Pengaruh Biaya Promosi, Tipe Kantor Akuntan Publik, dan Pembangunan Asset Publik Terhadap Penerimaan Infak, Sedekah Dan Wakaf (Penelitian Pada Lembaga Amil Zakat Nasional).

Nama : Yustisia Putriani
NPM : 120120110032
Judul : Pengaruh Biaya Promosi, Tipe Kantor Akuntan Publik, dan Pembangunan Asset Publik
Terhadap Penerimaan Infak, Sedekah Dan Wakaf (Penelitian Pada Lembaga Amil Zakat
Nasional)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai biaya promosi, tipe kantor
akuntan publik dan pembangunan asset publik yang mempengaruhi penerimaan infak, sadakah
dan wakaf pada lembaga amil zakat nasional selama kurun waktu 2006-2011. Metode statistik
yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah regresi linier berganda. Hasil model
penelitian regresi linier berganda menunjukkan bahwa biaya promosi, tipe kantor akuntan publik
dan pembangunan asset publik berpengaruh terhadap penerimaan infak, sadakah dan wakaf
secara simultan. Secara parsial, biaya promosi dan tipe kantor akuntan publik berpengaruh
terhadap penerimaan ISWaf. Sedangkan pembangunan asset publik tidak signifikan terhadap
penerimaan infak, sadakah dan wakaf.
Kata Kunci: biaya promosi, tipe kantor akuntan publik, pembangunan asset publik, penerimaan
infak, sadakah dan wakaf, lembaga amil zakat nasional.

ABSTRACT
This study aims to provide empirical evidence regarding cost of promotion, types of audit firms
and development of public asset that influence infaq, sadaqah and waqf (ISWaf) receipts in

national institutions of zakah during the period 2006-2011 . The statistical methods used to test
the research hypothesis is multiple linear regression. The results of multiple linear regression
model of the study showed that the cost of promotion, types of audit firms and development of
public assets simultaneously influence the collecting of infaq, sadaqah and waqf. Partially, the
cost of promotion and types of audit firms influence the acceptance of ISWaf. While
development of public asset is not significant to the collecting of ISWaf.

Keywords : promotion cost, types of audit firms , development of public assets , collecting of
infaq, sadaqah and waqf , national institutions of zakah.
Latar Belakang
Selain kewajiban berzakat, terdapat ibadah sunnah di dalam Islam yang juga memiliki
dimensi sosial. Ibadah yang dimaksud adalah Infak, Sadakah dan Wakaf (ISWaf). Peruntukan
dana ISWaf yang tidak terbatas seperti halnya delapan asnaf pada peruntukan zakat,
memungkinkan pemanfaatan dana ISWaf untuk kepentingan umum seperti pembangunan sarana
publik. Pertumbuhan Lembaga Amil Zakat (LAZ) di Indonesia yang juga melayani pembayaran
ISWaf serta peningkatan jumlah penerimaan ISWaf dari tahun ke tahun menjadi sebuah
fenomena yang sangat menarik.
Muhammad Arifin Purwakananta dalam Asep Saepudin Jahar (2010) mengatakan tak
kurang dari 400-an lembaga amil telah bermunculan di Indonesia. Jumlah ini belum termasuk
lembaga atau badan yang ada di dalam masyarakat seperti mesjid dan sekolah-sekolah yang

melakukan pengumpulan ISWaf yang bersifat insidentil.
Dilihat dari jumlah penerimaan ISWaf, laporan keuangan beberapa Lembaga Amil Zakat
(LAZ) di Indonesia memperlihatkan pertumbuhan yang signifikan dari tahun ke tahun. Laporan
keuangan Rumah Zakat untuk tahun buku 2007 memperlihatkan peningkatan jumlah penerimaan
infak/sadakah hingga 300% lebih jika dibandingkan penerimaan pada tahun buku 2006,
sedangkan pada Yayasan Daarul Qur’an Nusantara, penerimaan infak/sadakah terikat pada tahun
buku 2009 mengalami peningkatan hingga 500% lebih dibandingkan penerimaan infak/sadakah
pada tahun 2008.
Dibalik jumlah penerimaan yang terus meningkat, kenyataannya tingkat kesadaran umat
Islam dalam menunaikan Zakat, Infak, Sadakah, dan Wakaf (ZISWaf) di Indonesia ternyata
masih sangat rendah. Hasil survei Publik Interest Research and Advocacy Cente (PIRAC) selama
kurun waktu 2004 s/d 2007 menunjukkan tingkat kesadaran umat untuk berzakat pada tahun
2007 adalah sebanyak 55% yang berarti terdapat peningkatan sebanyak 5,2% dari tahun 2004
yang hanya berjumlah 49,8% . (Adiwarman A. Karim & A.Azhar Syarief : 2009)
Rendahnya kesadaran umat Islam untuk menunaikan zakat mungkin juga terjadi pada
infak dan sadakah. Asep Saepudin Jahar (2010) mengatakan bahwa sesuai prediksi PIRAC,
potensi zakat dan sadakah umat Islam Indonesia mencapai 9 trilyun setiap tahun. Data yang

dihimpun Forum Zakat (FOZ) dari beberapa lembaga zakat menunjukkan hasil pengumpulan
sebanyak 2,3 trilyun. Sedangkan Adiwarman A. Karim dan A.Azhar Syarief (2009) mengatakan

bahwa kemungkinan potensi zakat sebanyak 20 trilyun per tahun bisa tergarap jika LAZ yang
sudah ada dipertahankan dan dikembangkan, serta LAZ lainnya bisa mengikuti profesionalisme
LAZ yang sudah ada.
Dari sisi wakaf, penelitian Nasution dan Hasanah (2005) dalam Ranti Wiliasih (2008)
menyebutkan bahwa potensi wakaf tunai di Indonesia berdasarkan perhitungan kasar mereka
adalah sebanyak 3 trilyun rupiah per tahun. Menurut Nasution dan Hasanah, sebagai
perbandingan, PKPU tahun 1426 H telah berhasil mengumpulkan wakaf tunai sebanyak 50 juta
rupiah dan Tabungan Wakaf Indonesia pada tahun 1427 H berhasil mengumpulkan wakaf tunai
lebih kurang sebesar 1,2 milyar. Angka penerimaan yang terealisasi masih jauh dari potensi yang
bisa dicapai. Hal yang terjadi pada zakat, infak dan sadakah, juga terjadi pada wakaf. Walaupun
peningkatan penerimaan terus terjadi, namun penerimaan ini masih jauh dari potensi yang ada.
Menurut Adiwarman A. Karim dan A. Azhar Syarief (2009), faktor penarik yang
menyebabkan munculnya berbagai lembaga amil di Indonesia salah satunya adalah adanya
semangat menyadarkan umat (spirit of consciousness). LAZ sebagai sebuah lembaga mampu
menjadi motor penggerak dalam tujuan penyadaran ini dengan mempromosikan fungsi lembaga,
manfaat ZISWaf serta program yang mereka tawarkan berkaitan dengan pengumpulan,
pengelolaan dan penyaluran ZISWaf kepada masyarakat muslim Indonesia pada khususnya.
Sesuai dengan fungsi LAZ sebagai agen penyadaran umat, promosi merupakan salah satu
cara yang dapat digunakan untuk mengingatkan umat Islam tentang keutamaan dan manfaat
ZISWaf.

