Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Kasus Kedukaan “X” Mahasiswi Fakultas Teologi UKSW Pasca Kematian Kedua Orang Tua T2 752014007 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehilangan seseorang yang telah menjadi bagian penting dari kehidupan kita
adalah suatu amputasi psikologis. Betapa dahsyatnya kehilangan itu bagi jiwa
bergantung kepada sifat dan pentingnya hubungan itu dalam hidup seseorang. Blevins
mengutip pandangan J. William Worden bahwa penduka tidak boleh bersifat pasif
dalam menghadapi sebuah peristiwa kehilangan, tetapi harus mengambil peran aktif
dalam kedukaannya. Tidak seperti fase ketika orang pasif menunggu untuk tahap
berikutnya tiba, J. William Worden percaya bahwa "adalah penting orang yang
berduka menyelesaikan tugas ini sebelum kedukaan dapat diselesaikan". Tanpa
penyelesaian tugas-tugas ini penduka dapat terjebak dalam kedukaannya dan
mengembangkan masalah fisik, mental, sosial dan spiritual. Seringkali inti masalah
penduka ialah bahwa ia tidak menyadari bahwa kedukaan yang belum selesai
merupakan inti dari masalahnya.1 Dengan demikian menurut saya, proses kedukaan
setiap penduka berbeda dan keunikan dari tiap-tiap situasi kedukaan memiliki
sangkut-paut dengan kepribadian penduka dan kehilangan yang dialami penduka.

1

Blevins, Sharon. Satir Journal. A Personal Journey through the Grief and Healing Process with

Virginia Satir, Dr. E. KublerRoss, and J. William Worden, Juli 2008, Vol. 2 Issue 2, p89-105.

1

Kedukaan umumnya muncul ketika orang mulai menyadari adanya sesuatu
yang bernilai hilang atau dianggap hilang.2 Proses kedukaan atau reaksi untuk
mempertahankan diri secara psikologis dalam menghadapi peristiwa kehilangan
biasanya diawali dengan perasaan shock (terkejut, kaget). Perasaan terkejut ini pada
umumnya dapat diamati dengan jelas pada kedukaan sebagai reaksi terhadap
kehilangan secara spontan.3 Menurut Worden ada sejumlah perilaku tertentu yang
sering dikaitkan dengan respon kedukaan yang normal, antar lain gangguan tidur,
gangguan nafsu makan, perilaku pelupa, penarikan sosial, memimpikan orang yang
meninggal, menghindari ingatan dari yang meninggal, mencari dan memanggil keluar,
mendesah, agresif, menangis, mengunjungi tempat atau membawa objek ingatan
kepada almarhum, menghargai objek-objek milik almarhum.4 Penduka akan
memburuk gejala-gejalanya dengan mulai membandingkan diri dengan rekanrekannya, mengingat masa krisis dan melihat foto-foto lama.5 Dengan demikian
menurut saya, masing-masing penduka memiliki respon tersendiri dalam menerima
proses kedukaan dan respon tersebut dapat diamati lewat gejala-gejala yang
dimunculkan oleh penduka itu sendiri.


2

Totok Wiryasaputra. Mengapa Berduka, Kreatif Mengelola Perasaan Duka (Yogjakarta: Kanisius,
2003), 26.
3
Wiryasaputra. Mengapa Berduka........, 28.
4
J William Worden, Grief Counseling and Grief Therapy: A Hand Book For The Mental Health
Practitioner, (New York: Springer Publishing Company, 2009), 26-30.
5
Richardson, Meg; Cobham, Vanessa; McDermott, Brett; Murray, Judith. Journal of Child & Family
Studies. Youth Mental Illness and the Family: Parents’ Loss and Grief. Jul2013, Vol. 22 Issue 5, p719736.

2

Menurut Granger E. Westberg dalam menjalani kedukaannya seorang penduka
akan melalui beberapa tahapan. Tahap-tahap kedukaan yang dialami oleh seorang
penduka antara lain shock, mengungkapkan emosi, depresi dan kesepian, muncul
tanda-tanda fisik (menangis, air mata berlinang, mati rasa, badan gemetar atau tanda
somatik lainnya seperti sedih), panik, perasaan bersalah, permusuhan dan kebencian,

