PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK TERHADAP PROFESIONALISME AKUNTAN PUBLIK PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP) DI SURABAYA (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya).

(1)

1

(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya) SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Oleh : Reddy Kurnia 0713015025/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “

JAWA TIMUR


(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………i

DAFTAR ISI……….iii

DAFTAR GAMBAR………....vii

DAFTAR TABEL……….ix

DAFTAR LAMPIRAN………..x

ABSTRAKSI………..xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Perumusan Masalah ...7

1.3. Tujuan Penelitian ...8

1.4. Manfaat Penelitian ...8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ...10

2.2. Landasan Teori...…13

2.2.1. Pengertian Pemeriksaan Akuntansi (Auditing) ...13

2.2.2. Etika Profesional ...14

2.2.2.1. Kode Etik Akuntan Indonesia ...16

2.2.3. Kompetensi Akuntan Publik ...17

2.2.3.1. Definisi Kompetensi Akuntan Publik ...17

2.2.3.2. Komponen Kompetensi Akuntan Publik ...20

2.2.3.3. Pencapaian Kompetensi Profesional Akuntan Publik...21

2.2.3.4. Teori Pendukung Kompetensi………...23

2.2.4 Independensi Akuntan Publik ...23


(3)

2.2.4.2. Pentingnya Independensi Akuntan Publik ...25

2.2.4.3. Aspek Independensi akuntan Publik……….28

2.2.4.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik……….32

2.2.4.5. Teori Pendukung Independensi……….36

2.2.5. Profesionalisme Akuntan Publik ...38

2.2.5.1. Definisi Profesionalisme Akuntan Publik...38

2.2.5.2. Syarat dan Ciri Profesionalisme...40

2.2.5.3. Faktor-faktor Pendukung Profesionalisme...41

2.2.5.4. Prinsip-prinsip Profesionalisme………....42

2.2.5.5. Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik ...45

2.2.5.6. Teori Pendukung Profesionalisme………....45

2.2.6. Pengaruh Kompetensi Akuntan Publik Terhadap Profesionalisme Akuntan Puiblik ...46

2.2.6.1. Pengaruh Independensi Akuntan Publik Terhadap Profesionalisme Akuntan Publik...48

2.3. Hipotesis ...49

BAB III METODE PENELITAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...50

3.1.1. Definisi Operasional...50

3.1.2. Pengukuran Variabel...52

3.2. Teknik Penentuan Sampel ...53


(4)

3.3.1. Jenis Data ...55

3.3.2. Sumber Data...55

3.3.3. Pengumpulan Data ...56

3.4. Uji Kualitas Data ...56

3.4.1. Uji Validitas ...56

3.4.2. Uji Reliabilitas ...57

3.5. Uji Normalitas ...57

3.6. Uji Asumsi Klasik ...58

3.7. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis...60

3.7.1 Teknik Analisis ...60

3.7.2 Uji Hipotesis ...60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Obyek Penelitian………...63

4.1.2. Gambaran Umum Obyek Penelitian………66

4.1.3. Pengambilan Kuesioner Responden………,66

4.2. Deskripsi Responden………...67

4.3. Deskripsi Hasil Penelitian………...69

4.3.1. Deskripsi Variabel Kompetensi Akuntan Publik (X1)……….69

4.3.2. Deskripsi Variabel Independensi Akuntan Publik (X2)…………...71

4.3.3. Deskripsi Variabel Profesionalisme Akuntan Publik (Y)…………75

4.4. Deskripsi Hasil Analisis dan Pengujian Hipotesis………..77

4.4.1. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas…...……….77


(5)

4.4.3. Uji Normalitas………...81

4.4.4. Uji Asumsi Klasik…...………..82

4.4.5. Tekhnik Analisis………..84

4.5. Uji Hipotesis………86

4.5.1.Uji F……… .……….86

4.5.2. Uji T………..………. ..87

4.6. Pembahasan……….88

4.7. Implikasi Penelitian……...………..90

4.7. Keterbatasan Penelitian………...91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan……….92

5.2. Saran………92 DAFTAR PUSTAKA


(6)

DAFTAR GAMBAR  


(7)

KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK TERHADAP PROFESIONALISME AKUNTAN PUBLIK PADA KAP DI SURABAYA

Oleh: REDDY KURNIA

Abstrak

Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Akuntan publik berfunsi sebagai pihak yang menilai atas kewajaran laporan keuangan perusahaan apakah sudah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum (PABU). Dari hasil auditnya tersebut kemudian auditor akan menyampaikan penilaian atas kewajaran laporan keuangan melalui opini atau pendapat yang disajikan dalam “Laporan Auditor Independen”. Dari profesi akuntan publik ini masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap

informasi yang disajikan oleh manajemen dalam laporan keuangan. Auditor harus bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (terkecuali untuk auditor internal). Pertanyaan tentang kualitas audit yang dilakukan akuntan publik oleh masyarakat bertambah besar setelah terjadi beberapa kasus yang berkaitan dengan hasil audit para akuntan publik. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat akuntan publik harus memperhatikan kualitas audit yang dilakukannya. Hendaknya seorang auditor dapat meningkatkan potensi diri tersebut baik secara formal maupun informal untuk memenuhi tanggung jawab kualitas audit yang dilakukannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari

kompetensi dan independensi akuntan publik terhadap profesionalisme akuntan publik.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 43 Kantor Akuntan Publik (KAP yang di Surabaya. Sedangkan sumber data yang digunakan berasal dari jawaban kuesioner yang disebar pada 43 Kantor Akuntan Publik (KAP) di Surabaya tersebut. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi linier berganda dengan alat bantu computer, yang menggunakan program SPSS. 16.0 For Windows.

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 yang menyatakan bahwa diduga ada pengaruh antara kompetensi dan independensi akuntan publik terhadap profesionalisme akuntan publik, tidak teruji kebenarannya dan hipotesis 2 yang menyatakan bahwa diduga kompetensi akuntan publik yang berpengaruh paling dominan terhadap profesionalisme akuntan publik, juga tidak teruji kebenarannya.

Keyword : Kompetensi, Independensi Akuntan Publik, dan Profesionalisme Akuntan Publik


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada perusahaan besar, khususnya perusahaan yang sudah go publik, terdapat pemisahan antara pemilik dengan manajemen. Manajemen adalah pihak yang mengelola serta mengendalikan perusahaan. Manajemen bertugas menjalankan kegiatan bisnis perusahaan. Konsekuensinya dari hal ini adalah pihak manajemen harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan wewenang tersebut secara periodik kepada pemilik. Selain pemilik, masih terdapat pihak lain yang memerlukan informasi yang berasal dari laporan keuangan. Pihak lain tersebut antara lain adalah pemberi pinjaman, calon kreditor atau investor, pemerintah, analisis keuangan dan sebagainya.

Dari uraian diatas terlihat jelas adanya sebuah kepentingan yang berbeda antara manajemen dengan pemakai laporan keuangan. Manajemen berkepentingan untuk melaporkan pengelolaan bisnis perusahaan yang dipercayakan kepadanya. Sedangkan pemakai laporan keuangan, khususnya pemilik berkepentingan untuk melihat hasil kinerja manajemen di dalam mengelola perusahaan. Karena adanya konflik kepentingan antara manajemen dengan pemakai laporan keuangan maka laporan keuangan harus diaudit oleh pihak ketiga yang independen. Pihak yang bisa melakukan audit atas laporan keuangan adalah akuntan publik.


(9)

Profesi akuntan publik merupakan profesi yang menjadi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi dan Puradiredja, 1998:3). Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan, sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan.

Guna menunjang profesionalisme para akuntan publik maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang sudah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni sebagai berikut:

1. Standar umum, yang merupakan cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit.

2. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan keuangan yang diauditnya secara keseluruhan.

Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya untuk mengaudit perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan klien yakni ketika


(10)

akuntan publik mengemban tugas dan tanggung jawab dari manajemen (Agen) untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini manajemen ingin supaya kinerjanya terlihat selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan terutama pemilik (prinsipal). Akan tetapi disisi lain, pemilik (prinsipal) menginginkan supaya auditor melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang ada pada perusahaan yang telah dibiayainya.

Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan para akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Adapun pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan akuntan publik baik diluar negeri maupun didalam negeri. Skandal didalam negeri terlihat dari akan diambilnya tindakan oleh Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) terhadap 10 Kantor Akuntan Publik yang diindikasikan melakukan pelanggaran berat saat mengaudit bank-bank yang dilikuidasi pada tahun 1998 (Yogi Christiawan, 2002). Selain itu terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam (Winarto, 2002 dalam Christiawan 2003:82).

Selain fenomena di atas, kualitas audit yang dihasilkan akuntan publik juga tengah mendapat sorotan dari masyarakat banyak yakni seperti


(11)

kasus yang menimpa akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional,Tbk. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang. Sehingga berdasarkan investigasi tersebut Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka. Oleh karenanya Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun 2003 (kap-muhaemin.com).

Dalam konteks skandal keuangan di atas, memunculkan pertanyaan apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan tersebut. Tentu saja jika yang terjadi adalah auditor tidak mampu mendeteksi trik rekayasa laporan keuangan, maka yang menjadi inti permasalahannya adalah kompetensi atau keahlian auditor tersebut. Namun jika yang terjadi justru akuntan publik ikut mengamankan praktik


(12)

rekayasa tersebut, seperti yang terungkap juga pada skandal yang menimpa Enron, Andersen, Xerox, WorldCom, Tyco, Global Crossing, Adelphia dan Walt Disney (Sunarsip 2002 dalam Christiawan 2003:83) maka inti permasalahannya adalah independensi auditor tersebut. Terkait dengan konteks inilah, muncul pertanyaan seberapa tinggi tingkat kompetensi dan independensi auditor saat ini dan apakah kompetensi dan independensi auditor tersebut berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik.

Di Indonesia penelitian yang berkaitan dengan auditor memang sudah sering dilakukan. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh Mayangsari (2003), penelitian yang membahas masalah keahlian audit dan independensi sebagai dua faktor yang tidak mutually exclusive yang mempengaruhi opini auditor terhadap kelangsungan hidup perusahaan, dan ia pun menyatakan bahwa pendapat auditor yang ahli dan independen berbeda dengan auditor yang hanya memiliki salah satu karakter atau sama sekali tidak memiliki karakter. Pendapat auditor pada kelompok ini mempunyai tingkat prediksi yang lebih baik dibandingkan pada kelompok yang lainnya. Dalam penelitian tersebut kedua faktor yaitu faktor keahlian dan independensi dimasukkan sebagai faktor kembar yang mungkin akan mempengaruhi opini auditor terhadap kelangsungan hidup perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Christiawan (2002) menyatakan bahwa kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi. Penelitian ini juga memberikan bukti empiris bahwa


(13)

pengalaman akan mempengaruhi kemampuan audit untuk mngetahui kekeliruan dan pelatihan yang dilakukan akan meningkatkan keahlian dalam melakukan audit.

Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa kompetensi dan independensi masuk sebagai salah satu ciri auditor/akuntan publik yang paling penting yang akan meningkatkan profesionalisme akuntan publik. Novin dan Tucker (1993) mengidentifikasikan profesionalisme sebagai penguasaan dibidang pengetahuan, keterampilan dan karakteristik. Lebih jauh lagi Novin dan Tucker memberikan suatu gambaran bahwa untuk menjadikan akuntan, akademisi, maupun praktisi, mencapai tingkat profesionalisme yang memadai, maka mereka harus menguasai tiga hal tersebut.

Fenomena yang berhubungan dengan profesionalisme juga terjadi di ruang lingkup Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jawa Barat (Jabar), dua auditor BPK Suharto dan Enang Hermawan, didakwa korupsi karena menerima suap dari PNS Pemerintah Kota Bekasi. Pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Senin (20/9), Suharto dan Enang didakwa menerima suap untuk membantu laporan keuangan Pemerintah Kota Bekasi agar menerima predikat wajar tanpa pengecualian (Jawa pos, Selasa, 21 September 2010).

Penelitian mengenai kualitas audit penting bagi KAP dan auditor agar mereka dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit dan selanjutnya dapat meningkatkannya kualitas audit yang dihasilkannya. Bagi pemakai jasa audit, penelitian ini penting yakni untuk


(14)

menilai sejauh mana akuntan publik dapat konsisten dalam menjaga kualitas jasa audit yang diberikannya.

Seperti telah diuraikan diatas, krisis kepercayaan dari masyarakat telah menimpa para auditor, untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat maka hendaknya auditor meningkatkan profesionalisme diri dengan berbagai cara baik itu meningkatkan kompetensi dengan peningkatan pengetahuan potensi baik secara formal maupun informal serta bisa juga dengan meningkatkan independensi diri masing-masing auditor. Profesionalisme yang dituntut masyarakat umum dari seorang auditor sangat mutlak di dalam pelaksanaan tugasnya, oleh karena itu penelitian ini mengambil tema “Pengaruh Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik Terhadap Profesionalisme Akuntan Publik Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Surabaya”.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh antara kompetensi dan independensi akuntan publik terhadap profesionalisme akuntan publik.


(15)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk membuktikan secara empiris apakah terdapat pengaruh antara kompetensi dan independensi akuntan publik terhadap profesionalisme akuntan publik.

2. Untuk membuktikan secara empiris faktor manakah yang lebih mempengaruhi profesionalisme dari para akuntan publik.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan sumbangan konseptual bagi peneliti sejenis maupun civitas akademika lainnya dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan untuk perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan.

2. Bagi Kantor Akuntan Publik dan Ikatan Akuntan Indonesia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu masukan yang bermanfaat bagi Kantor Akuntan Publik dan Ikatan Akuntan Indonesia dalam melaksanakan pelatihan-pelatihan dalam rangka peningkatan kompetensi akuntan publik, serta dapat member masukan kepada Kantor Akuntan Publik dan Ikatan Akuntan Indonesia dalam pengembangan independensi para akuntan publik.

3. Bagi peneliti

Dengan penelitian ini dapat dijadikan suatu perbandingan antara teori-teori yang selama ini peneliti dapatkan semasa perkuliahan dengan


(16)

kenyataan yang ada. Sehingga dapat diketahui masalah yang dihadapi Kantor Akuntan Publik dan kesesuaian antara lain yang diperoleh sehingga dapat diperoleh pemecahan masalah yang ada.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil penelitian terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini antara lain oleh: 1. Sekar Mayangsari (JRAI, 2003)

judul:

“Pengaruh Keahlian Audit dan Independensi Terhadap Pendapat Audit: Sebuah Eksperimen”.

Permasalahan:

a. Apakah terdapat perbedaan pendapat auditor yang ahli dan

independen dengan auditor yang hanya memiliki satu karakteristik atau auditor yang sama sekali tidak memiliki kedua karakteristik tersebut?

b. Apakah terdapat perbedaan jenis informasi yang digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan pendapat antara auditor yang ahli dengan auditor tidak ahli?

Hipotesis:

a. Auditor yang memiliki keahlian audit dan independensi akan

memberikan pendapat dan kelangsungan hidup perusahaan yang cenderung benar dibanding auditor yang hanya memiliki salah satu karakteristik atau sama sekali tidak memiliki keduanya.


(18)

b. Kuantitas informasi yang diinginkan dipengaruhi oleh jenis informasi. Auditor yang ahli lebih banyak mengingat jenis informasi atypical sedangkan auditor yang tidak ahli lebih mengingat informasi typical.

Kesimpulan:

a. Hasil pengujian mendukung hipotesis pertama bahwa auditor yang memiliki keahlian dan independensi akan memberikan pendapat tentang kelangsungan hidup perusahaan yang cenderung benar dibandingkan auditor yang hanya memiliki salah satu karakteristik atau sama sekali tidak memiliki keduanya.

b. Hasil pengujian mendukung hipotesis kedua bahwa kuantitas

informasi yang diingat dipengaruhi oleh jenis informasi. Auditor yang ahli lebih banyak mengingat informasi yang atypical sedangkan auditor non ahli lebih banyak mengingat informasi yang typical.

2. Kusharyanti (2003) Judul :

“Temuan Penelitian Mengenai Kualitas Audit dan Kemungkinan Topik Penelitian di Masa Datang”.

Variabel yang diteliti :


(19)

Kesimpulan :

Banyak faktor memainkan peran penting dalam mempengaruhi kualitas audit dari sudut pandang auditor individual, auditor tim maupun KAP. 3. Nurchasanah dan Rahmanti (2003)

Judul :

“Analisis Faktor-faktor Penentu Kualitas Audit”. Variabel yang diteliti :

a. Pengalaman melakukan audit b. memahami industry klien c. respon atas kebutuhan klien d. taat pada standar umum e. keterlibatan pimpinan KAP f. independensi anggota tim audit

g. komunikasi tim audit dan manajemen klien. Kesimpulan :

Hanya pengalaman melakukan audit dan keterlibatan pimpinan KAP yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

4. Teguh Harhinto (2004) Judul :

“Pengaruh Keahlian dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Study Empiris Pada KAP di Jawa Timur”.


(20)

Variabel yang ditentukan :

Keahlian diproksikan dalam dua sub variabel pengalaman dan

pengetahuan. Sedangkan independensi diproksikan dalam tekanan dari klien, lama hubungan dengan klien, dan telaah rekan auditor.

Kesimpulan :

Keahlian dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Pemeriksaan Akuntan (Auditing)

Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi dan Puradiredja, 1998:3). Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan, sehingga masyarakat memperoleh infromasi keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan.

Alvin A. Arens dan James K. Loebbecke (1996:1) Auditing adalah pengukuran dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai entitas ekonomi yang dilakukan seseorang yang kompeten dan independensi untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan.


(21)

Bila ditinjau dari sudut profesi akuntan publik. Auditing adalah pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut ( Mulyadi; 1998:9 )

Sedangkan menurut Al Haryono Jusup dalam bukunya Auditing (2001:1) mendefiniskan pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektif untuk menentukan kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya dengan pihak-pihak yang berkepentingan.

2.2.2. Etika profesional

Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral yang mengatur tentang perilaku professional (Agoes:2004). Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Etika professional merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lainnya, yang berfungsi


(22)

untuk mengatur tingkah laku para anggotanya (Murtanto dan Marini 2003).

Kamal Gupta (1991:727) yang menyadur dari AICPA, Carey and Doherty menyatakan “Profesional ethics may be regarded as a mixture of

moral and practical concept, with a sprinkling of exhortation to ideal

conduct designed to evoke right action on the part of member of the

profession concerned”. Bahwa etika professional dapat dipandang sebagai

perpaduan konsep praktis dan moral dengan sedikit nasihat tentang perilaku yang sesuai, yang dimaksudkan untuk mengarahkan pada tindakan yang benar sebagai bagian dari anggota profesi.

Sedangkan menurut Abdul Halim (1995:17) etika professional meliputi standart sikap para anggota profesi yang dirancang agar praktis dan realistis, tapi sedapat mungkin idealistis.

Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat diartikan bahwa kode etik berpengaruh besar terhadap reputasi serta kepercayaan mayarakat pada profesi yang bersangkutan. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu pemeriksaan akuntansi akan menjadi lebih tinggi jika profesi akuntan publik menerapkan standart mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan yang dilakukan oleh anggota profesinya. Kode etik akuntan juga dimaksudkan untuk membantu para anggotanya dalam mencapai kualitas pekerjaan sebaik-baiknya.


(23)

2.2.2.1. Kode Etik Akuntan Indonesia.

Kelangsungan hidup profesi auditor di Indonesia sangat tergantung kepada kepercayaan masyarakat terutama pada pengguna jasa auditor terhadap kualitas jasa yang dihasilkan profesi. Oleh karena itu, Ikatan akuntan Indonesia mengeluarkan kode etik akuntan Indonesia untuk mengatur para anggotanya.

Kode etik akuntan Indonesia dibagi menjadi tiga bagian (Mulyadi 1998:45):

1. Kode etik profesi akuntan secara umum 2. Kode etik khusus untuk profesi akuntan publik

3. Penutup

Bagian kedua kode etik akuntan Indonesia yang mengatur etika khusus profesi akuntan publik berisi pasal-pasal yang mengatur mengenai:

1. Kepribadian

2. Kecakapan profesional 3. Tanggung jawab kepada klien

4. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi 5. Tanggung jawab lainnya.

Karena penelitian ini menitikberatkan pada analisis kompetensi dan independensi akuntan publik, maka pasal-pasal yang dibahas adalah bagian pertama dan kedua saja yaitu pasal-pasal yang mengatur mengenai kepribadian dan kecakapan professional.


