Bentuk Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Terhadap Ratifikasi Perjanjian Internasional Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945.
BENTUK PERSETUJUAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
TERHADAP RATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL
BERDASARKAN UNDANG UNDANG DASAR 1945
ABSTRAK
Pembuatan perjanjian internasional merupakan bagian dari
kekuasaan lembaga eksekutif. Prinsip demokrasi mengakibatkan perlunya
keterlibatan lembaga perwakilan rakyat atau lembaga legislatif dalam
tahap mengikatkan diri terhadap perjanjian internasional.Tahap
mengikatkan diri atau ratifikasi terhadap perjanjian internasional dilakukan
melalui bentuk hukum peraturan perundang-undangan yaitu bagi
perjanjian internasional yang memerlukan keterlibatan DPR dilakukan
melalui Undang-Undang dan ratifikasi oleh Presiden melalui Peraturan
Presiden. Pemberian bentuk hukum berupa peraturan perundangundangan dapat menyebabkan adanya pembatalan terhadap UndangUndang ratifikasi yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Akan
tetapi, terdapat ketentuan dalam Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian
internasional bahwa hukum nasional tidak dapat dijadikan alasan
pembenar atas pelanggaran ataupun kegagalan dalam melaksanakan
perjanjian internasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
apakah hakikat dari persetujuan DPR terhadap ratifikasi perjanjian
internasional. Selain itu, untuk mengetahui apakah bentuk persetujuan
DPR terkait hal tersebut telah tepat diberikan dalam bentuk hukum
Undang-Undang.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif,
karena menggunakan data sekunder sebagai sumber utama. Sedangkan,
spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis, yaitu memberikan
gambaran antara lain tentang peraturan perundang-undangan, keputusan
hakim dan doktrin para ahli hukum yang terkait dengan objek yang diteliti.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hakikat persetujuan DPR
terhadap ratifikasi perjanjian internasional adalah akibat dari
perkembangan prinsip demokrasi yang menuntut peranan DPR sebagai
formulasi dari kedaulatan rakyat untuk melaksanakan fungsi pengawasan
terhadap kegiatan eksekutif. Undang-Undang Ratifikasi bersifat prosedural
dan tidak serta merta mengikat warga negara dan pembatalan terhadap
ratifikasi perjanjian internasional dapat menyebabkan sengketa
internasional. Oleh karena itu, ratifikasi terhadap perjanjian internasional
tidak perlu diberikan bentuk hukum tertentu seperti Undang-Undang dan
Peraturan Presiden.
v
THE FORM CONSENT OF THE HOUSE OF REPRESENTATIVES
TO INTERNATIONAL TREATIES RATIFICATION
UNDER THE 1945 CONSTITUTION
ABSTRACT
The international treaty-making is a part of executive power. The
principle of democracy has led to the need for the involvement of the
legislative institutions or house of representatives in the stage of consent
to be bound by an international treaties. Consent to be bound or
international treaties ratification conducted with a certain legal forms,
which are Acts (Undang-Undang) and President Regulation (Peraturan
Presiden). The legal form of the ratification can cause an annulment of
Ratification Act that considered contrary to the constitution. Yet, the
provision in the 1969 Vienna Convention assert that a party may not
invoke the provisions of its internal law as a justification for its failure to
perform a treaty.
The purpose of this research is to determine the essence from the
consent of The House of Representatives to international treaties
ratification. In addition, to determine whether the form consent of the
house of representatives regarding this matter has been appropriately
given in the form of Ratification Act.
This research based on juridical normative approach. The research
specification is descriptive analytical study that provide an overview of the
legislation, verdict, and doctrine of legal experts related to the object of
research.