“Sosialisasi mengenai berzakat/berinfak/bersedekah melalui lembaga
harus terus-menerus dilakukan, karena hal tersebut akan
masyarakat untuk mau berzakat, berinfak

memunculkan

amil

zakat

kesadaran

kolektif

dan bersadakah melalui lembaga zakat”. (Didin

Hafidhuddin : 2006)

Fakta bahwa potensi yang Indonesia miliki masih jauh dari penerimaan yang berhasil
dikumpulkan menimbulkan pertanyaan mengenai pengaruh biaya promosi yang selama ini

dikeluarkan lembaga amil zakat di Indonesia khususnya.

Penelitian terdahulu oleh Mujiyati et all (2010) menyebutkan bahwa biaya promosi tidak
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan zakat, infak dan sadakah (ZIS). Sementara itu
Hamidiyah (2005) dalam Mujiyati et all (2010) menyimpulkan bahwa biaya promosi, jumlah
jaringan dan momen bulan keagamaan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap
pengumpulan ZIS.
Untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas lembaga amil, pemerintah mewajibkan
LAZNAS untuk melakukan audit dan publish terhadap laporan keuangan lembaga. Audit
haruslah dilakukan oleh auditor independen yang akan memberikan opininya terhadap laporan
keuangan. Selain merupakan wujud pertanggungjawaban lembaga kepada masyarakat, audit juga
berguna untuk memperoleh kepercayaan dari masyarakat luas. Sejalan dengan penelitian
Nikmatuniayah (2012) yang mengatakan bahwa : “dengan dilakukan transparansi publikasi
informasi keuangan kepada publik, maka masyarakat akan lebih percaya kepada lembaga
pengelola zakat tersebut”.
Dari laporan keuangan beberapa LAZNAS, terdapat perbedaan pemilihan tipe Kantor
Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuk untuk melaksanakan audit, yaitu KAP afiliasi dan non
afiliasi. Perbedaan pemilihan tipe KAP ini disebabkan oleh alasan yang berbeda dari setiap
LAZNAS seperti jumlah asset yang mereka miliki serta kualitas audit yang diharapkan. Bonita
Winata


(2013)

menyimpulkan

bahwa

terdapat

perbedaan

secara

signifikan

antara

profesionalisme auditor KAP afiliasi dengan KAP non afiliasi. Namun demikian, seberapa besar
pengaruh tipe KAP pelaksana audit sehingga penunjukkan KAP afiliasi dan non afiliasi yang
sama-sama menghasilkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada laporan keuangan

LAZNAS mampu mempengaruhi penerimaan ISWaf sejauh ini masih perlu untuk diteliti.
Melihat fungsi sebuah Negara/pemerintahan, maka masalah kesejahteraan dan
penyediaan sarana publik adalah merupakan kewajiban sebuah pemerintahan. Fungsi
pemerintahan menurut Miriam Budiarjo dalam Sony Devano (2006:5) salah satunya adalah
untuk mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. “Pandangan ini di Indonesia
tercermin dalam usaha pemerintah untuk membangun melalui suatu rentetan REPELITA”.
Adapun sumber dana pembiayaan pembangunan umumnya berasal dari pajak dan retribusi yang
dipungut dari masyarakat.

Gusfahmi (2007:2) mengatakan bahwa total pendapatan Negara pada tahun 2005
berjumlah Rp 377,8 triliun.
“Dari total pendapatan tersebut, sebanyak 78,7 % (Rp. 297,5 triliun)

bersumber

dari pajak. Sementara itu penggunaan uang pajak dalam

Anggaran

Pendapatan


Negara (APBN) dialokasikan sebanyak

membayar

hutang

51%

untuk

“.

Belanja
Gusfahmi

(2007:10)
Ekonom UGM Mudrajad Kuncoro dalam seminar nasional Dinamika Perpajakan
Nasional 'Antara Idealisme dan Realita' tahun 2012 mengatakan bahwa penerimaan pajak
yang masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan APBN tidak banyak

dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat Indonesia. "Di banyak daerah, 58 persen dana
APBD dihabiskan untuk aparatur pemerintahan. Bahkan, bagi daerah pemekaran, 95 persen dana
APBD untuk aparatur". Mudrajat Kuncoro (Situs Pajak : 2012)
“Prasarana

publik

yang

tidak

layak

disebabkan uang

masuk ke APBN dan APBD melalui Kas Negara tidak banyak
membangun, memperbaiki dan memelihara prasaranamengherankan jika pembangunan,
bahkan hingga

pajak yang langsung

dialokasikan

untuk

prasarana publik. Maka tidaklah

perbaikan dan pemeliharaan prasarana publik sangat minim

kondisinya sangat memprihatinkan sekali”. Wiyoso Hadi (Situs Pajak :

2012).
Permasalahan lain yang terkait dengan pajak di Indonesia adalah peningkatan penerimaan
pajak yang tidak diikuti dengan penurunan angka kemiskinan. Seharusnya penerimaan pajak
yang meningkat akan menyebabkan turunnya angka kemiskinan. Selain itu, dana yang
dialokasikan kepada fakir miskin melalui Departemen Sosial hanya berjumlah Rp 16,2 triliun
atau 4,1% dari APBN tahun 2005, Gusfahmi (2007:8). Jika jumlah yang dialokasikan masih
sangat kecil, sepertinya pernyataan di dalam Undang-Undang Dasar 45 (UUD 45) Pasal 34
bahwa “fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara” belum dapat dipenuhi
oleh Negara. Permasalahan ini tentu dapat diatasi jika saja masyarakat muslim khususnya
melalui ibadah ZISWaf ikut berpartisipasi.

