata. Akan
tetapi, apa yang terjadi di wilayah
Priangan di abad ke-19 adalah suatu
kekeeualian. Kolonialisme telah menciptakan kondisi, yang menyebabkan
pergolakan sosial. Dominasi ekonomi,
politik, dan kultural di masa kolonial

telah mengakibatkan timbulnya disorganisasi di kalangan masyarakat tradisional beserta lembaga-Iembaganya.
Ekonomi adalah faktor utama terjadinya pergolakan sosial di masa
kolonial. Faktor lainnya adalah sosial,
politik, budaya, dan agama. Memburuknya kondisi ekonomi, sering menjadi pemicu utama terjadinya gerakan
perlawanan; damai atau bersenjata.
Seperti di Eropa, gerakan revolusi
Prancis berasal dari kelompok-kelompok tuan tanah kepada keluarga kerajaan. Mereka menghendaki tata
ekonomi seperti perpajakan dan
kepemilikan tanah, tidak menjadi
bagian monopoli keluarga kerajaan.
Di Indonesia, kondisi kemiskinan
dan ketidakadilan politik menjadi faktor gerakan-gerakan politik kemerdekaan. Semisal gerakan Diponegoro, Sultan Agung, dan masih
banyak eontoh lain. Sejarah Indonesia
mengabarkan bahwa gerakan pemberontakan merupakan eara dominan
melawan kolonial VOC dan pemerintah Hindia-Belanda.
Namun, hasil penelitian Dr. Mumuh Muhsin Zakaria menunjukkan
ada yang berbeda di wilayah Priangan.
Ttdak ada gerakan perlawanan dan
gerakan sosial, yang signifikan di
wilayah Priangan pada abad ke-19.

Penelitian berjudul Priangan Abad
Ke-19 Dalam Arus Dinamika SoslalEkonomi adalah disertasi Program
Doktor Fakultas Sastra Universitas
Padjadjaran, "Masalahnya, ekonomi
di Priangan tidak seburuk di wilayah
lain. Selain itu, para pimpinan lembaga tradisional juga berperan baik," ujar
Mumuh saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (5/2).
"Kondisi geografis pun sangat mendukung, karena memungkinkan untuk
menanam berbagai jenis tanaman,
tanpa mengganggu pertanian padi
rakyat. Dengan perluasan lahan dan
penambahan pt'oduksi berbagai komoditas pertanian, menuntut bertam-

7
22

8

9


23

OMei

OJun

10
24

25

OJul

G]

12

26

27


0

Ags

o Sep

o Minggu
14

13
28

0

Okt

15
29


16
30

ONov

31

ODes

Priangan
tak Pernah Berontak
bahnya tenaga kerja dan fasilitas pendukung lainnya," katanya seperti ditulis dalam disertasi.
Pada disertasinya, Mumuh menjelaskan bahwa kondisi sosial ekonomi
masyarakat Priangan adalah eukup
baik. Kondisi yang berbeda dibanding
masyarakat di pulau Jawa pada umumnya. Ia mengatakan, penyebab kondisi
kondusif itu karena kebijakan Preangerstelsel. Kebijaan itu membebaskan petani membayar pajak kepada
pemerintah.
Saat itu, katanya, potensi ekonomi
Priangan digenjot untuk memenuhi

pasar perdagangan intemasional. Sebagian besar komponen masyarakat
dalam mengusahakan tanaman
komersial seperti nila, kopi, teh, dan
kina. "Sistem ekonomi Belanda berbeda di setiap wilayah. Di luar Priangan
artinya di sebagian besar pulau Jawa
diberlakukan sistem tanam paksa,"
ujamya.
Sistem Preangerstelsel, kata Mumuh, tidak diketahui kapan mulainya.
Sistem ini menerapkan prinsip bahwa
pemerintah tidak menuntut sewa
tanah dan beban lain dari rakyat. Penguasa pribumi tidak memiliki gaji.
Sebagai gantinya mereka dapat mempertahankan otoritasnya menarik pajak dari penduduk. Penduduk diwajibkan menanam kopi dan hasilnya dijual ke pemerintah.
"Meski ada tanaman wajib, dari
penelitian ditemukan bahwa sistem
ekonomi pertanian (pribumi) tetap
berjalan. Ttdak ada yang meng-

.

hingkan," ujamya. Kebijakan ekonomi juga berjalan, seiring dengan tindakan politik para pemimpinnya.

Menurut Mumuh, sepanjang abad ker
19, para pemimpin di wilayah Priangan tidak menjadi penghisap bagi
rakyat. Perilaku penguasa dan elit
lokalnya memiliki 'kesalehan sosial'
sebagai ekspresi dari karakter kesantriannya. Ditambah kultur feodalisme
mulai eair, karena tidak ada sttuktur
kerajaan lagi pada zaman itu.
Indikator kebahagiaan ekonomi dan
kesejahteraan rakyat di Priangan
adalah pertumbuhan penduduk (mortalitas dan rendahnya kematian), pendapatan yang bagus dan mobilitas
sosial. Mumuh mengatakan, saat itu
Priangan memiliki angka kriminalitas
yang rendah, tidak terdapat bencana
kelaparan dan lain sebagainya. Dengan demikian, tidak ada pemberontakan dan gejolak sosial. Sebagai
infonnasi, saat kerajaan
Sumedanglarang yang menguasai Priangan berafiliasi dengan Mataram,
status raja berubah menjadi bupati.
Dan kerajaan Sumedanglarang
berubah nama menjadi Kabuparen
Sumedang.

"Kesimpulan saya adalah terjadi
hubungan simbiosis mutualisme dalam
hal ekonomi, sehingga tidak menimbulkan gejolak," ujar Mumuh, yang
saat ini mengajar di Jurusan Sejai-ah
Fakultas Sastra Unpad. ***

.

agus rakasiwi
kampus_pr@yahoo.eom

HEYKAL SYA.BA~

DOKUMENTASI salah.satu keluarga Belanda di wilayah Perkebunan Priangan abad ke-19. Hubungan simbiosis mutualisme dalam hal ekonomi antara
Pemerintah Hindia Belanda dan penguasa Priangan meniadakan gerakan perlawanan dan gerakan sosial signifikan di wilayah ini pada abad ke-19. *
..

Kliping Humas Unpad 2010