(24)

2.2.3. Kompetensi Akuntan Publik

2.2.3.1. Definisi Kompetensi Akuntan Publik

Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang ahli atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagaii auditor, sedangkan standar umum ketiga (SA seksi 230 dalam SPAP, 2001) meyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan cermat dan seksama (due professional care).

Kualitas Audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi, “Good quality audit require both competency (expertise)

and indepedence. These qualities have direct effecs on actual audit

quality, as well as potential interactive effects in addition, financial

statement users perception of audit quality are a function of their

perceptions of both auditor indepedence and expertise” (AAA Financial

Accounting Standart Committee 2000) dalam Yulius Jogi Christiawan (2000:83).

Bahwa kualitas audit ditentukan oleh kompetensi (keahlian) dan independensi. Kedua hal ini mempunyai pengaruh langsung dan pengaruh interaktif yang potensial pada kualitas audit yang sebenarnya. Selanjutnya pengguna laporan keuangan mengartikan kualitas audit sebagai hasil dari persepsi auditor terhadap independensi dan keahlian.


(25)

Menurut Shanteau dalam Shekar Mayangsari (2003:5) kompetensi dapat didefinisi sebagai keahlian audit yang dimiliki seseorang untuk dapat mencapai tujuan audit dengan baik. Kemampuan berpikir yaitu kemampuan untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisa informasi. Karakteristik kemampuan berpikir adalah kemampuan beradaptasi dengan situasi yang baru dan ambisius serta kemampuan untuk mengabaikan atau menyaring informasi-informasi yang tidak relevan. Kompetensi sendiri melibatkan proses berkesinambungan antara pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Hal ini diperkuat oleh Bedard yang menyatakan bahwa kompetensi (keahlian) adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan keahlian prosedural yang luas yang ditunjukan dalam pengalaman audit.

Adapun kompetensi menurut De Angelo (1982) dalam Kusharyanti (2002) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yakni sebagai berikut: 1. Kompetensi auditor individual

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan auditor, antara lain pengetahuan dan pengalaman. Untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum dan khusus) dan pengetahuan mengenai bidang pengauditan, akuntansi, dan industry klien. Selain itu juga diperlukan juga pengalaman dalam melakukan audit. Seperti yang dikemukan oleh Libby dan Frederick (1990) bahwa auditor yang berpengelaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan sehingga keputusan yang diambil bisa lebih baik.


(26)

2. Kompetensi audit tim

Standar pekerjaan lapangan yang kedua menyatakan bahwa jika pekerjaan menggunakan asisten maka harus disupervisi dengan semestinya. Dalam suatu penugasan, satu tim audit biasanya terdiri dari auditor yunior, auditor senior, manajer, dan partner. Tim audit ini dipandang sebagai faktor yang lebih menentukan kualitas audit (Wooten:2003). Kerjasama yang baik antar anggota tim, profesionalisme, persistensi, skeptisisme, proses kendali mutu yang kuat, pengalaman dengan klien, dan pengalaman industry yang baik akan menghasilkan tim audit yang berkualitas tinggi. Selain itu, adanya perhatian dari partner dan manajer pada penugasan ditemukan memiliki kaitan dengan kualitas audit. 3. Kompetensi dari sudut pandang KAP.

Besaran KAP menurut Deis dan Giroux (1992) diukur dari jumlah klien dan persentase dari audit fee dalam usaha mempertahankan kliennya untuk tidak berpindah pada KAP yang lain. Berbagai penelitian (misal De Angelo 1981, Davidson dan Neu 1993, Dye 1993, Becker et.al. 1998, Lennox 1999) menemukan hubungan positif antara besaran KAP dan kualitas audit. KAP yang besar menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi karena ada insentif untuk menjaga reputasi dipasar. Selain itu, KAP yang besar sudah mempunyai jaringan klien yang luas dan banyak sehingga mereka tidak tergantung atau tidak takut kehilangan klien (De Angelo:1981). Selain itu KAP yang besar biasanya mempunyai sumber daya yang lebih banyak dan lebih baik untuk melatih auditor mereka,


(27)

membiayai auditor ke berbagai pendidikan profesi berkelanjutan, dan melakukan pengujian audit daripada KAP kecil.

2.2.3.2. Komponen Kompetensi Akuntan Publik

Gibbins dan Larocque dalam artikel Murtanto memberikan suatu model umum atas kompetensi auditor dengan lima komponen yang terdiri atas kepribadian, tugas, lingkungan sosial dan kendala-kendalanya, serta proses pemberian pendapat.

Hayes-Roth dalam Mayangsari (2003:4) mendefinisi kompetensi sebagai keberadaan dari pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu. Pemahaman terhadap masalah yang timbul dalam lingkungan tersebut dan ketrampilan untuk memecahkan masalah tersebut.

Namun demikian, secara umum belum ada kesepakatan mengenai definisi kompetensi diantara peneliti. Konsekuensinya, konsep dari kompetensi harus dioperasionalkan dengan melihat beberapa variabel atau ukuran, seperti lamanya pengalaman seseorang bekerja dibidang tertentu (Mayangsari, 2003:4).

Dalam perkembangan berikutnya, variabel kompetensi diukur

dengan memasukkan unsur kinerja, seperti kemampuan (ability),

pengetahuan (knowledge), dan pengalaman (experience). Hal ini diperkuat

dengan pernyataan Libby (Mayangsari, 2003:5) yang menyatakan bahwa pengalaman, kemampuan, dan kinerja yang baik harus dimiliki oleh


(28)

seseorang yang memiliki keahlian (expert) daripada seorang pemula

(novice).

Hasil penelitian yang dilakukan beberapa peneliti tersebut menunjukkan adanya konsistensi bahwa dari faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi akuntan publik ternyata faktor pengetahuan kognitif merupakan faktor yang sangat penting bagi auditor. Faktor lain yang juga sangat penting adalah psikologi dan strategi dalam pengambilan keputusan. Sedangkan faktor-faktor seperti kemampuan kognitif dan analisis tugas bukan merupakan faktor penting.

2.2.3.3. Pencapaian Kompetensi Profesional Akuntan Publik

Kompetensi merupakan faktor yang menentukan profesionalisme akuntan publik. Kompetensi itu sendiri merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami. Dreyfus (1986) dalam Mayangsari (2003:15) mengatakan bahwa kompetensi seseorang merupakan suatu gerakan yang terus menerus yang berupa proses pembelajaran dari “mengetahui sesuatu”, menjadi “mengetahui bagaimana”.

Lebih spesifik lagi Dreyfus membedakan proses pencapaian kompetensi profesional menjadi lima tahap (Mayangsari, 2003:15)

Tahap pertama disebut dengan novice, yaitu tahapan pengenalan

terhadap kenyataan dan membuat judgement hanya berdasarkan aturan-aturan yang tersedia. Kompetensi pada tahap pertama ini biasanya dimiliki oleh staff audit pemula yang baru lulus dari universitas.


(29)

Tahap kedua disebut advanced beginner. Pada tahap ini auditor

sangat bergantung pada aturan dan tidak mempunyai cukup kemampuan untuk merasionalkan segala tindakan audit. Namun demikian auditor pada tahapan ini mulai dapat membedakan aturan sesuai dengan suatu tindakan.

Tahap ketiga disebut competence. Pada tahap ini audior sudah

mempunyai cukup pengalaman untuk menghadapi situasi yang kompleks. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tujuan yang ada dalam pikirannya dan kurang sadar terhadap pemilihan, penerapan dan prosedur aturan audit.

Tahap keempat disebut profiency. Pada tahap ini segala sesuatu

menjadi rutin, sehingga dalam bekerja auditor cenderung bergantung pada pengalaman yang lalu. Intuisi pun mulai digunakan. Akhirnya pemikiran audit akan terus berjalan sehingga diperoleh elemen analisis yang substansial.

Tahap terakhir adalah expertise. Pada tahap ini auditor mengetahui

sesuatu karena kematangannya dan pemahamannya terhadap praktik yang ada. Auditor sudah dapat membuat keputusan atau menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan demikian segala tindakan auditor pada tahapan ini sangat rasional dan mereka bergantung intuisinya bukan aturan-aturan yang ada.

Keterangan-keterangan tersebut semakin menunjukan pengaruh pengalaman yang merupakan salah satu unsur dari kompetensi terhadap profesionalisme akuntan publik. Dreyfus menunjukan bahwa dalam


(30)

pembagian jenjang kompetensi, terdapat unsur pengalaman, karena seseorang yang memiliki keahlian yang berada ditahap novice, untuk sampai ketahap beginner harus mengalami beberapa waktu pengalaman kerja serta tambahan pengetahuan teknis.

2.2.3.4. Teori Pendukung Kompetensi

Menurut Michael D Tovey (1997) dalam teori kompetensi Tovey setidaknya meliputi tiga hal, yaitu:

1. Sebuah kerangka acuan dasar dimana kompetensi dikonstruksikan

melibatkan pengukuran standart yang diakui oleh kalangan industry yang relevan. Hal ini mengindikasikan terjadinya kesepadanan antara kemampuan individu dengan standart kompetensi yang ditetapkan kalangan industry sebagai users.

2. Sebuah kompetensi tidak hanya sekedar dapat ditujukan kepada pihak-pihak lain, namun juga harus dapat dibuktikan dalam menjalankan fungsi-fungsi kerja.

3. Kompetensi merupakan sebuah nilai yang mengacu pada satisfactory

performance of individual.

2.2.4. Independensi Akuntan Publik

2.2.4.1. Definisi Independensi Akuntan Publik.

Dalam standar Profesionalisme Akuntan Publik (1994:220.1-220.2) disebutkan bahwa sikap indpenden, diartikan sebagai sikap yang


(31)

tidak mudah dipengaruhi karena akuntan publik melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Akan tetapi independen dalam hal ini tidak berarti mengharuskan ia bersikap sebagai penuntut, melainkan ia justru harus bersikap mengadili secara tidak memihak dengan tetap menyadari kewajibannya untuk selalu bertindak jujur, tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan tetapi juga kepada pihak lain yang berkepentingan dengan laporan keuangan.

Mulyadi dan Kanaka Puradiredja (1998:25) memberikan definisi independensi lebih jelas dengan mengemukakan: “Independensi berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain”. Dengan kata lain, jika akuntan publik mengikuti kehendak klien maka pendapat yang ia berikan tidak mempunyai arti.

Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Auditor tidak hanya berkewajiban mempertahankan sikap mental independen, tetapi ia harus menghindari keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya. Dengan demikian, disamping auditor harus benar-benar independen, ia masih juga harus menimbulkan persepsi dikalangan masyarakat bahwa ia benar-benar independen.