Dari beberapa fakta di atas, dapat dilihat bahwa pajak ternyata belum mampu mencukupi
serta menjamin kesejahteraan masyarakat. Walaupun sumber penerimaan Negara tidak hanya
berasal dari pajak, namun komposisi pajak di dalam APBN masih merupakan yang tertinggi.
Manfaat pajak yang tidak dirasakan langsung oleh masyarakat serta permasalahan kemiskinan

yang masih belum selesai bisa jadi menjadi salah satu faktor penyebab tingginya angka
pertumbuhan LAZ di Indonesia.
Berdasarkan konsep pemerintahan Islam menurut Nurul Huda (2012:1), pemenuhan
kepentingan sosial sebenarnya merupakan tanggung jawab pemerintah. “Pemerintah bertanggung
jawab untuk menyediakan, memelihara, dan mengoperasikan public utilities untuk menjamin
terpenuhinya kepentingan sosial”. Namun demikian Nurul Huda juga mengatakan :
“Pada dasarnya merealisasikan kepentingan publik merupakan kewajiban kolektif
pemerintah dan masyarakat, karena Islam mewajibkan suatu
serangkaian pengaturan yang dapat memastikan

pemenuhan

masyarakat untuk membuat
kebutuhan

seluruh

anggota

masyarakat”. (Nurul Huda : 2012)

Ranti Wiliasih (2008) berpendapat bahwa lembaga wakaf dapat juga berperan dalam
menyediakan fasilitas publik seperti yang dilakukan oleh pemerintah. Disinilah LAZ berperan
sebagai lembaga yang menjadi perpanjangan tangan umat Islam yang ingin merealisasikan
kepentingan publik sesuai dengan prinsip Islam Rahmatan Lil ‘Alamin melalui penghimpunan
dan penyaluran ZISWaf, salah satunya berupa pembangunan sarana publik.
Namun demikian, sebagai penganut Islam dan merupakan mayoritas, masyarakat
Indonesia dibebani dua kewajiban yang tertuang di dalam Undang-Undang (UU), yaitu
kewajiban pajak dan zakat. “Kedua kewajiban ini tertuang di dalam UU No. 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat dan Kewajiban Pajak dalam UU No. 17 Tahun 2000 Tentang Pajak
Penghasilan”, Gusfahmi (2007:7). Sebagai Negara sekuler dengan penduduk mayoritas muslim
secara automatis kedua kewajiban ini tidak dapat dihindari oleh masyarakat muslim Indonesia.
Ketua Umum Baznas Didin Hafidhuddin mengatakan bahwa :
“Walaupun bukti setoran zakat kepada Badan Amil Zakat (BAZ) dan LAZ
teregistrasi saat ini sudah menjadi pengurang pajak di Indonesia,

yang

namun kenyataannya masih

banyak umat Islam di Indonesia yang belum memanfaatkan pengurangan penghasilan bruto atas
Pajak Penghasilan

(PPh) tersebut”. Situs BAZNAS (2013)

Dengan meningkatnya kesadaran umat Islam akhir-akhir ini akan kewajiban membayar
zakat, diikuti pula dengan kesadaran umat untuk menunaikan infak, sadakah dan wakaf. Dana
ISWaf inilah yang kemudian digunakan LAZ untuk membangun sarana publik. Meskipun
pembangunan sarana publik yang dilakukan LAZ masih jauh dibawah angka penyediaan sarana

publik oleh pemerintah, namun demikian pembangunan sarana ini dapat membantu masyarakat
yang selama ini terkendala biaya untuk mengaksesnya seperti klinik kesehatan dan sekolah.
Penyediaan sarana publik yang dilakukan oleh beberapa LAZ di Indonesia diantaranya
adalah berupa pembangunan sekolah, pesantren, klinik kesehatan, sarana air bersih, sarana
ibadah dll. Khusus untuk kaum dhuafa, pemanfaatan sarana publik ini tidak dipungut biaya.
Perkampungan Qur’an seluas 2 hektar di daerah Cipondoh Tanggerang serta sekolah gratis dan
rumah sakit gratis yang dibangun oleh Daarul Qur’an, Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat adalah
contoh asset publik yang berasal dari dana ISWaf. Di Negara lain, keberadaan Universitas Al
Azhar di Cairo Mesir adalah salah satunya.
Seberapa besar pengaruh pembangunan asset publik yang dilakukan LAZ terhadap
penerimaan ISWaf menarik untuk diteliti. Mengingat ibadah ini di dalam ajaran Islam tidak
hanya memiliki dimensi dunia, namun juga memiliki dimensi akhirat dimana pahalanya akan
terus mengalir kepada penyumbangnya bahkan jika penyumbangnya telah meninggal dunia
sekalipun. Pengaruh pembangunan asset publik ini penting untuk diketahui mengingat angka
penerimaan ISWaf masih jauh di bawah potensi yang Indonesia dimiliki serta masih terbatasnya
jumlah asset publik bagi masyarakat kurang mampu.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
1. Apakah biaya promosi berpengaruh terhadap penerimaan ISWaf
2. Apakah tipe KAP berpengaruh terhadap penerimaan ISWaf
3. Apakah pembangunan asset publik berpengaruh terhadap penerimaan ISWaf

Pengertian Biaya
Hongren, Datar dan Rajan (2012:49) mendefinisikan biaya sebagai berikut : “Cost as a
resource sacrificed or forgone to achive a spesific objective.” Carter dan Usry (2006:29)
mendefinisikan biaya sebagai nilai tukar, pengeluaran atau pengorbanan untuk memperoleh
manfaat. Sedangkan Henke dan Spoede (1991:4) menyatakan“Cost is defined as that which must
be given up in order to acquire, produce, or effect something.”

Pengertian biaya menurut AICPA di dalam Schaum’s Outline Series Theory and
Problems of Cost Accounting oleh Polimeni, Handy dan Cashin (1994:4) adalah: “Cost is the
amount, measured in money, of cash expended or other property transeferred, capital stock
issued, service performed, or a liability incurred, in consideration of goods or services received
or to be received.”
Dari beberapa pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa biaya adalah segala
sesuatu yang dikeluarkan ataupun dikorbankan yang dapat diukur dengan uang untuk
memperoleh suatu manfaat berupa barang atau jasa yang akan digunakan untuk tujuan tertentu.

Biaya Dalam Konteks Organisasi Sektor Publik
Mardiasmo (2009:38) mengatakan bahwa biaya (cost) dalam konteks organisasi sektor
publik dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok :
1. Biaya input adalah sumber daya yang dikorbankan untuk memberikan pelayanan. Biaya
input bisa berupa biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku.
2. Biaya output adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengantarkan produk hingga sampai
ke tangan pelanggan. Pada organisasi sektor publik, ouput diukur dengan berbagai cara
tergantung pada pelayanan yang dihasilkan.
3. Biaya proses adalah biaya yang dapat dipisahkan berdasarkan fungsi organisasi. Biaya
diukur dengan mempertimbangkan fungsi organisasi, misalnya biaya departemen
produksi, departemen personalia, biaya dinas-dinas dsb.