kembali ke kebiasaan awal, berpengharapan, dan menerima kenyataan.6 Melalui
tahapan-tahapan ini sejauh mana kedukaan seorang penduka dapat diketahui, sambil
mengingat bahwa tidak semua tahapan akan mampu dilalui oleh seorang penduka.
Menurut Jiong Li, kematian seorang ibu merupakan sebuah bentuk kehilangan
yang sangat tragis bagi anak, karena semasa hidup perawatan ibu berguna untuk
kelangsungan pertumbuhan anak. Dalam perspektif perawatan, peristiwa kematian
ayah juga menjadi sebuah bentuk peristiwa kehilangan yang penting bagi
kelangsungan perawatan anak serta penyedia dukungan ekonomi dan emosional.7
Kematian tidak terduga dan sifat traumatis dari penyebab utama kematian orang tua
sering menimbulkan pertanyaan bagaimana anak-anak secara kognitif memproses
aspek traumatis kehilangan mereka.8 Dengan demikian menurut saya, kematian orang
tua sebagai figur dekat merupakan peristiwa kehilangan yang sangat penting, karena
secara langsung memisahkan hubungan komunikasi antara anak dan orang tuanya,

6

Granger E. Westberg, Good Grief (Philadelphia: Fortress Press, 1971), 11-51.
Li, Jiong; Vestergaard, Mogens; Cnattingius, Sven; Gissler, Mika; Bech, Bodil Hammer; Obel,
Carsten; Olsen, Jørn. PLoS Medicine. Mortality after Parental Death in Childhood: A Nationwide
Cohort Study from Three Nordic Countries. Jul2014, Vol. 11 Issue 7, p1-13.

8
Edgar-Bailey, Meredith; Kress, Victoria E. Journal of Creativity in Mental Health. Mental Health,
Resolving Child and Adolescent Traumatic Grief: Creative Techniques and Interventions. Apr-Jun2010,
Vol. 5 Issue 2, p158-176.
7

3

serta hilangnya dukungan dan kehangatan dari orang tua. Annika Milinder
mengemukakan bahwa anak-anak muda biasanya lebih tergantung dan secara fisik
membutuhkan orang tua mereka daripada anak-anak yang lebih tua.9 Hubungan orang
tua-anak dipengaruhi juga oleh faktor psikososial dan sosial-demografis yang dapat
merusak kualitas dan pada gilirannya dapat memainkan peran negatif dalam kesehatan
psikologis anak jangka pendek dan jangka panjang.10 Bagi Dannette M. Muselman,
satu tantangan yang signifikan dari kehidupan manusia adalah menghadapi
keniscayaan kematian seseorang dan kematian orang yang dicintai. Pengalaman masa
kecil yang merugikan dapat memiliki dampak abadi pada kesehatan mental dan fisik.
Kematian dini orang tua merupakan bentuk kesulitan sangat mendalam.11 Dengan
demikian menurut saya, kematian orang tua merupakan salah satu bentuk kehilangan
yang penting bagi anak-anak, sehingga bila tidak dikelola dengan baik akan

berdampak bagi kehidupan anak di masa yang akan datang.
Fenomena di atas secara teoretis maupun praktis juga dialami oleh X
mahasiswi Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana. X mengalami kasus
kehilangan yang ekstrim dan jarang ditemui, dimana kedua orang tuanya meninggal
dunia secara berurutan dalam tenggang waktu 2 hari. Melalui penelitian studi kasus,
peristiwa kehilangan yang dialami oleh X dapat diteliti dan dijelaskan secara
9

Melinder, Annika; Baugerud, Gunn Astrid; Ovenstad, Kristianne Stigsdatter; Goodman, Gail S.
Journal of Traumatic Stress. Children’s Memories of Removal: A Test of Attachment Theory. Feb2013,
Vol. 26 Issue 1, p125-133.
10
De Falco, Simona; Emer, Alessandra; Martini, Laura; Rigo, Paola; Pruner, Sonia; Venuti, Paola;
Simonelli, Alessandra; Senese, Vincenzo Paolo. Frontiers in Psychology. Predictors of mother–child
interaction quality and child attachment security in at-risk families. Aug2014, Vol. 5, p1-10. 10p.
11
Luecken, Linda J.; Roubinov, Danielle S. Social & Personality Psychology Compass. Pathways to
Lifespan Health Following Childhood Parental Death. Mar2012, Vol. 6 Issue 3, p243-257.