Dari berbagai definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa independensi mempunyai tiga pengertian bila dihubungkan dengan akuntan publik yaitu:


(32)

1. Dalam berbagai hal, jika bukan sebagai bawahan, independensi berarti kejujuran, integritas, obyektivitas, dan tanggung jawab.

2. Dalam hal yang lebih sempit, bila dihubungkan dengan pemeriksaan

akuntan sehubungan dengan mengeluarkan pendapat atas laporan keungan, maka independensi berarti menghindari berbagai hubungan yang dapat memungkinkan (sekalipun tanpa sadar) merusak obyektivitas akuntan publik.

3. Independensi berarti menghindari hubungan yang dapat menimbulkan

kesan seseorang pemeriksa mempunyai suatu konflik kepentingan.

2.2.4.2. Pentingnya Independensi Akuntan Publik.

Masyarakat menilai independensi akuntan publik biasanya tidak secara perseorangan tetapi dari segi profesi akuntan publik secara keseluruhan. Jika masyarakat menilai seseorang akuntan publik atau suatu kantor akuntan gagal mempertahankan independensinya maka kemungkinan besar masyarakat menaruh kecurigaan terhadap independensi keseluruhan akuntan publik. Kecurigaan itu dapat berakibat hilangnya kepercayaan terhadap profesi akuntan publik, khususnya dalam pemberian jasa pemeriksaan akuntansi.

Dalam Standar Profesionalisme Akuntan Publik (IAI;1994:220.1) dijelaskan: “Akuntan publik tidak dapat dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun sebab bilamana tidak demikian halnya, maka bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang dimiliki, ia akan


(33)

kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya”.

Independensi harus dipandang sebagai salah satu ciri auditor yang paling penting, dalam proses akuntan publik, karena akuntan publik tidak dapat memberikan pendapat yang obyektif jika ia tidak independen. Meskipun auditor memiliki kemampuan teknis yang cukup, masyarakat tidak akan percaya jika mereka tidak independen. Taylor dan Glazen (1991) dalam artikel Lee dan Stone (1995) yang dikutip oleh Mayangsari (2003:6) menyatakan bahwa tidak ada standar kode etik yang lebih penting dari independensi.

Stettler (1997:25-26) lebih jauh lagi menyatakan bahwa independensi merupakan “ Keystone of a profession” dan selanjutnya

menyatakan bahwa “Should the practitioner lose the reputation for

independence in auditing work, an opinion would become no more

acceptable than the representations by management in statements which it

has prepared”.

Bahwa apabila akuntan publik kehilangan reputasi independensinya dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, pendapatnya atas laporan keuangan tidak lebih dari pernyataan manajemen dalam laporan keuangan yang disajikannya. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Wilcox (Supriyono;1990:19) bahwa independensi adalah salah satu norma pemeriksaaan akuntan yang penting sebab pendapat akuntan independen diberikan untuk tujuan menambah kredibilitas laporan keuangan yang


(34)

pada dasarnya merupakan gambaran manajemen. Wilcox selanjutnya menyatakan bahwa independensi merupakan syarat yang tiada bandingnya, yang tidak dijumpai dalam bidang lainnya.

Dari berbagai pernyataan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai pentingnya independensi akuntan publik sebagai berikut:

1. Independensi diperlukan oleh akuntan publik untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.

2. Independensi penting bagi profesi akuntan publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pihak yang dapat dipercaya.

3. Independensi penting bagi profesi akuntan publik untuk menilai

kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan kepada pihak lain yang berkepentingan atas laporan keuangan tersebut.

4. Independensi sangat penting untuk mendukung terpeliharanya saling percaya diantara pihak manajemen perusahaan dengan investor dan masyarakat dipihak lain.

5. Independensi diperlukan agar dapat menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan manajemen.

6. Independensi merupakan kunci utama profesi akuntan publik. Jika

akuntan publik tidak independen, maka pendapatnya tidak berarti apa-apa dan tidak bernilai.

7. Independensi merupakan martabat penting akuntan publik yang secara berkesinambungan perlu dipertahankan.


(35)

2.2.4.3. Aspek Independensi Akuntan Publik.

Akuntan publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya terhadap manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik. Sikap mental tersebut meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun

dalam penampilan (in appearance).

Menurut Arrens dan Loebbecke (Jusuf;1996:84) mengenai aspek independensi adalah bukan hanya penting bagi akuntan publik untuk memelihara sikap mental independen dalam memenuhi tanggung jawab mereka, tetapi penting juga bahwa pemakai laporan keuangan menaruh kepercayaan terhadap independensi tersebut. Kedua sasaran ini sering

ditunjukkan sebagai independensi dalam kenyataan (in fact) dan

independensi dalam penampilan (in appearance).

Setiap auditor harus memiliki kedua sikap independensi baik independence in fact maupun independence in appearance. Kedua aspek independensi tersebut mempunyai hubungan yang erat dan saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu meskipun akuntan publik telah bersikap obyektif dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan atau dengan kata lain akuntan publik dalam keadaan independen dalam kenyataan, akan tetapi apabila pemakai laporan keuangan meragukan akan independensi dalam kenyataan akuntan publik, maka dapat dikatakan bahwa akuntan publik tersebut tidak independen.


(36)

Selain dapat digolongkan menjadi dua aspek, independensi juga dapat digolongkan dengan cara lain. Abdul Halim (1997:21) mengemukakan bahwa independensi akuntan publik dapat digolongkan menjadi tiga aspek yaitu: independence in fact (independensi senyatanya); independence in appeareance (independensi dalam keahlian); dan independence in competence (independensi dari sudut keahliannya atau kompetensinya). Dibawah ini akan dibahas ketiga aspek independensi tersebut.

1. Independensi dalam kenyataan

Independensi dalam kenyataan berkaitan dengan obyektivitas akuntan publik untuk bersikap bebas dari pengaruh kepentingan pribadi serta kemampuan akuntan publik untuk mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak selama melakukan pemeriksaan akuntan.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa independensi dalam kenyataan berarti suatu sikap pada diri akuntan publik untuk bertindak obyektif, jujur, serta adanya kepercayaan pada diri sendiri dalam hasil pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan. Disamping itu, independen dalam kenyataan berarti juga kemampuan akuntan publik dalam menghindari keadaan-keadaan yang dapat merusak sikap tidak memihaknya.


(37)

2. Independensi dalam penampilan.

Menurut Abdul Halim (1997:21) independensi dalam penampilan merupakan pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Auditor harus menjaga kedudukannya sedemikian rupa sehingga pihak lain akan mempercayai sikap independensi dan obyektivitasnya. Meskipun auditor independen telah menjalankan audit dengan baik secara independen dan obyektif, pendapatnya yang dinyatakan melalui laporan audit tidak akan dipercaya oleh pemakai jasa auditor independen bila ia tidak mampu mempertahankan independensi dalam penampilan. Dengan demikian, pemakai laporan keuangan yang diaudit memandang bahwa independensi menurut mereka juga merupakan syarat agar laporan keuangan yang diperiksa akuntan publik dapat dipercaya. Oleh karena itu, independensi dalam penampilan sangat penting bagi perkembangan profesi auditor.

Untuk dapat memelihara independensi dalam penampilan, akuntan publik selain bersikap tidak memihak secara nyata, juga harus menghindari keadaan-keadaan yang membuat pihak-pihak meragukan kebebasannya, yaitu dengan jalan tidak berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan pihak perusahaan yang diperiksanya.


(38)

3. Independensi dipandang dari sudut keahliannya.

Menurut Mulyadi (1998:49), seseorang dapat mempertimbangkan fakta dengan baik jika ia mempunyai keahlian mengenai audit atas fakta terebut. Seorang auditor yang tidak menguasai pengetahuan mengenai bisnis asuransi, tidak akan dapat mempertimbangkan dengan obyektif informasi yang tercantum dalam laporan keuangan perusahaan asuransi. Auditor tersebut tidak memiliki independensi bukan karena tidak adanya kejujuran dalam dirinya, melainkan karena tidak adanya keahlian mengenai obyek yang diauditnya. Kompetensi auditor menentukan independen atau tidaknya auditor tersebut dalam mempertimbangkan fakta yang diauditnya. Jika auditor tidak memiliki kecakapan profesional yang diperlukan untuk mengerjakan penugasan yang diterimanya, ia melanggar pasal kode etik yang bersangkutan dengan independensi (pasal 1 ayat 2 kode etik akuntan Indenesia) dan yang bersangkutan dan kecakapan profesional (pasal 2 ayat 3 kode etik akuntan Indonesia). Abdul Halim (1997:21) juga menyatakan hal yang sama, bahwa independensi dari sudut keahlian berhubungan erat dengan kompetensi atau kemampuan auditor dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya dan dengan kecakapan profesional auditor.


(39)

2.2.4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik Untuk memberikan gambaran yang terperinci mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik, dibawah ini akan didefinisikan faktor-faktor tersebut.

1. Tingkat persaingan (Rivalry).

Menurut Tunggal (1995:42-43), persaingan didefinisikan sebagai persaingan suatu perusahaan untuk beradaptasi terhadap lingkungannya, baik lingkungan eksternal maupun lingkungan internal dengan tujuan untuk mendapatkan peluang/kesempatan atau untuk mempertahankan/ meningkatkan posisi pasarnya serta memperoleh suatu keunggulan bersaing (competitive advantage) yang berkelanjutan sepanjang waktu.

Semakin banyak anggota profesi akuntan publik mengakibatkan persaingan antar kantor akuntan yang satu dengan yang lainnya semakin tajam. Persaingan yang tajam dapat mengakibatkan dukungan yang diberikan oleh seorang akuntan publik terhadap sesama anggota profesi (jika kliennya ingin mengganti akuntan publik yang sekarang dipakai dengan akuntan publik yang lain) semakin rendah, sehingga untuk mempertahankan klien agar tidak berpindah ke kantor akuntan lain, kantor akuntan publik cenderung tunduk pada tekanan manajemen klien (Supriyono;1990:41).

Tingkat persaingan ini mempunyai pengaruh yang relative kecil terhadap penampilan independensi akuntan publik, jika dalam


(40)

melaksanakan audit kantor akuntan selalu berpedoman pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Standar Profesionalisme Akuntan Publik (SPAP).