Pengertian Promosi
Promosi pada prinsipnya merupakan kegiatan yang dilakukan produsen untuk menarik
konsumen baru maupun untuk mempertahankan konsumen yang sudah ada agar tertarik serta
konsisten menggunakan produk/jasa yang produsen/perusahaan hasilkan. Beberapa pengertian
promosi menurut para ahli adalah:
Engel, Warshaw dan Kinnear (1994:5) mendefinisikan promosi sebagai : “
Communication undertaken to persuade others to accept ideas, concepts, or things.”
Sedangkan Terence A. Shimp (2004:111) mengatakan bahwa promosi mengacu pada
setiap insentif yang digunakan oleh produsen untuk memicu transaksi (pedagang besar dan ritel)

dan/atau konsumen untuk membeli suatu merek serta mendorong tenaga penjualan untuk secara
agresif menjualnya.
Menurut Michael L. Ray dalam Advertising and Promotion oleh Belch

dan Belch

(2009:18) pengertian promosi adalah : “The coordination of all seller initiated efforts to set up
channels of information and persuation in order to sell goods and services or promote an idea.”
Kotler dan Keller (2009:496) berpendapat bahwa “Promotions are the mean firms
attempt to inform, persuade and remind consumers about the products and brand that they sell.”
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa promosi adalah
sebuah komunikasi pemasaran oleh pemasar kepada pelanggan/calon pelanggannya untuk
mengenalkan atau mengingatkan kembali tentang produk/jasa yang mereka hasilkan serta
membujuknya untuk membeli/menggunakan produk dan jasa tersebut.

Bauran Promosi / Pemasaran
Menurut Kotler & Armstrong (2012:75), bauran pemasaran adalah : “A set of tactical
marketing tools that the firm blends to produce the response it wants in the target market”.
Bauran pemasaran diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yang luas disebut ” 4P ” dalam
pemasaran , yaitu :
1) Product (produk)
Kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada target pasar.
2) Price (harga)
Sejumlah uang yang harus dibayarkan konsumen untuk mendapatkan sebuah produk.
3) Place (lokasi)
Aktivitas perusahaan yang menyebabkan produk tersedia kepada target konsumen.
4) Promotion (promosi)
Aktivitas yang mengkomunikasikan manfaat sebuah produk yang tersedia kepada target
konsumen.

Tujuan Promosi Lembaga Amil
Menurut Syafrudin Arif (2010), tujuan dari promosi lembaga wakaf adalah untuk
memberitahukan, menyadarkan, mengingatkan, mendorong dan memotivasi, menanamkan citra
yang kuat dalam benak, dan memudahkan dan melayani.

Adiwarman A. Karim & A. Azhar Syarief (2009), salah satu keunikan LAZ di Indonesia
saat ini adalah para amil mau tidak mau harus menjadi motor dalam penyadaran umat atas
penting dan perlunya berzakat. Dalam sosialisasinya, para amil bukan sekedar mengingatkan
akan kewajiban berzakat sebagai suatu ketetapan syariat yang harus dipatuhi, namun juga
kebaikan–kebaikan lain bagi mereka yang mengeluarkan zakat, infak dan sedekah dan bagi yang
menerima. “Promosi bagi lembaga zakat merupakan faktor yang sangat penting didalam
mensosialisasikan kewajiban berzakat sekaligus dalam penghimpunan serta pendayagunaan dana
ZIS”. Didin Hafidhuddin (2006)

Biaya Promosi Lembaga Amil
Penggunaan dana zakat sesuai aturan syariah hanya diperuntukkan kepada delapan
golongan penerima. Berbeda dengan infak dan sedekah, agama tidak membatasi golongan
penerima/penggunaan dana infak dan sedekah selama penggunaannya sesuai dengan tuntunan
syariah dan tidak disalurkan kepada hal-hal yang dilarang agama.
Kegiatan promosi yang dilakukan lembaga amil bertujuan untuk menggerakkan umat
Islam untuk menunaikan ZISWaf-nya, sehingga dana infak dan sadakah tidak terikat boleh
digunakan amil/pengelola untuk melakukan promosi berkaitan dengan hal-hal seputar ZISWaf.
Adiwarman A. Karim & A. Azhar Syarief (2009) mengatakan bahwa :
“Umumnya di beberapa LAZ, biaya promosi zakat, infak dan sedekah
dana infak dan sedekah atau sponsor. Kalaupun terpaksa
itupun tidak boleh melebihi 12,5% dari
zakat dalam konteks ini

diambil

dari

harus mengambil porsi dana zakat

total zakat yang diterima (karena biaya promosi

masuk dalam tanggung jawab amil)”.

Menurut Asep Saepudin Jahar (2010), organisasi filantropi di Belanda menerapkan
usaha-usaha sistem akreditasi bagi pengelolaan filantropi yaitu bersandar pada kriteria-kriteria
diantaranya adalah pembiayaan penghimpunan dana tidak melebihi 25% dari dana yang
terkumpul dan kegiatan penghimpunan dana bersifat sukarela.
“Jika pembiayaan 25% di Belanda sebagai maximum cost, maka

pembiyaan dana zakat

dan shadaqah di Indonesia akan mengambil model moderat mengikuti standar asnaf 8 (12.5%),
atau sesuai dengan

kesepekatan rasional lembaga akreditasi”. Asep Saepudin Jahar (2010)

Bentuk Promosi LAZ
Bentuk/cara promosi yang dapat dilakukan lembaga amil menurut Syafrudin Arif (2010)
adalah :
a. Surat, contohnya surat penawaran atau ajakan/dakwah untuk berwakaf.
b. Presentasi, baik pesentasi perorangan atau kelompok/lembaga.
c. Barang cetakan seperti brosur, leaflet, poster dan flier.
d. Perhatian, contohnya adalah tampilan dan informasi.
e. Branding informasi ke masyarakat dengan mengintegrasikan berbagai potensi media pada
waktu bersamaan.
f. Penerbitan, seperti jenis media, sasaran konsumen, pesan, buku, buletin, majalah, koran, dll.
g. Perhatian penulisan, seperti informasi, bentuk, lokasi, waktu dan gaya, mandiri dan kerja
sama.
h. Iklan, contohnya seperti iklan di media cetak, televisi, radio, internet, media pertemanan
(facebook, twiter dan lain-lain), dan media luar ruangan.
i. Asesoris dan gift, seperti boolpoint, sticker, gantungan kunci, pembatas buku, kaos, topi,
kalender, buku agenda dan lain-lain.
j. Event, contohnya adalah seperti seminar, pelatihan, lomba, festival, malam amal atau
kegiatan sosial lainnya.
k. Pengabdian kepada masyarakat, dan lain-lain.

Pengertian Auditing
Pengertian auditing menurut Arens, Elder dan Beasley (2011:4) adalah pengumpulan dan
evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara
informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan.
Auditing menurut The Committee on Basic Auditing Concepts di dalam buku An Introduction to
Assurance and Financial Statement Auditing oleh Messier, Glover dan Prawitt (2006:13) adalah:
“A systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence

regarding assertions

about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between those
assertions and establish criteria

and communicating the results to interested users.”