The research result that the essence from the consent of The
House of Representatives to international treaties ratification is an
outcome from the development of democratic principle that demand the
parliamentary control over the executive. Ratification Act is only an
procedural act and does not directly applicable to the citizens and the
annulment of ratification could cause an international dispute. Hence, the
international treaties ratification does not need to be conducted with a
certain legal forms as Acts and President Regulations.
vi
TERHADAP RATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL
BERDASARKAN UNDANG UNDANG DASAR 1945
ABSTRAK
Pembuatan perjanjian internasional merupakan bagian dari
kekuasaan lembaga eksekutif. Prinsip demokrasi mengakibatkan perlunya
keterlibatan lembaga perwakilan rakyat atau lembaga legislatif dalam
tahap mengikatkan diri terhadap perjanjian internasional.Tahap
mengikatkan diri atau ratifikasi terhadap perjanjian internasional dilakukan
melalui bentuk hukum peraturan perundang-undangan yaitu bagi
perjanjian internasional yang memerlukan keterlibatan DPR dilakukan
melalui Undang-Undang dan ratifikasi oleh Presiden melalui Peraturan
Presiden. Pemberian bentuk hukum berupa peraturan perundangundangan dapat menyebabkan adanya pembatalan terhadap UndangUndang ratifikasi yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Akan
tetapi, terdapat ketentuan dalam Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian
internasional bahwa hukum nasional tidak dapat dijadikan alasan
pembenar atas pelanggaran ataupun kegagalan dalam melaksanakan
perjanjian internasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
apakah hakikat dari persetujuan DPR terhadap ratifikasi perjanjian
internasional. Selain itu, untuk mengetahui apakah bentuk persetujuan
DPR terkait hal tersebut telah tepat diberikan dalam bentuk hukum
Undang-Undang.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif,
karena menggunakan data sekunder sebagai sumber utama. Sedangkan,
spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis, yaitu memberikan
gambaran antara lain tentang peraturan perundang-undangan, keputusan
hakim dan doktrin para ahli hukum yang terkait dengan objek yang diteliti.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hakikat persetujuan DPR
terhadap ratifikasi perjanjian internasional adalah akibat dari
perkembangan prinsip demokrasi yang menuntut peranan DPR sebagai
formulasi dari kedaulatan rakyat untuk melaksanakan fungsi pengawasan
terhadap kegiatan eksekutif. Undang-Undang Ratifikasi bersifat prosedural
dan tidak serta merta mengikat warga negara dan pembatalan terhadap
ratifikasi perjanjian internasional dapat menyebabkan sengketa
internasional. Oleh karena itu, ratifikasi terhadap perjanjian internasional
tidak perlu diberikan bentuk hukum tertentu seperti Undang-Undang dan
Peraturan Presiden.
v
THE FORM CONSENT OF THE HOUSE OF REPRESENTATIVES
TO INTERNATIONAL TREATIES RATIFICATION
UNDER THE 1945 CONSTITUTION
ABSTRACT
The international treaty-making is a part of executive power. The
principle of democracy has led to the need for the involvement of the
legislative institutions or house of representatives in the stage of consent
to be bound by an international treaties. Consent to be bound or
international treaties ratification conducted with a certain legal forms,
which are Acts (Undang-Undang) and President Regulation (Peraturan
Presiden). The legal form of the ratification can cause an annulment of
Ratification Act that considered contrary to the constitution. Yet, the
provision in the 1969 Vienna Convention assert that a party may not
invoke the provisions of its internal law as a justification for its failure to
perform a treaty.
The purpose of this research is to determine the essence from the
consent of The House of Representatives to international treaties
ratification. In addition, to determine whether the form consent of the
house of representatives regarding this matter has been appropriately
given in the form of Ratification Act.
This research based on juridical normative approach. The research
specification is descriptive analytical study that provide an overview of the
legislation, verdict, and doctrine of legal experts related to the object of
research.
The research result that the essence from the consent of The
House of Representatives to international treaties ratification is an
outcome from the development of democratic principle that demand the
parliamentary control over the executive. Ratification Act is only an
procedural act and does not directly applicable to the citizens and the
annulment of ratification could cause an international dispute. Hence, the
international treaties ratification does not need to be conducted with a
certain legal forms as Acts and President Regulations.
vi