2. Jasa lainnya selain audit.

Aktivitas kantor akuntan publik selain memberikan jasa audit juga memberikan jasa-jasa lain selain audit seperti jasa akuntansi, jasa konsultasi manajemen, dan jasa konsultasi perpajakan. Pemberian jasa lain ini memungkinkan hilangnya independensi akuntan publik. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa alasan misalnya :

a. Kantor akuntan yang memberikan saran-saran kepada klien

cenderung memihak kepada kepentingan kliennya sehingga kehilangan independensi didalam melaksanakan pekerjaan audit. b. Kantor akuntan merasa bahwa dengan pemberian jasa lain selain

audit tersebut harga dirinya dipertaruhkan untuk keberhasilan kliennya, sehingga cenderung tidak independen didalam melaksanakan audit.

c. Pemberian jasa lain selain audit mungkin mengharuskan kantor akuntan membuat keputusan tertentu untuk kliennya sehingga posisi akuntan publik menjadi tidak independen didalam melaksanakan audit.

d. Kantor akuntan yang melaksanakan pemberian jasa lain selain jasa audit mungkin mempunyai hubungan yang sangat erat dengan


(41)

manajemen klien sehingga kemungkinan kurang independen didalam melaksanakan audit (Supriyono;1990:50).

Stettler (Supriyono;1990:50) mengemukakan bahwa pemberian jasa lainnya selain jasa audit kepada klien audit tidak merusak independensi jika jasa lain tersebut dilaksanakan oleh staf profesionalisme yang tidak mempunyai hubungan dengan staf yang memberikan jasa audit.

3. Lamanya penugasan audit di kantor akuntan.

Beberapa pihak menganggap bahwa hubungan penugasan audit yang lama atau terus menerus dapat mengakibatkan rusaknya independensi akuntan publik. Selain menimbulkan hubungan tertutup sehingga kantor akuntan lebih memperhatikan kepentingan klien, penugasan audit pada klien tertentu yang terlalu lama memungkinkan juga akuntan publik akan kehilangan inovasi, cepat merasa puas, kurang ketat didalam melaksanaknprosedur audit sehingga keadaan-keadaan ini juga mendorong akuntan publik kehilangan independensi.

Untuk mempertahankan independensi akuntan publik yang mempunyai hubungan yang lama dengan satu klien tertentu dapat ditempuh empat cara sebagai berikut (Supriyono;1990:53) :

a. Pembentukan komite audit

b. Keharusan rotasi kantor akuntan publik c. Keharusan rotasi partner


(42)

4. Ukuran kantor akuntan publik.

AICPA menggolongkan kantor akuntan kedalam :

a. Kantor akuntan publik besar adalah kantor akuntan yang telah melaksanakan audit pada perusahaan go publik

b. Kantor akuntan publik kecil adalah kantor akuntan yang tidak melaksanakan audit pada perusahaan go publik (Supriyono; 1990:58).

5. Audit “fee”

Independensi suatu kantor akuntan publik perlu diragukan jika “fee” yang diterima dari suatu klien merupakan bagian yang signifikan dari total pendapatan kantor akuntan tersebut karena :

a. Kantor akuntan publik yang memeriksa merasa tergantung pada

klien tersebut sehingga segan untuk menentang kehendak klien,

b. Kantor akuntan publik takut kehilangan klien yang dapat

mendatangkan pendapatan yang relative besar jika kantor tersebut tidak menuruti kehendak klien.

c. Kantor akuntan cenderung memberikan “counterpart fee” yang

besar pada satu atau beberapa pejabat kunci klien yang diaudit sehingga cenderung menimbulkan hubungan yang tidak independen. Sebaliknya bila “fee” yang diterima dari seorang klien tertentu bukan merupakan sebagian besar dari total pendapatan kantor akuntan publik tersebut, maka kantor akuntan publik


(43)

tersebut sulit untuk “ditekan” oleh seorang klien, sehingga independensinya akan terjaga.

6. Ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien.

Akuntan publik dapat kehilangan independensinya apabila mereka mempunyai kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien yang diauditnya. Beberapa jenis ikatan keuangan dan hubungan usaha tersebut diantaranya selama periode perjanjian kerja atau saat menyatakan pendapatnya, akuntan publik atau kantornya memiliki kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung yang material didalam perusahaan yang menjadi kliennya, memiliki investasi bersama di dalam bisnis dengan perusahaan yang diauditnya atau dengan karyawan penting, direktur atau pemegang saham utama perusahaan yang diauditnya yang jumlahnya material dalam hubungannya dengan kekayaan bersihnya atau kekayaan bersih kantornya, memiliki hutang atau piutang pada perusahaan yang diauditnya atau karyawan penting atau pemegang saham utamanya dan lain sebagainya.

2.2.4.5. Teori Pendukung Independensi

Model teori agen (agency theory) menurut Van Home dan

Wachowicz (1995:5) agen adalah orang yang diberi wewenang oleh pihak lain, disebut pemberi amanat untuk bertindak atas nama pemberi amanat tersebut. Jadi teori agen adalah cabang ekonomi yang berhubungan dengan


(44)

perilaku pemberi amanat (pemilik) dan agennya (manajer). Pihak manajer diharapkan untuk bertindak berdasarkan kepentingan pemilik perusahaan atau pemegang saham.

Teori keagenan ini mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemegang saham sebagai principal. Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan bahwa jika agen dan prinsipal adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan prinsipal. Dalam kondisi adanya konflik kepentingan ini, prinsipal seringkali menggunakan pihak ketiga sebagai penengah yang dalam hal ini adalah auditor.

Namun demikian, hal yang seringkali diabaikan adalah bahwa auditor juga merupakan agen bagi prinsipal. Antle (1982) dalam teorinya menyatakan bahwa auditor adalah seorang economic agent, artinya bahwa

auditor adalah expected utility maximizers. Ia telah membuat model

hubungan antara pemilik, manajer, dan auditor dan memformulasikan suatu bentuk two – agent agencymodel, agen pertama adalah manajer dan

kedua adalah auditor.

Berdasarkan model diatas yang dikembangkan oelh Antle (1982), maka pemilik bertindak sebagai prinsipal dan auditor bertindak sebagai agen. Dengan adanya kondisi ini maka auditor diharapkan untuk dapat mempertahankan independensinya dalam menjalankan tugas audit agar profesionalisme seorang auditor dapat tetap terjaga.


(45)

Tanggung jawab untuk mempertahankan independensi tidak hanya terletak pada auditor secara individual, tetapi juga perusahaan mereka (KAP), dan organisasi profesi akuntan secara keseluruhan. Perusahaan auditor (KAP) juga memiliki kepentingan dalam mempertahankan independensi mengingat reputasi mengenai integritas merupakan asset yang paling penting bagi mereka, sedangkan organisasi profesi mengakui bahwa independensi merupakan pilar bagi keberadaan mereka.

2.2.5. Profesionalisme Akuntan Publik

2.2.5.1. Definisi Profesionalisme Akuntan Publik

Profesionalisme telah menjadi isu yang kritis untuk profesi akuntan karena dapat menggambarkan kinerja akuntan tersebut. Gambaran terhadap profesionalisme dalam profesi akuntan publik seperti yang dikemukakan oleh Hastuti et al. (2003) dicerminkan melalui lima dimensi,

yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban social, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi.

Istilah profesionalisme berarti tanggung jawab untuk berperilaku yang lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari sekedar memenuhi undang-undang dan peraturan masyarakat (Arens dan Loebbecke;1996:78). Sebagai profesional, akuntan publik mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun ini berarti pengorbanann pribadi.


(46)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:789). Profesionalisme adalah mutu, kualitas, dan tindak-tanduk yang merupakan ari suatu profesi atau orang yang profesional. Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu, dan profesional adalah:

1. Bersangkutan dengan profesi,

2. Memerlukan kepandaian khusus dalam menjalankannya,

3. Mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan

amatir).

Jadi dapat disimpulkan bahwa profesioanalisme adalah mutu, kualitas, dan tindak-tanduk seseorang yang merupakan ari dari suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan keahlian tertentu dalam menjalankannya.

Sedangkan Novin dan Tucker (1993), (Mas’ud dan machfoedz;1995:5) mengidentifikasikan profesionalisme sebagai penguasaan dibidang pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), dan

karakteristik (ethics).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa profesionalisme adalah mutu atau kualitas seseorang untuk berperilaku lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya yang berlandaskan pada keahlian, pengetahuan, dan karakteristik tertentu.


(47)

2.2.5.2. Syarat dan Ciri Profesionalisme

Syarat dan ciri dari tertentu dari profesi (Carey, 1970, Loeb, 1978) dalam Regar (1993:8) antara lain:

1. Pengetahuan yang diperlukan diperoleh dengan cara mengikuti

pendidikan yang teratur dan dibuktikan dengan tanda atau ijasah keahlian dan memiliki kewenangan dalam keahliannya.

2. Jasa yang diberikan dibutuhkan oleh masyarakat dan memiliki

monopoli dalam memberikan pelayanan.

3. Memiliki organisasi yang mendapat pengakuan masyarakat atau

pemerintah dengan perangkat kode etik untuk mengatur anggotanya serta memiliki budaya profesi.

4. Suatu ciri yang membedakannya dengan perusahaan yakni tidak

mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi lebih mengutamakan pelayanan dengan memberikan jasa yang bermutu dengan balas jasa yang setimpal.

Selain dari persyaratan umum yang dijelaskan diatas untuk menjadi akuntan harus lebih dulu mendapatkan izin kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan. Dan izin kerja hanya dapat diberikan bila dianggap yang bersangkutan telah cakap untuk melakukan fungsi akuntan publik dengan meneliti pengalaman yang bersangkutan. Pengetahuan teori yang diperoleh selama proses pendidikan dianggap tidak cukup untuk melakukan fungsi akuntan publik. Pengalaman yang relevan merupakan modal yang penting untuk dapat melakukan fungsi sebagai akuntan publik.


(48)

Oleh sebab itu adalah tepat sekali apabila seseorang berminat untuk menjadi akuntan publik, keharusan untuk memiliki pengalaman merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi.

Hal ini juga dikemukakan oleh Mulyadi (1998:25) dalam norma pemeriksaan akuntan bahwa disamping akuntan harus telah menjalani pendidikan formal sebagai akuntan seperti diatur dalam UU no. 34 tahun 1954 tersebut, norma umum yang pertama mensyaratkan akuntan public harus menjalani latihan teknis yang cukup dalam praktik akuntansi dan prosedur pemeriksaan.

