MD S2 Kaidah Bahasa Indonesia 2

Kaidah Bahasa Indonesia 2
1.

Pertalian Makna

Pertalian makna atau hubungan makna adalah hubungan kemaknaan antara sebuah kata
atau satuan bahasa (frase, klausa, kalimat) dengan kata atau satuan bahasa lainnya.
Hubungan ini dapat berupa kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonimi),
kegandaan makna (polisemi), kelainan makna (homonimi), dan ketercakupan makna
(hiponimi).
a.

Sinonimi

Sinonimi adalah suatau istilah yang dapat dibatasi sebagai, (1) telaah mengenai
bermacam-macam kata yang memiliki makna yang sama, atau (2) keadaan di mana dua
kata atau lebih memeiliki makna yang sama (Gorys Keraf, 2010:34). Contoh kata
meninggal, bersinonim dengan: wafat, gugur, mati, dan tewas.
b.

Antonimi


Antonim atau antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran
yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu
dengan yang lain (Abdul Chaer, 2012: 299). Misalnya, kata buruk berantonim dengan
kata baik; kata mati berantonim dengan kata hidup; dan kata membeli berantonim
dengan kata menjual.
c.

Homonimi

Homonimi adalah relasi makna antarkata yang ditulis atau dilafalkan sama tetapi
maknanya berbeda. Kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya berbeda disebut
homograf, sedangkan yang dilafalkan sama tetapi makna berbeda disebut homofon.
Contoh homograf adalah kata tahu yang berarti makanan yang berhomograf dengan kata
tahu yang berarti paham dan buku yang berarti kitab berhomograf dengan buku yang
berarti ruas , sedangkan kata masa yang berarti waktu berhomofon dengan kata massa
yang berarti jumlah besar yang menjadi satu kesatuan .
Di dalam kamus, kata-kata yang termasuk homofon muncul sebagai lema (entri) yang
terpisah. Misalnya, kata tahu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia muncul sebagai dua
lema sebagai berikut ini.


1ta.hu (v) mengerti
2ta.hu

sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dsb);

(n) makanan dari kedelai putih yang digiling halus-halus, direbus dan dicetak.

Contoh lain homonim yang homograf:
Mental= terpelanting; mental= batin, jiwa
apel= nama buah; apel=upacara; apel= kencan

Contoh homonim yang homofon:
bang = kakak; bank = tempat atau lembaga ekonomi
sangsi = ragu; sanski = hukuman

Contoh homonim yang homofon dan homograf:
bisa= dapat, mampu; bisa= racun
kali= sungai; kali= lipat
d.


Polisemi

Istilah polisemi memiliki arti banyak makna. Polisemi berkaitan dengan kata atau frasa yang
memiliki beberapa makna yang berhubungan. Hubungan antarmakna ini disebut
polisemi. Di dalam penyusunan kamus, seperti yang disebut di atas, kata-kata yang
berhomonimi muncul sebagai lema (entri yang terpisah), sedangkan kata yang
berpolisemi muncul sebagai satu lema namun dengan beberapa penjelasan. Misalnya, kata
sumber dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia muncul sebagai satu lema, tetapi dengan
beberapa penjelasan seperti berikut.
Sum.ber (n)

1tempat

keluar (air atau zat cair); sumur; 2asal (dl berbagai arti)

Dilihat dari relasi gramatikalnya, ada dua jenis relasi makna, yaitu relasi sintagmatik dan
paradigmatik. Relasi makna sintagmatis adalah relasi antarmakna kata dalam satu frasa
atau kalimat (hubungan horizontal). Sebagai contoh hubungan makna antara saya,
membaca, dan buku dalam kalimat Saya membaca buku. Di sisi lain, relasi paradigmatis

adalah relasi antarmakna kata yang menduduki gatra sintaktis yang sama dan dapat
saling menggantikan dalam satu konteks tertentu (hubungan vertikal). Hubungan
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Saya membeli bunga ………………untuk hadiah ulang tahun ibu saya.
Mawar, anggrek , aster, tulip

Relasi makna antara kata mawar, anggrek, aster, dan tulip merupakan relasi paradigmatis.
2.

Perubahan Makna

Perubahan makna dalam suatu bahasa sangat mungkin muncul sesuai dengan
perkembangan pemikiran masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan. Perubahan
makna kata terjadi karena adanya perkembangan dalam ilmu dan teknologi,
perkembangan sosial dan budaya, adanya perbedaan bidang pemakaian, adanya
asosiasi makna, pertukaran tanggapan indera, adanya penyingkatan, akibat terjadinya
proses gramatikal, serta pengembangan istilah.
Jenis perubahan makna tersebut antara lain sebagai berikut.
a.