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa auditing adalah suatu proses objektif
berupa pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti yang berkaitan dengan informasi keuangan
serta peristiwa-peristiwa ekonomi guna melihat tingkat kesesuaiannya dengan kriteria yang telah
ditetapkan dan melaporkan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Tujuan Auditing dan Tugas Auditor Independen
Dari pengertian Auditing menurut Arens, Elder dan Beasley (2011:4) dapat dilihat bahwa tujuan
auditing adalah untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi dan
kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan The Auditing Practices Board (APB) dalam buku
Auditing Millichamp dan Taylor (2008:4) menyebutkan tujuan audit adalah:
“To enable the auditor to express an opinion whether the financial statement are prepared, in all
material respects, in accordance with an

applicable financial reporting framework.”

Millichamp dan Taylor menyebutkan bahwa tujuan audit adalah (2008:4) :
“Primary: To produce a report by the auditors of their opinion of the truth and fairness of
financial statements so that any person reading and using them can have believe in them.
Secondary: To advice management of any defects or problems with their accounting system and
to suggest ways of improving it. To detect errors and fraud. To prevent errors and fraud by the
deterrent and moral effect of the audit”.
Dari beberapa tujuan menurut para ahli dan APB di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
auditing adalah untuk memberikan/melaporkan opini/pendapat auditor mengenai kesesuaian
informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan dengan standar pelaporan yang telah
ditetapkan/standar pelaporan yang berlaku umum.
Arens, Elder dan Beasley (2011:19) mengatakan bahwa jenis auditor yang melakukan praktik
audit salah satunya yaitu kantor akuntan publik (KAP). Kantor Akuntan Publik (KAP) bertugas
mengaudit laporan keuangan historis yang dipublikasikan oleh perusahaan atau organisasi dari
jenis industri serta ukuran yang berbeda. KAP disebut juga auditor eksternal atau auditor
independen.

Laporan Audit
International Standar on Auditing 700 (ISA) dalam buku Auditing Millichamp dan Taylor
(2008:333) menyatakan : “The auditor’s report should contain a clear written expression of
opinion on the financial statements taken as a whole.”
Laporan audit merupakan laporan yang diterbitkan oleh Kantor Akuntan Publik sebagai hasil
akhir audit yang mereka laksanakan, berisi pernyataan pendapat mengenai temuan-temuan
selama audit berlangsung. Laporan ini memiliki bahasa/kata-kata baku yang ditetapkan oleh
standar profesional AICPA, Arens, Elder dan Beasley (2011:58).
Pengertian dan Karakteristik Asset/Barang Publik
Heyman dalam Nurul Huda (2012:3) mengatakan bahwa barang publik merupakan
nonrival in consumption yang artinya bahwa kuantitas dari barang publik dapat dinikmati oleh
lebih dari satu konsumen tanpa mengurangi jumlah yang dinikmati oleh konsumen yang lainnya.
Sifat pokok dari barang publik yaitu barang yang tidak dapat dimiliki. Sekali sudah tersedia,
maka barang ini akan tersedia merata bagi semua orang.
Menurut Nurul Huda (2012:3), terdapat dua karakteristik kunci dalam mengklasifikasikan
suatu barang menjadi barang publik yaitu :
1. Bersifat non rivalvy
Barang publik tersebut dapat dikonsumsi sejumlah orang secara bersama-sama tanpa
mengurangi jumlah yang dapat dikonsumsi oleh konsumen yang lainnya.
2. Nonexcludability
Bahwa tidak ada cara yang mungkin untuk mengecualikan siapapun agar dapat
memanfaatkan barang publik.
Sumber Pembiayaan Sektor Publik Dalam Ekonomi Islam
Sumber Pemasukan dana bagi Negara menurut hukum Islam berasal dari Munawir
Sjadzali (1992:71) :
1. Zakat
Meskipun tidak ada ketegasan zakat itu sebagai pemasukan Negara, tetapi ada beberapa
petunjuk yang membawa kita kepada kesimpulan bahwa zakat adalah sumber keuangan
Negara.
2. Harta warisan tak terbagi

Dalam hal harta utuh tidak terbagi karena tidak adanya ahli waris atau dikarenakan
terdapat sisa harta, ijtihad para ulama yaitu Syafi’iyah berpendapat bahwa seluruh harta
yang tidak terbagi adalah hak Negara atau kaum muslimin yang dimasukkan dalam kas
Negara/baitul maal.

3. Jizyah
Merupakan sejumlah harta yang dibebankan kepada ahli kitab yang berada dibawah
tanggungan dan perjanjian dengan Islam. Jizyah merupakan kewajiban atas pribadi
karena keberadaannya di daerah Islam yang wajib dibayarnya sekali setahun.
4. Ghanimah dan Fai’
Merupakan harta rampasan perang yang merupakan sumber pemasukan bagi Negara yang
kadar kewajiban bagi keduanya ditetapkan dalam Alqur’an.
5. Kharaj
Merupakan sumbangan secara umum yang diserahkan oleh non muslim yang berdiam di
tanah dan wilayah muslim.
Sedangkan menurut Nurul Huda (2012:145), wakaf, Infak dan sedekah dapat
dimanfaatkan oleh Negara dalam melancarkan proyek pembangunan Negara. Penerimaan ini
bersifat sukarela, sehingga menurut Ahmad Faridi dalam Nurul Huda (2012:146), penerimaan
dari pos sukarela ini memiliki korelasi yang positif dengan kondisi keimanan warga Negara,
semakin beriman warga Negara, semakin besar penerimaan Negara melalui pos ini dalam
membiayai pembangunan Negara.
Pengertian LAZ
Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat mengatakan bahwa Lembaga
Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang
memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Selanjutnya Pasal 28 Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 menyatakan bahwa: Selain menerima
zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya.

Infak, Sadakah dan Wakaf Tunai
Pengertian dan Kajian Umum Tentang Infak

Infak menurut Fafrur Mu’is (2011:128) adalah “mengeluarkan sebagian dari harta,
pendapatan, atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam”.
Harta yang akan diinfakkan tidak memiliki persyaratan mencapai nishab seperti pada
zakat. Pemberi infak adalah setiap muslim, baik yang memiliki kelebihan harta maupun tidak,
yang dianjurkan baik di saat lapang maupun sempit. Sedangkan penerima infak juga tidak
terbatas seperti adanya aturan di dalam zakat terkait golongan yang memiliki hak untuk
menerima pemberian zakat. Berbeda dengan sadakah yang tidak hanya berbentuk materi, dimana
Rasulullah menyebutkan bahwa senyuman kepada sesama saudara muslim adalah sebuah
sadakah, sesuatu yang dapat diinfak-kan oleh seorang muslim adalah berupa materi.