2.2.5.3. Faktor-faktor pendukung profesionalisme.

Mike W. Martin dan Roland Schinzinget dalam Dipohusodo (1994:43) mengemukakan kriteria atau faktor-faktor profesionalisme sebagai berikut:

1. Mencapai standar prestasi dalam pendidikan, kemampuan atau kreativitas kerja.

Seseorang disebut profesional karena memiliki keahlian tertentu dibidang tertentu. Keahlian tersebut bisa didapatkan dengan mengikuti pendidikan formal seperti mengikuti pendidian berkelanjutan di perguruan tinggi maupun pendidikan informal seperti kursus-kursus, pelatihan-pelatihan, seminar-seminar, lokakarya bahkan bisa juga didapatkan dari pengalaman-pengalaman kerja. Pada kenyataannya kata profesional telah memperoleh konotasi positif, paling tidak berasal dari pengakuan masyarakat atas pentingnya serta sulitnya untuk mendapatkan ketrampilan


(49)

dan pengetahuan. Disamping dari pendidikan untuk menjadi profesional seseorang harus selalu mengembangkan bakat yang ada dalam dirinya. 2. Bersedia menerima tanggung jawab moral terhadap masyarakat, konsumen

pelanggan, sejawat, atasan maupun bawahan, sebagai bagian dari kewajiban profesionalnya meski dalam bentuk yang paling mendasar sekalipun. Ini berarti seorang yang professional harus berusaha keras untuk menjaga kepercayaan masyarakat secara umum terhadap profesional profesi pada umumnya dan profesional pribadi pada khususnya. Seorang yang professional harus pandai-pandai dalam mempertimbangkan kewajibannya terhadap masyarakat, konsumen, rekan sejawat, atasan atau bawahan, serta sesamanya jika terjadi konflik kepentingan diantara kewajiban-kewajiban itu. Di lain pihak, seorang professional diharapkan agar menghindari konflik. Yang paling penting bahwa memegang kepercayaan merupakan salah satu kewajiban profesional yang paling sentral dan paling luas cakupannya.

2.2.5.4. Prinsip-prinsip Profesionalisme.

Auditor merupakan seseorang yang dianggap ahli oleh masyarakat untuk melakukan pemeriksaan pada suatu perusahaan ataupun instansi, oleh karena itu seorang auditor harus professional dalam melakukan pemeriksaan. Andy Kirana (1996:47) mengemukakan prinsip-prinsip yang harus dipegang oleh para profesional sebagai berikut:


(50)

1. Tanggung jawab.

Dalam kehidupan manusia dan khususnya dalam menjalankan segenap profesi, kita dituntut untuk selalu bertanggung jawab yang mencakup dua arah.

a. Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya. Para profesional diharapkan agar bekerja dengan sebaik mungkin dan menghasilkan sesuatu dengan kualitas yang sangat baik. Dalam hal ini ia benar-benar yakin bahwa pekerjaan dan hasilnya setidak-tidaknya sesuai dengan standar. Agar kualitasnya dapat dipertanggung jawabkan, maka ia harus menguasai tugas dengan sebaik-baiknya, terus menerus meningkatkan penguasaan keterampilan dalam profesi yang dijalankannya, dan menjalankan pekerjaan secara efektif dan efisien.

b. Tanggung jawab terhadap kehidupan orang lain atau masyarakat. Para profesional diharapkan bertangggung jawab atas dampak pekerjaannya terhadap kehidupan masyarakat, yaitu terhadap buruh dan pegawai bawah, teman kerja, perusahaan, klien, keluarga, lingkungan, masyarakat luas, Negara, dan generasi yang akan datang. Semua itu harus diperhatikan karena setiap profesi tertentu dituntut untuk tidak melakukan hal yang merugikan kepentingan orang lain atau masyarakat (minimal), bahkan lebih dari itu, ia wajib mengusahakan hal yang sangat berguna bagi orang lain atau masyarakat (maksimal).


(51)

2. Keadilan

Prinsip ini menuntut para profesional menghormati hak orang lain. Dalam pelaksanaan tuntutan keadilan itu berarti: didalam menjalankan profesinya setiap profesional tidak boleh melanggar hak orang lain, atau lembaga lain, atau Negara. Karena itu, jika dia mengetahui bahwa pelaksanaan profesinya akan melanggar hak orang atau pihak lain, maka dia harus menghentikan tindakan itu.

Tuntutan ini dapat dirumuskan dalam suatu prinsip tanggung jawab demikian : “Dalam segala bentuk bertindak sedemikian rupa, sehingga akibat-akibat tindakanmu tidak dapat merusak, bahkan tidak dapat membahayakan atau mengurangi mutu kehidupan manusia dalam lingkungannya, baik mereka yang hidup pada masa sekarang, maupun generasi-generasi yang akan datang.

3. Kebebasan

Setiap orang yang bekerja secara profesional dituntut agar memiliki otonomi dalam menjalankan profesinya. Walaupun dalam pekerjaannya ia diikat kode etik profesinya, namun ia tetap memiliki kebebasan dalam mengemban profesinya, termasuk dalam mewujudkan kode etik profesinya itu dalam situasi konkret. Walaupun organisasi profesi ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan profesi anggotanya, pada akhirnya yang paling bertanggung jawab adalah anggota itu sendiri.


(52)

2.2.5.5. Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik.

Organisasi profesi berkewajiban untuk memberikan jaminan bagi pemakai jasanya tentang keandalan profesional anggotanya dalam memberikan layanan jasa. Keandalan profesional ditentukan oleh kompetensi dan karakter anggota profesi.

Dalam profesi akuntansi, keandalan profesional ditentukan oleh kompetensi anggota profesi dalam bidang akuntansi dan bidang lain yang berkaitan langsung dengan akuntansi serta karakter anggota profesi yang berkaitan dengan kepatuhan anggota profesi terhadap etika profesional.

Dalam usaha mencermati hal tersebut perlu dikembangkan visi dari arah peningkatan profesionalisme akuntan di Indonesia ke masa depan sebagai berikut (Konvensi Nasional Akuntansi III,1996:66-67):

1. Peningkatan harmonisasi dari standar akuntansi keuangan. 2. Peningkatan harmonisasi pendidikan di akuntan.

3. Peningkatan harmonisasi persyaratan profesional. 4. Peningkatan harmonisasi persyaratan perizinan.

2.2.5.6. Teori Pendukung Profesionalisme

Model teori profesional menurut Litwak dalam Liliweri (1997:45), dengan jelas dan tegas menunjukkan apabila seseorang mampu meningkatkan dan mengembangkan spesialisasi dari dalam dirinya, maka orang tersebut akan memperoleh hasil kerja yang besar. Caranya antara


(53)

lain melalui perluasan pendidikan dan pelatihan sehingga masalah yang sedang dihadapi dapat dipecahkan secara profesional dan fleksibel.

Scott (1996) dikutip dari Alo Liliweri (1997:45) mengemukakan bahwa seseorang disebut profesional apabila dia memiliki karakteristik, antara lain setelah mendapat latihan dan pendidikan profesional disekolah, pelatihan dalam lembaga, ataupun pelatihan khusus. Seseorang profesional telah dan selalu menambah wawasan pengetahuan serta keterampilan yang khusus, atas dasar itu dia dapat melakukan mekanisme kontrol atas pekerjaan.

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa untuk memperoleh kepercayaan masyarakat maka hendaknya akuntan publik meningkatkan profesionalisme diri dengan berbagai cara, baik itu meningkatkan kompetensi maupun independensi diri masing-masing akuntan publik.

2.2.6. Pengaruh Kompetensi Akuntan Publik terhadap Profesionalisme Akuntan Publik

Organisasi berkewajiban untuk memberi jaminan bagi pemakai jasanya tentang keandalan profesional anggotanya dalam memberikan layanan jasa. Keandalan profesional ditentukan oleh kompetensi dan karakter anggota profesi (Konversi Nasional Akuntansi III, 1996:419). Dalam profesi akuntansi, keandalan profesional ditentukan oleh kompetensi anggota profesi dalam bidang akuntansi dan bidang lain yang


(54)

berkaitan dengan kepatuhan anggota profesi terhadap etika profesional dalam hal ini adalah independensi.

Informasi akuntansi dari suatu perusahaan sangat dibutuhkan oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan. Pihak internal mempunyai akses langsung dalam memperoleh informasi akuntansi sedangkan bagi pihak eksternal terutama dalam hal perusahaan publik, informasi akuntansi agar dapat dipertanggung jawabkan kelayakannya terlebih dahulu harus melalui audit yang dilaksanakan oleh akuntan publik yang mempunyai kompetensi dalam bidang akuntansi dan auditing sesuai dengan standar professional serta telah menjunjung tinggi kode etik profesi akuntansi yang berlaku.

Peran profesi akuntansi dalam hal ini akuntan publik yang strategis menuntut para akuntan untuk dapat bekerja dengan lebih baik, tertib, tidak menyalahi aturan yang berlaku, serta mampu menghasilkan prediksi strategis secara lebih tepat, maupun memberikan saran membangun dan pemecahan berbagai masalah keuangan yang dihadapi oleh pimpinan perusahaan.

Suatu pedoman yang penting bagi semua profesi (Regar, 1993:12) adalah bahwa seseorang profesional tidak akan memberikan jasa diluar bidang keahliannya. Seseorang yang mengaku profesional tanpa memiliki kompetensi yang diisyaratkan adalah seorang pemalsu profesi, oleh karena itu kompetensi dan independensi yang merupakan dua karakteristik yang saling bergantung sangat mempengaruhi profesionalisme seseorang.


(55)

2.2.6.1. Pengaruh Independensi Akuntan Publik Terhadap Profesionalisme Akuntan Publik

Independensi merupakan sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Oleh karena itu cukuplah beralasan bahwa untuk menghasilkan audit yang berkualitas diperlukan sikap independen dari auditor. Karena jika auditor kehilangan independensinya maka laporan audit yang dihasilkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.

Dalam melaksanakan proses audit, auditor membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang baik karena dengan kedua hal itu auditor menjadi lebih mampu memahami kondisi keuangan dan laporan keuangan kliennya. Kemudian dengan sikap independensinya maka auditor dapat melaporkan dalam laporan auditan jika terjadi pelanggaran dalam laporan keuangan kliennya.

Dari uraian kerangka pikir diatas dapat dibuat gambar kerangka pikir seperti dibawah ini.