4


komprehensif dan terperinci, karena studi kasus mampu mengungkapkan fenomena
kontemporer yang utuh dan menyeluruh seperti yang dialami oleh X.
Peristiwa kehilangan yang dialami oleh X berawal dari X yang hendak pulang
ke kampung halaman untuk mengikuti acara pemakaman sang ayah, namun sebelum
pemakaman sang ayah yang direncanakan berlangsung pukul 13.00, tepat pukul 08.00
sang ibu meninggal dunia. Menurut X, peristiwa kematian kedua orang tua ini
berdampak pada hilangnya kasih sayang dan dukungan yang selama ini diperoleh.12
Berdasarkan latar belakang di atas saya melihat bahwa kasus yang dialami oleh X
sebagai sebuah kasus yang unik dan tidak selalu terjadi, sehingga pentingnya
penelitian: Studi Kasus Kedukaan “X” Mahasiswi Fakultas Teologi UKSW Pasca
Kematian Kedua Orang Tua.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang diambil dan dijadikan bahan penelitian dalam penulisan ini
ialah:
1. Bagaimana X merespon kematian kedua orang tua?
2. Bagaimana tahap-tahap kedukaan yang dialami oleh X pasca kematian kedua
orang tua?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan dan menganalisis respon X terhadap kematian kedua orang tua.
12

Hasil wawancara dengan penduka, 6 April 2015, pukul18.00 WIB.

5

2. Mendeskripsikan dan menganalisis tahap-tahap kedukaan yang dialami oleh X
pasca kematian kedua orang tua.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi gereja
dan masyarakat untuk melihat sejauhmana respon X terhadap kematian kedua orang
tua dan bagaimana tahap-tahap kedukaan X pasca kematian kedua orang tua.
1.5 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini saya akan menggunakan metode kualitatif dengan desain
studi kasus yang bersifat deskriptif.
Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplor dan
memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang
dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.13
Saya memilih desain studi kasus dalam penelitian ini karena studi kasus

merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus
yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif serta variabel
ditelaah dan ditelusuri, termasuk kemungkinan hubungan antara variabel yang ada.14
Metode studi kasus meliputi studi kasus tunggal dan jamak (metode kasus
perbandingan).15 Dalam penelitian ini saya memakai studi kasus dengan rancangan
kasus tunggal yang holistik. Holistik berarti bahwa saya akan meneliti dan

13

John W. Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif ,dan Mixed, (Yogjakarta:
Pustaka Pelajar, 2013), 4.
14
J. D. Engel, Metodologi Penelitian Sosial & Teologi Kristen, (Salatiga: Widya Sari Press, 2005), 25.
15
Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
2004), 114.

6

menjelaskan secara lengkap segala aspek yang mempengaruhi penduka seperti gejalageala fisik, mental, social dan spiritual yang dimunculkan oleh penduka, serta melihat

signifikasinya bagi X sebagai Mahasiswi Fakultas Teologi UKSW. Alasan saya
memakai studi kasus tunggal dalam penelitian ini karena dalam penelitian ini saya
hanya meneliti dan mengkaji suatu isu yang menarik perhatian saya dan dianggap oleh
saya sebagai fenomena kontemporer yang layak untuk diteliti, sehingga kasus X akan
dipakai oleh saya sebagai bahan untuk menganalisis respon dan tahapan kedukaan
yang dialami oleh X. Studi kasus menjadi strategi yang lebih cocok bila pokok
pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila saya hanya memiliki
sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa yang akan diselidiki, dan jika fokus
penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks
kehidupan nyata.16
Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini ialah observasi
dan wawancara. Partisipan yang akan diwawancarai adalah X yang mengalami
kematian kedua orang tua dan teman-teman terdekat dari X antara lain MMB, NP,
MES. Berdasarkan hasil wawancara, teori yang dipakai oleh saya sebagai kajian
teoritis yaitu J. William Worden untuk melihat gejala-gejala dari kedukaan

dan

Granger E. Westberg untuk melihat tahapan-tahapan dari kedukaan.


16

Robert K. Yin, Studi Kasus Desain & Metode, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 1.

7

Tempat penelitian yang saya pilih ialah Kampus UKSW dan Asrama
Mahasiswa UKSW Jln. Kartini 11a Salatiga. Saya memilih lokasi tersebut karena telah
melakukan pra penelitian terkait penelitian.
1.6

Sistematika Penulisan
Tulisan ini terdiri atas lima bab, untuk mencapai tujuan penulisan ini, saya

akan membagi tesis ini dalam lima bab. Bab satu pendahuluan, yang berisi tentang
uraian latar belakang dari penulisan ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab dua, meliputi teori
kehilangan yang mengakibatkan kedukaan, gejala-gejala kedukaan, tahapan-tahapan
kedukaan karena kehilangan dan respon kedukaan karena kehilangan. Bab tiga,
tentang temuan hasil penelitian meliputi lokasi penelitian dan identitas partisipan,

respon X terhadap peristiwa kehilangan, serta tahap-tahap kedukaan X. Bab empat,
berupa pembahasan dan analisis respon X terhadap peristiwa kehilangan dan tahaptahap kedukaan X. Bab lima berisi penutup meliputi kesimpulan yang berisi temuantemuan hasil penelitian, pembahasan dan analisis, serta saran-saran yang berupa
kontribusi dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

8