Pengertian Sadakah
“Sadakah berasal dari bahasa arab ash-shadaqah yang satu akar kata dengan shidiq
(benar). Artinya orang yang bersadakah berarti keyakinannya telah benar atau setidaknya ia
yakin dengan kebenaran sadakahnya”. Muhammad Rojaya (2011)
Sedangkan menurut istilah, shadaqah (sadakah) ialah pemberian yang diniatkan
(dimaksudkan) untuk mencari ganjaran pahala di sisi Allah Ta’ala. (at-Ta’riifaat hlm 132 karya
al-Jurjani dalam Yazid bin Abdul Qadir Jawas : 2012).
Menurut Ibnu Manzhur sadakah ialah apa yang diberikan kepada orang fakir karena
Allah. (Lisaanul ‘Arab (VII/309) dalam Yazid bin Abdul Qadir 2012).
Imam an-Nawawi berkata: “Disebut sebagai sadakah karena ia merupakan sebuah bukti
atas kepercayaan pelakunya dan kebenaran keimanannya, baik lahir maupun batin, maka sadakah
itu adalah keyakinan dan kebenaran imannya”. Syarh Shahiih Muslim (VII/48) dalam Yazid bin
Abdul Qadir Jawas (2012)

Pengertian dan Kajian Umum Tentang Wakaf
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin (2008:6) menjabarkan pengertian wakaf
secara etimologi, yaitu menahan suatu barang dan memberikan manfaatnya. Maksudnya, orang
yang berwakaf menahan barang tersebut dari segala hal yang dapat mengalihkan kepemilikan

dan orang tersebut memberikan manfaatnya. Misalnya hasil sewa rumah, pohon yang berbuah,
pengelolaan lahan, dan lain sebagainya.
The Shorter Encyclopaedia of Islam E.J. brill Leiden (1953:626) dalam Mohammad
Daud Ali (1988) menyebut pengertian wakaf menurut istilah hukum Islam yaitu ‘to protect a
thing, to prevent it from becoming the property of a third person’. Artinya memelihara sesuatu
barang atau benda dengan jalan menahannya agar tidak menjadi milik pihak ketiga. Barang yang
ditahan itu haruslah benda yang tetap zatnya yang dilepaskan oleh yang punya dari
kekuasaannya sendiri dengan cara dan syarat tertentu, tetapi dapat dipetik hasilnya dan dapat
dipergunakan untuk keperluan amal kebajikan yang ditetapkan oleh ajaran Islam.
Imam Taqiy al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaeni dalam Fiqh Muamalah:
Membahas Ekonomi Islam oleh Hendi Suhendi (2008:240) mengatakan wakaf adalah penahanan
harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan dengan kekalnya benda (zatnya), dilarang untuk
digolongkan zatnya dan dikelola manfaatnya dalam kebaikan untuk mendekatkan diri pada Allah
SWT.
Selanjutnya Andri Soemitra (2009:429) menuliskan bahwa Muhammad Abid Abdullah
Al-Kabisi mengatakan definisi wakaf menurut ahli fikih adalah sebagai berikut :
1)

Hanifiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik wakif dan
menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapa pun yang diinginkan untuk
tujuan kebajikan. Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahwa kedudukan harta wakaf masih
tetap tertahan atau terhenti di tangan wakif itu sendiri. Dengan artian, wakif masih menjadi
pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat
harta tersebut, bukan termasuk aset hartanya.

2)

Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki
(walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak
dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan wakif.
Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang
berhak saja.

3)

Syafi’iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta
kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki
oleh wakif untuk diserahkan kepada nadzir yang dibolehkan oleh syariah. Golongan ini

mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain)
dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya
secara berterusan.
4)

Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta
(tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan. Itu menurut para ulama ahli fikih.

Tujuan dan Manfaat Wakaf Uang
Menurut Heri Sudarsono (2008:285) tujuan dari penggalangan wakaf tunai yang ada di
masyarakat antara lain:
1.

Menggalang tabungan sosial dan mentransformasikan tabungan sosial menjadi modal
sosial serta membantu mengembangkan pasar modal sosial.

2.

Meningkatkan investasi sosial

3.

Menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya/berkecukupan kepada
fakir miskin dan anak-anak generasi berikutnya.

4.

Menciptakan kesadaran diantara orang-orang kaya/berkecukupan menggali tanggung
jawab sosial mereka terhadap masyarakat sekitarnya.

5.

Menciptakan integrasi antara keamanan sosial dan kedamaian sosial serta meningkatkan
kesejahteraan.

Sedangkan menurut Syafii Antonio dalam Syafrudin Arif (2010), terdapat manfaat utama wakaf
uang dewasa ini yaitu :
1.

Wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas
sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah
terlebih dahulu.

2.

Melalui wakaf tunai, asset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong dapat dimanfaatkan
untuk pembangunan gedung atau diolah lahan pertanian.

3.

Dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagai lembaga pendidikan Islam yang cash
flownya terkadang kembang kempis dan menggaji civitas akademika ala kadarnya.

4.

Pada gilirannya InshaAllah umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan
dunia pendidikan tanpa harus selalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang
terbatas.

Selanjutnya Syafrudin Arif (2010) mengatakan bahwa pada prinsipnya dalam rangka mencapai
tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi:
a. Sarana dan kegiatan ibadah;
b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
e. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah
dan peraturan perundang-undangan.

Kerangka Pemikiran
Biaya promosi yang dikeluarkan bertujuan untuk membujuk dan menarik konsumen
untuk menggunakan produk/jasa yang dihasilkan oleh produsen dan juga berfungsi sebagai alat
untuk menyampaikan ide/gagasan tentang sesuatu hal kepada konsumen. Pada lembaga amil
zakat, fungsi tersebut juga berlaku demikian. Biaya promosi dapat menjadi

ujung tombak

penyadaran umat serta sarana untuk kembali mengingatkan masyarakat mengenai ibadah infak,
sadakah dan wakaf.
Hasil studi Hamidiyah (2005) dalam Mujiyati et all (2010) memberikan kesimpulan
bahwa 75.8% faktor yang mempengaruhi pengumpulan Zakat, Infak dan Shadaqah (ZIS) adalah
biaya promosi, jumlah jaringan, peraturan dan momen bulan Ramadhan dan Dzulhijah. Biaya
promosi, jaringan dan momen dalam bulan relijius memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap pengumpulan Zakat, Infak dan Shadaqah. Sementara itu Mujiyati et all (2010) dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa penerimaan ZIS dipengaruhi oleh variasi promosi, jumlah
jaringan dan momen sebanyak 85.2 %. Hal ini menjelaskan bahwa promosi yang dilakukan LAZ
mampu menyampaikan gagasan mengenai ibadah ini dan informasi mengenai keberadaan LAZ
sebagai penyedia layanan ZISWaf, yang kemudian diharapkan umat muslim tergerak untuk
menunaikannya.
Lembaga Amil Zakat yang dikukuhkan oleh pemerintah sebagai LAZNAS harus bersedia
untuk diaudit syariah dan keuangan secara berkala. LAZNAS kemudian berkewajiban untuk
mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit melalui media massa. Audit ini bertujuan
untuk melaporkan derajat kesesuaian laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajemen dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pemilihan tipe KAP pelaksana audit yang berbeda pada