(56)

Gambar 1: Kerangka Pikir

Mempengaruhi

Uji Statistik Regresi Linear Berganda

2.4. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan landasan teori yang telah dikemukakan, maka dapat disusun suatu hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti dan masih harus dibuktikan secara empiris:

1. Diduga ada pengaruh kompetensi dan independensi akuntan publik

terhadap profesionalisme akuntan publik. Kompetensi (X1)

Independensi (X2)

Profesionalisme Akuntan Publik (Y)


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi operasional

Definisi operasional menurut Nazir (1999:152) adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau memspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Kompetensi Akuntan Publik

Kompetensi Akuntan publik adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Oleh karena itu maka pada penelitian ini variabel kompetensi akan diproksikan dengan 2 sub variabel yaitu pengetahuan dan pengalaman.

3.1.1.1. Pengetahuan

Dalam penelitian ini pengetahuan diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki auditor yang meliputi pengauditan (umum dan khusus), pengetahuan mengenai bidang auditing dan akuntansi serta memahami industri klien. Sehingga indikator yang digunakan untuk mengukur pengetahaun auditor adalah:

(a.)Pengetahuan akan prinsip Akuntansi dan standar auditing, (b.)Pengetahuan akan jenis industri klien,


(58)

(c.)Pengetahuan tentang kondisi perusahaan klien, (d.)Pendidikan formal yang sudah ditempuh, (e.)Pelatihan, kursus dan keahlian khusus. 3.1.1.2 Pengalaman

Menurut Loeher (2002) Pengalaman merupakan akumulasi gabungan dari semua yang diperoleh melalui berhadapan dan berinteraksi secara berulang-ulang dengan sesama, benda alam, keadaan, gagasan, dan penginderaan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(a) Lama melakukan audit,

(b) Jumlah klien yang sudah diaudit, (c) Jenis perusahaan yang pernah di audit. 2. Independensi Akuntan Publik

Kode Etik Akuntan Publik menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Pada penelitian ini variabel independensi akan diproksikan menjadi 4 (empat) sub variabel yakni :

(a) Lama Hubungan Dengan Klien (Audit Tenure),

(b)Tekanan Dari Klien,

(c) Telaah Dari Rekan Auditor (Peer Review),


(59)

3. Profesionalisme Akuntan Publik

Profesionalisme Akuntan Publik adalah kemungkinan (joint

probability) dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan

pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya. Adapun untuk mengukur kualitas audit pada auditor di Surabaya digunakan indikator kualitas audit yang dikemukakan oleh Harhinto (2004) dan Kartika Widhi (2006) yaitu sebagai berikut:

(a) Melaporkan semua kesalahan klien,

(b) Pemahaman terhadap sistem informasi akuntansi klien, (c) Komitmen yang kuat dalam menyelesaikan audit,

(d.) Berpedoman pada prinsip auditing dan prinsip akuntansi dalam melakukan pekerjaan lapangan,

(e.) Tidak percaya begitu saja terhadap pernyataan klien, (f.) Sikap hati-hati dalam pengambilan keputusan.

3.1.2. Pengukuran Variabel

Teknik pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur variabel bebas maupun variabel terikat adalah dengan menggunakan skala semantic diferential, yang artinya pengskalaan yang meminta responden untuk memberikan perincian terhadap sejumlah pertanyaan tentang variabel yang diteliti melalui tujuh skala sikap yang pada kedua sisinya ditutup dengan kata sifat. Setiap variabel diwakili


(60)

beberapa pertanyaan untuk mengetahui keberadaan variabel dalam kuesioner.

Sangat Tidak Setuju 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Setuju

Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa kuesioner, pertanyaan pada kuesioner dimaksudkan untuk mengetahui keberadaan dari variabel tersebut. Kuesioner terdiri dari tiga bagian , yaitu :

1) Kompetensi Akuntan Publik menggunakan instrument yang

dikembangkan oleh Murtanto dan Gudono (1999) dan Christiawan (2002).

2) Independensi Akuntan Publik menggunakan instrument yang

dikembangkan oleh Tubbs (Sri Sularso, 1999).

3) Profesionalisme Akuntan Publik menggunakan instrument yang

dikembangkan oleh Miller dan Wagner (1971) dan Davis (1961).

3.2. Teknik penentuan Sampel 1. Populasi

Populasi merupakan kumpulan dari individu/unit/unsur/ yang dijadikan obyek atau sasaran penelitian yang memiliki karakteristik yang sama (Anonim, 2003:IV-11). Yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah para akuntan publik (auditor) yang bekerja pada 43 (empat puluh tiga) Kantor Akuntan Publik yang ada di Surabaya (sesuai dengan data yang ada di Ikatan Akuntan Indonesia).


(61)

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi (Anonim, 2003:IV-11). Hanya sebagian dari populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi. Pengambilan sampel ini menggunakan model sensus yaitu tiap unit populasi dijadikan sampel, sehingga jumlah sampel yang didapat sama dengan jumlah populasi yaitu 43 (empat puluh tiga) Kantor Akuntan Publik.

Sehingga penelitian ini jumlah anggota sampel yang dibutuhkan sebanyak 43 (empat puluh tiga) KAP dengan masing-masing KAP diwakili dua responden yaitu, satu responden dari auditor senior dan satu responden dari auditor junior yang ada di KAP tersebut. Dalam penelitian ini yang akan digunakan dalam pengolahan data hanya jawaban kuesioner yang berasal dari responden yang telah diisi dengan semestinya yaitu yang telah terisi secara lengkap sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sedang jawaban kuesioner yang kosong dan tidak lengkap, tidak ikut diolah. Sehingga total sampel ada 2 x 43 = 86 auditor.

Adapun minimum sampel yang diharapkan kembali dalam penelitian ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

n = 2

1 Ne

N

 ………(Umar, 2001:74)

Dimana :

n = ukuran sampel


(62)

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan keputusan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, yaitu 10%

Maka,

n =

2 % 10 86 1

86

 = 46

Sehingga penelitian ini jumlah minimum sampel yang diharapkan kembali sebanyak 46.

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer (Nasir,1999:108), yaitu merupakan data yang diperoleh langsung dari responden melalui pengisian kuesioner yang diberikan pada responden berkaitan dengan variabel penelitian yaitu kompetensi akuntan publik, independensi akuntan publik, profesionalisme akuntan publik. Dengan total ada 30 (tiga puluh) pertanyaan pada kuesioner.

3.3.2. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini berasal dari jawaban kuesioner yang telah diisi oleh para auditor pada kantor akuntan publik yang berdomisili di Surabaya sebagai responden. Jawaban kuesioner yang


(63)

berasal dari responden yang telah diisi dengan semestinya yaitu yang telah terisi secara lengkap sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sedang jawaban kuesioner yang kosong dan tidak lengkap, tidak ikut diolah.

3.3.3. Pengumpulan Data

a. Wawancara

Merupakan cara pegumpulan data dengan tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang bersangkutan dalam organisasi tersebut.

b. Kuesioner

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan daftar pertanyaan yang sudah disusun rapi dan terstruktur, tertulis kepada responden untuk diisi menurut pendapat pribadi sehubungan dengan masalah yang diteliti dan kemudian untuk tiap jawaban diberikan nilai (skor).

3.4. Uji Kualitas Data 3.4.1. Uji Validitas

Menurut Sumarsono (2004: 31) Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur itu (kuesioner) mengukur apa yang diinginkan. Valid atau tidaknya alat ukur tersebut dapat diuji dengan mengkorelasikan antara skor yang diperoleh pada masing- masing butir pertanyaan dengan skor total yang diperoleh dari penjumlahan semua skor pertanyaan. Apabila korelasi antara skor total dengan skor masing- masing


(64)

pertanyaan signifikan, maka dapat dikatakan bahwa alat pengukur tersebut mempunyai validitas. Menurut Masrun (1979) dalam Deddy (2009), suatu instrumen dianggap valid bilamana koefisien korelasi antara skor suatu indikator dengan skor total seluruh indikator lebih besar 0,3 (r ≥ 0,3).

3.4.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah jawaban yang diberikan rsponden dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan perkataan lain, hasil pengukuran tetap konsisten jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap obyek dan alat ukur yang sama. Reliabilitas dapat dilihat dengan error yang dibuat. Makin besar error yang terjadi, makin kecil reliabilitas pengukuran, begitu juga sebaliknya. Uji reliabilitas menggunakan Cronbach’s Alpha, dimana instrument dianggap reliable apabila Cronbach’s Alpha di atas 0,6 (Ghozali,2001:133).

3.5. Uji Normalitas

Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data mengikuti sebaran normal, dapat dilakukan dengan menggunakan metode

Kolmogorov-Smirnov.

Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data mengikuti distribusi normal adalah (Sumarsono, 2004:40) :


(65)

1. Jika nilai signfikan (nilai probabilitasnya) lebih kecil dari 5% maka distribusi adalah tidak normal.

2. Jika nilai signfikan (nilai probabilitasnya) lebih besar dari 5% maka distribusi adalah normal.

3.6. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik menyatakan bahwa persamaan regresi harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t tidak boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi diantaranya tiga asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh model regresi linier berganda, yaitu : 1. Tidak terdapat multikolinearitas

2. Tidak terdapat heteroskedastisitas 3. Tidak terdapat autokorelasi

Apabila salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar maka persamaan regresi linier yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias.

1. Multikolinearitas.

Multikolinearitas adalah terjadinya hubungan linier antar variabel bebas dalam persamaan regresi linier berganda. Apabila ternyata ada hubungan linier antar variabel bebas, maka persamaan regresi linier berganda tersebut terjadi multikolinear (terjadi bias).


(1)

4.5. Pembahasan

Hasil pengujian dapat diketahui bahwa ada pengaruh secara tidak signifikan antara kompetensi akuntan publik terhadap profesionalisme akuntan publik, hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada kompetensi tidak akan mempengaruhi profesionalisme akuntan publik. Hal ini bisa disebabkan karena responden yang mengisi kuesioner rata-rata masih merupakan auditor junior yang jenjang pendidikan nya masih sampai D3 dan bekerja di KAP tersebut dibawah 5 tahun. Sedangkan menurut Christiawan (2002 : 85) berdasarkan penelitian yang telah ada secara umum dapat direfleksikan bahwa pendidikan formal, pelatihan dan pengalaman yang merupakan komponen dasar kompeteensi akuntan publik memiliki pengaruh yang positif terhadap kualitas audit yang dilakukan oleh akuntan publik.