Meluas (Generalisasi)

Perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang
pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor
menjadi memiliki makna-makna lain (Abdul Chaer, 2009: 140).
Contoh pemakaian dalam kalimat.
a) Saya mempunyai seorang saudara (sekandung).
b) Ia masih saudara saya di kampung (sepertalian darah)
c)

Pesan singkat Saudara sudah saya terima (orang yang sederajat)

d) Kami mengumpulkan sumbangan untuk saudara-saudara yang mengalami musibah
gempa bumi di Sumatera Barat (kesamaan asal-usul)
b.

Menyempit (Spesialisasi)

Perubahan makna menyempit adalah gejala pada sebuah kata yang mulanya mempunyai

cakupan makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada
sebuah makna saja. Misalnya kata sarjana yang pada mulanya berarti orang yang
pandai atau cendekiawan , kemudian hanya berarti orang yang lulus perguruan tinggi
c.

Peninggian (Ameliorasi)

Peninggian atau ameliorasi yaitu kecenderungan untuk menghaluskan atau meninggikan
makna kata agar lebih halus atau lebih tinggi maknanya dari kata yang digantikannya.
Misalnya, kata pramuniaga untuk menggantikan ungkapan penjaga toko, kata bui untuk
menggantikan kata penjara.
d.

Penurunan (Peyorasi)

Penurunan atau peyorasi berasal dari bahasa Latin pejor, yang berarti jelek, buruk. Jadi,
penurunan makna atau peyorasi adalah perubahan makna kata lebih rendah/kasar
daripada makna semula. Dengan kata lain, makna dulu lebih rendah dari makna
sekarang. Penurunan ini biasanya dilakukan orang dalam situasi tidak ramah, untuk
menunjukkan kejengkelan, atau melebih-lebihkan. Misalnya, ungkapan masuk kotak

dipakai untuk mengganti kata kalah.
e.

Pertukaran (Sinestesia)

Sinestesia adalah perubahan makna yang terjadi akibat pertukaran tanggapan dua indera
yang berbeda.
Contoh:
a)

Setelah meraih gelar juara namanya harumsekali. (pendengar-pencium)

b) Perkataan Ani sungguh pedas. (pendengar-perasa)
f.

Persamaan (Asosiasi)

Persamaan adalah makna kata yang timbul karena persamaan sifat antara makna lama
dengan makna baru. Makna baru yang timbul merupakan makna kiasan. Contoh: kata kursi,
makna lama tempat duduk, makna baru memiliki makna jabatan/ kedudukan.

3. Idiom, Pameo, dan Peribahasa
Dalam berkomunikasi sehari-hari kita sering menyampaikan gagasan, pikiran, dan
pendapat menggunakan bahasa kias sehingga unsur-unsur bahasa yang terdapat dalam
kalimat tidak lagi ditafsirkan dengan makna unsur-unsur yang membentuk kalimat itu.
Pilihan kata yang ditafsirkan itu terdapat dalam idiom, pameo, peribahasa, dan gaya
bahasa. Gaya bahasa dibahas pada bagian sastra. Berikut ini kita akan membahas idiom,
pameo, dan peribahasa.

a.

Idiom

Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-secara bahasa yang
umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis
atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya
(Gorys Keraf, 2010: 109). Contoh:
buah bibir

= jadi pembicaraan


tinggi hati

= sombong

b. Pameo
Pameo adalah gabungan kata yang mengandung dorongan semangat yang biasanya dipakai
untuk semboyan-semboyan. Selain itu, idiom juga dipakai untuk menghidupkan suasana.
Contoh:
Gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit.
Patah tumbuh hilang berganti.
c.

Peribahasa

Peribahasa adalah suatu kiasan bahasa yang berupa kalimat atau kelompok kata yang
bersifat padat, ringkas dan berisi tentang norma, nilai, nasihat, perbandingan,
perumpamaan, prinsip, dan aturan tingkah laku. Susunan kata dalam peribahasa bersifat
tetap dan tidak bisa diubah.

Tabel 1 Contoh Peribahasa dan Artinya

Peribahasa

Arti

Berjalan sampai ke batas, berlayar
sampai ke pulau.

Mengerjakan sesuatu
sampai selesai.

Kalah jadi abu menang jadi arang.

Sama-sama rugi.

harus