LAZNAS dapat disebabkan oleh jumlah asset yang dimiliki LAZ ataupun kualitas audit yang
dihasilkan oleh KAP afiliasi dan non afiliasi. Opini WTP yang dihasilkan KAP afiliasi dan KAP
non afiliasi mungkin dapat mempengaruhi pertimbangan masyarakat disebabkan perbedaan
kualitas audit dan profesionalisme yang dihasilkan. Bonita Winata (2013) menyimpulkan bahwa
terdapat perbedaan secara signifikan antara profesionalisme auditor KAP afiliasi dengan
profesionalisme auditor KAP non afiliasi. Mayangsari (2000) dalam Salman Husin (2012)
menyatakan bahwa investor mempersepsikan auditor yang berafiliasi dengan kantor akuntan
asing memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang bisa
dikaitkan dengan kualitas. Penelitian Nikmatuniayah (2012) mengatakan bahwa dengan
dilakukan transparansi publikasi informasi keuangan kepada publik, maka masyarakat akan
menjadi lebih percaya kepada lembaga pengelola zakat tersebut. Sedangkan Ali (1988:55)
mengatakan bahwa kepercayaan terhadap institusi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi penerimaan ZISWaf.
Asset publik yang berasal dari ISWaf masyarakat sudah banyak terdapat di beberapa
negara. Universitas Al Azhar di Cairo Mesir adalah salah satunya. Di Indonesia, perkampungan
Qur’an seluas 2 hektar di daerah Cipondoh Tanggerang serta sekolah gratis dan rumah sakit
gratis yang dibangun oleh Daarul Qur’an dan Dompet Dhuafa adalah contoh asset publik yang
juga berasal dari dana ISWaf. Pembangunan asset publik ini kenyataannya mendapat perhatian
dari masyarakat sehingga mampu memicu keinginan untuk menunaikan ISWaf. Hal ini
disebabkan dimensi ibadah ISWaf merupakan dimensi dunia dan akhirat dimana pahala dana
ISWaf yang disumbangkan akan menjadi amal jariyah yang akan terus mengalir kepada si
penyumbang meskipun si penyumbang sudah meninggal dunia.
Ranti Wiliasih (2008) mengatakan bahwa lembaga wakaf juga dapat berperan dalam
menyediakan fasilitas publik seperti yang dilakukan oleh pemerintah. Zulkifli Hasan dan
Muhammad Najib Abdullah (2008) mengatakan bahwa : “The investment of waqf properties
especially land is fundamentally aimed at generating more income to waqf institution that could
be benefited by the beneficiaries”.
Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh biaya
promosi, tipe KAP, dan pembangunan asset publik terhadap penerimaan infak, sadakah dan

wakaf. Penelitian ini menggunakan metode regresi linier berganda untuk mengetahui pengaruh
masing-masing variabel yaitu, biaya promosi (X1), tipe KAP (X2) dan pembangunan asset publik
(X3) terhadap penerimaan infak, sadakah dan wakaf (Y) pada lembaga amil zakat.

Deskripsi Data
Sampel (n) yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 20, meliputi informasi biaya
promosi, tipe KAP, biaya pembangunan asset publik serta jumlah penerimaan infak, sadakah dan
wakaf (ISWaf) yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan lembaga amil zakat sejak tahun
2006 sampai dengan 2011. Deskripsi mengenai data disajikan pada tabel 4.1. di bawah ini:
Tabel 4.1
Descriptive Statistics
N
By.Promosi
TipeKAP
Pemb.AssetPublik
PenerimaanISWaf
Valid N (listwise)

20
20
20
20
20

Minimum
.07585376
0
.00000000
.9403216

Maximum
.23428872
1
.25720708
4.5136607

Std. Deviation
.04177407084
.489
.07161776725
.8586669855

Persamaan Regresi Linier Berganda
Model regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam
persamaan berikut:
‫ = ܇‬હ + ઺૚ ‫۾‬۱ + ઺૛ ‫ۯ܂‬۴ + ઺૜ ‫ ۯ۾‬+ ࢿ

Y

= Penerimaan ISWAF

α

= Konstanta

β1 – β3 = Koefisien
PC

= Biaya promosi

TAF

= Tipe KAP

PA

= Asset publik

ε

= Variabel pengganggu (error)
Coefficientsa

Model
1

(Constant)
By.Promosi
TipeKAP
Pemb.AssetPublik

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
.294
.533
13.623
3.907
-.949
.339
-3.499
2.181

a. Dependent Variable: PenerimaanISWaf

Standardized
Coefficients
Beta
.663
-.541
-.292

t
.552
3.487
-2.800
-1.604

Sig.
.588
.003
.013
.128

Berdasarkan angka koefisien regresi pada tabel 4.3, maka dapat dibuat model persamaan multiple
regression analisis sebagai berikut:
‫ = ܇‬૙. ૛ૢ૝ + ૚૜. ૟૛૜ ‫۾‬۱ − ૙. ૢ૝ૢ ‫ۯ܂‬۴ − ૜. ૝ૢૢ ‫ ۯ۾‬+ ࢿ

Menilai Goodness of Fit Model
Koefisien Determinasi
Pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi
variabel penerimaan ISWaf. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang
kecil berarti kemampuan variabel biaya promosi, tipe KAP dan pembangunan asset publik dalam
menjelaskan variabel penerimaan ISWaf amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel
biaya promosi, tipe KAP dan pembangunan asset publik memberikan hampir semua informasi
yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi-variabel penerimaan ISWaf. Hasil analisis
menggunakan SPSS terlihat pada tabel berikut :
Model Summaryb
Model
1

R
.704a

R Square
.496

Adjusted
R Square
.402

Std. Error of
the Estimate
.664265494

DurbinWatson
1.206

a. Predictors: (Constant), Pemb.AssetPublik, By.Promosi, TipeKAP
b. Dependent Variable: PenerimaanISWaf

Dari tampilan output SPSS model summary tabel 4.4, besarnya adjusted R2 adalah 0.402. Hal ini
berarti 40.2 % variasi penerimaan ISWaf dapat dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel biaya
promosi, tipe KAP dan pembangunan asset publik. Sedangkan sisanya sebesar 59.8 % dijelaskan
oleh faktor lain diluar model penelitian.

Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji ini pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel biaya promosi, tipe KAP dan
pembangunan asset publik yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersamasama terhadap variabel penerimaan ISWaf. Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji adalah apakah
semua parameter dalam model sama dengan nol, artinya semua variabel biaya promosi, tipe KAP
dan pembangunan asset publik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel
penerimaan ISWaf. Hipotesis alternatifnya (Ha) tidak semua parameter secara simultan sama

dengan nol, artinya semua variabel biaya promosi, tipe KAP dan pembangunan asset publik
secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel penerimaan ISWaf.
Tabel 4.6
ANOVAb
Model
1

Regression
Residual
Total

Sum of
Squares
6.949
7.060
14.009

df
3
16
19

Mean Square
2.316
.441

F
5.249

Sig.
.010a

a. Predictors: (Constant), Pemb.AssetPublik, By.Promosi, TipeKAP
b. Dependent Variable: PenerimaanISWaf

Dari uji ANOVA atau F test didapat nilai F hitung sebesar 5.249 dengan probabilitas 0.010.
Karena probabilitas kecil dari 0.025, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi
penerimaan ISWaf atau dapat dikatakan bahwa biaya promosi, tipe KAP dan pembangunan asset
publik secara bersama-sama berpengaruh terhadap penerimaan ISWaf.

Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji ini pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel biaya promosi,
tipe KAP, dan pembangunan asset publik secara individual dalam menerangkan variasi variabel
penerimaan ISWaf.
Coefficientsa

Model
1

(Constant)
By.Promosi
TipeKAP
Pemb.AssetPublik

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
.294
.533
13.623
3.907
-.949
.339
-3.499
2.181

Standardized
Coefficients
Beta
.663
-.541
-.292

t
.552
3.487
-2.800
-1.604

Sig.
.588
.003
.013
.128

a. Dependent Variable: PenerimaanISWaf

Dari ketiga variabel independen yang dimasukkan kedalam model regresi pada tabel 4.3, variabel
pembangunan asset publik tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansi
yang berada di atas 2.5%. Sedangkan variabel biaya promosi dan tipe KAP signifikan pada
0.025. Dapat disimpulkan bahwa variabel penerimaan ISWaf dipengaruhi oleh biaya promosi
dan tipe KAP dengan persamaan matematis :
Penerimaan ISWaf = 0.294 + 13.623 PC- 0.949 TAF – 3.499 PA

Konstanta sebesar 0.294 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka
rata-rata penerimaan ISWaf adalah sebesar 0.294

rupiah. Koofisien regresi biaya promosi

sebesar 13.623 menyatakan bahwa setiap penambahan biaya promosi sebesar Rp.1, akan
meningkatkan penerimaan ISWaf sebesar Rp. 13.623. Koofisien regresi tipe KAP sebesar -0.949
menyatakan bahwa setiap audit yang dilakukan oleh KAP afiliasi, akan menyebabkan penurunan
penerimaan ISWaf sebesar Rp. 0.949. Koofisien regresi pembangunan asset publik sebesar 3.499 menyatakan bahwa setiap penambahan biaya pembangunan asset publik sebesar Rp.1,
akan menurunkan penerimaan ISWaf sebesar Rp. 3.499.

Pembahasan
Sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, maka lebih rinci hasil pengujian
akan diuraikan sebagai berikut :

Biaya Promosi Berpengaruh Positif Signifikan Terhadap Penerimaan ISWaf
Dari hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan biaya
promosi terhadap penerimaan ISWaf. Hal ini terjadi karena promosi yang dilakukan lembaga
amil mampu menggerakkan masyarakat untuk menunaikan pembayaran ISWaf dikarenakan
promosi tersebut menjadi sarana untuk kembali mengingatkan masyarakat mengenai ibadah ini.
Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Mujiyati et all
(2010) yang manyatakan bahwa biaya promosi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
pengumpulan ZIS.

Tipe KAP Berpengaruh Negatif Signifikan Terhadap Penerimaan ISWaf
Melihat hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif signifikan
tipe KAP afiliasi terhadap penerimaan ISWaf. Hal ini kemungkinan terjadi karena masyarakat
menilai penunjukkan KAP afiliasi akan menyebabkan pengeluaran biaya audit yang lebih besar
jika dibandingkan dengan penunjukkan KAP non afiliasi. Meskipun proses dan kualitas audit
lebih baik, namun KAP afiliasi menyebabkan penyerapan biaya yang lebih besar yang dianggap
masyarakat sebagai suatu pemborosan dan tidak sesuai dengan core business lembaga amil.
Hasil ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Nikmatuniayah (2012)

yang menyatakan bahwa dengan dilakukan transparansi publikasi informasi keuangan kepada
publik, maka masyarakat akan menjadi lebih percaya kepada lembaga pengelola zakat tersebut.

Pembangunan Asset Publik Berpengaruh Negatif Tidak Signifikan Terhadap Penerimaan
ISWaf
Dari hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif tidak
signifikan pembangunan asset publik terhadap penerimaan ISWaf. Hal ini kemungkinan terjadi
dikarenakan masyarakat yang membayarkan ISWaf tidak memperuntukkan dana ISWaf yang
mereka sumbangkan untuk tujuan tertentu. Penyumbang hampir sepenuhnya menyerahkan
pengelolaan dan penggunaan dana ISWaf untuk tujuan yang sesuai menurut organisasi
pengelola. Selain itu dapat juga terjadi kemungkinan sebaliknya, dimana masyarakat yang
membayarkan ISWaf telah lebih dulu membatasi penggunaan dana ISWaf mereka untuk tujuan
tertentu selain pembangunan asset publik seperti bantuan untuk korban bencana, program
pendidikan gratis dan lain-lain. Hasil ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Zulkifli Hasan dan Muhammad Najib Abdullah (2008) yang menyatakan bahwa :
“The investment of waqf properties especially land is fundamentally aimed at generating more
income to waqf institution that could be benefited by the beneficiaries”.
Kesimpulan
1.

Berdasarkan pada hasil analisis terhadap pengaruh biaya promosi bagi penerimaan ISWaf
dengan, dapat disimpulkan bahwa semakin besar biaya promosi yang dikeluarkan oleh
lembaga amil, maka penerimaan ISWaf akan semakin besar pula. Hal ini terjadi karena
promosi yang dilakukan lembaga amil dapat menyadarkan masyarakat dan mengingatkan
kembali mengenai ibadah ISWaf.

2.

Berdasarkan pada hasil analisis terhadap pengaruh tipe KAP bagi penerimaan ISWaf,
diketahui bahwa jika audit dilakukan oleh KAP afiliasi, maka penerimaan ISWaf akan
semakin turun. Hal ini kemungkinan terjadi karena masyarakat menilai penunjukkan
KAP afiliasi akan menyebabkan pengeluaran biaya audit yang lebih besar jika
dibandingkan dengan penunjukkan KAP non afiliasi. Hal ini menurut masyarakat
merupakan suatu pemborosan yang tidak sesuai dengan core business sebuah lembaga
amil.

3.

Berdasarkan pada hasil analisis terhadap pengaruh pembangunan asset publik bagi
penerimaan ISWaf, dapat disimpulkan bahwa semakin besar biaya pembangunan asset
publik yang dikeluarkan lembaga amil maka pener