Hasil pengujian juga dapat diketahui bahwa Independensi berpengaruh secara tidak signifikan terhadap profesionalisme auditor, Dari sumber Mr.X yang tidak mau disebutkan nama dan tempat KAP nya bekerja mengatakan bahwa para responden yang mengisi kueisoner tersebut memang kurang independen sehingga tidak ada pengaruh yang nyata antara kompetensi dan independensi terhadap profesionalisme akuntan publik. Hal ini dalam artian bahwa rata-rata KAP yang saya sampling cenderung client oriented atau lebih cenderung memihak kepada klien sehingga dalam pelaksanaannya tidak semua kesalahan klien dilaporkan karena mendapat peringatan dari klien atau tidak berani melaporkan kesalahan klien karena klien dapat mengganti posisinya dengan KAP lain.

4.6. Implikasi Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ini kita dapat mengetahui bahwa kedua variabel bebas yang diteliti yakni kompetensi akuntan publik dan independensi akuntan publik kurang mampu berpengaruh secara nyata terhadap profesionalisme akuntan publik. Hal tersebut berarti di KAP variabel kompetensi akuntan publik dan independensi akuntan publik adalah bukan merupakan dua faktor penting yang dapat mempengaruhi profesionalisme akuntan publik.


(2)

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh pihak KAP untuk lebih memperhatikan kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh para auditor untuk meningkatkan profesionalisme para auditor dalam bekerja. Namun KAP tidak boleh mengabaikan faktor-faktor lain yang juga berpengaruh terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik dengan lebih memperhatikan sikap mental dari para akuntan publik tersebut sehingga diharapkan pihak KAP benar-benar mampu meningkatkan profesionalisme akuntan publik dengan baik dan pada akhirnya hal tersebut akan memberikan hasil yang positif.

4.7. Keterbatasan Penelitian

Peneliti merasa bahwa penelitian ini sudah dilakukan dengan cukup optimal, namun peneliti merasa masih banyak kekurangan baik dalam pelaksanaan penelitian maupun hasil dari penelitian itu sendiri. Hal tersebut disebabkan adanya berbagai keterbatasan yang ada, yaitu antara lain mengenai :

1. Berbagai kendala yang dihadapi pada saat penelitian, seperti ketika pengisian kuesioner oleh para responden, adanya kuesioner yang tidak jelas bagi responden sehingga peneliti perlu menerangkan kembali untuk memperoleh jawaban yang tepat.

2. Kendala yang bersifat situasional, yaitu berupa situasi yang dirasakan responden pada saat pengisian kuisioner tersebut akan dapat mempengaruhi jawaban atas kuesioner, sehingga belum menunjukkan kondisi di lapangan yang sesungguhnya.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit pada auditor yang bekerja pada kantor akuntan publik di Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kompetensi dan independensi akuntan publik berpengaruh secara tidak signifikan terhadap profesionalisme akuntan publik. Hipotesis 1 tidak teruji kebenarannya.

2. Kompetensi akuntan publik bukan faktor dominan yang mempengaruhi profesionalisme akuntan publik. Hipotesis 2 tidak teruji kebenarannya.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diajukan saran, antara lain :

1. Untuk meningkatkan kualitas audit diperlukan adanya peningkatan kompetensi para auditor yakni dengan pemberian pelatihan-pelatihan serta diberikan kesempatan kepada para auditor untuk mengikuti kursus-kursus atau peningkatan pendidikan profesi.

2. Untuk para auditor diharapkan meningkatkan independensinya, karena faktor independensi dapat mempengaruhi kualitas audit. Auditor yang mendapat tugas dari kliennya diusahakan benar-benar independen, tidak mendapat tekanan dari klien, tidak memiliki perasaan sungkan sehingga dalam melaksanakan tugas auditnya benar-benar objektif dan dapat menghasilkan audit yang berkualitas. 3. Responden pada penelitian selanjutnya hendaknya diperluas, tidak

hanya dari lingkup auditor pelaksana tetapi dapat pula dari pimpinan Kantor Akuntan Publik (KAP).

4. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya dapat mempertimbangkan untuk menambah faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas audit.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Algifari, 1997, Analisis Regresi, Teori, Kasus dan Solusi, Edisi Pertama, Penerbit BPFE, Yogyakarta

Anonim, 1996, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.

______, 2009, Pedoman Penyususunan Usulan Penelitian dan Skripsi, Jurusan Akuntansi, FE, UPN “veteran” Jawa Timur.

Arrens, Alvin A, dan Loebbecke, 1996, Auditing Pendekatan Terpadu, Buku Satu, Edisi Revisi, Amir Abadi Jusuf, Salemba Empat, Jakarta.

Azwar, Saifudin: 2000, Penyusunan Skala Psikologi, Edisi Pertama, Pustaka Pelajar, Cetakan 2, Yogyakarta.

Dajan, Anto, 1986, Pengantar Metode Statistik, Cetakan Kedua, Jilid I, Penerbit LP3ES, Jakarta.

Dipohusodo, Istimawan, 1996, Manajemen Proyek dan Konstruksi, Cetakan Pertama, Jilid 2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Ghozali, Imam, 2001, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Universitas Diponegoro, Semarang.

Gujarati, Damodar, 1995, Ekonometrika Dasar, Terjemahan Sumarno Zain, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gupta, Kamal, 1991, Contemporary Auditing, Fourth Edition, Tata Mc. Graw Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

Halim, Abdul, 1997, Auditing I (Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan), Edisi Pertama, Penerbit AMP YKPN, Yogyakarta.

Ikatan Akuntansi Indonesia, 1994, Standar Profesional Akuntan Publik, Penerbit Salemba Empat, Yogyakarta.

Jusup, Al Haryono, 2001, Auditing (Pengauditan), Buku Satu, Cetakan Pertama, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta.

Kell, Walter G, 1996, Modern Auditing, Sixth Edition, John Wiley and Sons, Inc. Kirana, Andy, 1996, Etika Bisnis Konstruksi, Cetakan Kelima, Penerbit

Kanisius, Yogyakarta.

Mayangssari, Sekar, 2003, “Pengaruh Keahlian Audit dan Independensi Terhadap Pendapat Audit : Sebuah Kuasieksperimen”, Tesis.


(5)

Mulyadi, 1998, Pemeriksaan Akuntan, Edisi Keempat, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta.

Nazir, Moh., 1999, Metode Penelitian dan Skripsi, Cetakan Keempat, Penerbit Ghalia, Jakarta.

Regar, 1993, Mengenal Profesi Akuntan dan Memahami Laporannya, Cetakan Pertama, Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Stettler, Howard F, 1997, Auditing Principles, Fourth Edition, Prentice Hall of India, Private Limited, New Delhi.

Sumarsono, 2002, Metodologi Penelitian Akuntansi, Surabaya.

Supriono, R.A., 1990, Pemeriksaan Akuntan (Auditing), Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Independensi Penampilan Akuntan Publik, Edisi, Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Umar, Husein, 1997, Riset Akuntansi (Dilengkapi Dengan Panduan Membuat Skripsi dan Empat Bahasan Kasus Bidang Akuntansi), Cetakan Pertama, Penerbit PT. Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta.

Van Home, J.C dan Jr. Wachowicz, 1997, Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan, Buku I, Edisi 9, Sutojo Heru, Salemba Empat, Jakarta.

Koran

Jawa Pos, Wako Bekasi Disebut Lagi Dalam Dakwaan Kasus Korupsi, Selasa, 21 September, 2010, Surabaya.

Jurnal

Christiawan, Yulius Jogi, 2002, “Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik : Refleksi Hasil Penelitian Empiris”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 4, No. 2, Hal. 79-92, Nopember 2002.

Mayangsari, Sekar, 2003, “Pengaruh Keahlian Audit dan Independensi Terhadap Pendapat Audit : Sebuah Kuasieksperimen”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 6, No. 1, Hal. 1-22, Januari 2003.

Murtanto dan Gudono, 1999, “Identifikasi Karakteristik-karakteristik Keahlian Audit, Profesi Akuntan Publik di Indonesia”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 2, No. 1, Hal 37-52, Januari 1999.

Sulaarso, Sri dan Ainun Na’im, 1999, “Analisis Pengaruh Pengalaman Akuntan Pada Pengetahuan dan Pengalaman dan Penggunaan Intuisi Dalam Mendeteksi Kekeliruan”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 2, No. 2, Hal. 154-172, Juli 1999.


(6)

Widyasari, Suzy, 2003, “Strategi Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia Dalam Memasuki Era Global”, Fokus Ekonomi, Vol. 2, No. 2, Hal. 166-175, Agustus 2003.

Skripsi

Yanuar, Aulia H.S., 2002, “Pengaruh Independensi, Pengetahuan dan Keahlian Terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kekeliruan Pada Prosedur Penjualan, Piutang, dan Penerimaan Kas (Pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya)”.

Bumiarini, Wivia, 2005, “Pengaruh Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik Terhadap Profesionalisme Akuntan Publik di Surabaya”. Harhinto, Teguh, 2004, Pengaruh Keahlian dan Independensi Terhadap


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Ukuran Kantor Akuntan Publik dan Jenis Opini Audit Terhadap Audit Report Lag pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 43 85

Analisis pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit dengan ukuran kantor akuntan publik segabai variabel moderating: studi empiris pada kantor akuntan publik di Jakarta

0 5 148

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK TERHADAP PROFESIONALISME AKUNTAN PUBLIK (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Surabaya Timur).

0 0 89

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK TERHADAP KUALITAS AUDIT PADA PROFESI AKUNTAN PUBLIK DI SURABAYA.

0 1 95

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK TERHADAP PROFESIONALISME AKUNTAN PUBLIK (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Surabaya Timur).

0 0 88

PENGARUH INDEPENDENSI, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KINERJA AKUNTAN PUBLIK PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 0 19

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK TERHADAP PROFESIONALISME AKUNTAN PUBLIK PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP) DI SURABAYA (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya)

0 1 16

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK TERHADAP PROFESIONALISME AKUNTAN PUBLIK PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP) DI SURABAYA (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya)

0 1 28

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK TERHADAP PROFESIONALISME AKUNTAN PUBLIK (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Surabaya Timur)

0 0 17

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK TERHADAP KUALITAS AUDIT PADA PROFESI AKUNTAN PUBLIK DI SURABAYA SKRIPSI

0 0 20